Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Rinitis didefinisikan sebagai peradangan dari membran hidung yang ditandai dengan gejala
kompleks yang terdiri dari kombinasi beberapa gejala berikut : bersin, hidung tersumbat, hidung gatal dan
rinore. Mata, telinga, sinus dan tenggorokan juga dapat terlibat. Rinitis alergi merupakan penyebab
tersering dari rinitis.

Rinitis alergi adalah peradangan pada membran mukosa hidung, reaksi peradangan yang
diperantarai IgE, ditandai dengan obstruksi hidung, sekret hidung cair, bersin-bersin, dan gatal pada
hidung dan mata. Rinitis alergi mewakili permasalahan kesehatan dunia mengenai sekitar 10 25%
populasi dunia, dengan peningkatan prevalensi selama dekade terakhir. Rinitis alergi merupakan kondisi
kronik tersering pada anak dan diperkirakan mempengaruhi 40% anak-anak. Sebagai konsekuensinya,
rinitis alergi berpengaruh pada kualitas hidup, bersama-sama dengan komorbiditas beragam dan
pertimbangan beban sosial-ekonomi, rinitis alergi dianggap sebagai gangguan pernafasan utama.

Tingkat keparahan rinitis alergi diklasifikasikan berdasarkan pengaruh penyakit terhadap kualitas hidup
seseorang. Diagnosis rinitis alergi melibatkan anamnesa dan pemeriksaan klinis yang cermat, lokal dan
sistemik khususnya saluran nafas bawah.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi rhinitis alergi

Rhinitis alergik merupakan bentuk alergi respiratorius yang paling sering ditemukan dan
diperkirakan diantarai oleh reaksi imunologi cepat (hipersensitive I). Rhinitis adalah suatu inflamasi
( peradangan ) pada membran mukosa di hidung. (Dipiro, 2005 ). Rhinitis adalah peradangan selaput
lendir hidung. ( Dorland, 2002 )

Sedangkan menurut WHO ARIA 2001adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rhinore,
rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantari oleh IgE.

2.2 Etiologi

2.2.1 Rinitis Alergi

Rinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara genetik
memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara jelas memiliki peran penting. Pada 20 30 %
semua populasi dan pada 10 15 % anak semuanya atopi. Apabila kedua orang tua atopi, maka risiko
atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai 50 %. Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu
alergen, yang terdapat di seluruh lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik
telah memiliki kecenderungan alergi.

Adapun alergen yang biasa dijumpai berupa alergen inhalan yang masuk bersama udara pernapasan
yaitu debu rumah, tungau, kotoran serangga, kutu binatang, jamur, serbuk sari, dan lain-lain.

Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap sensitisasi yang diikuti oleh reaksi
alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :

Immediate Phase Allergic Reaction, Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam setelahnya
Late Phase Allergic Reaction, Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat jam dengan puncak 6-8
jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam.

2
Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas :

- Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau,
serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur

- Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan
dan udang

- Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah

- Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan
kosmetik atau perhiasan

Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi alergi dibagi menjadi tiga tahap besar :

1. Respon Primer : terjadi eliminasi dan pemakanan antigen, reaksi non spesifik

2. Respon Sekunder : reaksi yang terjadi spesifik, yang membangkitkan system humoral, system selular
saja atau bisa membangkitkan kedua system terebut, jika antigen berhasil dihilangkan maka berhenti pada
tahap ini, jika antigen masih ada, karena defek dari ketiga mekanisme system tersebut maka berlanjut ke
respon tersier

3. Respon Tersier : Reaksi imunologik yang tidak meguntungkan

klasifikasi yang lebih baru menurut guideline dari ARIA, 2001 (Allergic Rhinitis and its Impact
on Asthma) disdasarkan pada waktu terjadinya gejala dan keparahannya adalah:

1. Berdasarkan lamanya terjadi gejala

Klasifikasi :

- Intermitten : Gejala dialami selama Kurang dari 4 hari seminggu, atau kurang dari 4 minggu setiap saat
kambuh.

- Persisten : Lebih dari 4 hari seminggu, atau lebih dari 4 minggu setiap saat kambuh.

2. Berdasarkan keparahan dan kualitas hidup

- Ringan : Tidak mengganggu tidur, aktivitas harian, olahraga, sekolah atau pekerjaan. Tidak ada
gejala yang mengganggu.

3
- Sedang sampai berat : Terjadi satu atau lebih kejadian di bawah ini:

1. Gangguan tidur

2. gangguan aktivitas harian, kesenangan, atau olah raga

3. gangguan pada sekolah atau pekerjaan

4. gejala yang mengganggu

2.2.2 Rinitis Nonalergi

1. Rinitis vasomotor

Keseimbangn vasomotor ini dipengaruhi berbagai hal :

a) Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti: ergotamin, klorpromazin,
obat antihipertensi, dan obat vasokontriktor lokal.

b) Faktor fisik, seperti iritasi asap rokok, udara dingin, kelembapan udara yang tinggi, dan bau yang
merangsang

c) Faktor endokrin, seperti : kehamilan, pubertas, dan hipotiroidisme

d) Faktor psikis, seperti : cemas dan tegang ( kapita selekta)

2. Rinitis Medikamentosa

Rinitis Medikamentosa merupakan akibat pemakaian vasokonstriktor topical (obat tetes hidung
atau obat semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung
yang menetap. Dapat dikatakan hal ini disebabkan oleh pemakaian obat yang berlebihan (Drug Abuse).

3. Rinitis Atrofi

Belum jelas, beberapa hal yang dianggap sebagai penyebabnya seperti infeksi oleh kuman
spesifik, yaitu spesies Klebsiella, yang sering Klebsiella ozanae, kemudian stafilokok, sreptokok,
Pseudomonas aeruginosa, defisiensi Fe, defisiensi vitamin A, sinusitis kronik, kelainan hormonal, dan
penyakit kolagen. Mungkin berhubungan dengan trauma atau terapi radiasi.

2.3 Klasifikasi rhinitis alergi

2.3.1 Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua:

4
a. Rhinitis akut (coryza, commond cold)

adalah peradangan membran mukosa hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh
suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali
terjadi pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.

b. Rhinitis kronis adalah

suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena
alergi, atau karena rinitis vasomotor.

2.3.2 Rhinitis berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi :

a. Rhinitis alergi

Rinitis alergi adalah penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan laki-laki
yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang disebabkan oleh alergi
terhadap partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung sari yang ada di udara. Meskipun bukan penyakit
berbahaya yang mematikan, rinitis alergi harus dianggap penyakit yang serius karena karena dapat
mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Tak hanya aktivitas sehari-hari yang menjadi terganggu,
biaya yang akan dikeluarkan untuk mengobatinya pun akan semakin mahal apabila penyakit ini tidak
segera diatasi karena telah menjadi kronis. Rhinitis alergi Adalah istilah umum yang digunakan untuk
menunjukkan setiap reaksi alergi mukosa hidung, dapat terjadi bertahun-tahun atau musiman.

Berdasarkan waktunya, Rhinitis Alergi dapat di golongkan menjadi:

1. Rinitis alergi musiman (Hay Fever)

Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari luar rumah,
seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk penyerbukannya, debu dan polusi
udara atau asap.

2. Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)

Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa (tahunan))
diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya kutu debu rumah, bulu
binatang peliharaan serta bau-bauan yang menyengat

c. Rhinitis Non Alergi

5
Rhinitis non allergi disebabkan oleh infeksi saluran napas (rhinitis viral dan rhinitis bakterial, masuknya
benda asing kedalam hidung, deformitas struktural, neoplasma, dan massa, penggunaan kronik
dekongestan nasal, penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan anti hipertensif.

Berdasarkan penyebabnya, rhinitis non alergi di golongkan sebagai berikut:

Tipe-tipe rinitis non alergi adalah:

1. Rinitis Infeksiosa

Rinitis infeksiosa biasanya disebabkan oleh infeksi pada saluran pernafasan Bagian atas,
baik oleh bakteri maupun virus. Ciri khas dari rinitis infeksiosa adalah lendir hidung yang bernanah, yang
disertai dengan nyeri dan tekanan pada wajah, penurunan fungsi indera penciuman serta batuk.

2. Rinitis Non-Alergika Dengan Sindroma Eosinofilia

Penyakit ini diduga berhubungan dengan kelainan metabolisme prostaglandin. Pada hasil
pemeriksaan apus hidung penderitanya, ditemukan eosinofil sebanyak 10-20%. Gejalanya berupa hidung
tersumbat, bersin, hidung meler, hidung terasa gatal dan penurunan fungsi indera penciuman
(hiposmia).

3. Rinitis Okupasional

Gejala-gejala rinitis hanya timbul di tempat penderita bekerja. Gejala-gejala rinitis biasanya
terjadi akibat menghirup bahan-bahan iritan (misalnya debu kayu, bahan kimia). Penderita juga sering
mengalami asma karena pekerjaan.

4. Rinitis Hormonal

Beberapa penderita mengalami gejala rinitis pada saat terjadi gangguan keseimbangan hormon
(misalnya selama kehamilan, hipotiroid, pubertas, pemakaian pil KB). Estrogen diduga
menyebabkan peningkatan kadar asam hialuronat di selaput hidung. Gejala rinitis pada kehamilan
biasanya mulai timbul pada bulan kedua, terus berlangsung selama kehamilan dan akan
menghilang pada saat persalinan tiba. Gejala utamanya adalah hidung tersumbat dan hidung berair.

5. Rinitis Karena Obat-obatan (rinitis medikamentosa)

Obat-obatan yang berhubungan dengan terjadinya rinitis adalah dekongestan topikal, ACE
inhibitor, reserpin, guanetidin, fentolamin, metildopa, beta-bloker, klorpromazin,gabapentin,
penisilamin, aspirin, NSAID, kokain, estrogen eksogen, pil KB.

6
6. Rinitis Gustatorius

Rinitis gustatorius terjadi setelah mengkonsumsi makanan tertentu, terutama makanan yang
panas dan pedas.

7. Rinitis Vasomotor

Rinitis vasomotor diyakini merupakan akibat dari terganggunya keseimbangan sistem


parasimpatis dan simpatis. Parasimpatis menjadi lebih dominan sehingga terjadi pelebaran dan
pembengkakan pembuluh darah di hidung. Gejala yang timbul berupa hidung tersumbat, bersin-bersin
dan hidung berair. Gangguan vasomotor hidung adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan
mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis. Rinitis vasomotor adalah
gangguan pada mukosa hidung yang ditandai dengan adanya edema yang persisten dan
hipersekresi kelenjar pada mukosa hidung apabila terpapar oleh iritan spesifik. Etiologi yang pasti
belum diketahui, tetapi diduga sebagai akibat gangguan keseimbangan fungsi vasomotor dimana
sistem saraf parasimpatis relatif lebih dominan. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang berlangsung temporer, seperti emosi, posisi tubuh, kelembaban udara, perubahan
suhu luar, latihan jasmani dan sebagainya, yang pada keadaan normal faktor-faktor tadi tidak dirasakan
sebagai gangguan oleh individu tersebut. Merupakan respon non spesifik terhadap perubahan
perubahan lingkungannya, berbeda dengan rinitis alergi yang mana merupakan respon terhadap
protein spesifik pada zat allergennya. Faktor pemicunya antara lain alkohol, perubahan temperatur /
kelembapan, makanan yang panas dan pedas, bau bauan yang menyengat ( strong odor ), asap rokok
atau polusi udara lainnya, faktor faktor psikis seperti : stress, ansietas, penyakit penyakit endokrin,
obat-obatan seperti anti hipertensi, kontrasepsi oral.

2.4 Patofisiologi

Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada mukosa hidung.
Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu individu yang kecenderungan
atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (Ig ) E. Pelepasan mediator sel mast yang
baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil, basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas
terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus,
edema, radang, gatal, dan vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut serta menyebabkan
hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan nonspesifik suatu pengaruh persiapan. (Behrman, 2000).

7
2.5 Manifestasi Klinis

1) Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin lebih dari 6
kali).

2) Berdasarkan gejala yang menonjol, dibedakan atas golongan yang obstruksi dan rinorea.
Pemeriksaan rinoskopi anterior menunjukkan gambaran klasik berupa edema mukosa hidung, konka
berwarna merah gelap atau merah tua, dapat pula pucat. Permukaanya dapat licin atau berbenjol. Pada
rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit, namun pada golongan rinorea, sekret yang
ditemukan biasanya serosa dan dalam jumlah banyak.

3) Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya bening dan
encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan jika berkembang menjadi
infeksi hidung atau infeksi sinus.

4) Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.

5) Badan menjadi lemah dan tak bersemangat.

6) Gejala memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur karena perubahan suhu yang ekstrim, udara
lembab, juga karena asap rokok dan sebagainya.

7) Keluhan subyektif yang sering ditemukan pada pasien biasanya napas berbau (sementara pasien
sendiri menderita anosmia), ingus kental hijau, krusta hijau, gangguan penciuman, sakit kepala, dan
hidung tersumbat.

8) Pada penderita THT ditemukan ronnga hidung sangat lapang, kinka inferiordan media hipotrofi atau
atrofi, sekret purulen hijau, dan krusta berwarna hijau

2.6 Insiden Rhinitis Alergi

Rinitis tersebar di seluruh dunia, baik bersifat endemis maupun muncul sebagai KLB. Di daerah
beriklim sedang, insidensi penyakit ini meningkat di musim gugur, musim dingin, dan musim semi. Di
daerah tropis, insidensi penyakit tinggi pada musim hujan. Sebagian besar orang, kecuali mereka yang
tinggal di daerah dengan jumlah penduduk sedikit dan terisolasi, bisa terserang satu hingga 6 kali setiap
tahunnya. Insidensi penyakit tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun dan akan menurun secara bertahap
sesuai dengan bertambahnya umur.

8
Rinitis merupakan salah satu penyakit paling umum yang terdapat di amerika Serikat, mempengaruhi
lebih dari 50 juta orang. Keadaan ini sering berhubungan dengan kelainan pernapasan lainnya, seperti
asma. Rhinitis memberikan pengaruh yang signifikan pada kualitas hidup. Pada beberapa kasus, dapat
menyebabkan kondisi lainnya seperti masalah pada sinus, masalah pada telinga, gangguan tidur, dan
gangguan untuk belajar. Pada pasien dengan asma, rinitis yg tidak terkontrol dapat memperburuk kondisi
asmanya.

Karena rinitis alergik ditimbulkan oleh tepung sari atau kapang (mold) yang terbawa angin, keadaan ini
dditandai oleh insiden musiman di Negara empat musim :

Awal musim semi- teung sari ( pollen) pohon (oak, elm,poplar)

Awal musim panas (rose fever) tepung sari rerumputan(Timothy, red-top)

Awal musim gugur tepung sari gulma (ragweed)

Setiap tahunya, serangan dimulai dan berakhir pada waktu yang kurang-lebih sama.

Spora kapang yang hangat dan lembab. Meskipun pola musiman yang kaku tidak terdapat, spora ini
muncul pada awal musim semi, bertambah banyak selama musim panas dan berkurang serta menghilang
menjelang turunnya salju yang pertama.

2.7 EVALUASI DIAGNOSIS

2.7.1 Anamnesis

Anamnesis sangat penting, karena seringkali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa. Hampir
50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala rinitis alergi yang khas adalah terdapatnya
serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau
bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses
membersihkan sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari lima
kali setiap serangan, terutama merupakan gejala pada RAFC dan kadang-kadang pada RAFL sebagai
akibat dilepaskannya histamin.

Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal,
yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Rinitis alergi sering disertai oleh
gejala konjungtivitis alergi. Sering kali gejala yang timbul tidak lengkap, terutama pada anak. Kadang-
kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan

9
oleh pasien.1 Gejala klinis lainnya dapat berupa popping of the ears, berdeham, dan batuk-batuk lebih
jarang dikeluhkan.

2.7.2 Pemeriksaan Fisik

Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai adanya
sekret encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa inferior tampak hipertrofi. Pemeriksaan
nasoendoskopi dapat dilakukan bila fasilitas tersedia. Gejala spesifik lain pada anak adalah terdapatnya
bayangan gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung.
Gejala ini disebut allergic shiner.

Selain dari itu sering juga tampak anak menggosok-gosok hidung, karena gatal, dengan punggung tangan.
Keadaan ini disebut sebagai allergic salute. Keadaan menggosok ini lama kelamaan akan mengakibatkan
timbulnya garis melintang di dorsumnasi bagian sepertiga bawah, yang disebut sebagai allergic crease. 1

Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi, sehingga akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan gigi geligi (facies adenoid). Dinding posterior faring tampak granuler dan edema
(cobblestone appearance), serta dinding lateral faring menebal. Lidah tampak seperti gambaran peta
(geographic tongue).

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang

a. In vitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan IgE
total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi
pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial
atau urtikaria. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari
suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi. Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno
Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno SorbentAssay Test).

Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai
pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi
inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN
menunjukkan adanya infeksi bakteri.

b. In vivo

10
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau
intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen
inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya.
Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat
diketahui.

Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat diandalkan. Diagnosis biasanya
ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi (Challenge Test).

Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada Challenge Test,
makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati
reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu
ketika gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan. 1

2.8 Penatalaksanaan

Hindari kontak & eliminasi, Keduanya merupakan terapi paling ideal. Hindari kontak dengan
alergen penyebab, sedangkan eliminasi untuk alergen ingestan (alergi makanan).

Simptomatik : Terapi medikamentosa yaitu antihistamin, dekongestan dan kortikosteroid

a. Antihistamin

Antihistamin yang sering digunakan adalah antihistamin oral. Antihistamin oral dibagi menjadi
dua yaitu generasi pertama (nonselektif) dikenal juga sebagai antihistamin sedatif serta generasi kedua
(selektif) dikenal juga sebagai antihistamin nonsedatif.

Efek sedative antihistamin sangat cocok digunakan untuk pasien yang mengalami gangguan tidur
karena rhinitis alergi yang dideritanya. Selain itu efek samping yang biasa ditimbulkan oleh obat
golongan antihistamin adalah efek antikolinergik seperti mulut kering, susah buang air kecil dan
konstipasi. Penggunaan obat ini perlu diperhatikan untuk pasien yang mengalami kenaikan tekanan
intraokuler, hipertiroidisme, dan penyakit kardiovaskular.

Antihistamin sangat efektif bila digunakan 1 sampai 2 jam sebelum terpapar allergen.
Penggunaan antihistamin harus selalu diperhatikan terutama mengenai efek sampingnya. Antihistamin
generasi kedua memang memberikan efek sedative yang sangat kecil namun secara ekonomi lebih mahal.

b. Dekongestan

11
Dekongestan topical dan sistemik merupakan simpatomimetik agen yang beraksi pada reseptor
adrenergic pada mukosa nasal, memproduksi vasokonstriksi. Topikal dekongestan biasanya digunakan
melalui sediaan tetes atau spray. Penggunaan dekongestan jenis ini hanya sedikit atau sama sekali tidak
diabsorbsi secara sistemik (Dipiro, 2005). Penggunaan obat ini dalam jangka waktu yang lama dapat
menimbulkan rhinitis medikamentosa (rhinitis karena penggunaan obat-obatan). Selain itu efek samping
yang dapat ditimbulkan topical dekongestan antara lain rasa terbakar, bersin, dan kering pada mukosa
hidung. Untuk itu penggunaan obat ini memerlukan konseling bagi pasien.

Sistemik dekongestan onsetnya tidak secepat dekongestan topical. Namun durasinya biasanya bisa lebih
panjang. Agen yang biasa digunakan adalah pseudoefedrin. Pseudoefedrin dapat menyebabkan stimulasi
sistem saraf pusat walaupun digunakan pada dosis terapinya (Dipiro, 2005). Obat ini harus hati-hati
digunakan untuk pasien-pasien tertentu seperti penderita hipertensi. Saat ini telah ada produk kombinasi
antara antihistamin dan dekongestan. Kombinasi ini rasional karena mekanismenya berbeda.

c. Nasal Steroid

Merupakan obat pilihan untuk rhinitis tipe perennial, dan dapat digunakan untuk rhinitis seasonal.
Nasal steroid diketahui memiliki efek samping yang sedikit. Obat yang biasa digunakan lainnya antara
lain sodium kromolin, dan ipatropium romide.

Operatif : Konkotomi merupakan tindakan memotong konka nasi inferior yang mengalami hipertrofi
berat. Lakukan setelah kita gagal mengecilkan konka nasi inferior menggunakan kauterisasi yang
memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.

Imunoterapi : Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi membentuk
blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat, berlangsung lama dan hasil
pengobatan lain belum memuaskan. Netralisasi tidak membentuk blocking antibody dan untuk alergi
ingestan.

2.9 Komplikasi

1. Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip hidung.

2. Otitis media. Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering residif dan terutama kita
temukan pada pasien anak-anak.

3. Sinusitis kronik . Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis alergi
melainkan adanya sumbatan pada hidung sehingga menghambat drainase.

12
BAB III

Kesimpulan

Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung. (Dipiro,
2005).Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. ( Dorland, 2002 )

Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas : Alergen Inhalan,Alergen Ingestan,Alergen


Injektan,Alergen Kontaktan, Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi alergi dibagi menjadi tiga
tahap besar : Respon Primer,Respon Sekunder,Respon Tersier

Penatalaksanaannya : Hindari kontak & eliminasi, Keduanya merupakan terapi paling ideal.
Hindari kontak dengan alergen penyebab, sedangkan eliminasi untuk alergen ingestan (alergi makanan).
Simptomatik : Terapi medikamentosa yaitu antihistamin, dekongestan dan kortikosteroid

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, arif dkk. 1993. Kapita Selekta Kedokteran Jilid.1 Edisi 3. jakarta : Media Aesculapius

2. Price, silvya A. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4. Jakarta : EGC

3. Smeltzer, suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC universitas indonesia

4. hendy.2010. Kumpulan askep.http://hendy-kumpulanaskep.blogspot.com/ ; Diakses tanggal 13


september pukul : 16.10

14

Anda mungkin juga menyukai

  • 436 1935 2 PB
    436 1935 2 PB
    Dokumen4 halaman
    436 1935 2 PB
    Rai
    Belum ada peringkat
  • 1665 3166 1 SM
    1665 3166 1 SM
    Dokumen12 halaman
    1665 3166 1 SM
    Morris Lintong Barimbing
    Belum ada peringkat
  • Dietetik Penyakit Infeksi Final SC
    Dietetik Penyakit Infeksi Final SC
    Dokumen339 halaman
    Dietetik Penyakit Infeksi Final SC
    Rajab Alimudin
    67% (3)
  • DBD
    DBD
    Dokumen2 halaman
    DBD
    Morris Lintong Barimbing
    Belum ada peringkat
  • Soal Baru
    Soal Baru
    Dokumen2 halaman
    Soal Baru
    Morris Lintong Barimbing
    Belum ada peringkat
  • 1469 4825 1 PB
    1469 4825 1 PB
    Dokumen9 halaman
    1469 4825 1 PB
    Morris Lintong Barimbing
    Belum ada peringkat
  • Heg PDF
    Heg PDF
    Dokumen64 halaman
    Heg PDF
    Regina Hershaa
    Belum ada peringkat
  • Referat Laringitis
    Referat Laringitis
    Dokumen22 halaman
    Referat Laringitis
    Juan Setiaji
    100% (1)
  • Rinitis Alergi Cover
    Rinitis Alergi Cover
    Dokumen1 halaman
    Rinitis Alergi Cover
    Morris Lintong Barimbing
    Belum ada peringkat
  • Lagu Paw 2016 Oktober
    Lagu Paw 2016 Oktober
    Dokumen2 halaman
    Lagu Paw 2016 Oktober
    Morris Lintong Barimbing
    Belum ada peringkat
  • Isi Laringitis
    Isi Laringitis
    Dokumen29 halaman
    Isi Laringitis
    Morris Lintong Barimbing
    Belum ada peringkat
  • Presentation Preskas Obat Premedikasi
    Presentation Preskas Obat Premedikasi
    Dokumen26 halaman
    Presentation Preskas Obat Premedikasi
    Captain Narong
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen4 halaman
    Kata Pengantar
    Morris Lintong Barimbing
    Belum ada peringkat
  • Penatalaksanaan Asma
    Penatalaksanaan Asma
    Dokumen27 halaman
    Penatalaksanaan Asma
    Iyah Geneh
    Belum ada peringkat
  • 2.1-Full
    2.1-Full
    Dokumen73 halaman
    2.1-Full
    Morris Lintong Barimbing
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi Tanpa 2.4.1.1
    Daftar Isi Tanpa 2.4.1.1
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi Tanpa 2.4.1.1
    Morris Lintong Barimbing
    Belum ada peringkat
  • Translate DFDFDFD
    Translate DFDFDFD
    Dokumen2 halaman
    Translate DFDFDFD
    Morris Lintong Barimbing
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar DPT
    Kata Pengantar DPT
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar DPT
    Morris Lintong Barimbing
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen4 halaman
    Kata Pengantar
    Morris Lintong Barimbing
    Belum ada peringkat
  • Heg PDF
    Heg PDF
    Dokumen64 halaman
    Heg PDF
    Regina Hershaa
    Belum ada peringkat
  • 2.1-Full
    2.1-Full
    Dokumen73 halaman
    2.1-Full
    Morris Lintong Barimbing
    Belum ada peringkat
  • Chapter II PDF
    Chapter II PDF
    Dokumen24 halaman
    Chapter II PDF
    Viona Aprilia
    Belum ada peringkat
  • Biokimia
    Biokimia
    Dokumen59 halaman
    Biokimia
    Rizky Amanda Girsang
    Belum ada peringkat
  • New Microsoft Word Document
    New Microsoft Word Document
    Dokumen44 halaman
    New Microsoft Word Document
    Morris Lintong Barimbing
    Belum ada peringkat
  • Lagu Paw 2016 Oktober
    Lagu Paw 2016 Oktober
    Dokumen2 halaman
    Lagu Paw 2016 Oktober
    Morris Lintong Barimbing
    Belum ada peringkat
  • Dasar Dasar Bioetika
    Dasar Dasar Bioetika
    Dokumen6 halaman
    Dasar Dasar Bioetika
    Jhost Clinton Purba
    Belum ada peringkat
  • Fadfadfad
    Fadfadfad
    Dokumen1 halaman
    Fadfadfad
    Morris Lintong Barimbing
    Belum ada peringkat
  • Lagu Paw 2016 Juni CG
    Lagu Paw 2016 Juni CG
    Dokumen1 halaman
    Lagu Paw 2016 Juni CG
    Morris Lintong Barimbing
    Belum ada peringkat
  • Lagu Paw 2016
    Lagu Paw 2016
    Dokumen2 halaman
    Lagu Paw 2016
    Morris Lintong Barimbing
    Belum ada peringkat