Anda di halaman 1dari 3

II.

TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Undang-undang Sistem Budi Daya Tanaman, yang dimaksud dengan benih
adalah tanaman atau bagian dari tanaman yang digunakan untuk mengembangbiakkan
tanaman tersebut (Pitojo, 2003). Benih merupakan salah satu komponen penting dalam
keberhasilan peningkatan produksi pertanian. Penggunaan benih bermutu mampu
meningkatkan produksi pertanian dan mengurangi serangan hama dan penyakit di lapangan.
Patogen terbawa benih dapat menyebabkan penurunan viabilitas benih, peningkatan kematian
bibit, penurunan hasil, peningkatan perkembangan penyakit, perubahan komponen kimia
benih, dan ledakan penyakit pada suatu daerah (Agarwal dan Sinclair, 1996 Cit. Harahap
dkk., 2015).
Menurut Suena, dkk. (2005) dalam Astawa, dkk. (2016) benih dinyatakan berkualitas
baik jika benih memiliki persentase perkecambahan yang tinggi, kekuatan tumbuh yang
tinggi, serta bebas dari hama dan penyakit. Menurut Sutopo (2012) dalam Astawa, dkk. benih
dikatakan sehat jika benih tersebut bebas dari patogen, baik berupa bakteri, cendawan, virus
maupun nematoda.
Pengujian terhadap mutu benih sangat penting untuk memberikan informasi mengenai
kualitas benih yang pada akhirnya akan menentukan keberhasilan pertanaman di lapangan.
Kriteria mutu benih meliputi empat aspek, yaitu mutu genetis yang menjabarkan sifat unggul
yang diwariskan oleh tanaman induk dan dicirikan dengan tingkat kemurnian; mutu fisik
yang meliputi struktur morfologis, ukuran, berat dan penampakan benih; mutu fisiologis;
serta mutu patologis yang menunjukkan kesehatan benih (Ilyas, 2012). Pengujian mutu
fisiologis penting untuk dilakukan karena dapat menduga sifat benih yang berdampak pada
pertumbuhan tanaman. Mutu fisiologis meliputi viabilitas benih yaitu kemampuan benih
untuk berkecambah dan menghasilkan kecambah normal (Copeland and McDonald, 2001).
Selain mutu fisiologis benih, pengujian terhadap mutu patologis atau kesehatan benih juga
memiliki arti yang sangat penting. Mutu patologis benih yang rendah ditandai dengan adanya
patogen yang terbawa oleh benih. Patogen terbawa benih dapat merugikan pada hampir
semua tahap pertumbuhan. Dampak yang dapat diakibatkan oleh patogen terbawa benih
antara lain adalah benih mengalami penurunan vigor dan viabilitas, peningkatan kematian
bibit atau tanaman muda, penurunan hasil, peningkatan perkembangan penyakit di lapangan,
munculnya peluang terjadinya ledakan penyakit di daerah baru, serta toksik yang dihasilkan
patogen terbawa benih akan menyebabkan perubahan komponen biokimia dari benih tersebut
(Agarwal and Sinclair, 1996 dalam Ikrarwati dan Yukti, 2014). Pengujian kesehatan benih
bertujuan untuk mengetahui status kesehatan dari suatu kelompok benih. Pengujian ini perlu
dilakukan karena banyak mikroorganisme terbawa benih yang bersifat patogenik. Patogen
yang terbawa oleh benih dapat berupa cendawan, bakteri, virus dan nematode (ISTA, 2010).
Sutopo (2002) dalam Winarni (2013) melaporkan bahwa benih dapat menjadi
penghantar penyakit. Penggunaan benih bermutu merupakan komponen penting dalam
pelaksanaan budidaya tanaman yang dapat menjamin pertanaman yang baik dan hasil panen
yang tinggi. Tingginya kadar air tanaman, menyebabkan benih mudah terinfeksi oleh
cendawan, bakteri, virus yang patogen, sehingga dapat menyebabkan penyakit yang cukup
serius, sehingga benih menjadi busuk sebelum atau sesudah benih berkecambah. Cendawan
yang berpotensi sebagai patogen mampu menyebabkan benih busuk tidak berkecambah,
nekrosis pada kecambah, hambatan pertumbuhan kecambah, atau kematian kecambah. Hal
tersebut diduga karena infeksi cendawan pada benih meng-hasilkan metabolit sekunder yang
bersifat toksik bagi benih maupun kecambah sehingga menyebabkan pembusukan benih dan
kematian kecambah (Ora et al. 2011).
DAFTAR PUSTAKA
Astawa, I. P. R., I. G. N. Raka, dan N. N. A. Mayadewi. 2016. Uji efektivitas teknik ekstraksi
dan Dry Heat Treatment terhadap kesehatan bibit cabai rawit (Capsicum frutescens
L.). E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika 5(1) ISSN : 2301-6515.

Copeland LO, McDonald MB. 2001. Principles of Seed Science and Technology. Kluwer
Academic Pr., Massachusetts (USA).

Harahap, A. S., T. S. Yuliani, dan Widodo. 2015. Deteksi dan identifikasi cendawan terbawa
benih Brassicaceae. Jurnal Fitopatologi Indonesia 11(3) : 97-103.

Ikrarwati dan A. M. Yukti. 2014. Evaluasi mutu fisiologis dan patologis benih padi varietas
Ciherang dan HIPA8. Buletin Pertanian Perkotaan 4(1) : 27-37.

Ilyas, S. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih: Teori dan Hasil-hasil Penelitian. IPB Pr, Bogor.

ISTA. 2010. International Rules for Seed Testing Edition 2010. ISTA Co., Switzerland.

Ora, N., A. N. Faruq, M. T. Islam, N. Akhtar, and M. M. Rahman. 2011. Detection and
identification of seed borne pathogen from some cultivated hybrid rice varieties in
Bangladesh. Middle-East Journal of Scientific Research. 10 (4):482488.

Pitojo, S. 2003. Benih Bawang Merah. Kanisius, Yogyakarta.

Winarni, I. 2013. Isolasi dan karakterisasi bakteri patogen pada benih padi dan kedelai. Jurnal
Matematika, Sains, dan Teknologi 14(2) : 135-141.

Anda mungkin juga menyukai