Anda di halaman 1dari 2

AIB SEBAGAI HIBURAN

Wahyu Hidayat1

Siapa yang tidak kenal dengan acara infotainmnet di televisi, mungkin hampir semua
yang mempunyai televisi terutama ibu-ibu tahu tentang acara infotainmnet. Hampir di semua
saluran televisi nasional menayangan acara infotainment. Bahkan infotainment sekarang
dikemas dalam bentuk yang lebih wah dan menarik. Infotainmnet begitu menarik dihati para
penonton, karena tayangan tersebut banyak berisi tentang cerita dan informasi kehidupan
para selebritis dan publik figur baik berita-berita yang positif maupun negatif. Acara
Infotainmnet sering mendapat rating tinggi sehingga tak jarang jika kita menyaksikan
tayangan tersebut akan dipenuhi oleh iklan.

Perkembangan infotainment sebetulnya bukan barang baru. Tayangan ini sudah


lama ada di Inggris dan Amerika Serikat dengan adanya Yellow Journalism. Dalam sebuah
sumber disebutkan, konon infotainment masuk ke Indonesia sejak tahun 1929-an. Akan
tetapi pada masa itu, pemberitaan mengenai artis dan film hanya terbatas di media cetak.
Doenia Film.merupakan majalah pertama yang terbit di Jakarta yang mengupas kehidupan
artis dan film.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan infotainmnet selama tayangan tersebut
tidak bersifat ghibah, gosip, mengobral masalah pribadi dan keluarga orang. Berdasarkan
hasil Musyawarah Alim Ulama NU di Surabaya pada bulan Juli 2006. NU mengeluarkan
fatwa haram terhadap tayangan yang bersifat ghibah, menggunjing dan mengumpat orang
lain. Fatwa yang sama dikeluarkan oleh MUI pada hasil Munas VIII MUI tahun 2010 yang
memfatwakan haram untuk tayangan infotainmnet atau sejenisnya namun yang dimaksud
oleh MUI dalam konteks ini tidak melarang infotainment-nya, tetapi soal kontennya yang
berisi gosip dan membuka aib orang.

Media televisi tidak bisa dilepaskan dari iklan termasuk tayangan infotainmnet
merupakan fakta yang tak terbantahkan. Maka tidak salah jika Moscow dalam bukunya The
Political Economy of Communication, Rethinking and Renewal mengatakan bahwa pasar
konsumen media audio-visual saat ini merupakan pasar global yang dikendalikan oleh
kepentingan pasar yang berorientasi profit. Kepentingan pasar itulah yang seringkali
mengabaikan isi dari pemberitaan dari infotainment. Begitunya kuatnya arus kapitalisme,
materialisme, liberalisme, globalisme dalam media masa kita terkadang meruntuhkan nilai-
nilai kemanusian (dehumanisasi). Siapapun orang tidak akan senang aib atau kejelekannya
diumbar kepada publik. Ada ranah privat yang orang lain tidak berhak tahu. Tentunya jika ini
dilanggar maka sesungguhnya telah terjadi pelanggaran hak manusia untuk hidup tenang.

Islam menggambarkan seseorang yang suka mengumpat, ghibah, mencari-cari


kesalahan aib orang lain ibarat memakan daging saudaranya yang telah mati. Saya
meminjam istilah yang lebih ekstrim dengan kanibal. Begitu kerasnya Al-Quran melarang
orang yang beriman untuk mengunjing, membongkar aib, mencaci maki dan mengumpat
sebagai perbuatan memakan daging saudaranya. Terlepas aib itu benar atau salah.
Membincarakan orang lain padahal orang lain itu tidak salah maka sesungguhnya kita

1 Mahasiswa yang sedang kuliah di Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM)


memfitnah orang tersebut, kalaupun apa yang kita bicarakan benar maka jatuhnya adalah
ghibah.

Islam sangat menggaransi hak-hak setiap individu dan melarang perbuatan yang
mengganggu kepada hak-hak pribadi seperti mematai-matai (tajassus) untuk mencari-cari
berita kesalahan, cela, aib saudaranya. Dengan dalih sebagai sebuah karya jurnalistik,
apakah kita tega mengungkap aib saudaranya tanpa ada rasa bersalah malah dengan
penuh bangganya ini sebagai sebuah karya jurnalistik. Tidak kah bertanya kepada diri kita
seandainya aib itu menimpa kita.

Tidak adakah yang lebih penting dari sekedar menggunjing, menggosip dan
membongkar aib saudaranya ketimbang membicarakan yang produktif dan kebaikan orang.
Bangsa ini perlu sesuatu yang produktif, dan itu bisa dimulai dari perbincangan yang bersifat
membangun dan produktif. Sebagai agamawan, ulama, ustad, ustazah atau siapapun
sepatutnya harus saling mengingatkan diantara untuk tidak menjadikan saudara kita
sebagai seorang kanibal. Imam Syafii berkata, "Siapa yang menasihati saudaranya
dengan tetap menjaga kerahasiaannya, berarti dia benar-benar menasihatinya dan
memperbaikinya. Sedang yang menasihati tanpa menjaga kerahasiaannya, berarti telah
mengekspos aibnya dan mengkhianatinya.

Saudaraku, kita ini adalah manusia yang lemah. Tidak ada manusia yang hidup
tanpa salah dan dosa di dunia ini (al insanu mahalul khoto wan nisyaan). Maka dari itu,
jadilah kita hamba-hamba Allah yang saling mengingatkan dan memaafkan kesalahan orang
lain, bukan malah menjadi hakim atas kesalahan dan aib orang lain. Menutup tulisan ini,
saya ingin mengutip syair dari Imam Syafei yang mengatakan Sebesar-besar aib
(keburukan) adalah kamu mengira keburukan orang lain sedangkan keburukan itu terdapat
dalam diri kamu sendiri

Wallahu Alam Bi Shawab

Anda mungkin juga menyukai