http://www.kemenkeu.go.id/Artikel/penduduklansiadanbonusdemografikedua 1/2
2/27/2017 PendudukLansiadanBonusDemografiKedua|KementerianKeuanganRI|MinistryofFinanceofRepublicofIndonesia
dari empat penduduk Indonesia adalah penduduk lansia dan lebih mudah menemukan penduduk lansia
dibandingkan bayi atau balita. Sayangnya, perhatian terhadap penduduk lansia ini dianggap masih sangat
kurang. Belum ada satupun kota di Indonesia yang memenuhi kriteria kota ramah lansia. Sebuah kota
didefinisikan ramah lansia jika memiliki banyak ruang publik yang dapat digunakan penduduk lansia untuk
bersosialisasi serta tersedianya sistem transportasi dan pelayanan umum yang memperhatikan keterbatasan
lansia.
Mengingat begitu besarnya peran penduduk lansia, kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah harus
komprehensif bersinergi dengan kebijakan penduduk usia produktif. Momen ini juga harus dijadikan sebagai
awal dari reformasi kebijakan pemerintah di sektor kependudukan. Terlalu lama pengelolaan kependudukan di
Indonesia dijalankan dengan mekanisme asal-asalan. Padahal dengan kekuatan jumlah penduduk terbesar ke-
3 di dunia, Indonesia harus menaruh perhatian serius terhadap persoalan kependudukan ini. Kebijakan yang
ada, sering kali bersifat populis jangka pendek. Padahal tidak diindahkannya dimensi kependudukan dalam
kerangka pembangunan, sama artinya dengan menyengsarakan generasi mendatang.
Banyak teori yang menyebutkan penduduk sebagai salah satu faktor strategis dalam mendukung
pembangunan nasional. Penduduk adalah subyek dan obyek pembangunan. Sebagai subyek, penduduk harus
dibina dan ditingkatkan kualitasnya sehingga mampu menjadi mesin penggerak pembangunan. Sebagai
obyek, pembangunan harus dapat dinikmati oleh masyarakat. Dengan demikian, pembangunan harus
diperhitungkan dengan seksama, dengan memperhitungkan kemampuan penduduk, sehingga masyarakat
mampu berpartisipasi secara aktif.
Di periode Orde Baru, pemerintah sebetulnya cukup sukses dalam mengelola persoalan kependudukan.
Banyak kebijakan yang kemudian dihasilkan, bersifat terintegrasi demi menciptakan penduduk yang
berkualitas. Sayangnya di era reformasi, masalah kependudukan justru menjadi salah satu sektor yang paling
terabaikan. Otonomi daerah sepertinya tidak berkorelasi dengan otonomi pengelolaan penduduk. Banyak
daerah yang justru tidak menganggap penting pengelolaan kependudukan. Akibatnya peningkatan penduduk
semakin tidak terkendali, sehingga di banyak daerah khususnya Jawa dan Bali, terjadi over populated dengan
kualitas penduduk yang semakin memprihatinkan.
Hal inilah sejujurnya yang menjadi pekerjaan terbesar pemerintah saat ini dan di masa depan, bagaimana
mengubah peran kependudukan dari sekedar konsumsi menjadi hal yang lebih produktif via peningkatan
kualitas penduduk. Bukan hal mudah memang, namun justru disinilah peran pemerintah menjadi sangat
krusial. Pemerintah harus mampu menciptakan berbagai program yang akan digunakan sebagai stimulus bagi
upaya peningkatan kualitas masyarakat Indonesia yang kompetitif. Tanpa itu semua, niscaya mustahil bangsa
ini mampu berbicara di level internasional. Mumpung masih ada waktu, seyogyanya pekerjaan ini dimulai dari
sekarang.
*Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja
http://www.kemenkeu.go.id/Artikel/penduduklansiadanbonusdemografikedua 2/2