Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke masih merupakan suatu perhatian mayoritas dalam kesehatan


masyarakat. Stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung
dan kanker dan juga mengakibatkan disabilitas jangka panjang. Terdapat variasi
angka insidensi dan outcome stroke diberbagai negara. Insidensi stroke di Asia
umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan Amerika Serikat dan juga lebih
banyak terjadi pada negara Eropa bagian timur dibandingkan bagian barat. Angka
Insidensinya bervariasi dari 660/100.000 pria di Rusia sampai 303/100.000 pria di
Swedia (Ali dkk,2009; Carandang dkk, 2006; Goldstein dkk, 2006).
Di Indonesia, penelitian berskala cukup besar pernah dilakukan oleh ASNA
(ASEAN Neurological Association) di 28 Rumah Sakit (RS) seluruh Indonesia.
Studi epidemiologi stroke ini bertujuan untuk melihat profile klinis stroke dimana
dari 2065 pasien stroke akut, dijumpai rata-rata usia adalah 58,8 tahun (range 18-
95 tahun) dengan kasus pada pria lebih banyak dari pada wanita. Rata-rata waktu
masuk ke RS adalah lebih dari 48,5 jam (range 1-968 jam) dari onset. Rekuren
stroke dijumpai hampir pada 20% pasien dan frekuensi stroke iskemik adalah
yang paling sering terjadi (Misbach dkk, 2007).

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan penyakit stroke ?


1.2.2 Bagaimana cara pencegahan penyakit stroke ?
1.2.3 Apa yang menyebabkan seseorang terkena penyakit stroke ?

1.3 Tujuan
Dengan adanya makalah ini, sehingga perawat dapat memberikan pelayanan
Asuhan Keperawatan pada klien stroke.
2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar

2.1.1 Pengertian

Stroke adalah suatu sindroma yang mempunyai karakteristik suatu serangan


yang mendadak, nonkonvulsif yang disebabkan karena gangguan peredaran darah
ke otak non tromatik
Stroke, atau cedera serebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak.
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran
darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga
mengakibabatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.
Sedangkan menurut Hudak (1996), stroke adalah defisit neurologis yang
mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari
cardiovaskular disease.

2.1.2 Etiologi

2.1.2.1 Kurangnya suplai oksigen yang menuju otak


2.1.2.2 Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah otak.
2.1.2.3 Adanya sumbatan bekuan darah di otak

2.1.3 Faktor Resiko

2.1.3.1 Hipertensi
2.1.3.2 Hipotensi
2.1.3.3 Obesitas
2.1.3.4 Kolesterol darah tinggi
2.1.3.5 Riwayat penyakit jantung
2.1.3.6 Riwayat penyakit diabetes mellitus
2.1.3.7 Merokok

2.1.3.8 Stres

2.1.4 Patofisiologi

Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak akan
menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat
menyebabkan iskemik otak iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat
urang dari 10 15 menit dapat menyebabkan defisit sementara dan nukan defisit
permanen. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat
menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak.
3

Setiap defisit vokal permanen akan bergantung pada daerah otak mana yang
terkenan. Daerah otak yang terkena akan mengambarkan pembuluh darah otak
yang terkena. Pembuluh darah paling sering mengalami iskemik adalah arteri
serebral tengah dan arteri karotis internal. Defisit fokal permanen dapat tidak
diketahui juga klien pertama kali mengalami iskemik otak total yang dapat
teratasi.
Jika aliran darah ketiap bagian otak terhambat karena trumbus atau emboli,
maka terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan oksigen
dalam 1 menit dapat menunjukan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan
kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama
menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron neuron. Area yang mengalami
nekrosis di sebut infark.
Gangguan pada aliran darah otak akan menimbulkan gangguan pada
metabolisme sel sel neuron, di mana sel sel neuron tidak mampu menyimpan
glikogen sehingga kebutuhan metabolisme terganggu dari glukosa dan oksigen
yang terdapat pada arteri arteri yang menuju otak.
Perdarahan intrakranial termasuk perdarahan di dalam ruang subarakhnoid
atau ke dalam jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan timbulnya
penebalan dan degeneratif pembuluh darah yang dapat menyebabkan rupturnya
arteri serebral sehingga perdarahan menyebar dengan cepat dan menimbulkan
perubahan setempat serta ititasi pada pembuluh darah otak.
Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan trombus oleh fibrin
trombosit dan oleh tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai di
reabsorbsi. Ruptur ulang merupakan resiko serius yang terjadi sekitar 7 10 hari
setelah perdarahan pertama.

Ruptur ulang mengakibatkan berhentinya aliran darah ke bagian tertentu,


menimbulkan iskemia fokal, dan infark jaringan otak. Hal tersebut dapat
menimbulkan gegar otak dan kehilangan kesadaran, peningkatan tekanan cairan
serebrospinal (CSS), dan menyebabkan gesekan otak (otak terbelah sepanjang
serabut). Perdarahan mengisi ventrikel atau hematoma yang merusak jaringan
otak.
Perubahan siklus CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat meningkatkan
tekanan intrakranial yang dapat membahayakan jiwa denagn cepat. Peningkatan
tekanan intrakranial yang tidak di obati mengakibatkan herniasi unkus atau
serebellum. Di samping itu, terjadi bradikardia, hipertensi sistemik, dan
gangguan pernapasan.

2.1.5 Manifestas klinis


4

Gejala klinis yang timbul tergantung dari jenis stroke.


2.1.5.1 Gejala klinis pada stroke hemoragik berupa :
Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodromal yang
terjadi pada saat istirahat atau bangun pagi.
Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran
Terjadi terutama pada usia > 50 tahun.
Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya
gangguan pembuluh darah dan lokasinya.
2.1.5.2 Gejala klinis pada stroke akut berupa :
Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis)
yang timbul mendadak.
Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan
hemisensorik).
Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium,
letargi, stupor, atau koma).
Afasia (tidak lancar dan tidak dapat bicara).
Disartria (bicara pelo atau cadel).
Ataksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran).
Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala).

2.1.6 Komplikasi

2.1.6.1 Gangguan otak yang berat


2.1.6.2 Kematian bila tidak dapat mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskular.

2.1.7 Pencegahan

2.1.7.1 Hindari merokok, kopi dan alkohol


2.1.7.2 Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal
2.1.7.3 Batasi intake garam bagi penderita hipertensi
2.1.7.4 Batasi makanan berkolesterol dan lemak (daging, durian, alpukat, dll)
2.1.7.5 Pertahahnkan diet dengan gizi seimbang (banyak makan buah dan sayuran)
2.1.7.6 Olahraga yang teratur

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik

2.1.8.1 Pemeriksaan penunjang


Angiografi serebral. Membantu menentukan penyebab stroke
secara spesifik misalnya pertahanan atau sumbatan arteri.
Skan tomografi komputer. Mengetahui adanya tekanan normal dan
adanya trombosis, emboli serebral, dan tekanan intraknial (TIK).
TIK dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya
perdarahan subarakhnoid dan perdarahan intrakranial.
5

Magnetic Resonance Imaging (MRI). Menunjukkan daerah infark,


perdarahan, malformasi arteriovena (MAV).
Ultrasonografi doppler (USG doppler). Mengidentifikasi penyakit
arteriovena (masalah sistem arteri karotis {aliran darah atau
timbulnya plak}) dan arteriosklerosis.
Elektroensefalogram (EEG). Mengidentifikasi masalah pada
gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
Sinar tengkorak. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pienal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi
karotis interna terdapat pada trombosis serebral ;

kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan


subarakhnoid.
2.1.8.2 Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin
Gula darah
Urine rutin
Cairan serebrospinal
Analisa gas darah (AGD)
Biokimia darah
Elektrolit

2.1.9 Penatalaksanan Medis

2.1.9.1 Terapi stroke hemoragik pada serangan akut


Saran operasi diikuti dengan pemeriksaan
Masukkan klien ke unit perawatan saraf untuk dirawat di bagian
bedah saraf.
Penatalaksanaan umum dibagian saraf
Penatalaksanaan khusus pada kasus :
Subarachnoid hemorrhage dan intraventricular
hemorrhage
Kombinasi antara parenchymatous dan subarachnoid
hemorrhage
Parenchymatous hemorrhage.
Neurologis
Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya
Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan
kematian jaringan otak.
Terapi perdarahan dan perawatan pembuluh darah
Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis
kecil.
- Aminocaproic acid 100-150 ml0/0 dalam cairan
isotonik 2 kali selama 3-5 hari, kemudian 1 kali
selama 1-3 hari.
6

- Antagonis untuk pencegahan permanen: Gordox


dosis pertama 300.000 IU kemudian 100.000 IU 4 x
per hari IV; Contrical dosis pertama 30.000 ATU,
kemudian 10.000 ATU x 2 per hari selama 5-10 hari.
Natrii Etamsylate (Dynone) 250 mg x 4 hari IV sampai
10 hari.
Kalsium mengandung obat; Rutinium, Vicasolum,
Ascorbicum.
Profilaksis Vasospasme
- Calcium-channel antagonis (Nimotop 50 ml {10mg
per hari IV diberikan 2 mg per jam selama 10-14
hari})
- Awasi peningkatan tekanan darah sistolik klien 5-10
mg, koreksi gangguan irama jantung, terapi penyakit
jantung komorbid.
- Profilaksis hipostatis pneumonia, emboli arteri
pulmonar, luka tekan, cairan purulen, pada luka
kornea, kontraksi otot dini; lakukan perawatan
respirasi, jantung, penatalaksanaan cairan dan
elektrolit, kontrol terhadap tekanan edema jaringan
otak dan peningkatan TIK, perawatan klien secara
umum, dan penatalaksanaan pencegahan komplikasi.
- Terapi infus, pemantauan (monitoring) AGD,
tromboembolisme arteri pulmonal, keseimbangan
asam basa, osmolaritas darah dan urine, pemeriksaan
biokimia darah.
- Berikan dexason 8+4+4+4 mg IV (pada kasus tanpa
DM, perdarahan internal, hipertensi maligna) atau
osmotik diuretik (2 hari sekali Rheugloman [manitol]
15 0/0 200 ml IV diikuti oleh 20 mg Lasix minimal
10-15 hari kemudian).
Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan
kematian jaringan otak.
Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya.
7

3.1 Manajemen Keperawatan

3.1.1 Pengkajian

3.1.1.1 Perubahan pada tingkat kesadaran atau responsivitas yang dibuktikan oleh
gerakan, menolak terhadap perubahan posisi, dan respon terhadap
stimulus; berorientasi terhadap tempat.waktu, dan orang.
3.1.1.2 Adanya atau tidak adanya gerakan volunter atau involunter ekstremitas;
tonus otot; postur tubuh dan posisi kepala.
3.1.1.3 Kekakuan atau flaksiditas leher.
3.1.1.4 Pembukaan mata ukuran pupil komparatif dan reaksi pupil terhadap
cahaya dan posisi okular.
3.1.1.5 Warna wajah dan ekstremitas; suhu dan kelembaban kulit
3.1.1.6 Kualitas dan frekuensi nadi dan pernapasan; gas darah arteri sesuai
indikasi, suhu tubuh, dan tekanan arteri.
3.1.1.7 Kemampuan untuk bicara
3.1.1.8 Tanda vital
3.1.1.9 Volume cairan yang diminum atau diberikan dan volume urine yang
dikeluarkan setiap 24 jam.

3.1.2 Diagnosa Keperawatan

3.1.2.1 Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan


perfusi ventilasi dan perubahan membran alveolar-kapiler.
3.1.2.2 Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial.
3.1.2.3 Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan
neurovaskular
3.1.2.4 Resiko aspirasi yang berhubungan dengan kehilangan kemampuan untuk
menelan.
3.1.2.5 Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan gangguan
sirkulasi serebral
3.1.2.6 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan ketidakmampuan menelan sekunder terhadap
paralisis.

3.1.2.7 Kurang perawatan diri (mandi, gigi, berpakaian) yang berhubungan


dengan paralisis.

3.1.2.8 Resiko cedera atau trauma yang berhubungan dengan paralisis

3.1.3 Intervensi Keperawatan

Diagnosa 1 :
Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi ventilasi dan perubahan membran alveolar-kapiler.
8

Tujuan :

Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam, gangguan pertukaran gas


teratasi.

Kriteria hasil :

-Klien akan merasa nyaman

Intervensi Rasional
1. Istirahatkan klien dalam posisi 1. Posisi semifowler membantu
semifowler dalam ekspansi otot-otot
pernapasan dengan pengaruh
gravitasi.
2. Pertahankan oksigenasi NRM 8- 2. Oksigen sangat penting untuk
10 l/mnt reaksi yang memelihara suplai
ATP. Kekurangan oksigen
pada jaringan akan
menyebabkan lintasan
metabolisme yang normal
dengan akibat terbentuknya
asam laktat (asidosis
metabolik) ini akan bersama
dengan asidosis respiratorik
akan menghentikan
metabolisme. Regenarasi ATP
akan berhenti sehingga tidak
ada lagi sumber energi yang
terisi dan terjadi kematian.
3. Observasi tanda vital tiap jam atau 3. Normalnya tekanan darah akan
melindungi respon klien sama pada berbagai posisi.
Nadi menandakan tekanan
dinding arteri.

Diagnosa 2 :

Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan


peningkatan tekanan intrakranial.
9

Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan, klien tidak menunjukkan
peningkatan TIK.
Kriteria hasil :
-Klien tidak mengalami sakit kepala lagi dan merasa nyaman
-Mencegah cedera
-Peningkatan pengetahuan pupil membaik

Intervensi Rasional

1. Ubah posisi klien secara bertahap 1. Klien dengan paraplegia


berisiko mengalami luka
tekan (dekubitus). Perubahan
posisi setiap 2 jam dan
melindungi respon klien
dapat mencegah terjadinya
luka tekan akibat tekanan
yang lam karena jaringan
tersebut akan kekurangan
nutrisi dan oksigen yang
dibawa oleh darah.

2. Atur posisi klien bedrest 2. Bedrest bertujuan mengurangi


kerja fisik, beban kerja
jantung.

3. Jaga suasana tenang 3. Suasanan tenang akan


memberikan rasa nyaman
pada klien dan mencegah
ketegangan

4. Kurangi cahaya ruangan 4. Cahaya merupakan salah satu


rangsangan yang berisiko
terhadap peningkatan TIK.

5. Tinggikan kepala 5. Membantu drainase vena


untuk mengurangi kongesti
serebrovaskular.

6. Hindari rangsangan oral 6. Rangsangan oral berisiko


terjadi peningkatan TIK.
10

7. Kaji respon pupil: pergerakan mata


konjugasi diatur oleh saraf bagian
7. Perubahan pupil
korteks dan batang otak.
menunjukkan tekanan pada
saraf okulomotorius atau
optikus

8. Periksa pupil dengan senter 8. Saraf kranial VI atau saraf


berhubungan dengan
abdusen, mengatur dan
berhubungan dengan abduksi
mata.

Diagnosa 3 :
Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan
neurovaskular.
Tujuan :
Klien akan memiliki mobilitas fisik maksimal

Kriteria hasil :

-Tidak ada kontraktur otot


-Tidak terjadi penyusutan otot
-Efektif pemakaian alat

Intervensi Rasional

1. Kaji fungsi sensori dan motorik 1. Lobus frontal dan parietal


dengan mengobservasi setiap berisi saraf-saraf yang
ekstremitas secara terpisah mengatur fungsi motorik dan
terhadap kekuatan dan gerakan sensorik dan dapat
normal, respon terhadap rangsang. dipengaruhi oleh iskemia atau
perubahan tekanan.

2. Lakukan latihan secara teratur dan 2. Dapat terjadi dislokasi


letakkan telapak kaki klien dilantai panggul jika melatakkan kaki
saat duduk di kursi atau papan terkulai dan jatuh serta
11

penyanggah saat tidur di tempat mencegah fleksi.


tidur. Topang kaki saat mengubah
posisi dengan meletakkan bantai di
satu sisi saat membalikkan klien.

3. Letakkan tangan dalam posisi 3. Membantu klien latihan di


berfungsi dengan jari-jari sedikit tempat tidur berarti
fleksi dan ibu jari dalam posisi memberikan harapan dan
berhubungan dengan abduksi. mempersiapkan aktivitas di
kemudian hari akan perasaan
optimis sembuh.

Diagnosa 4 :
Resiko aspirasi yang berhubungan dengan kehilangan kemampuan untuk
menelan.
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1 x 24 jam klien tidak
menunjukkan tanda-tanda aspirasi.
Kriteria hasil :
-Tidak tersendak ketika makan, tidak batuk ketika makan, tidak demam.
-Tidak ada perubahan warna kulit.

Intervensi Rasional

1. Kaji tanda aspirasi seperti 1. Klien dengan himiplegia


demam, bunyi crackles, bunyi mengalami kelemahan menelan
ronkhi, bingung, penurunan sehingga resiko aspirasi
PaO2 pada AGD, memberikan
makan dengan oral dan NGT
dengan senter pada bagian pipi
dengan spatel, lemaskan otot
lidah, gunakan tisu lembut
dibawah mandibula dan angkat
ujung lidah dari belakang

2. Kaji perubahan warna kulit 2. Jika terjadi aspirasi klien akan


seperti sianosis, pucat mengalami kesulitan bernapas
sehingga terjadi gangguan
12

pertukaran gas yang di tandai


denga sesak napas, sianosis, dan
pucat.

Diagnosa 5 :
Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi
serebral.

Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan, klien akan dapat berkomunikasi
secara efektif.

Kriteria hasil :
-Klien memahami dan membutuhkan komunikasi.
-Klien menunjukkan pemahaman komunikasi dengan orang lain.

Intervensi Rasional

1. Lakukan terapi bicara 1. Komunikasi membantu


meningkatkan proses
penyampaian dan penerimaan
bahasa. Beberapa klien afasia
perlu terapi bicara sehingga
perlu dilakukan sedini
mungkin komunikasi akan
efektif. Klien yang memahami
bahasa akan merespon bahasa
atau pesan dari komunikasi.

2. Gunakan petunjuk terapi bicara


(jika klien tidak memahami
bahasa lisan, ulangi petunjuk
sederhana sampai mereka
mengerti seperti minum jus)
klien akan mendengar secara
perlahan dan jelas. Gunakan
13

komunikasi nonverbal.

Diagnosa 6 :
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan sekunder terhadap paralisis.
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan nutrisi terpenuhi melindungi
kebutuhan tubuh.
Kriteria hasil :
-Klien mengatakan keinginan untuk makan
-Makanan yang disediakan sesuai kebutuhan nutrisi habis.
-Berat badan dalam batas maksimal

Intervensi Rasional

1. Kaji kebiasaan makan klien 1. Kebiasaan makan klien akan


mempengaruhi keaadan
nutrisinya.

2. Catat jumlah makanan yang 2. Makanan yang telah


dimakan disediakan disesuaikan
dengan kebutuhan klien.

3. Kolaborasi dengan tim gizi dan 3. Pemberian makanan pada klien


dokter untuk penentuan kalori. Diet disesuaikan dengan
melindungi dengan ebab stroke kebutuhan nutrisi dan
seperti hipertensi, DM, dan penyakit diagnosis penyakit.
lainnya. Pemberian makan
disesuaikan usia, jenis
kelamin, BB dan TB,
aktivitas, suhu tubuh,
metabolik. Kebutuhan
karbohidrat disesuaikan
dengan kesanggupan tubuh
untuk menggunakannya.

Diagnosa 7:
Resiko cedera atau trauma yang berhubungan dengan paralisis.
Tujuan :
14

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 7 x 24 jam klien tidak akan


mengalami trauma.
Kriteria hasil :
-Tidak jatuh
-Tidak terdapat luka bakar atau luka lecet.

Intervensi Rasional

1. Pasang tempat tidur, gunakan 1. Pagar tempat tidur melindungi


cahaya yang cukup, anjurkan klien dengan hemiplegia
klien berjalan perlahan, dan terjatuh dari tempat tidur.
anjurkan periode istirahat saat Klien dengan gangguan
berjalan. sensasi resiko trauma.

2. Kaji adanya tanda trauma pada 2. Gangguan visual


kulit. meningkatkan resiko klien
dengan hemiplegia mengalami
trauma.

Diagnosa 8 :
Resiko cedera atau trauma yang berhubungan dengan paralisis.
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi selama 7 x 24 jam klien tidak akan mengalami
trauma.
Kriteria hasil :
-Tidak jatuh
-Tidak dapat terluka bakar atau lecet

Intervensi Rasional

1. Pasang pagar tempat tidur 1. Pagar tempat tidur melindungi


klien dengan hemiplegia terjatuh
dari tempat tidur.

2. Gunakan cahaya yang cukup, 2. Gangguan visual meningkatkan


anjurkan klien berjalan perlahan, resiko klien dengan hemiplegia
anjurkan periode istrahat saat mengalami trauma.
berjalan, kaji adanya trauma
pada kulit.
15

3.1.4 Implementasi

Implementasi merupakan langkah ke empat dalam tahap proses keperawatan


dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang
telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat
harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan
pada pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman
tentang hak-hak pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien. Dalam
pelaksaan tindakan terdapat dua jenis tindakan, yaitu tidakan jenis mandii dan
tindakan kolaborasi (Hidayat, 2004).

3.1.5 Evaluasi

Pada tahap ini yang perlu di evaluasi dari klien adalah mengacu pada tujuan
yang hendak dicapai.

3.1.6 Perencanaan pasien pulang

3.1.6.1 Berobat secara teratur ke dokter


3.1.6.2 Jangan menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa
petunjuk dokter
3.1.6.3 Minta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan
kondisi tubuh yang lemah atau lumpuh
3.1.6.4 Perbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah

3.1.6.5 Bantu kebutuhan klien


3.1.6.6 Multipasi klien agar tetap bersemangat dalam latihan fisik
3.1.6.7 Periksa tekanan darah secara teratur
3.1.6.8 Segera bawa klien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala
stroke
16

BAB 3

TINJAUAN KASUS

Ny. X (53 tahun) ibu rumah tangga dirawat di ruang penyakit dalam dengan
keluhan utama ditemukan pingsan di kamar mandi pada pagi hari oleh anaknya.
Klien mengatakan merasa pusing dan tiba-tiba pingsan. Klien langsung dibawa ke
RS oleh anaknya. Di RS dilakukan pemeriksaan TD= 180/110mmHg, N=97x/m,
R=18x/m, T= 36,8oC. Hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar kolesterol
klien 572mg/dL, GDS 220mg/dL. Klien memiliki riwayat hipertensi sejak 15 tahun
yang lalu, sekitar setahun yang lalu klien pernah melakukan mengalami serangan
stroke pertama dan dilakukan pemeriksaan CT-scant dan klien dinyatakan
mengalamai aterosklerosis. Ayah klien meninggal karena seranggan stroke, dan ibu
17

klien menderita diabetes melitus. Klien memiliki berat badan 75kg dan tinggi badan
155cm.

4.1 Pengkajian

4.1.1 Riwayat penyaki sekarang ( kapan timbulnya, lamanya serangan, gejala


yang timbul)

4.1.2 Riwayat penyakit dahulu Klien memiliki riwayat hipertensi sejak 15 tahun
yang lalu, sekitar setahun yang lalu klien pernah melakukan mengalami
serangan stroke pertama dan dilakukan pemeriksaan CT-scant dan klien
dinyatakan mengalamai aterosklerosis.

4.1.3 Riwayat penyakit keluarga Ayah klien meninggal karena seranggan


stroke, dan ibu klien menderita diabetes melitus.

4.1.4 Sirkulasi ( hipertensi, dan dibetes militus )

4.1.5 Neurosensorik ( pusing dan tiba-tiba pingsan )

4.1.6 Kenyamanan (pusing)

4.2 Pemeriksaan fisik

TD= 180/110mmHg, N=97x/m, R=18x/m, T= 36,8oC.

4.3 Analisa data

No Analisa data Etiologi Problem


1 DS : Klien mengatakan Kekurangan suplai Gangguan perfusi
merasa pusing dan oksigen yang menuju jaringan serebral
tiba-tiba pingsan. otak
DO : TTV :
TD=180/110mmHg,
18

N=97x/m,
R=18x/m,
T= 36,8oC.
Kolestrol : 572mg/dL,
GDS : 220mg/dL.
Klie memiliki BB : 75
Kg, dan TB : 155 cm.
Umur klien 53 tahun,
Klien mengalami
asterosklerosis

2 DS : - Penurunan kekuatan Gangguan mobilitas


DO : otot fisik
- Kelemahan,
- penurunan
kelemahan otot,
3 DS : klien dan / atau Kurangnya Kurangnya
keluarga akan menanyakan pengetahuan tentang pengetahuan dan
masalah kesehatan; perawatan stroke informasi
DO :
- sulit mengikuti
petunjuk
- tidak melakukan
pemeriksaan secara
akurat
- kurang mengenal
masalah
- kurang dapat
mengingat
- salah
menginterpretasikan
informasi
- keterbatasan
pengetahuan
- tidak tertarik belajar
- tidak familiar
terhadap sumber-
sumber informasi

4.4 Diagnosa Keperawatan


19

Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kurangnya suplai


oksigen ke otak.
Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan neurovaskular
Kurangnya pengetahuan tentang perawatan stroke yang berhubungan dengan
kurangnya informasi mengenai pencegahan, perawatan, dan pengobatan
stroke di rumah.

4.5 Prioritas Masalah

Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kurangnya suplai


oksigen ke otak.

4.6 Intervensi Keperawatan

Diagnosa 1 :

Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kurangnya suplai


oksigen ke otak.
Tujuan :
Gangguan pertukaran gas teratasi
Kriteria hasil :
Klien merasa nyaman

Intevensi Rasional
1. Istirahatkan klien dalam posisi 1. Posisi semifowler membantu
semifowler dalam ekspansi otot-otot
pernapasan dengan gravitasi
2. Pertahankan oksigenasi NRM 8- 2. Oksigen sangat penting untuk
10 I/mnt reaksi yang memelihara suplai
ATP. Kekurangan oksigen
pada jaringan akan
menyebabkan lintasan
metabolisme yang normal
dengan akibat terbentuknya
asam laktat (asidosis
metabolik) ini akan bersama
dengan asidosis respiratorik
akan menghentikan
metabolisme. Regenerasi ATP
akan berhenti sehingga tidak
20

ada lagi sumber energi yang


terisi dan terjadi kematian.
3. Observasi tanda vital tiap jam atau 3. Normalnya tekanan darah akan
melindungi respons klien sama pada berbagai posisi.
Nadi menandakan tekanan
dinding arteri. Nadi > 97
X/menit menunjukan
peningkatan elastisitas arteri,
yang akan menyebabkan
tarkikardi.
4. Kaji perubahan tanda vital 4. Perubahan tanda vital
menandakan peningkatan TIK
(Hickey, 1992 cit Carpenito,
1995).
Perubahan nadi dapat
menunjukan tekanan batang
otak pada awalnya melambat
kemudian untuk
mengonpensasi hipoksia. Pola
pernapasan beragam
melindungi gangguan pada
berbagai lokasi.
Pernapasan cheyne-srokes
(bertahap diikuti periode
abnea) menunjukan kerusakan
kedua hemisfer serebri,
mesenfalon, dan pons atas.

Diagnosa 2 :

Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan neurovaskular.

Tujuan :

Klien akan memiliki mobilitas fisik normal.

Kriteria hasil :
21

-Tidak ada kontraktur otot

- Tidak terjadi penyusutan otot

-Tidak ada ankilosis pada sendi

Intervensi Rasional
1. Kaji fungsi motorik dan sensorik 1. Lobus frontal dan parietal
dengan mengobservasi setiap berisi saraf-saraf yang
ekstremitas secara terpisah mengatur fungsi motorik dan
terhadap kekuatan dan gerakan sensorik dan dapat di
normal, respons terhadap pengaruhi oleh iskemia atau
rangsang. perubahan tekanan.
2. Ubah posisi klien setiap 2 jam 2. Mencegah terjadinya luka
tekan akibat tidur terlalu lama
pada satu sisi sehingga
jaringan yang tertekan akan
kekurangan nutrisi yang
dibawa darah melalui oksigen.
Jangan gunakan bantal
dibawah lutut saat klien posisi
telentang karena resiko
terjadinya hperekstensi pada
lutut. Tetapi letakkan gulungan
handuk dalam jangka waktu
singkat.

3. Topang kaki saat mengubah posisi 3. Dapat terjadi dislokasi


dengan meletakkan bantai di satu panggul jika melatakkan kaki
sisi saat membalikkan klien. terkulai dan jatuh serta
mencegah fleksi.

4. Bantu klien duduk atau turun dari 4. Klien hemiplegia mempunyai


tempat tidur ketidakseimbangan sehingga
22

perlu dibantu untuk


keselamatan dan keamanan

Diagnosa 3:

Kurangnya pengetahuan tentang perawatan stroke yang berhubungan dengan


kurangnya informasi mengenai pencegahan, perawatan, dan pengobatan
stroke di rumah.
Tujuan :

Keluarga akan mengerti tentang penyakit dan pengobatan klien

Kriteria hasil :

Keluarga mampu mendemostrasikan perawatan klien dirumah.

Intervensi Rasional
1. Tanyakan kesiapan klien dan 1. Kajikan kesiapan klien dan
keluarga klien mengikuti keluarga klien mengikuti
pembelajaran, termasuk pembelajaran, termasuk
pengetahuan tentang penyakit dan pengetahuan tentang penyakit
perawatan klien dan perawatan klien

2. Jelaskan tentang proses penyakit 2. Pemahaman tentang masalah


klien, penyebab dan akibatnya ini penting untuk
terhadap gangguan pemenuhan meningkatkan partisipasi
kebutuhan sehari-hari dan keluarga klien dalam proses
aktivitas sehari-hari perawatan klien

3. Jelaskan tentang pemberian obat, 3. Meningkatkan pemahaman dan


dosis, frekuensi dan cara partipasi keluarga klien dalam
pemberian serta efek samping pengobatan
yang mungkin timbul

4. Jelaskan dan tunjukan cara 4. Meningkatkan kemandirian


perawatan klien di rumah dan control keluarga klien
23

terhadap kebutuhan perawatan


diri klien

4.7 Implementasi

Implementasi merupakan langkah ke empat dalam tahap proses keperawatan


dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang
telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat
harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan
pada pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman
tentang hak-hak pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien. Dalam
pelaksaan tindakan terdapat dua jenis tindakan, yaitu tidakan jenis mandii dan
tindakan kolaborasi (Hidayat, 2004).

4.8 Evaluasi

Pada tahap ini yang perlu di evaluasi dari klien adalah mengacu pada tujuan
yang hendak dicapai.

Diagnosa 1 :
Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kurangnya suplai
oksigen ke otak.

S : klien mengatakan tidak mengalami sakit kepala dan tidak berdebar-debar

O : tanda-tanda vital dalam keadaan normal

A: masalah teratasi
24

P : pertahankan intervensi

Diagnosa 2 :

Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan neurovaskular

S : klien mengatakan sudah bisa melakukan aktivitas dengan baik

O : sudah tidak mengalami kelemahan dan kekuatan otot mulai membaik

A : masalah teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi.

Diagnosa 3 :

Kurangnya pengetahuan tentang perawatan stroke yang berhubungan dengan


kurangnya informasi mengenai pencegahan, perawatan, dan pengobatan
stroke di rumah.

S : klien mengatakan mengerti dan paham tentang penyakit dan pengobatan


klien

O: setelah dilakukan penjelasan, keluarga mampu mendemostrasikan


perawatan klien dirumah

A : keluarga mengerti dan masalah bisa teratasi

P : pertahankan intervensi

4.9 Perencanaan Pasien Pulang

4.9.1 Berobat secara teratur ke dokter


4.9.2 Jangan menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa
petunjuk dokter
4.9.3 Perbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah
4.9.4 Bantu kebutuhan klien
4.9.6. Multipasi klien agar tetap bersemangat dalam latihan fisik
4.9.7 Periksa tekanan darah secara teratur
25

4.9.8 Bawa klien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala stroke.

BAB 4

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Stroke masih merupakan suatu perhatian mayoritas dalam kesehatan


masyarakat. Stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung
dan kanker dan juga mengakibatkan disabilitas jangka panjang. Stroke ini juga dapat
disebabkan karena kebiasaan gaya hidup seseorang sehingga memicu munculnya
penyakit stroke.

Kasus stroke Ny. X yang dibahas dalam makalah ini adalah SNH atau Stroke
Non Hemoragik.Dari kasus tersebut ditemukan diagnosa keperawatan sebagai
berikut: Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kurangnya suplai
26

oksigeN ke otak.Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan


neurovaskular. Kurangnya pengetahuan tentang perawatan stroke yang berhubungan
dengan kurangnya informasi mengenai pencegahan, perawatan, dan pengobatan
stroke di rumah.

5.2 Saran

Sebagai perawat kita sangat diharuskan untuk memiliki pengetahuan dan


kemampuan yang kreatif serta dapat berpikir kritis dalam menangangi pasien.
Sehingga semua tindakan yang dilakukan dapat mencapai suatu hasil yang baik dan
pasien mendapat penanganan yang baik dan dapat berangsur pulih.

Anda mungkin juga menyukai