Disusun oleh:
Arini Hidayati G99152036
Darma Aulia Hanafi G99152037
Rusmita Hardinasari G99152038
Pembimbing:
dr. Bolia, Sp. M
1
BAB I
PENDAHULUAN
Keluhan mata yang sering terjadi pada masyarakat adalah mata merah.
Mata merah merupakan suatu tanda kardinal dari inflamasi pada mata. Ada
beberapa penyakit mata yang menyebabkan mata menjadi merah, diantaranya
blefaritis, konjungtivitis, episkleritis, skleritis, keratitis, trakoma, uveitis,
glaukoma akut, endoftalmitis dan masih banyak lagi. Konjungtivitis adalah
penyakit mata yang paling banyak ditemukan pada kasus mata merah.1,2,3
Oleh karena kasusnya yang sering terjadi, penting bagi dokter umum
untuk mengetahui dan memahami konjungtivitis hingga memberikan
penatalaksanaan yang tepat.
2
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Nn. WM
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Guru SMA Warga
Alamat : Grogol, Sukoharjo
Tanggal periksa : 12 Agustus 2016
No. RM : 00883461
Cara Pembayaran : Umum
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama : Mata kanan merah dan terasa mengganjal
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poli Mata RSUD Moewardi Surakarta dengan
keluhan utama mata kanan merah dan terasa mengganjal sejak 2 hari yang
lalu. Sebelumnya pasien mengaku kelilipan debu saat berkendara naik
motor. Karena pasien merasa mata kanannya seperti kemasukan benda
asing, pasien jadi sering mengucek-ngucek mata kanannya. Bukannya
membaik, pasien merasa mata menjadi merah, terasa mengganjal dan
nrocos. Keluhan tersebut dirasakan terus menerus. Pasien juga
mengeluhkan kadang-kadang mata kanannya pedes terutama saat dikucek.
Pasien mengaku belum pernah memberikan pengobatan sebelumnya
terhadap keluhan di mata. Keluhan lain seperti pandangan mata kabur,
pandangan mata dobel, blobok, gatal, nyeri, cekot-cekot, pusing dan silau
disangkal.
3
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
E. Kesimpulan
Anamnesis
OD OS
Proses Infeksi pada konjungtiva -
Lokasi Konjungtiva -
Sebab Suspek viral -
Perjalanan Akut -
Komplikasi Tidak ditemukan -
C. Pemeriksaan Objektif
1. Sekitar Mata
OD OS
Tanda radang Tidak ada Tidak ada
Luka Tidak ada Tidak ada
Parut Tidak ada Tidak ada
Kelainan warna Tidak ada Tidak ada
Kelainan bentuk Tidak ada Tidak ada
4
2. Supercilium
OD OS
Warna Hitam Hitam
Arah tumbuh Normal Normal
Kulit Sawo matang Sawo matang
Gerakan Dalam batas normal Dalam batas normal
5
6
6. Kelopak Mata
OD OS
Gerakannya Dalam batas normal Dalam batas normal
Lebar rima 10 mm 10 mm
Blefarokalasis Tidak ada Tidak ada
Tepi Kelopak Mata
Oedem Tidak ada Tidakada
Hematom Tidak ada Tidakada
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Ekstropion Tidak ada Tidak ada
7
10. Konjungtiva
OD OS
Konjungtiva Palpebra
Oedem Tidak ada Tidak ada
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva Fornix
Oedem Tidak ada Tidak ada
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva Bulbi
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Oedem Tidak ada Tidak ada
Hiperemis (+) Tidakada
Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Injeksi konjungtiva (+) Tidakada
Caruncula dan Plika Semilunaris
Oedem Tidak ada Tidak ada
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Sikatrik Tidak ada Tidak ada
11. Sklera
OD OS
Warna Putih Putih
Penonjolan Tidak ada Tidak ada
12. Kornea
OD OS
Ukuran 12 mm 12 mm
Limbus Jernih Jernih
Permukaan Rata, mengkilat Rata, mengkilat
Sensibilitas Normal Normal
Keratoskop (Placido) Tidakdilakukan Tidakdilakukan
Fluoresin Test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
8
14. Iris
OD OS
Warna Cokelat Cokelat
Bentuk Bulat Bulat
Kripta (+) (+)
Sinekia Tidak ada Tidak ada
15. Pupil
OD OS
Ukuran 3 mm 3 mm
Bentuk Bulat Bulat
Letak Sentral Sentral
Reflek direk (+) (+)
Reflek indirek (+) (+)
Reflek konvergensi Baik Baik
16. Lensa
OD OS
Ada/tidak Ada Ada
Kejernihan Jernih Jernih
Letak Sentral Sentral
Shadow test Tidak tampak bayangan Tidak tampak bayangan
iris pada lensa iris pada lensa
9
Sekitarglandulalakrimali Dalam batas normal Dalam batas normal
s
Konjungtiva Konjungtiva bulbi hiperemis Dalam batas normal
(+), Injeksi konjungtiva (+)
Sklera Dalam batas normal Dalam batas normal
Kornea Dalam batas normal Dalam batas normal
Camera oculi anterior Dalam batas normal Dalam batas normal
Iris Dalam batas normal Dalam batas normal
Pupil Dalam batas normal Dalam batas normal
Lensa Dalam batas normal Dalam batas normal
Corpus vitreum Dalam batas normal Dalam batas normal
V. GAMBARAN KLINIS
\\\
Gambar1.2.OkuliDextra Gambar1.3.OkuliSinistra
10
VI. DIAGNOSIS BANDING
- Konjungtivitis e.c suspek viral
- Konjungtivitis e.c alergi
- Episkleritis
VII. DIAGNOSIS
Konjungtivitis e.c suspek viral
VIII. TERAPI
Non Medikamentosa
Edukasi pada pasien agar tidak mengucek mata dan menjaga kebersihan
tangan sebelum memegang daerah mata.
Edukasi pada pasien agar menggunakan kaca mata untuk mengurangi
kontak dengan udara bebas.
Memberikan edukasi kepada pasien bahwa konjungtivitis karena virus me-
rupakan penyakit yang dapat sembuh secara spontan. Pasien harus
menjaga asupan nutrisi sehingga meningkatkan sistem imun.
Kontrol ke Poliklinik Mata pada 1 minggu berikutnya jika keluhan tidak
membaik.
Medikamentosa
Cenfersh ED tiap jam 1 tetes OD
Imunos plus tab 1x1
IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad vitam Bonam Bonam
Ad sanam Bonam Bonam
Ad kosmetikum Bonam Bonam
Ad fungsionam Bonam Bonam
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
12
Gambar 1.2 Anatomi mata
13
dari percabangan pertama (ophthalmic) nervus V (trigeminus) dengan
serabut nyeri yang relatif sedikit.4,6
14
bentuk kronis atau dikenal dengan konjungtivitis vernal. Biasanya
penderita konjungtiva alergi memiliki riwayat atopi.3,6
1.3 Epidemiologi
Konjungtivitis adalah penyakit yang terjadi di seluruh dunia dan dapat
diderita oleh seluruh masyarakat tanpa dipengaruhi usia. 1,2 Walaupun
tidak ada dokumen yang secara rinci menjelaskan tentang prevalensi
konjungtivitis, tetapi keadaan ini sudah ditetapkan sebagai penyakit yang
sering terjadi pada masyarakat.2 Di Indonesia penyakit ini masih banyak
terdapat dan paling sering dihubungkan dengan kondisi lingkungan yang
tidak hygiene.
1.4 Etiologi
Sama halnya dengan kornea, konjungtiva terpajan dengan
lingkungan luar seperti mikroorganisme (virus, bakteri, parasit) dan
mudah mengalami trauma.4,5 Permukaan konjungtiva tidak steril karena
dihuni oleh flora normal. Untuk itu, terdapat mekanisme defensi alamiah
seperti komponen aqueous yang melarutkan agen infeksius, mukus yang
menangkap debris, kedipan mata, perfusi yang baik, dan aliran air mata
yang membilas konjungtiva. Air mata sendiri mengandung antibodi dan
antibakterial yaitu immunoglobulin (IgA dan IgG), lisozim, dan
interferon.4,6 Konjungtiva bisa mengalami peradangan akibat infeksi olah
virus atau bakteri, serta reaksi alergi.
15
immunodeficiency virus. Penyakit ini dapat sembuh sendiri tetapi
sangat menular. Penularannya bisa dengan cara sering kontak dengan
penderita atau menular melalu di droplet pernafasan, kontak dengan
benda-benda yang menyebarkan virus (fomites) dan berada di kolam
renang yang terkontaminasi.2,3,5
b. Konjungtivitis bakteri
Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu
hiperakut, akut, dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya
disebabkan oleh N. gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N
meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh
Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab
yang paling sering pada bentuk konjungtivitis bakteri kronik adalah
Chlamidya trachomatis. Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada
satu mata kemudian mengenai mata yang sebelah melalui tangan dan
dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada
orang yang terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis dan
keadaan imunodefisiensi.5,8
c. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi dibedakan atas dua sub kategori, yaitu
konjungtivitis alergi akut atau konjungtivitis demam hay dan
konjungtivitis alergi kronik atau konjungtivitis vernal.3,5
a. Konjungtivitis demam hay merupakan suatu bentuk reaksi akut
yang diperantai oleh IgE terhadap alregen yang tersebar di udara
(biasanya serbuk sari). Gejala yang timbul adalah rasa gatal,
kemosis (injeksi dan pembengkakan konjungtiva) dan lakrimasi
b. Konjungtivitis vernal (kataral musim semi) juga diperantai oleh
IgE. Dapat timbul sepanjang tahun. Gejala yang timbul antara lain
rasa gatal, lakrimasi, fotofobia, cobble stone raksasa, dan folikel.
16
1.6 Tanda dan Gejala
Berikut ini perbedaan konjungtivitis yang disebabkan oleh virus, bakteri
dan alergi : 5
Klinik dan Viral Bakteri Alergi
sitologi
Gatal Minim Minim Hebat
Hiperemi Umum Umum Umum
Air Mata Profuse Sedang Sedang
Eksudasi Minim Mengucur Minim
Sekret Serous Purulen Serous
Adenopati Lazim Jarang Tak ada
preaurikular
Pewarnaan Monosit Bakteri, PMN Eosinofil
kerokaan
Sakit tenggorok, Kadang2 Kadang2 Tak pernah
demam
17
Gambar 1.5 Gambar 1.6
Konjungtivitis GO9 Konjungtivitis alergika9
1.7 Diagnosis
Pada prinsipnya, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan oftalmologi, dan pemeriksaan penunjang.
a. Konjungtivitis Viral
Diagnosis konjungtivitis viral ini dapat ditegakkan melalui anamnesa
dan pemeriksaan oftalmologi, tanpa harus menggunakan pemeriksaan
penunjang. Pada anamnesa, didapatkan gejala yang khas yaitu mata
merah nrocos. Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan mata merah,
lakrimasi, injeksi konjungtiva, terdapat folikel atau papil, sekret
serous atau mukoserous, dan infiltrat kornea, pada gejala sistemik
dapat juga ditemukan limfadenopati preaurikuler (bisa nyeri atau
tidak), bisa atau tidak disertai sakit tenggorokan dan demam. Apabila
meragukan etiologinya, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang
dengan scrap konjungtiva dilanjutkan dengan pewarnaan giemsa. Pada
infeksi adenovirus akan banyak ditemukan sel mononuklear.
Sementara pada infeksi herpes akan ditemukan sel raksasa
multinuklear. Badan inklusi intranuklear dari HSV dapat ditemukan
pada sel konjungtiva dan kornea menggunakan metode fiksasi Bouin
dan pewarnaan Papanicolau. Adapaun pemeriksaan yang lebih spesifik
lagi antara lain amplifikasi DNA menggunakan PCR, kultur virus,
serta imunokromatografi.5,7
b. Konjungtivitis Bakteri
18
Sebagian besar diagnosis dapat ditegakkan dengan meihat tanda dan
gejala. Pada konjungtivitis bakteri gejala klinis paling khas yaitu mata
merah dengan sekret yang purulen. Pemeriksaan laboratorium
dilakukan apabila konjungtivitis tidak responsif terhadap antibitotik
spektrum luas. Adapun pemeriksaan yang dilakukan adalah pewarnaan
Gram untuk mengidentifikasi mikroorganisme penyebab. Pewarnaan
Giemsa bertujuan untuk mengidentifikasi tipe sel dan morfologi.
Kerokan konjungtiva dan kultur dianjurkan apabila terdapat sekret
purulen, membranosa, atau pseudomembranosa.5,8
c. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi biasanya dihubungkan dengan penyakit atopi
seperti rinitis alergi, asma, dan dermatitis atopik. Pemeriksaan
diarahkan pada anamnesis riwayat alergi dan tampilan klinis. Gejala
yang paling khas pada konjungtivitis alergi yang dirasakan pasien
adalah mata merah dengan rasa gatal, dan bersifat kambuhan.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan
laboratorium pada kerokan konjungtiva atau getah mata didapatkan
sel-sel eosinofil dan eosinofil granul.2,5 Hasil uji kulit umumnya
positif terhadap alergen tertentu, terutama serbuk bunga, debu rumah,
tungau debu rumah; namun kadang-kadang uji kulit dapat
memberikan hasil yang negatif.3,5
19
Gambar 1.7 Algoritma diagnosis pada mata merah2
20
1.8 Penatalaksanaan
a. Konjungtivitis Viral 2,5
1. Mengurangi risiko transmisi (non-medikamentosa)
Menjaga kebersihan tangan, mencegah menggaruk mata
Tidak berbagi peralatan pribadi seperti handuk atau sapu tangan
yang digunakan untuk mengelap mata
2. Terapi medikamentosa ditujukan untuk pengobatan simptomatik
Artificial tears
Astringen untuk mengurangi gejala hiperemi konjungtivanya
Vitamin untuk meningkatkan imunitas
Kompres dingin
Antibiotik topikal jika diduga ada infeksi bakteri sekunder
b. Konjungtivitis Bakteri
Terapi empiris didahulukan sebelum hasil tes sensitivitas antibiotik
tersedia. Adapun terapi empiris yang dapat diberikan dalam bentuk sediaan
obat topikal atau tetes mata. Beberapa golongan antibiotik yang dapat
diberikan :
- Bacitracin
- Chloramphenicol
- Ciprofloxacin
- Gentamicin
- Levofloxacin
- Neomycin
- Polymyxin B dan trimethoprim
- Sulfacetamid
- Tobramycin
Pemberian steroid topikal sebaiknya dihindari karena dapat
menyebabkan rebound inflamation saat pemakian steroid dihentikan. 3,8
21
Namun, apabila hasil mikroskopik menunjukkan bakteri gram-negatif
diplokokus seperti Neisseria, maka terapi penisilin sistemik dan topikal harus
diberikan secepatnya. 5,8
Selain itu,dapat dilakukan pembilasan pada eksudat dengan larutan
saline pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut. Untuk mencegah
penyebaran penyakit, pasien dan keluarga diedukasi untuk memerhatikan
kebersihan diri.5,6
c. Konjungtivitis Alergi
Pada dasarnya terapi yang diberikan berupa terapi suportif pemberian
vasokonstriktor-antihistamin topikal, antihistamin oral, steroid topikal untuk
mengurangi infeksi dan kompres dingin untuk mengurangi gatal. Pemberian
steroid harus dengan hati-hati, karena hanya mensupresi gejala, bukan
menyingkirkan penyebab utama. Sebaiknya untuk pemberian steroid topikal
tidak dianjurkan apabila kasus tidak berat, karena pemberian steroid topikal
dalam jangka waktu yang lama menyebabkan pemicu glaukoma dan katarak
dini. Pada pasien dengan kecurigaan infeksi sekunder bakteri, dapat
diberikan antibiotik topikal. Sedangkan pada kasus-kasus akibat alergi dengan
air mata artifisial atau lensa kontak, penanganan terbaik adalah menghentikan
penggunaannya atau mengalihkan dengan jenis lain. Sedangkan pada
konjungtivitis sicca, tatalaksana hanya berupa suportif, menggantikan fungsi
kelenjar air mata yang hilang, menggunakan air mata artifisial. Hal lain yang
juga perlu diperhatikan adalah mengupayakan untuk menghindari kontak
dengan alergen.3,5
1.9 Komplikasi
a. Konjungtivitis Viral
Konjungtivitis viral bisa berkembang menjadi kronis hingga
menimbulkan blefarokonjungtivitis.5 Komplikasi lainnya bisa berupa
timbulnya pseudomembran, dan timbul parut linear halus atau parut datar, dan
keterlibatan kornea serta timbul vesikel pada kulit. Blefaritis marginal kronik
22
sering menyertai konjungtivitis bakteri, kecuali pada pasien yang sangat
muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut di konjungtiva paling sering terjadi
dan dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus
kelenjar lakrimal. Hal ini dapat mengurangi komponen akueosa dalam film
air mata prakornea secara drastis dan juga komponen mukosa karena
kehilangan sebagian sel goblet. Luka parut juga dapat mengubah bentuk
palpebra superior dan menyebabkan trikiasis dan entropion sehingga bulu
mata dapat menggesek kornea dan menyebabkan ulserasi, infeksi dan parut
pada kornea.3,5
b. Konjungtivitis Bakteri
Pada infeksi staphylococcal dapat terbentuk blefaritis marginal kronik.
Selain itu, konjungtivitis pseudomembranosa dan membranosa akan
menimbulkan sikatriks dalam proses penyembuhan, dan lebih jarang
menyebabkan ulkus kornea. Ulkus kornea marginal mempermudah infeksi N
gonorrhoeae, N kochii, N meningitidis, H aegyptius, S aureus, dan M
catarrhalis. Apabila produk toksik N gonorrhoeae menyebar pada bilik mata
depan, akan terjadi iritis toksik.5
c. Konjungtivitis Alergi
Komplikasi bergantung pada perjalanan dan lokasi penyakit. Jika
konjungtivitis berlangsung kronik atau mengenai media refraksi, maka dapat
meinggalkan jaringan parut yang akan mengganggu pandangan.4
23
DAFTAR PUSTAKA
24