Anda di halaman 1dari 23

1.

Komplikasi fraktur costae

FRAKTUR COSTAE

Fraktur pada iga merupakan trauma yang sering terjadi pada dinding
thoraks. Trauma tajam jarang menyebabkan fraktur iga karena luas trauma
yang sempit sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga. Fraktur iga sering
terjadi pada iga 4-10, menyebabkan kerusakan intra thoraks dan intra
abdomen

1. Cedera neurovascular / Punctured or torn aorta


Cedera pada pleksus brakialis, arteri atau vena subklavia apabila terdapat
fraktur pada iga 1-3 atau clavicula

2. Pneumothorax
Pneumothoraks adalah udara yang terperangkap dalam rongga pleural
akibat robeknya pleura visceral. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan
negative intrapleural. cenderung terjadi bila patahan terjadi pada tulang
costae di bagian tengah. Pneumotoraks dibagi menjadi simple
pneumotoraks, tension pneumotoraks, dan open pneumotoraks.

Simple peumotoraks : pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan


tekanan intra toraks yang progresif. Adapun Manifestasi klinis yang
dijumpai : Paru pada sisi yang terkena akan kolaps, parsial atau total, Tidak
dijumpai mediastinal shift, dijumpai hipersonorpada daerah yang terkena,
suara napas yang melemah sampai menghilang pada daerah yang terkena,
kolaps paru pada daerah yang terkena, pada pemeriksaan foto toraks
dijumpai adanya gambaran radiolusen atau gambaran lebih hitam pada
daerah yang terkena, biasanya dijumpai gambaran pleura line.

Tension pneumotoraks : pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan


intra toraks yang semakin lama semakin bertambah atau progresif. Pada
tension pneumotoraks ditemukan mekanisme ventil atau udara dapat masuk
dengan mudah, tetapi tidak dapat keluar. Adapun manifestasi klinis yang
dijumpai pendorongan mediastinum ke kontralateral, deviasi trachea,
hipotensi &respiratory distress berat, tanda dan gejala klinis: sesak yang
bertambah berat dengan cepat, takipneu, hipotensi, tekanan vena jugularis
meningkat, pergerakan dinding dada yang asimetris.

Open pneumothorax terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada
toraks sehingga udara dapat keluar dan masuk rongga intra toraks dengan
mudah. Tekanan intra toraks akan sama dengan tekanan udara luar. Dikenal
juga sebagai sucking-wound.

3. Hematothorax
Terakumulasinya darah pada rongga toraks akibat trauma tumpul atau
tembus pada toraks. Manifestasi klinis yang ditemukan pada hematotoraks
sesuai dengan besarnya perdarahan atau jumlah darah yang terakumulasi.
Rongga hemithoraks dapat menampung 3 L cairan sehingga dapat terjadi
syok hipovolemik berat
a. Ekstrapleural
Pendarahan berasal dari arteri intercostal dan internal mamari dapat
menyebabkan pendarahan dalam jumlah yang signifikan.
b. Intrapleural
Pendarahan berasal dari arteri major atau, aorta, brachioccephalic dan
cabangnya dan arteri pulmonalis, superior vena kava, vena brakiocephalic,
inferior vena kava, vein azygos.

4. Spleen, Hepatic, Kidney rupture


Cenderung terjadi jika patah pada dua tulang costae terbawah., yaitu costae
8-12.

5. Frail chest
Frail chest adalah area thoraks yang melayang terjadi jika terjadi fraktur
costae multipel (>3) anterior dan posterior. Kondisi frail chest menyebabkan
adanya dan memiliki garis fraktur lebih atau sama dengan 2 pada tiap
iganya. Akibatnya terbentuk area melayang yang akanbergerak melawan
gerakan mekanik pernafasan dinding thoraks. Area tersebut akan bergerak
masuk pada inspirasi dan bergerak keluar saat ekspirasi. Dapat
menyebabkan cedera paru dan jantung. Komplikasi frail chest adalah v/q
mismatch, kontusio paru.

6. Pulmonary contusion
Dijumpai pada kasus trauma tumpul thoraks dan dapat juga terjadi pada
trauma tajam dengan mekanisme pendarahan dan edema parenkim
konsolidasi . adanya kontusio atau cedera jaringan yang menyebabkan
edema dan reaksi inflamasi sehingga terjadinya lung compliance yang
menurun, v/q mismatch, usaha nafas meningkat. Analisa gas darah
menunjukkan

7. Ruptur Diafragma
Ruptur diafragma pada trauma toraks biasanya disebabkan oleh trauma
tumpul pada daerah toraks inferior atau abdomen atas. Trauma tumpul di
daerah toraks inferior akan mengakibatkan peningkatan tekanan intra
abdominal yang diteruskan ke diafragma. Ruptur terjadi bila diafragma tidak
dapat menahan tekanan tersebut. Dapat pula terjadi ruptur diafragma akibat
trauma tembus pada daerah toraks inferior. Pada keadaan ini trauma tembus
juga akan melukai organ-organ intratoraks atau intraabdominal
Ruptur diafragma umumnya terjadi di puncak atau kubah diafragma.
Kejadian ruptur diafragma sebelah kiri lebih sering daripada diafragma
kanan. Pada ruptur diafragma akan terjadi herniasi organ viseral abdomen ke
toraks dan dapat terjadi ruptur ke intra perikardial.

8. Trauma Jantung
Kecurigaan terjadinya suatu trauma jantung dapat dinilai apabila dijumpai:
Trauma tumpul di daerah anterior, Fraktur pada sternum, Trauma tembus
atau tajam pada area prekordial yaitu parasternal kanan, sela iga II kiri, garis
mid-klavikula kiri, arkus kosta kiri

9. Chylothorax
Chylothorax adalah akumulasi cairan limphe yang berlebihan di dalam
rongga pleura karena kebocoran dari duktus torasikus atau cabang-cabang
utamanya. Obstruksi atau laserasi duktus torasikus yang paling sering
disebabkan oleh keganasan, trauma, tuberkulosa dan trombosis vena

2. Pembuluh darah mana yang dapat menyebabkan hemothorak?

Hemothorak adalah adanya darah dalam rongga pleura. Sumber darah bisa
berasal dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah.
Hemothorak biasanya adalah konsekuensi dari trauma tumpul atau tajam.

Secara anatomy, rongga pleura adalah rongga potensial yang terbentuk


diantara pleura parietal dan visceral. Pendarahan kedalam rongga plural bisa
berasal dari luka extrapleura atau intrapleura.

*Extrapleural Injury
Trauma pada jaringan dinding dada yang menembus membran pleura bisa
menjadi penyebab pendarahan ke rongga pleura. Pendarahan yang persisten
biasanya berasal trauma dinding dada yang mengenai arteri intercostalis
dan arteri mammaria interna (arteri thoracica interna)

*Intrapleural Injury
Luka tumpul atau tusuk yang mengenai bagian dalam struktur dada bisa
menyebabkan hemothorax. Pendarahan yang banyak bisa disebabkan oleh
aorta, brachiocephalic trunk, arteri pulmonalis dan cabangnya, vena cava
superior, vena braciocephalica, vena cava inferior, vena azigos, vena
pulmonalis.

Sumber: http://emedicine.medscape.com/article/2047916-overview#a4

3. Mengapa luka lecet geser yang ditemukan pada korban tersebut


memiliki arah yang berbeda-beda?

Pada suatu kasus yang sama, luka lecet geser dapat ditemukan berbeda
arah. Hal ini bergantung dari seberapa besar gaya dorong yang terjadi akibat
benturan. Kemungkinan yang dapat terjadi diantaranya adalah korban
terguling-guling di atas aspal atau tanah setelah benturan terjadi. Selain itu,
bisa juga terjadi karena benturan dari 2 arah yang berbeda sehingga luka
lecet geser yang ditemukan pada korban memiliki arah yang berbeda - beda.

4. Fraktur sampai mana jika kedua telinga keluar darah?

Gambar 1. Garis fraktur dari basis kranii. Tanda panah menunjukkan


arah trauma

Fraktur dari bagian petrosa tulang temporal membuat kanalis akustikus


eksterna dan membran timpani mengalami deformitas. Akibatnya, bisa
terjadi kebocoran likuor serebrospinal maupun darah. Manifestasi yang dapat
terlihat adalah pengumpulan darah dalam membran timpani (jika masih
intak) dan keluarnya darah dan likuor dari meatus akustikus eksterna.

Kesimpulan: Yang bisa membuat darah keluar dari telinga


menunjukkan adanya trauma basis kranii yang mengenai bagian petrosa dari
tulang temporal. Arah trauma kemungkinan berasal dari bagian kiri belakang
menuju kanan depan maupun kanan belakang menuju kiri depan yang
membuat fraktur di sepanjang bagian petrosa dari tulang temporal.

Referensi
Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Adams and Victors Principles of Neurology.
10th ed. New York: McGraw-Hill; 2014

5. Perbedaan luka- luka pada Pejalan kaki, pengemudi motor,


pengemudi dan penumpang:

- Pejalan kaki
timbul akibat benturan pertama, benturan kedua dan luka sekunder (akibat
benturan dengan obyek lain seperti jalan, atau kaki-lima).
Benturan pertama: benturan pejalan kaki dengan kendaraan penabrak
dapat motor ataupun mobil.
Benturan sekunder: benturan antara pejalan kaki dengan kendaraan
maupun permukaan jalan.
Luka sekunder: luka akibat terpelanting setelah benturan kedua terjadi.
Korban dewasa umumnya tertabrak dari belakang atau samping sehingga
umumnya luka hebat terjadi ditungkai bawah,dapat sampai terjadi fraktur
tertutup maupun terbuka. Korban yang tergeletak dijalan dapat terlindas dan
menimbulkan trauma berupa jejas ban atau tyre marks. Bila kendaraan
yang menabrak termasuk kendaraan berat maka dapat terjadi crush
injuries atau compression injuries dimana tubuh seluruhnya hancur dan
sukar dikenali. Bila bagian bawah kendaraan penabrak sangat rendah,tubuh
korban dapat terseret dan terputar sehingga terjadi pengelupasan kulit dan
otot yang hebat, yang dikenal sebagai rolling injuries. Pada daerah lipatan
kulit bila terlindas maka kulit akan teregang sehingga menimbulkan kelainan
yang disebut striae like tears dimana sebenarnya daerah yang terlindas
bukan dilipatan kulit tersebut melainkan didaerah yang berdekatan. Faktor-
faktor yang menyebabkan kecelakaan menimpa pejalan kaki termasuk
diantaranya adalah pada kondisi cuaca yang buruk, penerangan pada jalan
dan pada kendaraan yang tidak adekuat, dan pada korban yang menyebrang
jalan sembarangan.Titik gravitasi pada orang dewasa adalah pada region
abdomen, apabila tertabrak pada sama atau lebih tinggi dari area tersebut
korban akan terpental searah laju kendaraan, sedangkan apaila lebih rendah
korban akan terpental keatas.

- Pengendara sepeda motor:


Pada kecelakaan kendaraan motor, korban selalu terlempar dari kendaraan
nya sehingga dapat ditemukan luka hampir diseluruh bagian tubuh,kususnya
seperti kepala,ekstremitan atas dan bawah, dada serta abdomen.
bila ditabrak kendaraan lain: dijumpai luka benturan pertama, luka
benturan kedua dan luka sekunder yang lebih parah dibandingkan
pengendara sepeda.
Benturan pertama: benturan ketika pertama kali terkena lawan tabrakan.
Luka sekunder: akibat terpelanting/ benturan dengan obyek lain sekitar
70% penyebab kematian pada kecelakaan motor
Perlukaan pada kepala (bagian temporoparietal dengan komplikasi fraktur
basis cranii) merupakan 80% penyebab kematian pada kecelakaan motor.
Pada kasus dapat ditemukan fraktur tulang belakang bagian cervical.
Perlukaan pada ekstremitas atas, biasa terjadi akibat luka sekunder dapat
berupa fraktur, memar bahkan avulsi. Perlukaan pada ekstremitas bawah,
biasa terjadi karena benturan pertama, berupa fraktur tibia pada titik
benturan dengan mobil. Pada pengemudi bisanya ditemukan perlukaan pada
perut dan dada akibat benturan dengan stang kemudi.

- Pengemudi beroda 3 atau lebih:


Kepala dapat membentur kaca depan dan mengakibatkan terbentuknya luka
terpotong arah vertical dan abrasi daerah dahi, hidung dan dagu. Bila ada
benturan dengan kaca spion, pola luka yang terbentuk akan berbeda.
Perlukaan dalam dapat dalam bentuk fraktur dasar tengkorak dan patah
leher (baik hiper-ektensi maupun hiper-fleksi).Hiper-fleksi dapat
menyebabkan fraktur atlanto-occipital bagian posterior ataupun dislokasi
tulang tersebut dan mungkin terjadi satu-satunya penyebab kematian pada
Bagian dada dapat membentur kemudi dengan sangat keras dan
menyebabkan abrasi dengan pola khusus ataupun tidak terlihat adanya
perlukaan sama sekali. Hal ini sekarang terjadi lebih jarang karena adanya
penggunaan kemudi yang mudah patah atau kompresibel. Perlukaan dalam,
termasuk : fraktur transversal dari sternum, fraktur iga bilateral, anterior,
atau luar (fail chest) dapat terjadu karena bergesernya tempat duduk
kedepan dan kemudi ke belakang. Luka tusuk atau robek pada jaringan paru
Karena fraktur iga, cedera pada jantung (kontusio, laserasi maupun luptur),
luptur arteri coronaria (sangat jarang), robeknya aorta distal dari pangkal
arteri subclavias dextra, laserasi atau robekan hati atau limfa, hematoma
sub-scapular, kematian akibat perdarahn intra-pritoneal, fraktur tertutup
maupun terbuka dari pergelangan tangan ataupun lengan karena menahan
kemudi (tergantung posisi tangan pada kemudi pada saat terjadinya
benturan). Fraktur pelvis, patella atau femur (sewaktu lutut membentur
dashboor atau karena menginjak pedal dengan kuat ) serta fraktur
pergelangan kaki (terjadi jika kaki tertekut melawan arah dari floorboard
atau tertekan secara keras pada pedal gas atau pedal rem). Dicing injuris
dapat terjadi jika jedelan belakang dan samping pecah menajdi fragmen-
fragmen yang mengenai kulit sehingga terbentuk luka terpotong atau abrasi
yang berbentuk L dan superficial, sudut patah kekanan ataupun linier.
- Penumpang depan:
perlukaan hampir sama dengan pengemudi, kecuali pada penumpang yang
tidak bersabuk pengaman akan menghantam dashboard dan bukan kemudi,
sehingga tidak akan ada bentuk cetakan dari kemudi.
Fraktur femur sering terjadi pada penumpang bangku depan akibat benturan
lutut ke dashboard dan struktur mobil bagian depan.

- Penumpang belakang:
Jika tidak bersabuk pengaman akan terlempar kedepan, menghantam bagian
belakang dari tempat duduk depan, penumpang depan dan kaca depan.

Referensi : http://dokumen.tips/documents/referat-forensik-kll.html

6. Berapa jarak dari Nambo ke RSUD Serang dr. Dradjat


Prawiranegara? Apa lebam dan kaku mayat yang timbul cocok
dengan perkiraan saat kematian ketika memperhitungkan jarak
yang harus ditempuh dari tempat kejadian menuju ke RSUD?

Jawaban:
Jarak dari Nambo ke RSUD Serang adalah 13km, dan memerlukan waktu
30-45 menit untuk mengantar korban dari TKP. Secara teori, lebam mayat
mulai muncul kira-kira 20-30 menit setelah kematian, baru kemudian
menetap setelah 8-12 jam setelah kematian, sedangkan kaku mayat baru
muncul kira-kira 2 jam setelah kematian, menjadi lengkap setelah 12 jam,
dipertahankan selama 12 jam dan kemudian akan menghilang.

Pada tubuh korban, sudah timbul lebam mayat pada daerah leher dan
punggung atas yang menghilang dengan penekanan, namun belum terdapat
kaku mayat. Keadaan korban cocok dengan perkiraan waktu kematian ketika
memperhitungkan jarak yang harus ditempuh dari Nambo menuju RSUD
Serang dr. Dradjat Prawiranegara, yaitu lebih dari 30 menit dan kurang dari 2
jam yang lalu.

7. Identifikasi umur.

Identifikasi adalah suatu usaha untuk mengetahui identitas seseorang


melalui
sejumlah ciri yang ada pada orang tak dikenal, sedemikian rupa sehingga
dapat
ditentukan bahwa orang itu apakah sama dengan orang yang
hilang yang
diperkirakan sebelumnya juga dikenal dengan ciri-ciri itu.

Umur merupakan karakteristik utama yang penting dalam identifikasi, dan


perkiraan umur seseorang mempunyai kepentingan dalam forensik. Tulang
dan
gigi merupakan sumber utama yang dapat memberikan informasi mengenai
umur
seseorang. Antropologi merupakan pemeriksaan pada sisa-sisa rangka untuk
membantu menentukan identitas dari jasad memberikan informasi tentang
jenis kelamin, ras, umur, dan waktu kematian.
OSTEOLOGI : merupakan pemeriksaan yang paling bermakna (berhubungan
dengan pemeriksaan sisa-sisa tulang maupun tulang utuh)
ODONTOLOGI: merupakan ilmu yang mempelajari sisa-sisa gigi

OSTEOLOGI
Pemeriksaan dari os pubis, sakroiliac joint, cranium, artritis pada spinal dan
pemeriksaan mikroskopis dari tulang dan gigi.
Tiap bagian memiliki peran yang berbeda dalam menentukan perkiraan usia.
Range usia meliputi usia perinatal, neonatus, bayi dan anak kecil, usia
kanak-kanak lanjut, usia remaja, dewasa muda dan dewasa tua.
Pemeriksaan terhadap penutupan sutura pada tulang-tulang atap tengkorak
hanya dipakai dalam lingkup dekade (umur 20-30-40 tahun) atau mid dekade
(umur 25-35-45) saja.

Identifikasi umur dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu:


1. Bayi yang baru dilahirkan
Perkiraan umur bayi sangat penting dikaitkan dengan kasus
pembunuhan
anak, dalam hal penentuan umur kehamilan, dan viabilitas. Beberapa
proses penulangan mulai terbentuk pada ysia ini (bagian yang lunak dari
tulang mulai mengeras). Kriteria yang
umum dipakai adalah berat badan, tinggi badan, pusat penulangan. Tinggi
badan memiliki nilai lebih dalam memperkirakan umur dibanding berat
badan.
Pengukuran tinggi badan diukur:
-Haase=Tinggi badan diukur dari puncak kepala hingga tumit (crown-heel).
-Steeter= Tinggi badan dari puncak kepala hingga tulang ekor (crown-rup).
Pusat penulangan yang paling bermakna dalam memperkirakan umur adalah
pusat
penulangan pada bagian distal os femur. Pemeriksaan dengan sinar-X dapat
membantu untuk menilai timbulnya epifise dan fusinya dengan diafise.

2. Anak-anak dan dewasa di bawah 25 tahun


Masa remaja menunjukkan pertumbuhan tulang panjang dan penyatuan
pada ujungnya. Masing-masing epifisis akan menyatu pada diafisis dalam
usia tertentu. Terjadinya unifikasi pada tulang (epifisis) memberi hasil
perkiraan umur.
- Persambungan speno-oksipital terjadi pada umur 17-25 th.
- Tulang selangka merupakan tulang panjang terakhir unifikasi.
- Unifikasi dimulai umur 18-25 th
- Unifikasi lengkap25-30 th, usia lebihdari 31 th sudah lengkap
- Tulang belakang sebelum 30 th menunjukkan alur yang dalam dan radier
pada permukaan atas dan bawah.
Perkiraan umur dapat ditentukan melalui beberapa sumber:
a. Pemeriksaan fisik umum
Bagian tertentu dari tubuh memberikan perkembangan, yaitu:
- Pada pria, rambut pubis biasanya tumbuh pada umur 13 15 tahun,
rambut ketiak pada umur 14 16 tahun, kumis dan jenggot pada umur
15 17 tahun, dan rambut pada bagian tubuh yang lain pada umur 17
20 tahun. Rambut kepala, kumis, dan jenggot mulai memutih pada umur
40 tahun, sedangkan rambut pubis mulai umur 55. Rambut tubuh yang
lain mulai memutih pada umur 60 tahun.
- Pada wanita, rambut pubis biasanya tumbuh pada umur 13 14 tahun,
rambut ketiak pada umur 14 15 tahun. Rambut kepala mulai memutih
pada umur 40 tahun, sedangkan rambut pubis mulai umur 55. Payudara
berkembang progresif antara umur 13 20 tahun.
Rambut yang memutih dapat juga terjadi pada usia muda akibat herediter,
iklim, kesedihan yang ekstrim, penderitaan, syok akibat meninggalnya
seseorang, penyakit kronis, malnutrisi, dan ansietas.

b. Pemeriksaan gigi
Identifikasi umur dapat juga dilakukan melalui metode pemeriksaan gigi.
Jenis-jenis metode yang digunakan, yaitu:

1) Metode Schour dan Massler


Schour dan Massler membuat tabel tentang gambaran pertumbuhan
gigi mulai dari lahir sampai dengan umur 21 tahun, yang banyak
digunakan dalam ilmu kedokteran gigi klinis khususnya ordontis untuk
merencanakan atau mengevaluasi perawatan gigi. Tabel ini biasa
digunakan untuk mempelajari gigi geligi dimana yang sudah
seharusnya tanggal atau seharusnya sudah tumbuh pada umur tertentu.
(Tabel Schour dan Massler)

2) Tabel Gustafson dan Koch


Pada prinsipnya sama dengan Schour dan Massler, hanya pada tabel
Gustaffson untuk setiap gigi ini diberikan perkiraan jadwal yang lebih
lengkap, mulai dari pembentukan, mineralisasi, pertumbuhan ke dalam
mulut sapai pada penutupan foramen apicalis, sejak dalam kandungan
hingga umur 16 tahun.
(tabel Gustaffson dan Koch)

3) Metode Gustafson
Penentuan umur berdasarkan tabel Gustaffson dan Koch pada
umumnya bermanfaat selama gigi masih dalam masa pertumbuhan.
Karena setelah masa pertumbuhan gigi tetap selesai, maka
pertumbuhan dan perkembangan gigi tidak banyak lagi memberikan
bantuan untuk menentukan umur karena kondisinya dapat dikatakan
menetap. Untuk memperkirakan umur seseorang setelah masa itu,
digunakan 6 metode dari Gustaffson:
4) Neonatal and Von Ebner Lines
Garis-garis incremental Von Ebner dan Neonatal, dapat dilihat pada gigi
yang telah disiapkan dalam bentuk sediaan asahan dengan
ketebalan 30-40 mikron. Pada gigi susu dan Molar 1 (yaitu gigi-gigi yang ada
pada waktu kelahiran), akan ditemukan neonatal line berupa garis demarkasi
yang memisahkan bagian dalam email (yang terbentuk
sebelum kelahiran) dengan bagian luar enamel (yang terbentuk setelah
lahir). Selanjutnya juga akan ditemukan garis-garis incremental Von
Ebner yang merupakan transisi antara periode pertumbuhan cepat dan
pertumbuhan lambat yang berselang-seling.
Jarak rata-rata antara garis ini adalah 4 mikron yang merupakan
kecepatan deposisi dentin dalam 24 jam. Apabila pembentukan gigi
belum selesai, perhitungan garis Von Ebner dari neonatal line dapat
membantu penentuan umur.
c. Pemeriksaan radiologi (osifikasi tulang)

Tulang rangka manusia berkembang melalui sejumlah pusat osifikasi.


Pada minggu 11 12 kehidupan intrauterin terdapat 806 pusat osifikasi,
pada saat lahir sekitar 450, dan dewasa hanya sekitar 206 tulang. Waktu
munculnya pusat osifikasi dan terjadinya proses unifikasi epifisis dengan
diafisis memiliki rangkaian periode tertentu. Namun, terdapat beberapa
variasi waktu tergantung ras, jenis kelamin, distribusi geografis, makanan,
kebiasaan, status gizi, penyakit tertentu, aktivitas fisik, dan gangguan
hormonal dan metabolik.
Secara umum, proses osifikasi lebih awal terjadi pada orang
Indian
daripada orang Barat. Terjadi lebih awal pada wanita daripada pria. Jika
ditemukan semua epifisis pada tulang panjang, kemungkinan mayat
tersebut sudah berusia lebih dari 25 tahun. Penentuan umur berdasarkan
proses osifikasi ini membutuhkan pemeriksaan x-ray siku, pergelangan
tangan dan sendi bahu pada ekstremitas atas, lutut dan pergelangan kaki
pada ekstremitas bawah
(Skema Osifikasi Tulang EKstremintas atas)

(Skema Osifikasi Tulang EKstremitas Bawah)

3.Dewasa di atas 25 tahun


Setelah di atas 25 tahun, perkiraan umur menjadi lebih sulit untuk
ditentukan,
baik pada yang hidup maupun yang sudah mati. Premature aging bisa timbul
akibat penyakit, malnutrisi, penderitaan, dan ansietas. Hal ini sangat sulit
untuk menentukan akurasi perkiraan umur bahkan 5 tahun setelah
permanen
dentisi lengkap dan fusi semua pusat osifikasi tulang panjang
Osifikasi kartilago hyoid, fusi greater horns of hyoid ke tubuh dan manubrium
dan xiphisternum ke corpus sternum, lipping of vertebrae, dsb. mulai terjadi
antara usia 40 60 tahun
Pada bagian perifer kornea dapat ditemukan zona opak yang dapat timbul
pada
umur di atas 40 tahun, kadang-kadang bentuknya menjadi sirkuler
dan
lengkap sebelum 60 tahun. Pembentukannya terjadi akibat deposisi lemak
yang timbul lebih awal pada pria (45 50 tahun) daripada wanita (55 60
tahun)
Perkiraan umur dapat dilakukan dengan pemeriksaan tengkorak, yaitu pada
sutura. Penutupan pada bagian tabula interna biasanya mendahului tabula
eksterna. Sutura sagitalis, coronarius, dan sutura lamboideus mulai menutup
pada umur 20-30 tahun. Lima tahun berikutnya terjadi penutupan
sutura
parieto-mastoid dan sutura squamaeus, tetapi dapat juga tetap terbuka atau
menutup sebagian pada umur 60 tahun. Sutura spheno-parietal umumnya
tidak
akan menutup hingga usia 70 tahun

Perkembangan Tengkorak berdasarkan Umur


-pemeriksaan sutura, penutup tabula interna mendahului eksterna
-sutura sagitalis, koronarius dan sutura lamdoideus mulai menutup umu 20-
30 th
-sutura parieto-mastoid dan squamaeus 25-35 th tetapi dapat tetap terbuka
sebagian oada umur 60 th
-sutura spheno-parietal umumnya tidak akan menutup sampai usia 70 th

Perkembangan rahang bawah berdasarkan umur


-rahang bayi corpusnya dangkal dan rasmusnya sangat pendek dan
membentuk sudut 140 derajat dengan corpus rahang
-pada rahang dewasa corpus menjadi tebal dan panjang dan susut antara
rasmus dan corpus mengarah 90 derajat.
-pada orang tua batas dari prosessus alveolaris mulai hilang dan korpus akan
menjadi tumpul

Brrdasarkan foramen mentalis


-pada anak kecil foramen mentalis terletak pada pinggir bawahnya.
Prosessus condyloideus hampir segaris dengan corpus dan prosesus
coronoideus project diatas condylus.
- pada orang dewasa foramen mentalis terletak di pertengahan batas atas
dan bawah dari corpus condylus panjang dan menonjol diatas prosesus
coronoideus.
- pada usia tua foramen mentalis terletak dekat batas alveolus.
- pada pertemuan dari tulang rawan pada ephyphisis dengan diaphyphis
pada wanita lebih dahulu terjadi dari laki-laki.
- sedangkan sutura pada cranium hilang lebih dahulu pada laki-laki
- pada umur 18 tahun epiphysis dari phalanx, metacarpal dan ujung bawah
dari ulna dan radius mulai menutupi pusat penulangan.
- pada umur 19 tahun bagian tersebut sudah tertutup rapa. Pada daerah
tropis, pusat penulangan dan pertemuan (persatuan) dari ephyphisis pada
tulang panjang lebih cepat 2 tahun pada laki-laki, sedangkan pada wanita 3
tahun lebih dahulu.

DAFTAR PUSTAKA
- DR. dr. Adriyan Boer, Sm.HK. Osteologi Umum. 10th ed. Padang: Percetakan
Angkasa Raya.
- S. Keiser Nielsen. Person Identification by Means of the Teeth. Bristol: John
Wright & Sons Ltd, 1980.
- Josef Glinka SVD. Antopometri & Antroskopi.3rd ed. Surabaya:1990.
- Dr. Amri Amir, DSF. Kapita Selekta Kedokteran Forensik. 1st ed. Medan: USU
Press, 2000.
- Idris AM,Dr. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi pertama. Jakarta:
Binarupa Aksara.1997.
- Forensic Anthropology. http://www.journals.uchicago.edu
- Stimson, P. G, Mertz, C. A, 1997. Forensic Dentistry, CNC Press Boca Raton,
New York
- Clark, D. H, 1992, Practical Forensic Odontology, Butterworth-Heinemann
Ltd, Melksham, Great Britain.

NARASUMBER
Intan MF, Satyarahardja F, Lita M, Sigiro RM, Yunitawati I. Identifikasi Umur
dan Pembusukan [karya tulis ilmiah]. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal Rumah Sakit Hasan Sadikin. Bandung, Universitas Kristen
Maranatha; 2011.

8. DD keluar darah dari telinga

Trauma terhadap kanal eksternal (telinga tengah):


Bila perdarahan berasal dari telinga tengah maka itu merupakan tanda dari
fraktur tulang tengkorak temporal. Basilar Skull Fracture fossa media (terdiri
dari bagian medial yang dibentuk oleh corpus os sphenoidalis dan bagian
lateral yang luas membentuk cekungan kanan dan kiri yang menampung
lobus temporalis cerebri). Fraktur pada basis cranii fossa media sering
terjadi, karena daerah ini merupakan tempat yang paling lemah dari basis
cranii. Secara anatomi kelemahan ini disebabkan oleh banyak nya foramen
dan canalis di daerah ini. Cavum timpani dan sinus sphenoidalis merupakan
daerah yang paling sering terkena cedera. Bocornya CSF dan keluarnya
darah dari canalis acusticus externus sering terjadi (otorrhea) akibat fraktur
memecahkan arteri carotis interna yang berjalan di dalam sinus cavernous
sehingga terjadi hubungan antara darah arteri dan darah vena (A-V shunt).
2. Barotrauma (luka akibat perubahan tekanan udara):
-Barotrauma aural->rasa nyeri ringan dan berdengung pada telinga. Sering
dijumpai pada saat pesawat lepas landas atau mendarat, dan saat
menyelam. Gejala berat: retraksi gendang telinga, hiperemi, kongesti telinga
tengah hingga pecahnya gendang telinga.
3. Foreign body (corpus allineum)
Referensi:
1. Snell RS. Clinical Anatomy for Medical Student. 6th ed. Sugiharto L,
Hartanto H, Listiawati E, Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk, penerjemah.
Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC: 2006.740-
59.
2. Netter FH, Machado CA. Atlas of Human Anatomy. Version 3. Icon Learning
System LLC;2003.
3. Chiocca, EM. Advanced Pediatric Assessment. Lippincott Williams &
Wilkins: 2010

9. Dari lukanya kecelakaan tunggal atau apa?

Trauma pada kecelakaan lalu lintas


Pada kasus kecelakaan lalu lintas, tersangkut kepada beberapa pihak,
misalnya pejalan kaki, pengemudi kendaraan, penumpang dan sebagainya.
Dibedakan seperti itu karena bentuk lukanya akan berbeda-beda tiap pihak
maka dari itu pentingnya allo-anamnesis pada pengantar korban tentang
kronologis kejadian.

Luka pada pejalan kaki dapat timbul sebagai akibat benturan pertama,
benturan kedua dan luka sekunder (akibat benturan dengan obyek lain).
Luka pada pengendara sepeda hampir sama dengan pejalan kaki, tetapi
luka-luka sekundernya lebih parah. Letak benturan pada tubuh biasanya
rendah.
Luka pada para penumpang kendaraan roda tiga atau lebih, yang penting
adalah menentukan posisi korban dalam kendaraan pada saat terjadinya
kecelakaan dan menentukan pengemudinya.
Luka pada pengemudi biasanya mengalami luka pada pergelangan tangan
karena menahan kemudi , tulang femur dan pelvis mungkin patah akibat
menginjak pedal dengan kuat.
Benturan bagian dada dengan kemudi juga mungkin menyebabkan sternum
dan iga-iga patah terutama jika pengemudi tidak menggunakan sabuk
pengaman.
Luka pada pengendara motor bila ditabrak kendaraan lain, maka dijumpai
luka benturan pertama, benturan kedua, dan luka-luka sekunder yang lebih
parah dibandingkan dengan pengendara sepeda. Pemakaian helm
dimaksudkan untuk meredam benturan pada kepala sehingga memperkecil
kemungkinan cedera.

Luka benturan pertama dan benturan kedua serta luka sekunder dapat
berbentuk:
Memar
Luka lecet gores
Luka lecet tekan
Luka lecet geser
Luka robek
Tergantung dari penyebab trauma.

Sumber : BUKU UI
Penelitian dari Indian Journal Of Community Medicine perihal tentang INJURY
PATTERN AMONG ROAD TRAFFIC ACCIDENT CASES : A STUDY FROM SOUTH
INDIA, menyatakan:
Dari total 254 pengedara yang terlibat kecelakaan lalu lintas. Pengendara
motor roda dua merupakan yang terbanyak dibandingkan dengan
pengendara lain. Jumlah pengendara motor roda dua sebanyak 31.1%
dibandingkan dengan bus dan pengendara motor roda empat yang hanya
5.1% dan 3.5%.
Penyebaran luka yang umum pada korban kecelakaan lalu lintas
Anggota gerak tubuh dan wajah merupakan lokasi paling sering yang
terkena atau terpapar luka-luka luar. Anggota gerak tubuh (63.1%) dan
wajah (17.5%) merupakan lokasi paling sering terkena abrasi (lecet gores)
dan laserasi (lecer terbuka) sering terjadi pada daerah wajah (29.7%), kepala
(28.2%) dan anggota gerak tubuh (38.9%). Multiple superficial injuries sering
terjadi pada daerah anggota gerak tubuh bawah (36.8%) dan wajah (33.3%),
dan crush injuries sering terjadi pada anggota gerak tubuh bawah (70.6%).
Untuk luka dalam, daerah yang paling sering terjadi luka dalam adalah
daerah kepala dengan persentase 34.1% diikuti oleh anggota gerak tubuh
bagian bawah (13.7%) dan wajah (10.7%).
Cedera kepala umum terjadi diantara pengendara sepeda, pejalan kaki dan
pengendara motor roda dua. Proporsi terbesar terjadi pada pengendara
sepeda sebanyak 22.9% kasus cedera kepala dan diikuti oleh 22.6% diantara
pejalan kaki dan pengendara motor roda dua.
Dibandingkan dengan pejalan kaki , pengendara sepeda dan pengendara
bermotor roda dua memiliki proporsi signifikan lebih tinggi dari cedera
kepala ( critical ratio = masing-masing 3,1 dan 2,8 ) . Sebanyak 221 fraktur
dicatat di antara para korban . daerah yang paling umum terjadi fraktur
adalah anggota gerak tubuh bawah ( 43,4 % ) , diikuti oleh anggota tubuh
bagian atas ( 19,0 % ) dan tulang wajah ( 10,9 % ) . iga ( 7,7 % ) , klavikula
( 6,8 % ) , tengkorak ( 5,4 % ) , pelvis ( 3,6 % ) , tulang belikat ( 2,3 % ) dan
tulang belakang ( 0,9 % ).

Tidak adanya aturan pemerintah khusus yang mengharuskan pengendara


motor roda dua untuk menggunakan alat keamanan tubuh seperti helm
sehingga banyak pengendara motor roda dua yang tidak menggunakan helm
dirasa menyebabkan angka cedera kepala yang tinggi diantara pengendara
motor roda dua.

Sumber : Indian Journal Of Community Medicine (INJURY PATTERN AMONG


ROAD TRAFFIC ACCIDENT CASES : A STUDY FROM SOUTH INDIA).
https://www.google.co.id/?
gws_rd=ssl#q=injury+pattern+among+road+traffic+accident+cases
Kecelakaan Lalu Lintas
Terbagi menjadi dua bagian; motor vehicle traffic accident dan non-motor
traffic accident. Yakni motor traffic accident ialah setiap kecelakaan motor di
jalan raya, melainkan non-motor traffic accident ialah kecelakaan yang
terjadi di jalan raya yang melibatkan pemakai jalan untuk transportasi untuk
mengadakan perjalanan, dengan kendaraan yang bukan bermotor

Dapat dikatakan sebagai kecelakaan lalu lintas bila;


Terdapat kerusakan pada benda
Terdapat luka: non visible
Terdapat luka: minor visible
Terdapat luka: seriously visible
Terdapat korban yang tewas
Semua sesuai dengan meningkatnya derajat kecelakaan lalu lintas. Lalu,
demi mengetahui sebab kematian dna mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan dibutuhkan hal tersebut;
Bedah mayat
Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan toksikologik

Pola Kelainan pada Pejalan Kaki


Dapat dibagi menurut mekanisme terjadinya kecelakaan;
1. Luka karena impak primer, yaitu benturan pertama terjadi antara korban
dan kendaraan
2. Luka karena impak sekunder, yaitu benturan korban yang kedua kalinya
dengan kendaraan
3. Luka sekunder, yaitu luka yang terjadi setelah korban jatuh ke atas jalanan
Luka pada tungkai penting untuk menentukan bagian mana dari kendaraan
yang menbentur korban.
Korban dewasa umumnya ditabrak dari arah belakang atau samping
dengan karaketristik luka pada satu atau kedua sisi
Bila korban berdiri dengan dua kaki pada saat kecelakaan maka dapat
terjadi cedera yang hebat dengan sering terjadi fraktur dan kerap
berkarakteristik mengarah keluar dan menembus otot.
Pada waktu bersamaan dapat juga terjadi impak primer pada tungkai
bawah, bokong atau punggung yang terkena radiator atau kap mobil dan
impak sekunder akibat lampu atau kaca depan. Namun, korban juga dapat
jatuh kedepan dan menimbulkan luka sekunder.
Korban yang tergeletak di jalan dapat terlindas oleh roda dengan
karakteristik jejas luka menyerupai motif dari ban tersebut.
Jejas beban atau tyre mark penting dalam korban tabrak lari yang
berdasarkan kecocokan jejas luka dengan motif ban. Ini konon diperkuat
dengan bukti golongan darah yang sesuai pada korban dan ban.
Bila kendaraan yang melindas termasuk kendaraan berat maka akibat yang
disebabkan dapat sangat hebat dan dapat menyebabkan kehancuran tubuh
yang menyeluruh yang konon dikenal sebagai crush injuries atau
compression injuries.
Jika bagian bawah kendaraan sangat rendah maka dapat didapatkan
korban yang terseret dan terputar sehingga terjadi pengelupasan kulit dan
otot yang hebat. Hal ini disebut sebagai rolling injuries
Pada bagian yang terdapat lipatan kulit (e.g. lipat paha) dapat terjadi striae
like tears yang disebabkan oleh peregangan kulit karena bagian yang
terlindas pada area dekat lipatan kulit.

Pola Kelainan pada Pengemudi Mobil


Pada kecelakaan yang memberhentikan kendaraan secara mendadak dapat
menyebabkan kelainan khas yakni;
Bagian kepala yang berbentur dengan kaca akan didapatkan luka terbuka
kecil-kecil dengan tepi tajam sebagai akibat bersentuhan dengan kaca yang
pecah, bila benturan tersebut hebat maka didapatkan luka lecet tekan,
memar, hingga kompresi fraktur
Pada daerah dada, jika tidak menggunakan sabuk pengaman maka
dijumpai jejas stir yang dapat menyebabkan kerusakan organ dalam, fraktur
dada, dan iga serta pecah jantung bila benturan tersebut hebat.
Bila sabuk pengaman dipakai maka dapat pula menyebabkan luka bagi
pengemudi khususnya bila terjadi kecelakaan pada kecepatan tinggi.
Kerusakan umumnya pada alat alat dalam rongga perut, hati dapat hancur.
Seatbelt injuries juga dapat terjadi diakibatkan kelainan pada sabuk
pengaman yang dikenali sebagai luka lecet tekan yang bentuknya sesuai
dengan sabuk tersebut, atau dalam bentuk yang disebut pendarahan tepi
(marginal hemorrhage), yakni ialah pendarahan yang terdapat tepat di luar
dan berbatasan dengan tubuh yang terkena sabuk pengaman tersebut

Pola Kelainan pada Penumpang Mobil


Bila duduk di depan maka kelainan terutama terlihat pada kepala dan
dapat ditemukan seatbelt injury pada yang menggunakan sabuk pengaman
Bila duduk di belakang maka kelainan terutama pada daerah perut,
panggul atau tungkai.

Pola Kelainan pada Pengemudi Sepeda Motor


Luka karena impak primer pada tungkai
Luka karena impak sekunder pada bagian tubuh lain akibat benturan tubuh
dengan bagian lain dari kendaraan lawan
Luka sekunder sebagai akibat benturan korban dengan jalan raya
Luka sekunder kerap menjadi penyebab kematian pada korban karena
sering mengakibatkan kerusakan pada kepala
Fraktur pada tengkorak sebagai akibat luka sekunder tersebut dapat
mudah diketahui, yaitu dari sifat garis patahnya; seperti perbedaan
penyebab fraktur linear dengan fraktur kompresi.
Dengan demikian juga terdapat perbedaan pada berbeda mekanisme
terjadinya fraktur tengkorak seperti bila kepala korban bergerak mendekati
benda tumpul (e.g. jalan); dibandingkan dengan bila kepala diam akan tetapi
benda tumpulnya (palu) yang datang mendekati kepala.

Sumber:
Dr. Idries, Abdul Munim, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, Tangerang:
Binarupa Aksara, 2005. Print.

Anda mungkin juga menyukai

  • Kesehatan Reproduksi
    Kesehatan Reproduksi
    Dokumen23 halaman
    Kesehatan Reproduksi
    sumapratiwi
    Belum ada peringkat
  • Tuberculosis Kronik
    Tuberculosis Kronik
    Dokumen2 halaman
    Tuberculosis Kronik
    sumapratiwi
    Belum ada peringkat
  • Kesehatan Reproduksi
    Kesehatan Reproduksi
    Dokumen2 halaman
    Kesehatan Reproduksi
    sumapratiwi
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen17 halaman
    Bab 2
    sumapratiwi
    Belum ada peringkat
  • Referat THT
    Referat THT
    Dokumen17 halaman
    Referat THT
    sumapratiwi
    Belum ada peringkat
  • Hbs Ag
    Hbs Ag
    Dokumen1 halaman
    Hbs Ag
    sumapratiwi
    Belum ada peringkat
  • Bu Esther.
    Bu Esther.
    Dokumen2 halaman
    Bu Esther.
    sumapratiwi
    Belum ada peringkat
  • Keluhan Utama
    Keluhan Utama
    Dokumen3 halaman
    Keluhan Utama
    sumapratiwi
    Belum ada peringkat
  • Oppositional Defiant Disorder
    Oppositional Defiant Disorder
    Dokumen5 halaman
    Oppositional Defiant Disorder
    Dea Syahna
    100% (2)
  • Dr. Nico .
    Dr. Nico .
    Dokumen2 halaman
    Dr. Nico .
    sumapratiwi
    Belum ada peringkat
  • Dr. Irma
    Dr. Irma
    Dokumen3 halaman
    Dr. Irma
    sumapratiwi
    Belum ada peringkat
  • TD Dyspnea Ipd
    TD Dyspnea Ipd
    Dokumen19 halaman
    TD Dyspnea Ipd
    sumapratiwi
    Belum ada peringkat
  • Tugas Ce
    Tugas Ce
    Dokumen2 halaman
    Tugas Ce
    sumapratiwi
    Belum ada peringkat
  • Dpes DR Sherly
    Dpes DR Sherly
    Dokumen11 halaman
    Dpes DR Sherly
    sumapratiwi
    Belum ada peringkat
  • Had
    Had
    Dokumen43 halaman
    Had
    sumapratiwi
    Belum ada peringkat