Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS FEBRUARI 2017

TUBERKULOSIS PARU

DISUSUN OLEH:

NAMA : Silvia Greis

STAMBUK : N 111 14 051

PEMBIMBING : dr. I Ketut Sujana

dr. I Nyoman Widajadnya, M.Kes

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

Tuberculosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman


Mycobacterium tuberculosis. Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah
atau dahak penderita yang mengandung basil tuberkulosis yang kemudian
menyerang seluruh tubuh terutama paru-paru. 1,2
Tuberkulosis di Indonesia menduduki peringkat ke-5 di dunia setelah India,
Cina, Nigeria dan Pakistan dengan perkiraan prevalensi TB sebesar 520.000 dan
410.000 kasus baru pertahun, menurut WHO dalam Global TB Report 20114
Secara regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3
wilayah, yaitu: 1) wilayah Sumatera dengan angka prevalensi TB adalah 160 per
100.000 penduduk; 2) wilayah Bali dan Jawa dengan angka prevalensi TB
tertinggi yaitu 110 per 100.000 penduduk; 3) wilayah Indonesia Timur dengan
angka prevalensi tertinggi yaitu 210 per 100.000 penduduk (Departemen
Kesehatan RI, 2008).1
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 didapatkan data bahwa
prevalensi Tuberkulosis paru klinis yang tersebar di seluruh Indonesia adalah
1,0%. Tujuh belas provinsi diantaranya mempunyai angka prevalensi di atas
angka nasional, yaitu provinsi NAD, Sumatera Barat, Riau, DKI Jakarta, Jawa
Tengah, DI Yogyakarta, Banten, NTB, NTT, Kalimantan Selatan, Kalimantan
Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua
Barat dan Papua. Secara umum prevalensi yang tertinggi di Papua Barat yaitu
2.5% dan terendah di provinsi Lampung yaitu 0,3% (Kemenkes RI, 2011).2
Pada tahun 2015 di Kota Palu ditemukan jumlah kasus baru BTA +
sebanyak 438 kasus, meningkat jika dibadingkan jumlah kasus tahun 2014 yaitu
431 kasus. Menurut jenis kelamin kasus BTA + pada laki-laki selalu lebih tinggi
daripada perempuan, dimana dari 438 kasus BTA +, jumlah penderita laki-laki
sebesar 278 dan perempuan 160. Terlihat bahwa proporsi pasien baru BTA +
selama 2 tahun terakhir berada di bawah 65%. Hal ini menunjukkan masih
rendahnya mutu diagnosis sehingga berakibat pada kurangnya prioritas untuk
menemukan pasien TB BTA +. 3 Di Puskesmas perawatan Pantoloan sendiri pada

2
tahun 2015 jumlah kasus suspek TB paru yang diperiksa dahaknya sebanyak 108
penderita,dengan BTA+ sebanyak 16 orang.3

BAB II

3
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. T

Umur : 41 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku : Kaili

Agama : Islam

Pekerjaan : Buruh

Alamat : Kayumeboko

II. ANAMNESIS (Alloanamnesis)

Keluhan Utama : Sesak napas


Riwayat Penyakit Sekarang :

Seorang perempuan 41 tahun, datang ke Puskesmas Pantoloan dengan


keluhan batuk berdahak yang hilang timbul disertai sesak nafas sejak 1 tahun
yang lalu dan bertambah parah sejak 3 bulan terakhir. Batuk disertai lendir
berwarna putih kekuningan, tidak pernah disertai dengan pengeluaran darah.
Pasien juga mengeluhkan sering demam dan selalu keringat ketika malam hari
tanpa sebab hingga harus selalu mengganti bajunya. Riwayat penurunan berat
badan 4 kg dalam 3 bulan terakhir yang disertai dengan penurunan nafsu makan.
Tidak mual, tidak muntah, dan tidak ada nyeri ulu hati.
BAB : biasa, berwarna kuning , darah tidak ada, warna hitam tidak ada.
BAK : biasa, berwarna kuning dan lancar.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Hipertensi (-) Riwayat DM (-)

4
Riwayat OAT sebelumnya (-) Riwayat Hepatitis (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


Ayah pasien meninggal satu tahun yang lalu dengan riwayat penyakit
Diabetes Mellitus dan riwayat batuk lama tapi tidak melakukan pengobatan.

Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat sebelumnya di tempat lain.

Riwayat Alergi
- Alergi obat atau makanan tidak diketahui.
- Riwayat alergi orang tua pasien tidak diketahui

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang janda yang bekerja sebagai buruh pengrajin Kayu
Hitam di bagian varnishing furniture. Sosial ekonomi keluarga ini termasuk
keluarga dengan sosial ekonomi menengah.

Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan


Pasien merupakan seorang janda, pasien bercerai dengan suaminya 16 tahun
yang lalu dimana anak satu-satunya tinggal bersama mantan suaminya. Sejak
bercerai dengan suaminya, pasien tinggal di rumah orangtuanya bersama ayah, ibu
dan keponakan pasien di rumah pasien. Rumah tersebut terdiri dari 6 ruangan
yaitu ruang tamu, ruang keluarga, 3 kamar tidur dan ruang dapur. Ruang tamu
memiliki pencahayaan dan ventilasi yang cukup. Kamar tidur dan ruang dapur
yang digunakan juga sebagai tempat cuci memiliki pencahayaan dan ventilasi
yang cukup baik. Pasien mengaku mendapatkan air dari sumur dab untuk mandi
dan mencuci,dan untuk air minum pasien menggunakan air galan namun
terkadang juga memasak air. Pasien memasak menggunakan kompor minyak.
Pasien memiliki kebiasaan merokok sebelum menderita batuk dan pasien
juga tidak menggunakan masker saat melakukan pekerjaannya di tempat dia
bekerja.

5
Gambar 1. Genogram Pasien Penderita TB

Keterangan : = Pasien (penderita TB)


= Ayah pasien (riwayat batuk lama)
= Laki-laki
= Perempuan

Dokumentasi

Gambar 2. Tampakan rumah pasien dari depan

6
Gambar 3. Ruang tamu

Gambar 4. Kamar tidur

7
Gambar 5. Ruang dapur dan kamar mandi

III. PEMERIKSAAN FISIS


Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis
Berat Badan : 44 Kg
Tinggi Badan: 155 cm
IMT : 18,3 gizi kurang
Tanda vital :
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5 oC (axilla)

Kulit : Sianosis (-), icterus (-), eritema/petekie


Kepala : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), tonsil
T1 T1, hiperemis (-)
Leher : Pembesaran Kelenjar getah bening (+)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Dada
Inspeksi :
Bentuk : normochest, simetris kiri = kanan
Payudara : simetris kiri = kanan
Sela iga : tidak ada pelebaran
Paru
Palpasi :
Nyeri tekan : (-/-)
Massa tumor : (-/-)
Perkusi :

8
Paru kiri : sonor
Paru kanan : sonor

Batas paru-hepar : ICS V dextra


Batas bawah paru belakang kanan : setinggi CV Th X dextra
Batas bawah paru belakang kiri : setinggi CV Th XI sinistra
Auskultasi :
Bunyi pernapasan : Bronkovesikuler
Bunyi tambahan : Rh +/+ pada bagian apeks kedua
paru, Wh -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : dalam batas normal
batas atas jantung : ICS II sinistra
batas kanan jantung : ICS III-IV linea parasternalis dextra
batas kiri jantung : ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular,
bunyi tambahan (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, distensi (-), massa (-),
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Perkusi : Tympani (+)
Palpasi : Organomegali (-), Nyeri tekan (-)

Alat kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan


Ekstremitas
Edema -/-

IV.PENUNJANG
Pewarnaan Basil Tahan Asam (BTA) :
Sputum Sewaktu : BTA 3+
Sputum Pagi : BTA 3+
Sputum Sewaktu : BTA 3+

9
V. DIAGNOSIS KERJA
- TB Paru

VI. PENATALAKSANAAN
OAT Fase Intensif 1 x 3 tab 4 FDC

VII. ANJURAN
- Selama masa pengobatan fase intensif dianjurkan pasien memakai masker,
untuk mencegah penularan bagi orang-orang disekitarnya.
- Memeriksakan seluruh anggota keluarga atau orang-orang yang hampir
setiap hari berkontak langsung pada pasien juga melacak kemungkinan
ditemukan pasien baru.
- Minum obat secara teratur sesuai dengan anjuran dokter dan petugas
kesehatan
- Memperbaiki status gizi dengan makan makanan yang bergizi dan
seimbang, guna meningkatkan imunitas tubuh
- Memperbaiki hyginie dimulai dari diri sendiri dan lingkungan sekitar
- Setelah proses pengobatan dilakukan, diharapkan pasien tetap ke dokter
guna mengetahui perkembangan kesehatannya apakah pengobatan yang
dilakukan sudah berhasil atau tidak.

BAB III
PEMBAHASAN
A. Aspek Klinis
Tuberkulosis paru merupakan suatu penyakit infeksi kronik jaringan paru
yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar basil
Mycobacterium tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone
infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer.
Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ
tubuh lainnya
Diagnosis
Gejala penyakit TB dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak
terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan
diagnosa secaraklinik.3,4
1.
Respiratorik : batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih, batuk
darah, nyeri dada, sesak napas
2. Sistemik : demam, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise.
Diagnosis TB pada anak berdasarkan sistem skoring yang ditegakkan oleh
dokter.Pada anak, gejala klinik :
1. Respiratorik : batuk selama 3 minggu, sesak napas
2. Sistemik : demam, berat badan menurun, pembesaran kelenjar limfe,
aksila,inguinal, pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut, falang.
Pada pasien ini didapatkan :
- selama 1 tahun terakhir sebelum datang ke Puskesmas Tamalate. Batuk disertai
lendir berwarna putih
- pasien juga mengeluhkan sering demam dan selalu keringat ketika malam hari
tanpa sebab hingga harus selalu mengganti bajunya.
- Riwayat penurunan berat badan 4 kg dalam 6 bulan terakhir yang disertai
dengan penurunan nafsu makan

KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh (anatomical site) yang terkena:
1)
Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus.2
2)
Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain.2
Pasien dengan TB paru dan TB ekstraparu diklasifikasikan sebagai TB paru.
b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis,keaadan ini
terutama ditujukan pada TB Paru:2
1) Tuberkulosis paru BTA positif
a) Sekurang-kurangnya 2/3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
d) Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:2
a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b) Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberkulosis.
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi pasien
dengan HIV negatif.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

Catatan:
1. Pasien TB paru tanpa hasil pemeriksaan dahak tidak dapat diklasifikasikan
sebagai BTA negatif, dicatat sebagai pemeriksaaan dahak tidak dilakukan.
2. Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk
kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB
paru.
3. Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka
dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.
c. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya disebut sebagai
tipe pasien, yaitu:
1) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan BTA bisa
positif atau negatif.2
2) Kasus yang sebelumnya diobati
a. Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapatpengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan
atau kultur).2
b.
Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.2
c. Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.2
3) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan keregister lain untuk melanjutkan
pengobatannya.2
4) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, seperti yang:
a. tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya,
b. pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya,
c. kembali diobati dengan BTA negatif.
Catatan:
TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal,
default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan
secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis
spesialistik.2
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris),
badan kurus atau berat badan turun. Pada pemeriksaan fisis kelainan yang akan
dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan
yang didapatkan tergantung luas kelainan struktur paru. Tanda fisik penderita TB
tidak khas, tidak dapat membantu untuk membedakan TB dengan penyakit paru
lain. Tanda fisik tergantung pada lokasi kelainan serta luasnya kelainan struktur
paru. Dapat ditemukan tanda-tanda antara lain penarikan struktur sekitar, suara
napas bronkial, amforik, ronki basah. Pada efusi pleura didapatkan gerak napas
tertinggal, keredupan dan suara napas menurun sampai tidak terdengar. Bila
terdapat limfadenitis tuberkulosa didapatkan pembesaran kelenjar limfe, sering di
daerah leher, kadang disertai adanya skrofuloderma.

Pada pasien didapatkan penurunan berat badan dan pada pemeriksaan paru
didapatkan ronki pada apekx paru.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan Darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik.
Pada kasus baru akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi
dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibawah normal.
LED mulai meningkat.1,3
2.
Pemeriksaan Dahak
Pemeriksaan bakteriologis sangat berperan untuk menegakkan diagnosis.
Spesimen dapat berupa dahak, cairan pleura, cairan serebro spinalis, bilasan
lambung, bronkoalveolar lavage, urin, dan jarigan biopsi. Pemeriksaan dapat
dilakukan secara mikroskopik dan biakan.1
Pemeriksaan dahak untuk menentukan basil tahan asam merupakan
pemeriksaan yang harus dilakukan pada seseorang yang diurigai menderita
tuberculosis atau suspek. Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali (sewaktu / pagi /
sewaktu), dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen atau Kinyoun Gabbet. Interpretasi
pembacaan didasarkan skala IUATLD atau bronkhorst. Diagnosis TB paru
ditegakkan dengan ditemukannya basil tahan asam pada pemeriksaan hapusan
sputum secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif bila
sedikitnya 2 dari 3 spesimen dahak ditemukan BTA (+).1,3
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB
dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam
dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu
(SPS):
a.
S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan
dahak pagi pada hari kedua.3
b.
P(Pagi):
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Unit Pelayanan
Kesehatan.3
c.
S(Sewaktu):
Dahak dikumpulkan di Unit Pelayanan Kesehatan pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.3
Bila hanya satu spesimen positif, perlu pemeriksaan foto thoraks atau SPS
ulang. Bila foto thoraks mendukung TB maka didiagnosis sebagai TB paru
BTA (+). Bila foto thoraks tidak mendukung TB maka perlu dilakukan
pemeriksaan SPS ulang. Bila SPS ulang hasilnya negatif berarti bukan
penderita TB. Bila SPS positif berarti penderita TB BTA (+). Bila foto toraks
mendukung TB tetapi pemeriksaan SPS negatif, maka diagnsis adalah TB paru
BTA negatif rontgen positif.3
Pemeriksaan Radiologi
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan
pemeriksaan dahak. Secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks.
Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai
dengan indikasi sebagai berikut:2
1. Hanya satu dari tiga spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru
BTA positif.
2. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT.
3. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa,
efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis
berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).
Pada kasus dimana pada pemeriksaan sputum SPS positif, foto thoraks tidak
diperlukan lagi. Pada berapa kansus dengan hapusan positif perlu dilakukan foto
thoraks bila :3
1. Curiga adanya komplikasi (misal : efusi pleura, pneumotoraks)
2. Hemoptisis berulang atau berat
3. Didapatkan hanya 1 spesimen BTA(+).
Gambaran radiologis yang dicurigai lesi TB aktif/primer :3
1. Bayangan berawan / nodular di segmen apical dan posterior lobus atas dan
segmen superior lobus bawah paru.
2. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau
nodular.
3. Bayangan bercak milier
4. Efusi pleura.
Gambaran radiologis yang dicurigai TB inaktif/laten/lama :3
1. Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan atau
segmen superior lobus bawah
2. Kalsifikasi
3. Penebalan pleura.

Penatalaksanaan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutus rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. 1,2
Jenis dan Dosis Oat :
1. Isoniasid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan.Obat ini sanat efektif terhadap
kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang
berkembang,Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg BB,sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.
2. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi-dormant ( persister ) yang
tidak dapat dibunuh oleh isoniasid dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk
mengobatan harian maupun intermiten 3 kal seminggu.
3. Pirasinamid (Z)
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam.Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB,sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.

4. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan
untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama
penderita berumur sampai 60 tahun dasisnya 0,75 gr/hari sedangkan unuk
berumur 60tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.
5. Etambutol (E)
Bersifat sebagai bakteriostatik.Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30
mg/kg/BB.
Prinsip pengobatan:1,2
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosisi tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2) Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu
dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT=Direcly Observed
Treatment) oleh seorang pengawas Menelan Obat (PMO).
Tahap awal (intensif)
1. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
2. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
3. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
Tahap Lanjutan
1. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangkawaktu yang lebih lama
2. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional
PengendalianTuberkulosis di Indonesia:
a. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
b. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE):
a. Kategori Anak: 2HRZ/4HR
b. Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat diIndonesia
terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamycin, Capreomisin,Levofloksasin,
Ethionamide, sikloserin dan PAS, serta OAT lini-1, yaitupirazinamid and
etambutol.
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiridari
kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnyadisesuaikan dengan berat
badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satupaket untuk satu pasien.
Paket kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.
Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien
yang mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket,
dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin
kelangsungan(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu
(1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obatmenjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.

Paduan OAT Lini Pertama dan Peruntukannya


a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
1) Pasien baru TB paru BTA positif.
2) Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
3) Pasien TB ekstra paru
Tabel 1. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 12
Berat Badan Tahap intensif tiap hari Tahap Lanjutan 3 kali
selama 56 hari RHZE seminggu selama 16
(150/75/400/275) minggu RH (150/150)
30 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 4KDT
38 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 4KDT
55 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 4KDT
71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 4KDT

Tabel 2. Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 12


Tahap Lama Dosis per hari / kali Jumlah
peng- peng- Tablet Kaplet Tablet Tablet hari/kali
obatan obatan Isoniazid Rifampisin Pirazinamid Etambuto menelan
@ 300 @450 mgr @ 500 mgr l @250 obat
mgr mgr
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)


Tabel 3. Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 22
Berat Tahap Intensif tiap hari RHZE Tahap Lanjutan 3
Badan (150/75/400/275) + S kali seminggu RH
(150/150) + E (400)
Selama 56 hari Selama 26 hari Selama 20 minggu
30 37 kg 2 tab 4KDT 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT + 2 tab
+ 500 mg Sterptomisin inj. Etambutol
38 54 kg 3 tab 4KDT 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT + 3 tab
+ 750 mg Sterptomisin inj. Etambutol
56 70 kg 4 tab 4KDT 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4 tab
+ 1000 mg Sterptomisin Etambutol
inj.
71 kg 5 tab 4KDT 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5 tab
+ 1000 mg Sterptomisin Etambutol
inj.
Tabel 4. Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 22
Tahap Lama Tablet Kaplet Kaplet Etambutol Sterpto Jumlah
Peng- Peng- Isoniazid Rifampisin Pirazina- Tablet Tablet -misin hari/x
obatan obatan @300 @450 mgr mid @ @250 @400 injeksi mnelan
mgr 500 mgr mgr mgr obat
Tahap 2 bulan 1 1 3 3 - 0.75 gr 56
Intensif 1 bulan 1 1 3 3 - - 28
(dosis
harian)
Tahap 4 bulan 2 1 - 1 2 - 60
Lanjut :
R/ 3x
per
minggu

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
1. Pasien kambuh
2. Pasien gagal
3. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Catatan:
a) Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk
streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
b) Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
c) Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu denganmenambahkan
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4 ml. (1ml = 250mg).
c. OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif
kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Tabel 5. Dosis KDT untuk Sisipan2
Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari
RHZE (150/75/400/275)
30 37 kg 2 tablet 4KDT
38 54 kg 3 tablet 4KDT
55 70 kg 4 tablet 4KDT
71 kg 5 tablet 4KDT

Tabel 6. Dosis OAT Kombipak Untuk Sisipan2


Tahap Lamanya Tablet Kaplet Tablet Tablet Jumlah
Peng- Peng- Isoniasid Rifampisin Pirazinamid Etambuto hari/kali
obatan obatan @mgr @450mgr @500mgr l menelan
@250mgr obat
Tahap
intensif 1 bulan 1 1 3 3 28
(dosis
harian)
Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya
kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru
tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada
OAT lini pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko
resistensi pada OAT lini kedua.

B. Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat


Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan faktor-
faktor utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma
hidup sehat yang diperkenalkan oleh H. L. Bloom mencakup 4 faktor yaitu faktor
biologis (keturunan), perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat, faktor
lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan faktor pelayanan kesehatan (jenis,
cakupan dan kualitasnya). Pada pasien ini terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan pasien mengalami TB Paru yaitu:
1. Faktor biologis
Pada kasus ini pasien adalah seorang perempuan 41 tahun dengan status gizi
kurang. Penyakit TB paru cenderung lebih tinggi pada usia muda atau usia
produktif 15-50 tahun. Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein,
vitamin dan zat besi akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga
rentan terhadap penyakit termasuk TB paru.
2. Faktor lingkungan
Lingkungan memegang peranan yang sangat penting dalam terjadinya
sebuah penyakit, apalagi penyakit tersebut adalah penyakit berbasis lingkungan.
Hal ini tentu saja dapat menyebabkan mudahnya terjadi infeksi apabila tidak ada
keseimbangan dalam lingkungan. Dalam kasus ini lingkungan tempat tinggal dan
lingkungan kerja pasien mendukung terjadinya penyakit TB yang dialami pasien.
Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar
terhadap status kesehatan penghuninya. Lingkungan rumah merupakan salah satu
faktor yang berperan dalam penyebaran kuman tuberkulosis. Kuman tuberkulosis
dapat hidup selama 1-2 jam bahkan sampai beberapa hari hingga berminggu-
minggu tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik,
kelembaban, suhu rumah, dan kepadatan rumah.
- Kepadatan hunian rumah
Rumah tempat tinggal pasien dalam kasus ini memiliki jarak yang sangat
dekat dengan rumah tetangga-tetangga sekitarnya. Hal ini tentu dapat
menjadi faktor pendukung untuk tersebarnya penyakit TB dengan mudah.
- Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap
individu. Bila seseorang bekerja di lingkungan yang berdebu dengan
paparan partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya
gangguan pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara yang tercemar
dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran
pernafasan dan umumnya tuberkulosis paru. Pasien dalam kasus ini bekerja
sebagai buruh pengrajin kayu di bagian varnishing sehingga pasien sering
terpapar serbuk-serbuk dari kayu.
3. Faktor perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan
penderita TB paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya, dan cara
pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku sebagai orang sakit dan
akhirnya berakhibat menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya.
- Pengetahuan yang kurang tentang TB
Pasien dan keluarga sebelumnya tidak mengetahui tentang TB, pengertian,
faktor resiko, penularan, akibat dan sebagainya. Pengetahuan yang rendah
ini mempengaruhi tindakan yang menjadi kurang tepat. Pasien mengaku
tidak segera memeriksakan diri ketika sudah ada gejala sakit yang mengarah
ke TB dan tidak memeriksakan ayah pasien yang memiliki riwayat batuk
lama.
- Kebiasan merokok
Pasien dalam kasus ini termasuk perokok aktif. Dengan adanya paparan
asap rokok akan mempermudah untuk terjadinya infeksi TB paru.
-
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan di atas, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
a. Tuberkulosis paru merupakan suatu penyakit infeksi kronik jaringan paru
yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis.
b. Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak penderita
yang mengandung basil tuberkulosis yang kemudian menyerang seluruh
tubuh terutama paru-paru.
c. Penyakit TB paru cenderung lebih tinggi pada usia muda atau usia
produktif 15-50 tahun. Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein,
vitamin dan zat besi akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang
sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB paru.
d. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
penyebaran kuman tuberkulosis.
e. Pengetahuan penderita TB paru yang kurang tentang cara penularan,
bahaya, dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan
perilaku sebagai orang sakit dan akhirnya berakhibat menjadi sumber
penular bagi orang disekelilingnya.
4.2 Saran
1 Diperlukan kerja sama antara anggota keluarga dengan petugas
pelayanan kesehatan dalam menyelesaikan semua permasalahan yang
ditemukan. Pasien dan keluarganya agar lebih terbuka kepada pemberi
pelayanan kesehatan jika ingin mengetahui tentang penyakitnya.
2 Perlunya pelayanan kesehatan yang lebih menyeluruh, komprehensif,
terpadu dan kesinambungan.
3 Perlunya mengedukasi pasien Tuberkulosis Paru untuk meminum obat
teratur hingga pengobatan tuntas dan kontrol secara rutin tiap bulan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Amin Zulkifli, Bahar Asril.Tuberkulosis Paru Ilmu Penyakit DalamJilid III
Edisi V.Indonesia :Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2009.
2. Aditama Tjandra Yoga, Kamso Sudijanto, Basri Carmelia, Surya Asik, editors.
Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.Indonesia :Departemen
Kesehatan Republik Indonesia; 2011.
3. Helmia Hasan, Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru 2010. Surabaya
:Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair. 2012.
4. Zumla Alimuddin, dkk. Tuberculosis. England : The New England Journal of
Medicine. 2013. Vol. 368;8 21 February 2013
5. Putz, R & Pabst, R.Atlas Anatomi Manusia Sobotta.Edisi 22. 2007, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
6. Sylvia P. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6 ed.Jakarta :
EGC; 2006.
7. Benjamin, Palgunadi, dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian Ilmu
Penyakit Paru. 3 ed. Surabaya : Unair.

Anda mungkin juga menyukai