PENDAHULUAN
Definisi sosiologi (1839) yang berasal dari kata latin socius yang berarti kawan dan
kata Yunani Logos yang berarti kata atau bicara. Jadi sosiologi berarti bicara
Dr. Soerdjono menyatakan bahwa Hukum adalah gejala sosial,ia baru berkembang di
Hal ini berlangsung karena manusia senantiasa hidup bersama, saling ketergantungan.
Sosiologi hukum : adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara empiris dan analitis
mempelajari hubungan timbal-balik antara hukum sebagai gejala sosial, dengan gejala-gejala
social lain. Ini karena sejak dilahirkan di dunia ini manusia telah sadar bahwa dia merupakan
bagian dari kesatuan manusia yang lebih besar dan lebih luas lagi dan bahwa kesatuan manusia
tadi memiliki kebuyaan. Selain itu, manusia sebetulnya telah mengetahui, bahwa kehidupan
mereka dalam masyarakat pada hakikatnya diatur oleh bermacam-macam aturan dan pedoman.
norma hokum itu tumbuh dari pratek-pratek yang dijalankan oleh anggota masyarakat dalam
hubungan satu sama lain yaitu pratek-pratek yang dituntut oleh pertimbangan memberi dan
menerima dalam hubungan mereka satu sama lain yang diukur oleh pertimbangan kepatutan.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah hukum sosiologi ?
3. aspek aspek yang mempengaruhi sosiologi hukum dalam menjalankan fungsi dan peranan
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pengertian hukum sosiologi dalam
hidup bermasyarakat.
2. Tujuan Khusus.
a. Untuk mengetahui fungsi dan peranan hukum sosiologi dalam kehidupan bermasyarakat .
b. Untuk mengetahui aspek aspek yang mempengaruhi sosiologi hukum dalam menjalankan
D.Manfaat
Sosiolog hukum bertujuan untuk memberi penjelasan terhadap pratek-pratek
sebagainya.
apa yang berpengaruh, latar belakang dan sebagainya. Cara ini oleh Max Weber
menerima tingkah laku yang tampak dari luar saja, melainkan ingin memperoleh
pula penjelasan yang bersifat internal, yaitu yang meliputi motif motif tingkah laku
seseorang.
1. Sosiologi hukum senantiasa menguji keabsahan empiris, dengan usaha mengetahui antara isi
2. Sosiologi hukum menjelaskan terhadap objek yang di pelajarinya, tidak pada hukum. Maka
penekananya adalah bahwa sosiologi hukum tidak memberikan penilaian melainkan mendekati
hukumdari segi obyektivitas semata dan bertujuan untuk memberikan penilaian terhadap
fenomena hukum yang nyata. (kerana sifat sosiologi mengamati hubungan prilaku) Sosiologi
1. Bersifat empiris yaitu didasarkan pada observasi terhadap kenyataan, tidak bersifat spekulatif.
2. Bersifat teoritis yaitu menyusun abstraksi dari hasil observasi,bertujuan untuk menjelaskan
3. Bersifat kumulatif yaitu bahwa teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori yang sudah ada
4. Bersifat non-etis, yakni tidak mempersoalkan soal baik-buruk fakta, akan tetapi menjelaskan
ISI
Didalam suatu kestabilan masyarakat dapat kita perhatikan bahwa di dalam masyarakat
kita harus mengetahui dan mengembangkan taraf hidup bersosiologi antar masyarakat .
Oleh karena itu , dalam bersosialisasi bermasyarakat terdapat beberapa konflik dalam
Menurut Definisi kerja Coser konflik adalah "perjuangan mengenai nilai serta tuntutan
atas status, kekuasaan dan sumber daya yang yang bersifat langka dengan maksud menetralkan,
mencederai atau melenyapkan lawan. Kajian Coser terbatas pada fungsi positif dan konflik, yaitu
dampak yang mengakibatkan peningkatan dalam adaptasi, hubungan sosial atau kelompok
1.Setiap masyarakat senantiasa berada di dalam proses perubahan yang tidak pernah berakhir,
atau dengan pe-nataan lain, perubahan sosial merupakan gejala yang melekat di dalam setiap
masyarakat.
2. Setiap masyarakat mengandung konflik-konflik di dalam dirinya, atau dengan perkataan lain
4. Setiap masyarakat terintegrasi di atas penguasaan atau dominasi oleh sejumlah orang atas
Teori konflik melihat masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang
ditandai oleh pertentangan yang terus menerus diantara unsur-unsurnya. Teori konflik melihat
bahwa setiap elemen institusi memberikan sumbangan terhadap disintegrasi sosial.Teori konflik
menilai keteraturan yang terdapat dalam masyarakat disebabkan karena adanya tekanan atau
Konsep sentral teori ini adalah wewenang dan posisi. Tugas utama menganalisa konflik
adalah mengidentifikasi berbagai peranan kekuasaan dalam masyarakat. Dalam situasi konflik
seseorang individu akan menyesuaikan diri dengan peranan yang diharapkan oleh golongannya
(George Ritzer: 29-30).Aspek terakhir konflik Dahrendorf adalah mata rantai antara konflik dan
mengadakan perubahan dalam struktur sosial. Kalau konflik itu terjadi secara hebat maka
perubahan yang akan terjadi perubahan yang timbul akan bersifat radikal. Begitu pula dengan
konflik itu disertai oleh penggunaan kekerasan maka perubahan struktural akan efektif (George
Ritzer: 33).Teori konflik menurut Karl Marx terletak pada teorinya mengenai kelas, Marx
berpendapat bahwa sejarah masyarakat hingga kini adalah sejarah perjuangan kelas,dengan
munculnya kapitalisme terjadi perpisahan tajam antara mereka yang memiliki alat produksi dan
Sunarto: 241).
Menurut Ralf Dahrendorf, dalam tulisannya mengenai kelas dan konflik kelas dalam
masyarakat industri. Menurutnya perubahan sosial tidak hanya datang dari dalam tetapi juga
diluar masyarakat; bahwa perubahan dari dalam tidak selalu disebabkan konflik sosial dan bahwa
disamping konflik kelas terdapat pula konflik sosial yang berbentuk lain, ia pun mengamati
bahwa konflik tidak selalu menghasilkan evolusi, selanjutnya Dahrendorf mencatat bahwa
Menurut teori konflik versi Dahrendorf masyarakat terdiri atas organisasi-organisasi yang
didasarkan pada kekuasaan (dominasi satu pihak oleh pihak yang lain atas dasar paksaan) yang
paksa). Karena kepentingan kedua pihak dalam asosiasi tersebut berbeda pihak penguasa
berkepentingan untuk memperoleh kekuasaan, maka dalam asosiasi akan terjadi polarisasi dan
Teori konflik menyatakan bahwa barang yang berharga, seperti kekuasaan dan
wewenang, benda-benda material, dan apa yang menghasilkan kenikmatan, agak langka
sehingga tidak dapat di bagi sama rata diantara rakyat. Maka dengan telah muncul golongan-
golongan dan kelompok-kelompok oposisi, yang merasa diri dirugikan dan meng-inginkan porsi .
lebih besar dari dirinya sendiri atau hendak menghalang-halangi atau mencegah pihak lain dari
Konflik horizontal menyebar di Indonesia seperti wabah penyakit menular. Sistem politik
Indonesia sejak reformasi 1998 yang diharapkan dapat merubah wacana demokrasi Indonesia
baru, ternyata harus dibayar mahal. Kepentingan politik masih dominan mengancam, sehingga
batas demokrasi, kebebasan Pers dan supermasi sipil dan hukum menjadi kebablasan dan
formalistik. Kebijakan ekonomi kerakyatan, ternyata tak mendapat simpati masyarakat, karena
pada prakteknya semua tak menyentuh prioritas kepentingan publik. Nilai rupiah dan fluktuasi
harga tidak menentu, kesulitan mencari nafkah, pekerjaan sehingga jurang antara kaya dan
Pengungsian dan kelaparan mencapai 1 juta jiwa akibat konflik yang terjadi di berbagai
daerah dalam negeri, seperti Aceh, Sambas, NTT, Ambon, Sulawesi Tengah, dan Poso.Di sana
sini banyak terjadi pergolakan politik yang menimbulkan konflik sosial.Masyarakat kehilangan
pijakan dan kepercayaan diri, emosi sosial meningkat tak tahu akan menyalahkan siapa.
Akibnatnya antar warga masyarakat saling curiga,solidaritas sosial menurun, sehingga timbul
tragedi kemanusiaan yang panjang dan pada akhirnya mengancam integritas bangsa secara
lumrah kalau adat istiadat itu selalu berubah sesuai dengan tuntutan hidup.
Akan tetapi bukan berarti hukum adat masyarakat itu tak berlaku atau mati, melainkan ia
tetap hidup dalam jiwa mereka. Jadi perubahan adat tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak
pihak untuk mengubah penguasaan dan pemanfaatan tanah yang ada diwilayah mereka. Sebagai
kenyataan pengalaman akhir-akhir ini menunjukkan adanya konflik-konflik soal tanah yang
terjadi di sekitar kegiatan pembangunan. Oleh karena itu perlu penataan posisi hukum adat terasa
semakin mendesak dan segera dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi
kegiatan pembangunan dari berbagai sektor yang cenderung menyentuh kepentingan masyarakat
adat.
Hukum adat yang sebetulnya majemuk itu bersifat "terbuka", mengedepankan upaya
musyawarah antar orang-orang yang berkepentingan, dan partisipatif. Sebenarnya hukum adat
cukup adaptif dan lentur terhadap perubahan, sepanjang perubahan perubahan itu melalui hasil
konsensus bersama, melalui cara-cara yang terbuka dalam musyawarah. Prinsip Hukum adat
selalu mengutamakan keadilan bagi sesama warga yang mendukungnya. Oleh karena itu hukum
adat mesti diakui, dipelihara dan dibangun melalui proses pemahaman yang berlandaskan pada
tujuan untuk maju dan sejahtera bersama secara merata.Mengenai titik persoalan konflik
pertanahan pada akhir-akhir ini tidak lepas dari benturan pemahaman pihak-pihak terhadap status
Tanah hak ulayat yang secara realistik keluar dari fungsinya sebagai lahan jaminan kesejahteraan
bersama, sumber kebutuhan taktis, dan sebagai sumber dana dalam setiap upaya pemenuhan
Sementara itu hak ulayat menurut hukum adat adalah hak atas tanah oleh suatu
klen/kerabat masyarakat adat. Termasuk juga penguasaan hukum adat terhadap kali (sungai),
danau, pantai serta tumbuh-tumbuhan yang hidup secara liar dan binatang.Pada dasarnya
masyarakat berhak mempergunakan tanah-tanah dan kekayaan alam yang ada di wilayah hukum
adat. Dalam hukum adat ditentukan bahwa pihak luar bias memanfaatkan tanah ulayat dengan
seizin pimpinan adat (penyimbang) melalui musyawarah perwatin adat. Tanah ulayat menurut
hukum adat tidak dapat dilepaskan,dipindah-tangankan dengan hak milik pribadi, termasuh tanah
yang sedang digarap. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan hak ulayat dengan hak perorangan
mempunyai hubungan timbal balik. Semakin kuat hubungan antara masyarakat dengan tanah
Khususnya di daerah Lampung dalam memanfaatkan tanah ulayat harus seizin kepala
adat/kepala marga. Bagi warganya yang meninggalkan rumah/umbul dan tanam tumbuhnya yang
tidak dipelihara selama tiga tahun, maka penguasaannya kembali kepada kepala adat, dan harus
izin ulang jika ingin memanfaatkan kembali.Meskipun pada tahun 1973 Gubernur Lampung
tidak berarti hapusnya tanah ulayat, melainkan kembali pada marga masing-masing. Di lain
adat/marga untuk kepentingan tersebut harus menempuh jalur musyawarah perwatin adat.
Tujuannya adalah agar tidak terjadi persengketaan terhadap tanah tersebut antara pihak
pengusaha dengan masing masing kepala adat/marga dan warga masyarakat pada
umumnya.Oleh karena diketahui bahwa masyarakat hukum adat sangat terbuka terhadap jalur
musyawarah dalam setiap penyelesaian masalah, termasuk masalah pertanahan, maka apabila
terjadi sengketa tanah ulayat/marga, maka dapat diselesaikan melalui mekanisme tersebut.
Adapun pertimbangannya adalah bahwa masyarakat adat Lampung pada umumnya masih
tetap mendukung adat budayanya. Dalam penyelesaian masalah tanah harus dilakukan dengan
musyawarah bersama antara masyarakat tiyuh semarga, antara masyarakat adat dengan pihak-
tanah ulayat itu bukan milik perorangan, melainkan hanya dikuasai oleh Kepala Adat dalam
pengertian pengelolaan dan pemanfaatannya atas kewenangan dan seizin Kepala Adat setempat.
Mengenai hasil produksi tanah atau hasil tanam tumbuhnya diatur oleh Kepala Adat melalui
musyawarah perwatin adat, yaitu sebagian besar hasilnya milik penggarap dan sebagian kecil
untuk diserahkan kepada lembaga adat melalui Kepala Adat. Peruntukan hasil yang diserahkan
kepada Kepala Adat adalah sebagai sumber dana pelestarian adat dalam bentuk gawi adat,
Apabila ada pihak lain, baik pemerintah, badan, lembaga atau perusahaan yang secara
formal ingin menggunakan tanah ulayat tersebut dengan tujuan pembangunan, maka pada
dasarnya masyarakat tidak keberatan sepanjang pihak-pihak yang berkepentingan tadi dapat
pembagian hasil usaha atas tanah tersebut. Hal ini berarti pihak-pihak yang berkepentingan harus
mengikutsertakan masyarakat dengan sentuhan sosial budaya dan dapat mengangkat kepentingan
serta harkat martabat hukum adat yang berlaku. Dalam hal ini tentu saja dalam segala tindak dan
kebijakan harus disesuaikan dengan prosesur hukum adat yang berlaku, yaitu melalui
pembangunan, perlu mendapat pengawasan pihak-pihak yang berwenang agar tidak terjadi
dengan potensi sosial budaya, alam, pekerjaan pokok dan aspirasi ekonomi masyarakat. Apabila
tidak, maka proses pelaksanaan program tersebut akan tertatih, bahkan mungkin tak berhasil atau
sedikitnya tak memiliki nilai tambah. Sebagai contoh program cetak sawah tadah hujan terhadap
masyarakat etnis Lampung, tentu mereka akan kalah bersaing dengan saudara-saudara kita
pendatang yang sudah biasa bekerja di sawah. Jika kenyataan ini ditanggapi dengan perbedaan
sikap dan perlakuan serta propokasi sepihak, maka dapat mengakibatkan timbulnya
3. Pengendalian Konflik
1. Masing-masing kelompok yang terlihat di dalam konflik harus menyadari akan adanya situasi
konflik di antara mereka, oleh karena itu perlu pula menyadari dilaksanakan prinsip-prinsip
sosial yang saling bertentangan itu terorganisir secara jelas. Sejauh kekuatan sosial yang saling
yang terjadi di antara merekapun akan merupakan suatu hal yang sulit dilakukan. Sebaliknya
konflik yang terjadi diantara kelompok-kelompok akan lebih mudah melembaga, dan oleh karena
3. Setiap kelompok yang terlibat di dalam konflik harus mematuhi aturan-aturan permainan-
permainan tertentu, suatu hal yang akan memungkinkan hubungan - hubungan sosial di antara
mereka menentukan suatu pola tertentu. Aturan-aturan permainan tersebut, pada giliranya justru
menjalin kelangsungan hidup kelompok itu sendiri oleh karena dengan demikian ketidakadilan
4. Solidaritas sosial dibagi oleh dua solidaritas mekanis dan solidaritas organis.Solidaritas
mekanis yaitu diikat oleh sifat solidaritas kolektif sedangkan solidaritas organis adalah sifat yang
diikat oleh saling ketergantungan diantara bagian-bagian dari suatu sistem sosial, tidak mudah
dikembangkan atau ditumbuhkan di dalam masyarakat yang bersifat majemuk (Nasikun: 62).
Untuk mewujudkan upaya tersebut perlu peningkatan perhatian bersama dari pihak
konflik. Perhatian utama adalah menggali dan menggugah itikat baik,moralitas, nilai-nilai
Hal ini perlu pemahaman dan aksi bersama melalui medium penyeberluasan informasi
korban lokalitas secara nyata dan langsung dari pihak-pihak tertentu, seperti
kepercayaan kepercayaan sosial dari berbagai kelompok etnis, agama, antar pendukung
kelompok tertentu, antar satgas, antar aparat, bahkan antar masyarakat kampung.Dalam upaya
tersebut, yang penting aksi kampanye penyadaran melalui corong pemberitaan yang jelas, positif,
dan obyektif secara terus menerus tentang peristiwa konflik, baik konflik vertikal maupun
Perlu pendataan secara serius tentang korban akibat konflik di sektor daerah oleh pihak-
pihak yang benar-benar independen dan tidak memihak. Perlu pengkajian secara rinci tentang
prioritas kebutuhan masyarakat yang relevan dan komprehensif, seperti kebutuhan kesehatan,
makanan, ekonomi, keadilan, dan lain - lain. Hasil pengkajian ini kemudian ditindak-lanjuti
dengan mendesain saran dan solusi penyelesaian konflik "Indonesia dirundung malang",
langsung antar etnis, kelompok, antar kegiatan, dan pergaulan antar keagamaan, agar terbiasa
dalam keragaman pergaulan. Pada gilirannya dapat diciptakan dialog, seolah olah mereka yang
terlibat telah mewakili kelompoknya masing-masing. Dialog sosial ini bisa dimulai dari
perwakilan antar kelompok, terutama tokoh-tokoh kunci yang memiliki wawasan marginalistik
positif sebagai medium dalam tataran persamaan visi dan misi persatuan atas keragaman.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
konteks social .
2. Memberikan kemampuan untuk mengadakan analisis terhadap
berikut :
subtansi hukum.
penegaknya .
1. Golongan manakah yang sangat menentukan dalam pembentukan dan penerapan hukum
masyarakat.
2. Kekuatan, kemampuan dan kesungguhan hati dari para penegak hukum dalam melaksanakan
fungsinya.
3. Kepatuhan dari warga masyarakat terhadap hukum, baik yang berwujud kaidah-kaidah yang
B. Saran
Sosiologi hukum mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Jadi sangat besar
manfaatnya jika kita mempelajari tentang sosiologi hukum. Karena di dalam mempelajari
sosiologi hukum kita dapat mempelajari hukum dalam konteks sosial dan kita dapat menganalisis