Anda di halaman 1dari 19

BAB 2

LANDASAN TEORITIS

1. Stroke

1.1. Pengertian

Istilah stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap

gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau berhentinya

aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Istilah stroke biasanya digunakan

secara spesifik untuk menjelaskan infark serebrum. Istilah yang masih lama dan

masih sering digunakan adalah cerebrovaskular accident (CVA) (Price, 2006).

Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak

yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. Yang biasanya

diakibatkan oleh trombosis, embolisme, iskemia dan hemoragi (Smeltzer, 2002).

Menurut Arif Muttaqin, stroke merupakan penyakit neurologis yang sering

dijumpai dan harus ditangani secara tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak

yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran

darah otak yang bisa terjadi pada siapa saja (Muttaqin, 2008).

Gejala stroke dapat bersifat fisik, psikologis dan perilaku. Gejala fisik

yang paling khas adalah paralisis, kelemahan, hilangnya sensasi diwajah, lengan

atau tungkai disalah satu sisi tubuh, kesulitan berbicara, kesulitan menelan dan

hilangnya sebagian penglihatan disatu sisi. Seorang dikatakan terkena stroke jika

salah satu atau kombinasi apapun dari gejala diatas berlangsung selama 24 jam

atau lebih (Feigin, 2007).

Universitas Sumatera Utara


1.2. Penyebab Stroke

1.2.1. Trombosis (bekuan darah didalam pembuluh darah otak dan leher).

Aterosklerosis serebral dan pelambatan sirkulasi serebral adalah

penyebab utama, trombosis serebral merupakan penyebab yang

umum pada serangan stroke.

1.2.2. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa

ke otak dari bagian tubuh yang lain). Abnormalitas patologik pada

jantung kiri, seperti endokarditis, infeksi, penyakit jantung rematik

dan infark miokard serta infeksi pulmonal adalah tempat-tempat

asal emboli. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah

atau cabang-cabang yang merusak sirkulasi serebral.

1.2.3. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak). Iskemia serebral

(insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi

ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.

1.2.4. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan

perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak).

Hemoragi dapat terjadi diluar durameter (hemoragi ekstradural dan

epidural), dibawah durameter (hemoragi subdural), diruang

subarakhnoid (hemoragi subarakhnoid) atau didalam subtansi otak

(hemoragi intraserebral) (Smeltzer, 2002).

Universitas Sumatera Utara


Berbagai bagian otak dapat mengalami gangguan peredaran darah otak,

secara anatomi otak dibagi atas otak besar yang terdiri dari beberapa lobus, yaitu:

lobus frontalis, mengatur gerakan sadar, ciri kepribadian, perilaku sosial,

motivasi-inisiatif, dan berbicara. Lobus oksipita mengatur perhatian terhadap

rangsangan, menulis, menggambar, menghitung, merasakan, membentuk,

berpakaian. Lobus temporalis mengatur daya ingatan verbal, dan visual,

pendengaran, dan suasana hati. Lobus oksiput mengatur interprestasi penglihatan.

Otak kecil mengatur koordinasi, keseimbangan, gerakan mata, menelan, dan

gerakan lidah (Feigin, 2007).

1.3. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala dari stroke dapat berupa defisit lapang pandang seperti

kehilangan setengah lapang penglihatan, Kehilangan penglihatan perifer, dan

diplopia. Defisit motorik (seperti Hemiparesis, Hemiplegia, Ataksia, Disartria

dan Disfagia). Defisit sensori (seperti Parestesia). Defisit Verbal (seperti Afasia

eksprensif: tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami, Afasia reseptif:

tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, Afasia global: kombinasi afasia

eksprensif dan reseptif). Defisit kognitif (seperti Kehilangan memori jangka

pendek dan panjang, Penurunan lapang perhatian, Perubahan penilaian, Kerusakan

untuk berkosentrasi). Defisit emosional (seperti Kehilangan kontrol diri, Labilitas

emosional, Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres, Depresi,

Menarik diri, Perasaan isolasi) (Smeltzer. 2002).

Universitas Sumatera Utara


1.4. Klasifikasi

Ada beberapa klasifikasi dari stroke yaitu: Stroke Hemoragi, stroke ini

merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subaraknoid, disebabkan

oleh pecahnya pembuluh darah otak pada area otak tertentu. Biasanya kejadian

saat melakukan aktifitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat.

Kesadaran klien umumnya menurun. Stroke Nonhemoragi, stroke ini dapat berupa

iskemia atau emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi saat istirahat, bangun

tidur, atau dipagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang

menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat menimbulkan edema sekunder

(Muttaqin, 2008).

1.5. Manajemen Stroke

Terapi darurat memiliki tiga tujuan, yaitu: yang pertama mencegah

terjadinya cedera otak akut dengan memulihkan perfusi ke daerah iskemik non

infark, yang kedua membaikkan cedera saraf sedapat munkin, yang ketiga

mencegah cedera neurologik lebih lanjut dengan melindungi sel didaerah iskemik

dari kerusakan lebih lanjut (Smeltzer. 2002).

Pada stroke iskemik akut, mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan

dari apa yang disebut sebagai strategi Neuroprotektif. Terapinya dapat berupa

hipotermia, dan pemakaian obat neuroprotektif seperti antikoagulasi, trombolisis

intravena, trombolisis intra arteri. Selain itu terapi yang digunakan adalah terapi

perfusi dimana dilakukan induksi hipertensi untuk meningkatkan tekanan darah

arteri rata-rata sehingga perfusi otak dapat meningkat. Pengendalian edema dan

terapi medis umum juga dilakukan, serta terapi bedah untuk mencegah tekanan

dan distorsi pada jaringan yang masih sehat (Price, 2006).

Universitas Sumatera Utara


1.6. Komplikasi

Komplikasi medis yang sering menyebabkan kematian dalam bulan

pertama setelah stroke adalah: yang pertama terjadi pembengkakan otak diikuti

oleh dislokasi yang menyebabkan tertekannya pusat-pusat vital diotak yang

mengendalikan pernapasan dan denyut jantung. Kedua, terjadi pneumonia aspirasi

yang diakibatkan masuknya makanan atau cairan kedalam paru oleh karena

mengalami disfagia. Ketiga, terjadi bekuan darah di arteri jantung dan paru.

Keempat, terjadi infeksi saluran kemih, infeksi dada, dan infeksi kulit akibat

dekubitus. Kelima, terjadi komplikasi kardiovaskuler seperti gagal jantung

(Smeltzer. 2002).

Setelah stroke iskemik atau perdarahan intraserebrum, sel yang mati dan

hematom itu diganti oleh kista yang mengandung cairan serebrospinalis. Pada

kondisi ini mungkin pasien mengalami komplikasi yang dapat menyebabkan

kematian atau cacat. Gejala sisa stroke mencakup komplikasi antara lain: 80%

pasien stroke mengalami penurunan parsial atau total gerakan dan kekuatan

lengan atau tungkai di salah satu sisi tubuh, 30% mengalami masalah

komunikasi, 30% mengalami kesulitan menelan (Disfagia), 10% mengalami

masalah melihat, banyak pasien stroke menderita sakit kepala, tanpa pencegahan

yang memadai, 10-20% pasien dapat mengalami dekubitus (Feigin, 2007).

Universitas Sumatera Utara


2. Disfagia

2.1. Definisi

Disfagia diartikan sebagai perasaan melekat atau obstruksi pada tempat

lewatnya makanan melalui mulut, faring, atau esophagus. Gejala ini harus

dibedakan dengan gejala lain yang berhubungan dengan menelan. Kesulitan

memulai gerakan menelan terjadi pada kelainan-kelainan fase volunter menelan.

Namun demikian setelah dimulai gerakan menelan ini dapat diselesaikan dengan

normal. Odinofagia berarti gerakan menelan yang nyeri, acapkali odinofagia dan

disfagia terjadi secara bersamaan. Globus faringeus merupakan perasaan adanya

suatu gumpalan yang terperangkap dalam tenggorokan. Arah makanan yang keliru

sehingga terjadi regurgitasi nasal dan aspirasi makanan kedalam laring serta paru

sewaktu menelan, merupakan ciri khas disfagia orofaring (Harrison, 2000).

Disfagia adalah kesulitan menelan yang dapat pula disertai dengan nyeri

menelan. Esofagus normal merupakan suatu aktifitas terkoordinasi yang rumit

dimana cairan dan makanan padat diteruskan dari mulut kelambung. Mekanisme

ini juga mencegah aspirasi makanan ke dalam paru, regurgitasi kehidung, dan

refluks melalui sfingter esophagus bawah. Oleh sebab itu disfagia menyebabkan

dua masalah yang berbeda yaitu: pertama, seringkali ada penyebab dasar yang

serius. Dan kedua, menyebabkan konsekuensi berbahaya (misal, aspirasi atau

malnutrisi) (Walsh, 1999).

Universitas Sumatera Utara


2.2. Etiologi

Disfagia sering disebabkan oleh penyakit otot dan neurologis. Penyakit ini

adalah gangguan peredaran darah otak (stroke, penyakit serebrovaskuler),

miastenia gravis, distrofi otot, dan poliomyelitis bulbaris. Keadaan ini memicu

peningkatan resiko tersedak minuman atau makanan yang tersangkut dalam trakea

atau bronkus (Price, 2006).

Disfagi esophageal mungkin dapat bersifat obstruktif atau disebabkan oleh

motorik. Penyebab obstruksi adalah striktura esophagus dan tumor-tumor

ekstrinsik atau instrinsik esofagus, yang mengakibatkan penyempitan lumen.

Penyebab disfagi dapat disebabkan oleh berkurangnya, tidak adanya, atau

tergangguanya peristaltik atau disfungsi sfingter bagian atas atau bawah.

Gangguan disfagi yang sering menimbulkan disfagi adalah akalasia, scleroderma,

dan spasme esophagus difus (Price, 2006).

Ada dua jenis dari disfagia yaitu disfagia mekanis dan disfagia motorik.

Tabel 1 dapat menjelaskan dengan lebih jelas tentang perbedaan kedua jenis

disfagia.

Table 1. Penyebab dari Disfagia

Diakibatkan oleh: Bolus yang besar, Benda


Luminal
asing

a. Keadaan inflamasi yang menyebabkan


Disfagia pembengkakan seperti Stomatitis,
Faringitis,epiglottis, Esofangitis
Mekanis Penyempitan b. Selaput dan cincin dapat dijumpai pada
Faring (sindroma pulmer, Vinson),
instrinsik Esophagus (congenital, inflamasi), Cincin
mukosa esophagus distal
c. Striktur Benigna seperti Ditimbulkan oleh
bahan kaustik dan pil, Inflamasi , Iskemia,
Pasca operasi, Congenital

Universitas Sumatera Utara


d. Tumor-tumor malignan, Karsinoma primer,
Karsinoma metastasik, Tumor-tumor
benigna, Leiomioma, Lipoma, Angioma,
Polip fibroid inflamatorik, Papiloma epitel
Spondilitis servikalis, Osteofit vetrbra, Abses
Kompresi
dan masa retrofaring, Tumor pancreas,
ekstrinsik
Hematoma dan fibrosis

Kesulitan Seperti lesi oral dan paralisis lidah,

dalam Anesthesia orofaring, Penurunan produksi

memulai saliva, Lesi pada pusat menelan

reflek

menelan

Kelainan a. Kelemahan otot (Paralisis bulbar,


Disfagia Neuromuskuler, Kelainan otot
pada otot b. Kontraksi dengan awitan stimultan atau
motorik gangguan inhibisi deglutisi (Faring dan
lurik esophagus, Sfingther esophagus bagian
atas)

Kelainan a. Paralisis otot esophagus yang menyebabkan


kontraksi yang lemah
pada otot b. Kontraksi dengan awitan simultan atau
gangguan inhibisi deglutis
polos c. Sfingter esophagus bagian bawah.

esophagus

(Harrison, 1999)

Universitas Sumatera Utara


2.3. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari disfagia dapat dilihat dengan adanya gangguan pada

neurogenik mengeluh bahwa cairan lebih mungkin menyebabkan tersedak

daripada makanan padat atau setengah padat. Batuk dan regurgitasi nasal

menunjukkan kelemahan otot-otot palatum atau faring bagian atas. Suara serak,

nyeri menelan, dan nyeri telinga merupakan gejala tumor hipofaring. Sedang

aspirasi sering terjadi pada gangguan neurologik (Walsh, 1999).

2.4. Patofisiologi

Transportasi normal bolus makanan yang ditelan lewat lintasan gerakan

menelan tergantung pada ukuran bolus makanan yang ditelan, diameter lumen

lintasan untuk gerakan menelan, dan kontraksi peristaltik (Price, 2006).

Disfagia dibedakan atas disfagia mekanis dan disfagia motorik.

2.4.1. Disfagia mekanis

Disfagia mekanik dapat disebabkan oleh bolus makanan yang

sangat besar, adanya penyempitan instrinsik atau kompresi ekstrinsik

lumen lintasan untuk gerakan menelan. Pada orang dewasa, lumen

esofagus dapat mengembang hingga mencapai diameter 4 cm, jika

esofagus tidak mampu berdilatasi hingga 2,5 cm, gejala disfagia dapat

terjadi tetapi keadaan ini selalu terdapat kalau diameter esofagus tidak bisa

mengembang hingga diatas 1,3 cm. lesi yang melingkar lebih sering

mengalami disfagia daripada lesi yang mengenai sebagian lingkaran dari

dinding esofagus saja

Universitas Sumatera Utara


2.4.2. Disfagia motorik

Disfagia motorik dapat terjadi akibat kesulitan dalam memulai

gerakan menelan atau abnormalitas pada gerakan peristaltik dan akibat

inhibisi deglutisi yang disebabkan oleh penyakit pada otot lurik atau otot

polos esofagus. Disfagia motorik faring disebabkan oleh kelainan

neuromuskuler yang menyebabkan paralisis otot (Price, 2006)

2.5. Komplikasi akibat disfagia

Disfagia adalah kondisi yang kompleks yang memiliki pengaruh besar

pada kehidupan pasien. Pasien yang mengalami disfagia masalah yang sering

ditemukan adalah kehilangan nafsu makan serta penurunan berat badan yang

diakibatkan oleh asupan nutrisi yang berkurang. Dalam manejemen gizi pada

pasien yang mengalami disfagia harus lebih diperhatikan lagi tentang cara

penyediaan makanan bergizi yang sesuai dengan kebutuhan tubuh pasien agar

komplikasi seperti terjadinya aspirasi dapat dihindari (Collier, 2009)

3. Nutrisi

Masalah nutrisi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun

penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan

kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu,

pendekatan penanggulangan harus melibatkan berbagai sektor yang terkait (Almatsier,

2005).

Status nutrisi adalah suatu keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan

penggunaan zat-zat gizi. Dan dibedakan atas satus gizi buruk, kurang, baik, dan lebih.

Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang

dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, bila makanan tidak dipilih dengan

Universitas Sumatera Utara


baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu. Ada 3 fungsi zat

gizi dalam tubuh yaitu: memberi energi, pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh,

mengatur proses tubuh (Almatsier, 2005).

Berikut ini ada beberapa istilah yang berhubungan dengan status gizi, antara lain:

a. Nutrition

Gizi adalah suatu proses organisme menggunkan makanan yang dikonsumsi

secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan,

metabolisme, dan pegeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan

kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan

energi (Supariasa, 2002).

b. Nutrition Status

Keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun

absolute satu atau lebih zat gizi. Ada empat bentuk malnutrisi, Yaitu :

1. Under nutrition: kekurangan konsumsi pangan secara relative atau absolute

untuk periode tertentu.

2. Specific defisiensy: kekurangan zat gizi tertentu, misalnya kekurangan vitamin

A, yodium, Fe, dan lainnya.

3. Over Nutrition: kelebihan konsumsi pangan untuk periode tertentu

4. Imbalance: karena disproporsi zat gizi, misalnya kolesterol terjadi karena tidak

seimbangnya LDL, HDL, dan VLDL.

c. Kurang Energi Protein (KEP)

Kurang energi protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan

oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari atau

Universitas Sumatera Utara


gangguan penyakit tertentu. Pada umumnya KEP berasal dari keluarga yang

berpenghasilan rendah (Supariasa, 2002)

3.1. Penilaian Status Nutrisi Secara Langsung

3.1.1. Antropometri

Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan

asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan

fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan beberapa

parameter seperti ukuran tunggal dari tubuh manusia antara lain: umur, berat

badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar

pinggul, dan tebal lemak dibawah kulit (Supariasa, 2002).

Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi


adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U),
dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Penilaian status gizi dengan
antropometri banyak digunakan dalam berbagai penelitian atau survey, baik
survey secara luas dalam skala nasional maupun survey untuk wilayah terbatas
(Supariasa, 2002). Berdasarkan ukuran baku tersebut, penggolongan status nutrisi
menurut indeks antropometri adalah seperti yang tercantum dalam tabel 2 berikut
ini:
Tabel 2: Penggolongan keadaan gizi menurut indeks antropometri

Ambang batas baku untuk keadaan gizi berdasarkan indeks


Status Gizi
BB/U TB/U BB/TB LLA/U LLA/TB
Gizi baik > 80% > 85% > 90% > 85% >85%
Gizi kurang 61-80% 71-85% 81-90% 71-85% 76-85%
Gizi buruk 60% 70% 80% 70% 75%
(Supariasa, 2002).

Universitas Sumatera Utara


Beberapa indeks antrometri antara lain:

a. Berat badan menurut umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran masa

tubuh. Masa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak,

misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan dan

menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter

antropometri yang sangat labil.

b. Tinggi badan menurut umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan

pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan

bertambahnya umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif

kurang sensitif terhadap kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh

defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif

lama.

c. Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

Berat badan memliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam

keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan

tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Jellife pada tahun 1966 telah

memperkenalkan indeks ini untuk menilai status gizi. Indeks BB/TB merupakan

indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini, dan merupakan indeks yang

independen terhadap umur

Universitas Sumatera Utara


d. Lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U)

Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot

dan lapisan lemak bawah kulit. LLA berkorelasi dengan indeks BB/U maupun

BB/TB. Lingkar lengan atas merupakan parameter antropometri yang sangat

sederhana dan mudah dilakukan oleh tenaga yang bukan professional. Indeks

lingkar lengan atas sulit digunakan untuk melihat pertumbuhan anak. Pada usia 2

sampai 5 tahun perubahannya tidak nampak secara nyata, oleh karena itu lingkar

lengan atas banyak digunakan dengan tujuan screening individu, tetapi dapat juga

digunakan untuk pengukuran status gizi.

e. Tebal lemak dibawah kulit menurut umur

Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak dibawah

kulit (skinfold) dilakukan pada beberapa bagian tubuh, misalnya pada bagian

lengan atas (Trisep dan bisep), lengan bawah (forearm), tulang belikat

(subcapular), ditengah garis ketiak (midaxilaris), sisi dada (pectord), perut

(abdomen), suprailiaka, paha, tempurung lutut (suprapatelar), dan pertengahan

tungkai bawah (medial calf)

f. Indeks masa tubuh (IMT)

Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18 tahun

keatas) merupakan masalah penting, karena selain mempunyai resiko penyakit-

penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktifitas kerja. Oleh karena itu,

pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Salah

satu cara adalah dengan mempertahankan berat badan yang ideal atau normal

(Supariasa, 2002).

Universitas Sumatera Utara


Di Indonesia khususnya, cara pemantauan dan batasan berat badan normal

orang dewasa belum jelas mengacu pada patokan tertentu. Menurut

FAO/WHO/UNU tahun 1985 menyatakan bahwa batasan berat badan normal

orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai Body Mass Indeks (BMI). Di Indonesia

diartikan sebagai indeks masa tubuh (IMT). IMT merupakan alat yang sederhana

untuk memantau status gizi orang dewasa

Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut:

berat badan (kg )


IMT=
tinggi badan(m) x tinggi badan (m)

Tabel 3: Katagori Ambang Batas IMT

Katagori IMT
Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kurus
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 18,5
Normal >18,5 25
Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,0 27,0
Gemuk
Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0
(Supariasa, 2002).

3.1.2. Klinis

Survey ini dirancang untuk mendeteksi secara tepat tanda-tanda klinis

umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. seseorang dengan melakukan

pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign), dan gejala (symptom) Atau riwayat penyakit

(Supariasa, 2002).

Pemeriksaan klinis (assesement clinik) secara umum terdiri dari dua

bagian, yaitu medical history, yaitu catatan mengenai perkembangan penyakit dan

Universitas Sumatera Utara


pemeriksaan fisik, yaitu melihat dan mengamati gejala gangguan gizi baik sign

(gejala yang dapat diamati) maupun symptom (Supariasa, 2002).

Pada pemeriksaan fisik, kita melakukan pengamatan terhadap perubahan

fisik, yaitu semua perubahan yang ada kaitannya dengan kekurangan gizi.

Perubahan-perubahan tersebut dapat dilihat dari:

a. Rambut. Berhubungan dengan kurang gizi dapat dijumpai dengan kondisi

rambut yang kurang bercahaya, kusam, kering, tipis dan jarang, rambut

kurang kuat/mudah putus.

b. Wajah. Pada wajah dapat dijumpai adanya penurunan pigmentasi yang

tersebar secara berlebih apabila disertai anemia, wajah seperti bulan (moon

face), pengeringan selaput mata.

c. Mata. Dijumpai selaput mata pucat, keratomalasia (keadaan permukaan

halus /lembut dari keseluruhan bagian tebal atau keseluruhan kornea,

pengeringan kornea.

d. Bibir. Pada bibir dapat dijumpai adanya angular stomatitis (celahan pada

sudut mulut) dan depigmentasi kronis pada bibir bawah.

e. Lidah. Terjadi edema pada lidah, atrofi papilla serta papilla bewarna merah

atau merah muda, atau berglanula, serta ditemukan keadaan pecah-pecah

pada permukaan lidah. Serta kadang ditemukan adanya pigmented tongue.

f. Gigi. Pada gigi keadaan yang mungkin dijumpai berhubungan dengan

kekurangan gizi adalah adanya mottled enamel (bintik putih dan kecoklatan

dengan atau tanpa erosi pada enamel), pengikisan dapat terjadi pada tepi

gigi seri dan taring akibat dari mengkonsumsi makanan yang keras yang

membutuhkan pengunyahan relatif lama.

Universitas Sumatera Utara


g. Gusi. Kekurangan gizi dapat dilihat dari dengan ditemukannya spongy,

bleeding gums (bunga karang keunguan atau merah yang membengkak pada

tepi gusi yang mudah berdarah), dan dapat ditemui infeksi tepi gusi serta

adanya kerusakan dan atrofi gusi yang menampakkan akar-akar gigi.

h. Kelenjar. Pada keadaan kurang gizi dapat dijumpai adanya Pembesaran

tiroid dapat dilihat pada perabaan.

i. Kulit. Xerosis (keadan kulit yang mengalami kekeringan tanpa mengandung

air), Ptechiae (bintik haemorragic kecil pada kulit atau membrane berlendir

yang sulit dilihat pada kulit gelap), dermatosis (lesi kulit yang khas, dimana

kulit menjadi merah, bengkak, gatal dan rasa terbakar).

j. Kuku. Dapat dijumpai adanya koilonychia yaitu suatu keadaan kuku

berbentuk sendok pada kuku orang dewasa atau karena kurang zat besi.

k. Jaringan bawah kulit. Keadaan yang berhubungan dengan kekurangan gizi

dapat ditemukan bilateral edema (pada kaki, wajah dan tangan).

(Supariasa, 2002).

3.1.3. Metode Biokimia

Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan

terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang

spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk

menentukan kekurangan gizi yang lebih spesifik. Ada beberapa indikator

laboratorium untuk menentukan status besi yaitu: hemoglobin, hematokrit, besi

serum, ferittin serum (Sf), transferin saturation (TS), free erytrosytes

prothophopyrin (FEP) (Supariasa, 2002).

Universitas Sumatera Utara


Didalam darah ada 3 faktor praksi protein, yaitu: albumin, globulin,

fibrinogen. pemeriksaan biokimia terhadap status protein dibagi dalam 2 bagian

yaitu: somatic protein (terdapat di otot skeletal) dan visceral protein (terdapat

didalam organ tubuh seperti hati, ginjal, pancreas, jantung, dll) (Supariasa, 2002).

3.1.4. Biofisik

Penilaian status gizi dengan biofisik termasuk penilaian status gizi secara

langsung, penilaian ini adalah melihat dari kemampuan fungsi jaringan dan

perubahan struktur. Tes kemampuan fungsi jaringan meliputi kemampuan kerja

dan energi ekspenditure serta adaptasi sikap. Penilaian secara biofisik dapat

dilakukan melalui tiga cara yaitu uji radiologis, tes fungsi fisik, dan sitologi

(Supariasa, 2002).

3.2. Penilaian Status Nutrisi Secara Tidak Langsung

3.2.1. Survey konsumsi makanan

Survey penilaian konsumsi makanan adalah salah satu metode yang

digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok. Banyak

metode yang digunakan untuk melakukan pengukuran konsumsi makanan

berdasarkan jenis data yang diperoleh antara lain: metode kuantitatif, metode

kualitatif, tingkat rumah tangga, tingkat nasional, tingkat individu atau perorangan

(Supariasa, 2002).

3.2.2. Statistik Vital

Salah satu cara untuk mengetahui gambaran keadaan gizi suatu wilayah

adalah dengan cara menganalisis statistik kesehatan. Beberapa statistik vital yang

Universitas Sumatera Utara


berhubungan dengan keadaan kesehatan gizi antara lain angka kesakitan, angka

kematian, pelayanan kesehatan, dan penyakit infeksi yang berhubungan dengan

gizi (Supariasa, 2002).

Jeliffe (1989) memberikan gambaran tentang beberapa informasi yang

dijadikan pegangan untuk menganalisis keadaan gizi disuatu wilayah. Informasi

tersebut adalah angka kematian pada kelompok umur tertentu (age specific

mortality rate), angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu (cause

specific morbility and mortality rate), statistik pelayanan kesehatan (health

service statistic) dan penyakit infeksi yang berhubungan dengan gizi (nutritionally

relevant infection rates) (Supariasa, 2002).

3.2.3. Faktor Ekologi

Jellife (1989), malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil yang

saling mempengaruhi (multiple overlapping) dan interaksi beberapa factor fisik,

biologi, dan lingkungan budaya. Jadi jumlah makanan dan zat-zat gizi yang

tersedia bergantung pada keadaan lingkungan seperti iklim, tanah, irigasi,

penyimpanan, transportasi, dan tingkat ekonomi penduduk (Supariasa, 2002).

Secara rasional, program yang bersifat preventif sebaiknya diarahkan pada

semua faktor yang terlibat dalam kesehatan masyarakat di suatu daerah tertentu.

Faktor ekologi yang berhubungan dengan penyebab malnutrisi dibagi dalam enam

kelompok yaitu keadaan infeksi, konsumsi makanan, pengaruh budaya, sosial

ekonomi, produksi pangan serta kesehatan dan pendidikan (Supariasa, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai