4.1 Pembakaran
(d) Aplikasi
Pembakaran biomassa merupakan penggunaan biomassa termudah untuk mendapatkan
panas, dan digunakan secara luas karena pengalaman teknologi bahan bakar fosil yang ada
dapat diaplikasikan, karena penghasilan NOx, SOx, HCl dan dioksin adalah rendah, yang
merupakan kelebihan pembakaran biomassa dan juga karena kemampuan terbakarnya juga
sangat baik. Panas pembakaran digunakan untuk pembangkit listrik dan produksi panas
melalui pengembalian kembali panas dari media pemindah panas seperti uap dan air panas
menggunakan ketel kukus dan konverter panas.
Dalam penyediaan air panas dan pusat energi untuk kompleks industri, kogenerasi
Mizutani, Y. in Nensho Kogaku, 3ed., Morikita Shuppan, 2002, pp. 169-181 (dalam bahasa
Jepang)
4.1.2 CHP
(e) Contoh
Salah satu contoh fasilitas CHP berskala kecil yang menggunakan biomassa kayu
disajikan di bawah. Di dalam fasilitas ini, sisa kayu dari pabrik digunakan sebagai bahan bakar,
pirolisis dan gasifikasi, sedangkan listrik, udara panas, air panas dan air dingin disuplai ke
pabrik. Diagram alir proses disajikan dalam Gambar 4.1.1.
Gambar 4.1.1. Skema diagram alir CHP kecil menggunakan biomassa kayu.
Output daya listrik kotor adalah 175 kW dan output daya bersih adalah 157 kW. Output
panas adalah 174 kW (150 Mcal/jam) sebagai udara panas (67C), 116 kW (100 Mcal/jam)
- 111- Asian Biomass Handbook
sebagai air panas (80C) dan 70 kW (60 Mcal/jam) sebagai air dingin (7C). Efisiensi energi
dalam fasilitas dapat ditingkatkan dengan menggunakan panas yang awalnya dibuang sebagai
gas buang dan air pendingin.
4.1.3 Ko-pembakaran
(a) Apa itu ko-pembakaran
(b) Sasaran
Jika biomassa kayu dengan persentase 5-10% dibakar di dalam pembangkit listrik
pembakaran batu bara (rasio bahan bakar campuran disajikan berdasarkan nilai kalori),
tujuannya adalah untuk mendapatkan operasi yang stabil dan memenuhi standar lingkungan
dan pada waktu yang sama meminimalkan setiap pengurangan efisiensi produksi. Dengan
tujuan untuk menghasilkan efisiensi sekitar 40% seperti yang diproduksi dalam pembangkit
listrik pembakaran batu bara, maka pengurangan efisiensi pada ujung pengiriman harus
dibatasi sebesar 0.5% saat laju pembakaran campuran bahan bakar adalah 5% (dan sekitar
0.8% saat laju pembakaran campuran bahan bakar adalah 10%).
Gambar 4.1.2 menunjukkan diagram alir alat pra perlakuan biomassa. Biomassa kayu
yang terdiri atas kayu tipis dan serpihan bambu yang berasal dari daerah Chugoku dengan
ukuran tidak lebih dari 50 mm dan kadar air sebanyak 50 wt%. Serpihan ini kemudian
dihancurkan dengan ukuran yang sesuai untuk pengeringan (tidak melebihi 20 mm) dan
dikeringkan sehingga kandungan air 20% atau kurang. Selanjutnya, 2 jenis semprotan
dikombinasikan untuk menyeragamkan ukuran kepingan itu sampai 1~5 mm, dan bahan
tersebut kemudian dikirim ke dalam tanur dengan menggunakan pengumpan kuantitas tetap.
Laju pembakaran campuran bahan bakar adalah maksimum pada 15%. Dua jenis pembakar
telah digunakan: pembakar sesumbu campuran batu bara dan biomassa dan pembakar khusus
biomassa (diinstal secara terpisah).
(e) Hasil
Gambar 4.1.3 menunjukkan beberapa hasil uji. Jika proporsi bahan bakar campuran
dinaikkan, bahan tak terbakar dan nilai relatif NOx akan menurun baik pada pembakar
sesumbu maupun pada pembakar yang terpasang secara terpisah. Pengurangan bahan tak
terbakar mengindikasikan bahwa campuran biomassa volatil tinggi telah menyebabkan suhu
sekitar meningkat dan efisiensi pembakaran bahan bakar itu sendiri juga meningkat. Laju
penurunan NOx lebih rendah dari nilai yang diperkirakan berdasarkan laju penurunan kadar N
didalam bahan bakar.
(f) Efisiensi
Berdasarkan hasil uji pembakaran, alat dasar dan komposisi sistem untuk aplikasi pada
pembangkit listrik pembakaran batu bara yang ada (telah dipilih 3 unit dengan 75-500 MW)
telah dikaji dan efisiensi pembangkit listrik dan biaya produksi telah dinilai. Faktor-faktor
yang dapat menyebabkan pembakaran bahan bakar campuran mempengaruhi efisiensi
produksi listrik adalah disebabkan perubahan pada efisiensi ketel kukus dan daya bantu.
Serpihan kayu tipis dengan kadar air 30% dan ukuran serpihan 50 mm atau kurang dikeringkan
secara alami di tanah hutan, berikutnya dikirim ke stasiun listrik, kayu ini akan diubah menjadi
biomassa serpihan dengan 20% kadar air dan ukuran partikel 2 mm diikuti dengan
penggilingan dan pengiriman, serta dibakar di dalam ketel kukus, efisiensi ketel kukus
menurun sedikit disebabkan oleh kadar air di dalam biomassa kayu tersebut. Mengenai daya
bantu pembangkit listrik, dari hasil uji coba dan juga berdasarkan estimasi daya penghancuran
yang menggunakan alat two-stage shock crusher, nilai penurunan dan efisiensi
masing-masing adalah sebesar 0.44% dan 0.77% ketika rasio campuran bahan bakar adalah
5% dan 10%, dan nilai-nilai tersebut berada dalam jangkauan target, yaitu sebesar 0.5% dan
0.8%. Selain itu, perbandingan biaya antara pembakaran biomassa kayu (10 MW) dan
pembakaran campuran bahan bakar adalah sebagai berikut: biaya pembakaran campuran
bahan bakar adalah lebih murah dibandingkan pembakaran khusus (11.3 yen/kWh), maka
keunggulan pembakaran campuran bahan bakar dibenarkan.
4.2.1 Definisi
Proses untuk mengonversi bahan baku biomassa padat menjadi bahan bakar gas atau
bahan baku gas kimia (syngas) disebut gasifikasi atau gasifikasi termokimia.
Sakai, M. dalam "Baiomasu, Enerugi, Kankyo", Saka, S. Ed, IPC, 2001, pp.409-421 (dalam
bahasa Jepang)
Takeno, K. dalam "Baiomasu Enerugi Riyono Saishin Gijutsu", Yukawa, H. Ed. CMC, 2001,
pp.59-78 (dalam bahasa Jepang)
Sakai, M. "Baiomasuga Hiraku 21 Seiki Enerugi", Morikita Shuppan (1998) (dalam bahasa
Jepang)
Komponen kimia utama dari biomassa adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin.
Gambar 4.3.1 menunjukkan komposisi yang berubah selama pirolisis. Selulosa, hemiselulosa
dan lignin terdekomposisi seiring dengan kenaikan suhu. Residu padat adalah arang dengan
hasil antara 10 sampai 25%.
4.3.5 Produk
Cairan, gas dan arang diperoleh dengan pirolisis. Cairan memiliki kelembaban tinggi
yang berasal dari kelembaban asli (80-40%) dan
air yang dihasilkan (14-17%), dan itu
merupakan campuran air dan bahan organik
polar. Nilai pemanasannya yang lebih tinggi
adalah sekitar 12,5-21 MJ/kg. Hubungan antara
viskositas dan nilai pemanasan cairan
ditunjukkan pada Gambar 4.3.2. Kadar air tinggi
menghasilkan viskositas rendah dan nilai
pemanasan yang lebih rendah. Selain itu, cairan
tersebut tidak stabil, dan diperlukan
Gambar 4.3.2. Hubungan antara viskositas dan
pengembangan. nilai kalor cairan pirolisis.
Gas pirolisis memiliki banyak CO2, dan
CO, H2, C1-5 hidrokarbon sebagai gas yang mudah terbakar. Arang memiliki nilai pemanasan
yang paling tinggi, yaitu 32 MJ/kg, dan cocok sebagai bahan baku untuk karbon aktif. Namun,
semua arang biasanya digunakan sebagai sumber panas untuk sistem pirolisis.
Miura, M.; Kaga, H.; Sakurai, A.; Takahashi, K. Rapid pyrolysis of wood block by microwave
heating, J. Anal. Appl. Pyrolysis, 71, 187-199 (2004)
4.4 Karbonisasi
Pomeroy, C. F. Biomass Conversion processes for Energy and Fuels, Sofer, S. S., Zaborsky,
O. R. Eds., pp. 201-211, Plenum (1981)
Suzuki, T.; Miyamoto, M.; Luo, W.-M.; Yamada, T.; Yoshida, T. in Science in Thermal and
Chemical Biomass Conversion, Vol. 2, Bridgwater, A. V.; Boocock, D. G. B., Eds.,
CPL Press, 2006, pp. 1580-1591
Suzuki, T.; Suzuki, K.; Takahashi, Y.; Okimoto, M.; Yamada, T.; Okazakik N.; Shimizu, Y.;
Fujiwara, M. Nickel-catalyzed carbonization of wood for coproduction of functional
carbon and fluid fuels I., J. Wood Sci., 53, 54-60 (2007)
Ketika pemulihan panas dibuat dengan benar, efisiensi energi yang tinggi adalah mungkin.
Efisiensi energi lebih dari 70% termasuk listrik dan kehilangan panas pada penukar panas telah
ditunjukkan oleh proses perhitungan detail.
Kruse, A.; Henningsen, T.; Sinag, A.; Pfeiffer, J. Biomass gasification in supercritical water:
Influence of the dry matter content and the formation of phenols, Ind. Eng. Chem. Res.,
42, 3711-3717(2003) Matsumura, Y.; Minowa, T.; Potic, B.; Kersten, S. R. A.; Prins,
W.; van Swaaij, W. P. M.; van de Beld, B.; Elliott, D. C.; Neuenschwander, G. G.;
Kruse, A.; Antal, M. J. Jr. Biomass gasification in near- and super-critical water: Status
and prospects, Biomass Bioenergy, 29, 269-292 (2005)
Xu, X.; Matsumura, Y.; Stenberg, J.; Antal, M. J., Jr. Carbon-catalyzed gasification of organic
feedstocks in supercritical water, Ind. Eng. Chem. Res., 35, 2522-2530(1996)
Yu, D.; Aihara, M.; Antal, M.J., Jr. Hydrogen production by steam reforming glucose in
supercritical water, Energy Fuels, 7, 574-577 (1993)
Dote, Y., et al., Analysis of oil derived from liquefaction of sewage sludge, Fuel, 71,
1071-1073 (1992)
Ergun, S., Bench-scale studies of biomass liquefaction with prior hydrolysis, U.S. DOE Report
LBL-12543 (1982)
Goudriaan, F., et al., Thermal efficiency of the HTU-processes for biomass liquefaction,
Progress in Thermochemical Biomass Conversion, 1312-1325 (2001)
Minowa, T., et al., Cellulose decomposition in hot-compressed water with alkali or nickel
catalyst, J. Supercritical Fluid, 13, 243-259 (1998)
Ogi, T., et al., Characterization of oil produced by the direct liquefaction of Japanese oak in an
aqueous 2-propanol solvent system, Biomass & Bioenergy, 7, 193-199 (1994)
Suzuki, A., et al., Oil production from sewage sludge by direct thermochemical liquefaction
using a continuous reactor, Gesuido Kyokaisi, 27, 104-112 (1990) (dalam bahasa
Jepang)
Gambar 4.7.1. Proses superkritis metanol dua langkah yang mengadopsi tahap re-esterifikasi.
Boocock D.G. Biodiesel fuel from waste fats and oils: A process for converting fatty acids and
triglycerides, Proc. of Kyoto Univ Intl Symp. on Post-Petrofuels in the 21st Century,
Prospects in the Future of Biomass Energy, Montreal, Canada, 171-177 (2002)
Kusdiana, D.; Saka, S. Two-step preparation for catalyst-free biodiesel fuel production;
hydrolysis and methyl esterification, Appl. Biochem. Biotechnol., 115, 781-791 (2004)
Saka, S. All about Biodiesel, IPC Publisher, 2006, pp.1-461 (dalam bahasa Jepang)