Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Identitas Pasien
Nama : Tn. D
Usia : 27 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Cicurug, Sukabumi
Tanggal MRS : 22 Desember 2015

Anamnesis :
Keluhan Utama : Nyeri perut Jenis kelamin : Laki-laki
kanan bawah sejak 4 jam SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang : Os datang ke IGD RSUD Sekarwangi mengeluh


nyeri perut kanan bawah sejak 4 jam SMRS. 1 jam sebelumnya os muntah, nafsu
makan menurun, demam disertai menggigil dan keringat dingin. Os mengira maag
merasakan nyeri di ulu hati lalu ke perut kanan bawah disertai mual dan muntah,
nafsu makan menurun, demam disertai menggigil dan keringat dingin. Os mengira
maag nya kambuh, kemudian os minum obat maag yang dibeli di warung. Os belum
BAB 3 hari, kentut (+) dan BAK lancar, tidak ada nyeri saat BAK, BAK terasa
panas (-), warna BAK kuning jernih.

Riwayat Penyakit Dahulu : Os mengaku belum pernah mengalami keluhan


seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga : Di keluarga OS tidak ada yang mengalami keluhan


seperti ini.

Riwayat Psikososial : Sebelum nyeri perut yang dirasakan sekarang, os mengaku


jarang makan makanan yang pedas, os sering makan gorengan. Os mengaku tidak
merokok dan mengonsumsi alkohol.

1
Riwayat Pengobatan : Os mengaku sudah minum obat maag yang dibeli di
warung.

Riwayat Alergi : Riwayat Alergi obat maupun makanan disangkal oleh orang
tua OS.

Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Vital Sign
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 37oC

Status generalis
Kepala : Normochepal, Rambut hitam tidak mudah rontok dan merata.
Mata : Conjungtiva anemis -/-, Sklera Ikterik -/-, Reflex pupil +/+, Isokor
kiri dan kanan.
Hidung : Deviasi septum nasi (-), Epistaksis (-), Rhinorhhea (-)
Teling : Normotia, Otorrhea (-)
Mulut : Mukosa bibir tampak kering, Stomatitis(-)
Leher : Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-), Pembesaran Tiroid (-)

Thorax : I = Normochest, Bentuk dan gerak simetris kiri dan kanan. Pulsasi
ictus cordis terlihat di linea midclavicula sinistra ICS V.
P = Tidak ada pergerakan dinding dada yang tertinggal, Vocal
fremitus (N) ki=ka. Pulsasi ictus cordis teraba di linea midclavicula
sinistra ICS V

2
P = Sonor pada kedua lapangan paru, Batas paru-hepar linea
midclavicula dextra ICS V.
A = Vesikuler +/+, Rhonki (-), Wheezing (-). BJ I dan II
murni, reguler. Gallop (-), murmur (-).

Extremitas : Akral hangat , CRT < 2 detik, edema (-)

Status lokalis :
Regio Abdomen
Inspeksi : Perut distensi, sikatriks bekas operasi (-)
Auskultasi : Bising usus(+) menurun, metalic sound (-)
Perkusi : timpani
Palpasi : Nyeri epigastrium (+), nyeri tekan dan nyeri lepas di
abdomen kanan bawah (+), rovsing sign (-), obturator sign (+). Defans
muskular (-), nyeri tekan di seluruh lapang abdomen (-).

Rectal toucher :
Tonus sfingter ani baik
Mukosa rektum licin
Massa (-)
Ampula rectum tidak kolaps
Nyeri tekan (+) arah jam 10 dan 11
Darah (-), lendir (-), feses (-)

Resume
Pasien datang ke IGD Sekarwangi dengan keluhan nyeri perut kanan bawah
sejak 4 jam SMRS. 1 jam sebelumnya os merasakan nyeri di ulu hati lalu ke
perut kanan bawah disertai mual dan muntah, nafsu makan menurun, demam
disertai menggigil dan keringat dingin, kemudian os minum obat maag yang
dibeli di warung. Os belum BAB 3 hari, kentut (+) dan BAK lancar.
Pada pemeriksaan fisik a/r abdomen nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan
titik Mc. Burney (+).

3
Obturator sign (+)
Psoas sign (+)
RT : nyeri tekan pada jam 10 dan jam 11

Working Diagnosa :
Appendisitis akut

Pemeriksaan Penunjang :

HEMATOLOGI
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi Rutin
Hemoglobin *12,4 13.5 17.5 g/dL
Leukosit *17,2 4.8 10.8 10^3/uL
Hematokrit *33,7 42 52 %
Trombosit 185 150 450 10^3/uL
Eritrosit *4.09 4.7 6.1 10^6/uL
MCV 82.4 80 94 Fl
MCH 30.3 27 31 Pg
MCHC 36.8 33 37 %
RDW-SD 43.2 10 15 Fl
PDW *15.9 9 14 Fl
MPV 8.4 8 12 Fl
Differential
LYM % *5.2 26 36 %
MXD % 5.4 0 11 %
NEU % *89.9 40 70 %
EOS % *0.3 0,02 - 0,50 %
BAS % 0.2 0,00 - 0,10 %
Absolut
LYM % *0.73 1.00 1.43 10^3/uL
MXD % 0.75 0.- 1.2 10^3/uL
NEU % *12.66 40 70 10^3/uL
EOS % 0.05 0,02 - 0,50 10^3/uL
BAS % 0.04 0,00 - 0,10 10^3/uL
KIMIA KLINIK
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Glukosa Rapid *60 <180 Mg%
Sewaktu

4
Fungsi Hati
AST (SGOT) *46 < 40 U/L
ASLT (SGPT) 39 < 42 U/L
Fungsi Ginjal 41.2
Ureum 0.8 10 50 Mg%
Kreatinin 0 1.0 Mg%
Elektrolit
Natrium (Na) *127.6 135 148 mEq/L
Kalium (K) 3.84 3.50 5.30 mEq/L
Calcium Ion *1.06 1.15 1.29 mmol/L
IMUNOSEROLOGI
Hepatitis Marker
HBsAg Non-Reaktif Non-reaktif Index

Usulan pemeriksaan :
Foto polos abdomen 3 posisi
Usulan Tindakan :
Dipuasakan untuk Rencana operasi Appendictomy

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.
EMBRIOLOGI DAN ANATOMI APPENDIKS
Appendiks berasal dari mid gut, bersama dengan ileum dan kolon ascenden.
Appendiks pertama kali muncul pada minggu ke-8 kehamilan sebagai

5
outpouching dari sekum dan secara bertahap berputar ke lokasi yang lebih
medial menuju katup ileocecal mengikuti perputaran sekum, dan menjadi tetap
di kuadran kanan bawah.1
Appendiks menerima pasokan darah arteri cabang apendikular arteri
ileokolika dari arteri mesenterika superior. Arteri ini berasal dari posterior
ileum terminal, memasuki mesoapendiks dekat dengan dasar apendiks. Cabang
arteri kecil berjalan pada arteri cecal. Drainase limfatik apendiks mengalir ke
kelenjar getah bening yang terletak di sepanjang arteri ileokolika. Persarafan
apendiks berasal dari saraf simpatik pleksus mesenterika (T10-L1),
parasimpatis aferen dibawa melalui saraf vagus. Struktur appendiks mirip
dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa, muskularis
eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler), dan serosa. Pemeriksaan
histologi appendiks menunjukkan adanya folikel limfoid pada lapisan
submukosa.1,2,4
Appendiks pada dewasa memiliki panjang 2-22 cm dengan rata-rata 9 cm,
diameter luar antara 3-8 mm dan diameter lumen 1-3 mm. Ujung appendiks
memiliki berbagai lokasi. Secara umum lokasinya berada di retrocecal kavum
peritoneum (65%). Lokasi lain berada di pelvis (30%), retroperitoneal (2%) dan
bisa juga ditemukan di preileal atau postileal.1

B.
FISIOLOGI APPENDIKS
Selama bertahun-tahun, appendiks dipandang sebagai organ sisa dengan
fungsi yang tidak diketahui. Sekarang telah diakui bahwa appendiks merupakan

6
organ imunologi yang secara aktif berpartisipasi dalam sekresi imunoglobulin,
terutama imunoglobulin A. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh
GALT (Gut associated Lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran
cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai
pelindung terhadap infeksi. Jaringan limfoid pertama muncul pada appendiks
sekitar 2 minggu setelah kelahiran. Jumlah jaringan limfoid meningkat pada
usia pubertas, tetap stabil untuk dekade berikutnya, kemudian mulai menurun
dengan bertambahnya usia. Setelah usia 60 tahun, hampir tidak ada jaringan
limfoid yang tersisa dalam appendiks.3,4
C.
DEFINISI APPENDISITIS
Appendisitis adalah inflamasi pada appendiks vermiformis dan merupakan
penyebab akut abdomen yang paling sering.
D.
EPIDEMIOLOGI APPENDISITIS
Appendisitis akut adalah salah satu penyakit bedah terbanyak. Insiden paling
sering terjadi pada usia dekade kedua sampai keempat, dengan usia rata-rata
31,3 tahun dan median 22 tahun. Frekuensi angka kejadian lebih tinggi pada
laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Rasio laki-laki : perempuan sekitar
1,2 - 1,3 : 1. Appendektomi adalah prosedur bedah yang paling sering
dilakukan (84%).3,4
E.
ETIOLOGI APPENDISITIS
1.
Obstruksi
Penyebab obtruksi lumen adalah hiperplasia limfoid, fecalith, benda asing,
striktur (tumor), dan parasit.1,4
2.
Infeksi Bakteri3
Table 30-1 Common Organisms Seen in Patients with Acute
Appendicitis
Aerobic and Facultative Anaerobic
Gram - negative bacilli Gram - negative bacilli
Escherichia coli Bacteroides fragilis
Pseudomonas aeruginosa Other Bacteroides species
Klebsiella species Fusobacterium species

Gram - positive cocci Gram - positive cocci


Streptococcus anginosus Peptostreptococcus species
Other Streptococcus species
Enterococcus species Gram - positive bacilli
Clostridium species

7
F.
PATOGENESIS APPENDISITIS3,4
- Appendiks obstruksi
Obstruksi appendiks merupakan kejadian awal yang paling sering pada
appendisitis. Hiperplasia dari folikel limfoid submukosa sekitar 60%
penyebab obstruksi (paling sering pada remaja). Pada orang dewasa yang
lebih tua dan anak-anak, fecalith adalah penyebab paling sering (35%).
- Tekanan intraluminal
Meningkatnya tekanan intraluminal akibat obstruksi lumen appendiks
menyebabkan sekresi mukosa meningkat, pertumbuhan bakteri yang
berlebihan, dinding appendiks menipis karena terjadi distensi dan terjadi
obstruksi limfatik dan vena.
- Nekrosis dan Perforasi
Nekrosis dan perforasi terjadi ketika aliran arteri terganggu.

Obstruksi

Distensi appendiks

Tekanan intraluminal

Obstruksi limfatik Kongesti vena

Edema

Mucosal ulcers Bakterial diapedesis

G.
Invasi bakterial Inflamasi serosa yang
3,4
melekat Thrombosis vena
MANIFESTASI KLINIS APPENDISITIS
pada peritoneum parietal
Symptoms
- Nyeri abdomen diffus di epigastrium bawah atau regio umbilicalis
Perforasi
kemudian terlokalisasi diGangren Compromise of arterial b.s.
kuadran kanan bawah (RLQ)
- Mual muntah
- Anoreksia
Bakteri lolos Peritonitis
- Konstipasi atau diare
Signs
- Direct rebound tenderness (Mc.Burneys point)
- Rovsings sign
Nyeri di kuadran kanan bawah ketika tekanan palpatory diberikan pada
kuadran kiri bawah dan juga menunjukkan tempat iritasi peritoneal.

8
- Iliopsoas sign
Iliopsoas sign positif apabila pelvis nyeri ketika paha kanan di ekstensikan.
- Obturator sign
Obturator sign positif jika hipogastrikus nyeri pada peregangan m.
obturatorius internus dan ini menunjukkan iritasi di panggul. Pemeriksaan
ini dilakukan dengan gerakan rotasi internal pasif dari paha kanan tertekuk
dengan posisi pasien terlentang.
- Dunphy sign
Dunphy sign positif jika nyeri abdomen bertambah ketika pasien batuk.

Alvarado Scale for the Diagnosis of Appendicitis


Manifestations Value
Symptoms Migration of pain 1
Anorexia 1
Nausea and/or vomiting 1
Signs Right lower quadrant tenderness 2
Rebound 1
Elevated temperature 1
Laboratory values Leukocytosis 2
Left shift in leukocyte counts 1
- Skor >8 : Berkemungkinan besar menderita appendisitis. Pasien ini dapat
langsung diambil tindakan pembedahan tanpa pemeriksaan lebih lanjut.
Kemudian perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan patologi
anatomi.
- Skor 2-8 : Tingkat kemungkinan sedang untuk terjadinya apendisitis. Pasien
ini sebaiknya dikerjakan pemeriksaan penunjang seperti foto polos
abdomen ataupun CT scan.
- Skor <2 : Kecil kemungkinan pasien ini menderita apendisitis. Pasien ini
tidak perlu untuk di evaluasi lebih lanjut dan pasien dapat dipulangkan
dengan catatan tetap dilakukan follow up pada pasien ini.
H.
DIAGNOSIS APPENDISITIS
Diagnosis apendisitis ditegakkan dengan evaluasi klinis, meskipun tes
laboratorium dan prosedur pencitraan dapat membantu.1,3
- Manifestasi Klinis
Apendisitis biasanya dimulai dengan progresif, ketidaknyamanan
midabdominal persisten yang disebabkan oleh obstruksi dan distensi
appendiks merangsang saraf aferen visceral otonom (tingkat T8-T10).
Kadang terjadi anorexia dan demam ringan (<38,5C). Distensi appendiks
menyebabkan kongesti vena yang dapat menyebabkan rangsangan gerak

9
peristaltik usus, menyebabkan sensasi kram yang segera diikuti dengan
mual dan muntah. Gejala termasuk anoreksia (90%), mual dan muntah
(70%), dan diare (10%). Setelah peradangan meluas secara transmural ke
peritoneum parietal, serat-serat nyeri somatik dirangsang dan rasa sakit
terlokalisasi di RLQ. Iritasi peritoneal dikaitkan dengan nyeri pada gerakan,
demam ringan, dan takikardi. Timbulnya gejala biasanya kurang dari 24
jam untuk apendisitis akut.
Bila appendiks retrocecal atau di belakang ileum, maka dapat
dipisahkan dari peritoneum perut anterior dan tanda-tanda lokalisasi perut
bisa tidak ada. Iritasi struktur berdekatan dapat menyebabkan diare,
frekuensi kencing, pyuria, atau hematuria mikroskopis tergantung pada
lokasi. Bila appendisitis terletak di panggul, mungkin mensimulasikan
gastroenteritis akut, dengan rasa sakit menyebar, mual, muntah, dan diare.
Diagnosis mungkin dicurigai jika pemeriksaan rektal digital menghasilkan
rasa sakit.
- Pemeriksaan Fisik
Assessing the patient's abdomen. Pemeriksaan dimulai dengan
memeriksa perut pasien di daerah lain dari tenderness yang dicurigai.
Lokasi appendisitis adalah variabel. Namun, biasanya ditemukan di tingkat
vertebral S1, lateral linea tepat pada titik McBurney (dua pertiga jarak dari
umbilikus ke spina iliaka anterosuperior). Rovsing sign mengindikasikan
iritasi peritoneal. Tenderness kuadran-kanan-bawah langsung dinilai.
Tingkat ketahanan otot untuk palpasi sama dengan beratnya proses
inflamasi. Hyperesthesia cutaneous sering ada di atas regio tenderness
maksimal. Iliopsoas menyiratkan tanda appendisitis retrocecal. Sebuah
appendisitis panggul dapat menghasilkan tanda obturatorius positif.
Rectal Examination dilakukan untuk mengevaluasi keberadaan
tenderness lokal atau massa peradangan di daerah pararectal. Hal ini paling
berguna untuk presentasi atipikal sugestif dari appendisitis panggul atau
retrocecal.
Pada wanita, pemeriksaan panggul dilakukan untuk menilai
tenderness gerak rahim dan rasa sakit atau massa pada adnexal. Massa
teraba di RLQ menunjukkan abses periappendiceal atau phlegmon.
I.
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS APPENDISITIS

10
Differensial diagnosis appendisitis akut tergantung pada empat faktor utama
yaitu lokasi anatomi dimana terjadinya peradangan appendiks, tahap proses
(sederhana atau perforasi), umur pasien dan jenis kelamin.3,5
- Gastrointestinal Disease
Gastroenteritis ditandai dengan mual dan emesis sebelum
timbulnya sakit perut, bersama dengan malaise umum, demam tinggi, diare,
sakit perut dan nyeri. Meskipun diare adalah salah satu tanda-tanda kardinal
radang lambung, dapat terjadi pada pasien dengan usus buntu. Selain itu,
jumlah WBC seringkali normal pada pasien dengan gastroenteritis.
Mesenterika Limfadenitis biasanya terjadi pada pasien lebih muda
dari 20 tahun dan nyeri RLQ, sakit perut tapi tanpa tenderness rebound atau
kekakuan otot. Nodal histologi dan biakan yang diperoleh pada operasi
dapat mengidentifikasi etiologi, terutama Yersinia dan Shigella spesies dan
Mycobacterium tuberculosis. Mesenterika limfadenitis diketahui terkait
dengan infeksi saluran pernapasan atas.
Meckel Diverticulitis hadir dengan gejala dan tanda-tanda tidak bisa
dibedakan dari appendisitis, tapi khas terjadi pada bayi.
Ulkus Peptikum, Diverticulitis, dan Kolesistitis dapat menyajikan
gambar klinis yang mirip dengan appendisistis.
Typhlitis, ditandai dengan peradangan pada dinding sekum atau
ileum terminal, dikelola nonoperatively. Hal ini paling sering terlihat pada
pasien imunosupresi menjalani kemoterapi untuk leukemia dan pada pasien
HIV-positif. Sebelum operasi sulit untuk membedakan antara typhlitis
appendisitis.
- Urologic diseases
Pielonefritis menyebabkan demam tinggi, kaku, nyeri
costovertebral, dan tenderness. Diagnosa dikonfirmasi oleh urinalisis
dengan cultur.
Kolik saluran kemih. Passage batu ginjal menyebabkan nyeri
panggul menjalar ke selangkangan tapi tenderness lokal sedikit. Hematuria
menunjukkan diagnosis yang dikonfirmasi oleh pyelography intravena atau
CT noncontrast. foto polos sering menunjukkan batu ginjal.
- Gynecologic diseases
Pelvic inflammatory disease dapat hadir dengan gejala dan tanda-
tanda tidak bisa dibedakan dari appendisitis akut, tetapi sering dapat
dibedakan berdasarkan beberapa faktor. Tenderness gerak serviks dan

11
keputihan seperti susu memperkuat diagnosis PID. Pada pasien dengan
PID, rasa sakit biasanya bilateral, dengan intens menjaga pada pemeriksaan
perut dan panggul. USG transvaginal dapat digunakan untuk
memvisualisasikan ovarium dan untuk mengidentifikasi abses Tubo-
ovarium.
Kehamilan ektopik. Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada
semua pasien wanita usia subur dengan keluhan perut. Kista ovarium
terbaik terdeteksi oleh USG transvaginal atau transabdominal.
Torsi ovarium. Peradangan mengelilingi ovarium iskemik sering
dapat teraba pada pemeriksaan panggul bimanual. Pasien-pasien ini dapat
mengalami demam, leukositosis, dan nyeri RLQ konsisten dengan
appendisitis. Sebuah viskus twisted, bagaimanapun, berbeda karena
memproduksi tiba-tiba, rasa sakit akut dengan emesis sering dan berlanjut
simultan. torsi ovarium dapat dibuktikan dengan Doppler USG.
J.
PEMERIKSAAN PENUNJANG2,3,5
- Evaluasi Laboratorium
Complete blood cell count. Jumlah leukosit yang lebih dari 10.000
sel / uL, dengan dominasi sel polymorphonuclear (> 75%), membawa
sensitivitas 77% dan spesifisitas 63% untuk appendisitis. Jumlah leukosit
dan proporsi bentuk mature meningkat jika ada perforasi appendiks. Pada
orang dewasa yang lebih tua, jumlah leukosit dan diferensial lebih sering
normal daripada pada orang dewasa muda. Wanita hamil biasanya memiliki
jumlah WBC yang tinggi dapat mencapai 15.000 hingga 20.000 selama
proses kehamilan.
Complete Blood Count (CBC)
Leukocytosis (10.000-18.000/mm3) dengan polymorphonuclear (PMN)
predominan
Jika white blood count (WBC) > 18.000/mm3 pikirkan adanya perforasi
dengan atau tanpa abses
Serum elektrolit, nitrogen urea darah, dan kreatinin serum
diperoleh untuk mengidentifikasi dan memperbaiki kelainan elektrolit yang
disebabkan oleh dehidrasi sekunder untuk muntah atau asupan oral yang
buruk.
Urinalysis. Urinalysis abnormal pada 25% sampai 40% dari pasien
appendisitis. Pyuria, albuminuria, dan hematuria sering terjadi. Jumlah

12
bakteri yang banyak dapat dipikirkan ISK sebagai penyebab sakit perut.
Urine menunjukkan lebih dari 20 leukosit per bidang daya tinggi atau lebih
dari 30 sel darah merah per bidang daya tinggi menunjukkan ISK.
Hematuria yang signifikan harus dipikirkan pertimbangan urolithiasis.
WBCs atau RBCs mungkin ditemukan jika adanya iritasi VU atau ureter
karena inflamasi appendiks
Bakteriuria
Evaluasi Radiologi. Diagnosis appendisitis biasanya dapat dibuat
tanpa evaluasi radiologis pada kasus yang kompleks.
X-ray jarang membantu dalam mendiagnosis appendisitis. Pada
sebuah studi menunjukkan bahwa appendicolith atas hanya 1,14% dari
sinar-x dilakukan pada pasien dengan pembedahan terbukti appendisitis.
Temuan lain radiologis yang sugestif termasuk sekum menggelembung
dengan tingkat kecil-usus yang berdekatan udara-cairan, kehilangan
bayangan psoas kanan, scoliosis ke kanan, dan gas dalam lumen apendiks.
Sebuah apendiks perforasi jarang menyebabkan pneumoperitoneum.
USG sangat berguna pada wanita usia subur dan pada anak-anak
karena penyebab lain dari keluhan perut dapat didemonstrasikan. Temuan
terkait dengan appendisitis akut termasuk appendiks diameter lebih besar
dari 6 mm, kurangnya kompresibilitas luminal, dan kehadiran sebuah
appendicolith. Appendiks diperbesar dilihat pada USG memiliki sensitivitas
86% dan spesifisitas 81%. appendiks berlubang lebih sulit untuk
didiagnosis dan ditandai oleh hilangnya submucosa echogenic dan
kehadiran koleksi cairan loculated periappendiceal atau panggul. Pada
wanita, patologi ovarium mungkin diidentifikasi atau dikecualikan. Kualitas
dan ketepatan sangat bergantung pada operator.
CT scan, awalnya direkomendasikan hanya dalam kasus-kasus klinis
yang kompleks atau diagnosa tidak pasti, merupakan tes yang paling umum
digunakan dalam diagnostik radiografi. Hal CT scan lebih unggul dalam
mendiagnosis appendisitis dengan sensitivitas 94% dan spesifisitas 95%.
Pada CT scan dapat ditemukan distensi, appendiks berdinding tebal dengan
lapisan inflamasi sekitar lemak, phlegmon pericecal atau abses,
appendicolith, atau udara RLQ bebas intra-abdomen yang merupakan sinyal
perforasi. CT scan sangat berguna dalam membedakan antara abses
periappendiceal dan phlegmon.

13
MRI merupakan alternatif ketika satu kebutuhan pencitraan cross-
sectional untuk menghindari radiasi pengion. Hal ini terutama berguna pada
pasien hamil yang apendiks tidak divisualisasikan.
Imaging
Abdominal X Ray (AXR) terlihat Appendicolith/fecalith
CT scan abdominal
(+) Bila ditemukan dilatasi appendix > 6 mm, penebalan appendix
(+) palsu jika terlihat inflamasi periappendix, dilatasi tuba fallopi,
insipissated stool, overlying fat
(-) palsu jika inflamasi terbatas diatas appendix, retrocecal ceacum,
appendix besar, perforasi (appendix compressible).
Diagnostik Laparoskopi. Laparoskopi diagnostik sangat berguna
untuk mengevaluasi wanita berovulasi dengan tegas untuk pemeriksaan
appendisitis. Pada subkelompok ini, sepertiga perempuan terbukti memiliki
patologi ginekologi primer. appendiks ini juga bisa dihapus melalui
pendekatan laparoskopi. Oleh karena itu, beberapa ahli bedah
menganjurkan pendekatan laparoskopi awal pada semua wanita berovulasi
yang diduga appendisitis.

K.
PENATALAKSANAAN1,3,4
- Preoperative
Isotonik pengganti cairan intravena harus dimulai untuk mencapai
output kemih cepat dan untuk memperbaiki kelainan elektrolit. Suction
nasogastrik sangat membantu, terutama pada pasien dengan peritonitis.
Suhu yang tinggi ditatalaksana dengan acetaminophen dan selimut
pendingin. Anestesi tidak boleh diinduksi pada pasien dengan suhu yang
lebih tinggi dari 39C.
- Antibiotik
Antibiotik profilaksis umumnya efektif dalam pencegahan
komplikasi infeksi pascabedah (luka infeksi, abses intra-abdomen).
Preoperative inisiasi lebih disukai, meskipun beberapa menyarankan bahwa
hal itu dapat ditunda. Untuk appendisitis akut, cakupan biasanya terdiri dari
sefalosporin generasi kedua. Pada pasien dengan appendisitis nonperforated
akut, dosis tunggal antibiotik cukup. Terapi Antibiotik dalam apendisitis
perforasi atau gangren harus dilanjutkan selama 3 sampai 5 hari.
- Appendectomy

14
Dengan beberapa pengecualian, pengobatan appendisitis adalah
appendektomy. Pasien dengan peritonitis difus atau diagnosis dipertanyakan
harus dieksplorasi melalui insisi garis tengah. Mortalitas setelah
appendektomi tinggi pada pasien usia lanjut. Pada kebanyakan pasien,
irisan melintang memberikan penampilan terbaik kosmetik dan
memungkinkan kemudahan perpanjangan secara medial untuk eksposur
yang lebih besar. Lapisan otot transversus abdominis dan lapisan otot
obliqus abdominis eksternal dan internal dapat dibagi dalam arah seratnya.
Setelah masuk ke rongga peritoneal, didapatkan cairan purulent untuk gram
stain dan cultur. Setelah sekum diidentifikasi, taenia anterior dapat diikuti
ke dasar appendiks. appendiks dengan lembut dilepaskan dari luka dan
sekitarnya dengan hati-hati pada setiap perlekatan yang mengganggu. Jika
appendiks normal pada inspeksi (5% sampai 20% dari eksplorasi), tersebut
akan dihapus dan diagnosis alternatif yang sesuai akan dipikirkan. Sekum,
kolon sigmoid, dan ileum secara hati-hati diperiksa untuk perubahan
indikasi divertikular (termasuk divertikulum Meckel), infeksi, iskemik, atau
penyakit inflamasi usus (misalnya, penyakit Crohn). Bukti limfadenopati
mesenterika dicari. Pada wanita, ovarium dan saluran tuba diperiksa untuk
bukti PID, pecah kista folikel, kehamilan ektopik, atau patologi lainnya.
cairan peritoneal empedu menunjukkan ulkus peptikum atau perforasi
kandung empedu.
- Laparoskopi Appendektomi
Laparoskopi appendektomi merupakan alternatif untuk pendekatan
terbuka. Hal ini paling berguna ketika diagnosis tidak pasti atau bila ukuran
pasien akan memerlukan sayatan besar. Walaupun studi terbaru
menunjukkan bahwa panjang pasca operasi mungkin tinggal sedikit singkat
sebagian besar pasien yang menjalani appendektomi rutin dapat dengan
aman keluar dari rumah sakit pada hari pertama pasca operasi. Terlepas dari
pilihan pendekatan, perhatian harus dilakukan untuk memastikan ligasi
aman ujung appendiks.
- Drainage of Periappendiceal Abscess
Pengelolaan abses appendiks masih kontroversial. Pasien yang
memiliki abses periappendiceal baik lokal dan pada awalnya terlihat ketika
gejala yang mereda dapat diobati dengan antibiotik sistemik dan

15
dipertimbangkan untuk drainase kateter perkutan, diikuti oleh
appendektomi elektif 6 sampai 12 minggu kemudian. Strategi ini berhasil di
lebih dari 80% pasien. Appendiks harus dibuang karena pasien memiliki
risiko 60% terkena appendisitis kembali dalam waktu 2 tahun. Antibiotik
sistemik yang diberikan selama minimal 5 hari atau sampai pasien
menyelesaikan afebrile dan leukositosis. Sebuah studi baru-baru ini
membandingkan appendektomy langsung (antibiotik, operasi) dengan
manajemen hamil (antibiotik, drainase perkutan, dan usus buntu interval)
pada pasien dengan abses appendiks menemukan bahwa kelompok
langsung-appendektomi memiliki tingkat komplikasi yang lebih tinggi dan
lebih lama tinggal di rumah sakit.
- Incidental Appendectomy
Insidental appendektomi adalah pengangkatan appendiks normal
pada laparotomi untuk kondisi lain. appendiks harus mudah diakses melalui
sayatan perut ini, dan pasien harus secara klinis cukup stabil untuk
mentolerir waktu tambahan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
prosedur. Karena sebagian besar kasus appendisitis terjadi awal kehidupan,
manfaat appendektomi insidental berkurang secara substansial sekali orang
yang lebih tua dari 30 tahun. penyakit Crohn yang melibatkan sekum itu,
radiasi pengobatan hingga ke kekebalan, sekum, dan cangkok vaskular atau
bioprostheses lain merupakan kontraindikasi untuk appendektomi insidental
karena peningkatan risiko komplikasi infeksi atau kebocoran tunggul
appendiks.

16
L.
KOMPLIKASI APENDISITIS AKUT2,4
- Perforasi
Perforasi disertai dengan nyeri hebat dan demam. Hal ini biasa
dalam waktu 12 jam pertama dari appendisitis tetapi hadir dalam 50%
pasien apendisitis lebih muda dari 10 tahun dan lebih tua dari 50 tahun.
Konsekuensi akut perforasi termasuk demam, takikardia, peritonitis umum,
dan pembentukan abses. Pengobatan appendisitis, irigasi peritoneal, dan
antibiotik spektrum luas intravena selama beberapa hari. Selama kehamilan,
perforasi secara substansial meningkatkan risiko kematian ibu dari
diabaikan sampai 4%. Angka kematian janin naik dari 0% menjadi 1,5%

17
pada appendisitis uncompicated untuk 20% hingga 35% dalam pengaturan
perforasi.
- Risiko Infeksi Luka Pascaoperasi
Resiko infeksi luka pascaoperasi dapat dikurangi dengan antibiotik
intravena yang sesuai diberikan sebelum sayatan kulit. Kejadian luka
infeksi meningkat dari 3% pada kasus apendisitis nonperforated menjadi
4,7% pada pasien dengan usus buntu yang berlubang atau gangren.
penutupan primer tidak dianjurkan dalam pengaturan perforasi (Bedah
2000; 127:136). luka infeksi dikelola dengan membuka, pengeringan, dan
pengemasan luka untuk memungkinkan penyembuha. Antibiotik intravena
yang ditunjukkan untuk selulitis atau sepsis sistemik.

- Abses Intra-abdominal dan abses panggul


Abses Intra-abdominal dan panggul terjadi paling sering dengan perforasi
apendiks. Pascaoperasi abses intra-abdomen dan pelvis yang paling baik
ditangani dengan drainase dengan panduan CT-atau USG perkutan. Jika
abses tidak bisa diakses atau resisten terhadap drainase perkutan, drainase
operasi diindikasikan. Terapi antibiotik dapat menutupi tetapi tidak
signifikan untuk mengobati atau mencegah abses.
- Komplikasi Lain
Pyelephlebitis adalah thrombosis septik vein portal disebabkan oleh
Escherichia coli dengan gejala klinis demam tinggi, sakit kuning, dan
akhirnya abses hati. CT scan menunjukkan thrombus dan gas di vena portal.
perlakuan Prompt (operasi atau percutaneous) dari infeksi primer sangat
penting, bersama dengan antibiotik spektrum luas intravena.
Fistula Enterocutaneous dari kebocoran pada penutupan ujung appendiks
kadang-kadang memerlukan penutupan bedah, tetapi sering menutup secara
spontan.
Small-Bowel Obstruction. Obstruksi usus kecil adalah empat kali lebih
umum setelah pembedahan pada kasus apendisitis perforasi daripada di
appendisitis tanpa komplikasi.

M.
PERFORASI APPENDIKS
Appendektomi secepatnya merupakan penatalaksanaan yang telah
direkomendasikan untuk appendisitis akut dikarenakan terdapat risiko
terjadinya ruptur appendiks. Appendisitis perforasi terjadi pada 25.8%. Anak-

18
anak < 5 tahun dan pasien > 65 tahun memiliki tingkat perforasi yang paling
tinggi (45% dan 51%). Tidak ada cara yang akurat untuk menentukan kapan
appendiks akan ruptur.3
Perforasi appendiks muncul paling sering pada distal obstruksi luminal
sepanjang batas antimesenterika appendiks. Perforasi harus dicurigai bila
terdapat demam dengan suhu >39oC dan leukosit >18.000/mm3. Pada kasus
kebanyakan, perforasi dapat diketahui dan pasien akan menunjukkan nyeri
lepas yang terlokalisasi. Peritonitis difus akan muncul bila proses walling-off
tidak efektif dalam menangani perforasi.3
Penanganan perforasi atau gangren appendisitis berbeda dengan penyakit
akut non perforasi. Pasien dengan appendisitis perforasi memiliki gejala yang
lebih lama, demam tinggi, dan leukosit tinggi. Kebanyakan pasien akan
mengalami dehidrasi dan membutuhkan beberapa jam untuk resusitasi cairan
sebelum dilakukan intervensi operatif. Pasien dengan perforasi appendiks telah
berkembang menjadi peritonitis dan harus mendapatkan antibiotik IV broad-
spectrum yang mampu mengatasi bakteri gram negatif aerob dan anaerob
seceparnya setelah diagnosis ditegakkan. Durasi terapi masih kontroversial.
Beberapa merekomendasikan 7-10 hari, sedangkan yang lain berpendapat
terapi dihentikan bila pasien afebris dengan leukosit normal.1
Beberapa penelitian pada dewasa dan anak-anak menunjukkan intervensi
operatif yang terlalu dini pada kasus appendisitis perforasi mungkin
berhubungan dengan komplikasi post-op dibandingkan dengan terapi antibiotik
yang diikuti appendektomi. Bila direncanakan tindakan operasi, terdapat 2
kemungkinan : laparotomi eksplorasi atau laparoskopi. Terdapat kontroversi
tentang penggunaan laparoskopi pada pasien dikarenakan insiden terbentuknya
absess intra abdomen post-op lebih tinggi dibandingkan laparotomi eksplorasi.1

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Townsend, Courtney M. 2007. Sabiston Textbook of Surgery, 18th ed. Saunders,


An Imprint of Elsevier.
2. Debas, Haile T. 2003. Gastrointestinal Surgery : Pathofisiology and
Management. New York : Springer. Hal : 311-318
3. Brunicardi, F. Charles. 2010. Schwartzs Principles of Surgery, ninth edition.
The McGraw-Hill Companies, Inc. United States of America.
4. Stead, G. Latha. 2003. Firts Aid for the Surgery Clerkship. McGraw-Hill
Companies, Inc. United States of America.
5. Klingensmith, Mary E dkk. 2008. Washington Manual of Surgery, 5th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins.

20

Anda mungkin juga menyukai