Anda di halaman 1dari 15

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perhatian masyarakat terhadap komoditas kentang dari waktu ke waktu

tampak semakin meningkat, karena bernilai ekonomi tinggi dan berperan strategis

dalam memenuhi permintaan pasar (konsumen). Selain itu, sumber daya alam

Indonesia yang potensial dengan aneka variasi tanah dan iklim, dapat memberikan

peluang untuk mengembangkan pola usaha tani kentang yang berwawasan

agribisnis.

Kentang adalah salah satu komoditas sayuran yang sangat penting. Luas

pertanamannya di Indonesia cukup besar yaitu sekitar 45.000 hektar. Kegunaan

lain selain untuk sayur, kentang juga dipakai sebagai bahan industri makanan

(kentang goreng, kripik kentang, tepung kentang atau pasta kentang).

Hasil produksi kentang yang maksimal selain tergantung pada pemeliharaan

tanaman dan varietas, juga sangat tergantung pada penyediaan bibit yang

berkualitas. Produksi kentang yang bermutu sangat ditentukan oleh mutu bibitnya.

Bibit yang baik akan menghasilkan produk yang baik pula. Salah satu faktor yang

menyebabkan rendahnya hasil kentang di Indonesia adalah mutu bibit yang

kurang baik. Bibit kentang dari generasi yang sudah lanjut akan menghasilkan

umbi kentang yang jelek. Hal ini terutama sekali disebabkan oleh infeksi virus

yang makin lanjut generasinya makin menumpuk virusnya di dalam umbi bibit.

Pada pertanaman kentang kendala utama peningkatan produksi adalah

pengadaan dan distribusi benih kentang berkualitas yang belum kontinu dan

1
memadai. Dalam usaha penyediaan bibit kentang bersertifikat, produksi bibit

dilakukan dengan penggunaan bibit bebas patogen yang diperoleh melalui kultur

jaringan secara aseptik. Proses berikutnya adalah perbanyakan cepat dengan

menggunakan stek dalam ruang bebas serangga serta penanganan yang cukup

teliti dan perlindungan yang ketat untuk mencegah infeksi.

Teknik perbanyakan tanaman dengan metode kultur jaringan

telah lama berkembang. Di Indonesia, teknik ini telah dikenal

sejak dekade 80-an. Berbagai spesies tanaman tingkat tinggi

telah berhasil diperbanyak melalui teknik ini, baik tanaman

perkebunan, kehutanan, buah-buahan, tanaman hias, sayur-

sayuran, tanaman obat-obatan, serta tanaman pangan.

Melalui kultur jaringan, sedikit jaringan tumbuhan diambil,

lalu ditumbuhkan dalam media buatan sehingga tumbuh menjadi

tanaman sempurna. Kultur jaringan berdasarkan pada prinsip

yang disebut totipensi. Menurut prinsip itu, sebuah sel atau

jaringan tumbuhan, yang diambil dari bagian manapun, akan

dapat tumbuh menjadi tumbuhan sempurna jika diletakan dalam

media yang cocok.

Manfaat utama kultur jaringan adalah menghasilkan

tanaman baru dalam jumlah besar dalam waktu singkat, dengan

sifat dan kualitas yang sama dengan tanaman induk. Kultur

jaringan dapat pula dimanfaatkan untuk menciptakan varietas

baru.

2
B. Tujuan Praktik Kerja Lapangan

Kegiatan praktik kerja lapangan ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui dan mempelajari cara perbanyakan tanaman kentang melalui

teknik kultur jaringan.


2. Mengetahui permasalahan yang dihadapi pada teknik perbanyakan tanaman

kentang melalui teknik kultur jaringan.


3. Mengetahui secara langsung kondisi organisasi dan kegiatan utama di Balai

Pengkajian Bioteknologi BPPT Tangerang Selatan.

C. Sasaran Praktik Kerja Lapangan

Sasaran pelaksanaan praktik kerja lapangan ini sebagai berikut:

1. Teknik perbanyakan tanaman kentang melalui teknik kultur jaringan.


2. Permasalahan dalam teknik perbanyakan tanaman kentang melalui kultur

jaringan.
3. Kondisis organisasi dan kegiatan utama di Balai Pengkajian Bioteknologi

BPPT Tangerang Selatan.

D. Manfaat Praktik Kerja Lapangan

Manfaat praktik kerja lapangan ini sebagai berikut.


1. Memperoleh pengalaman dan pengetahuan tentang teknik perbanyakan

tanaman kentang melalui kultur jaringan.

3
2. Memperoleh informasi dan menambah wawasan tentang struktur

kelembagaan dan cara kerja Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT Tangerang

Selatan.
3. Menambah informasi tentang berbagai kendala dalam perbanyakan tanaman

kentang melalui kultur jaringan.


4. Hasil praktik kerja lapangan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

untuk melaksanakan penelitian dan informasi bagi yang membutuhkan.

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Tanaman Kentang

4
Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis sayuran

subtropis yang terkenal di Indonesia. Daya tarik sayuran ini terletak pada umbi

kentang yang kaya karbohidrat dan bernilai gizi tinggi. Di Indonesia kentang

sudah dijadikan bahan pangan alternatif atau bahan karbohidrat substitusi,

terutama dalam pemenuhan kebutuhan gizi dan pangan masyarakat Indonesia di

samping beras (Gunarto (2003) dalam Natasasmita dan Toto, 2006).


Dalam dunia tumbuhan, kentang diklasifikasikan sebagai berikut (Samadi,

2007).

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Tubiflorae

Famili : Solanaceae

Genus : Solanum

Spesies : Solanum tuberosum L.

Kentang (Solanum tuberosum L.) termasuk jenis tanaman sayuran semusim,

berumur pendek, dan berbentuk perdu atau semak. Kentang termasuk tanaman

semusim karena hanya satu kali berproduksi dan setelah itu mati. Umurnya relatif

pendek, hanya 90-180 hari (Samadi, 2007).

Tanaman kentang dapat tumbuh tegak mencapai ketinggian 0,5-1,2 m,

tergantung varietasnya. Di Indonesia terdapat berbagai varietas kentang yang

masing-masing varietas memiliki sifat fisis dan kemis yang berbeda-beda. Dalam

ilmu botani, varietas kentang dicirikan dengan bentuk tanaman, pertumbuhan,

daun, bunga, buah, biji, dan sifat-sifat lainnya yang dapat dibedakan dalam jenis

5
yang sama. Bila diperbanyak secara generatif atau vegetatif, varietas tanaman

yang sama akan menghasilkan tanaman dengan ciri-ciri yang sama, unik, stabil,

dan mantap. Varietas kentang unggul telah banyak beredar di lapangan, berasal

dari pemuliaan dalam negeri dan atau introduksi dari luar negeri (Pitojo, 2004).

Umbi kentang memiliki manfaat yang sama dengan jenis-jenis sayuran

lainnya. Setiap 100 g kentang mengandung kalori 347 kal., protein 0,3 g, lemak

0,1 g, karbohidrat 85,6 g, kalsium 20 mg, fosfor 30 mg, zat besi 0,5 mg, dan

vitamin B 0,04 mg (Samadi, 2007).

Kentang merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang dikonsumsi

umbinya, atau dikenal sebagai sayuran umbi. Kentang banyak mengandung

karbohidrat yang sangat bermanfaat bagi tubuh. Tingginya kandungan karbohidrat

menyebabkan kentang dikenal sebagai bahan pangan yang dapat mensubstitusi

sumber karbohidrat lain, yaitu beras, jagung, dan gandum. Bahkan kentang

diketahui memiliki kandungan karbohidrat yang lebih tinggi daripada ketiga jenis

sumber karbohidrat tersebut (Samadi, 2007).

Produksi kentang di Indonesia rata-rata berkisar 10-40 ton/ha atau rata-rata

30 ton/ha. Umumnya produksi kentang di Indonesia hanya untuk kebutuhan

konsumsi segar, belum ada pabrik yang mengolahnya menjadi bahan makanan

awetan. Di luar negeri, terutama Belanda, sekitar 28,6% dari produksi kentang,

dimanfaatkan oleh pabrik pengolahan hasil seperti keripik dan tepung kentang

(Sunarjono, 2007).

Selain tergantung pada mutu bibit, produksi tersebut juga dipengaruhi oleh

perawatan dan kondisi kesehatan tanamannya. Penggunaan bibit unggul yang

6
bebas virus diperkirakan dapat meningkatkan produksi sampai 40%, dengan

sendirinya akan meningkatkan pendapatan sekitar 60%. Namun, penggunaan bibit

unggul memerlukan biaya lebih besar, karena harganya hampir dua kali lipat

(Sunarjono, 2007).

Produktivitas kentang pada budi daya intensif dapat mencapai lebih dari 35

ton/ha. Namun, produktivitas kentang rata-rata nasional masih rendah, yakni

kurang lebih 13 ton/ha. Rendahnya produktivitas kentang tersebut dipengaruhi

oleh banyak hal, antara lain masih terbatasnya penggunaan benih kentang bermutu

oleh petani. Sebagian besar petani menggunakan benih umbi kentang dari generasi

lanjutan, yaitu hasil panen yang sengaja disisihkan dan disimpan untuk

dimanfaatkan sebagai benih. Kondisi tersebut disebabkan oleh mahalnya harga

benih kentang bermutu, sementara harga kentang konsumsi relatif rendah,

sehingga petani kurang mampu membeli benhi kentang bermutu. Selain itu, sering

kali benih kentang belum cukup tersedia di lapangan pada waktu diperlukan oleh

petani (Pitojo, 2004).

Produksi kentang yang bermutu sangat ditentukan oleh mutu benihnya.

Benih yang baik akan menghasilkan produk yang baik pula. Oleh karena itu,

pemilihan varietas yang dapat beradaptasi dengan agroklimat setempat dan

kebersihan benih dari hama atau penyakit merupakan pilihan utama (Soelarso,

2007).

Rendahnya produksi kentang di Indonesia disebabkan karena teknik

budidaya yang kurang baik diantaranya masalah pembibitan, selama ini petani

menggunakan umbi kentang tersebut sebagai bibit secara turun temurun.

7
Wattimena cit Agusta, 1995 dalam Satria, 2004) menyatakan bahwa tiga faktor

yang menyebabkan rendahnya produksi kentang di Indonesia antara lain: keadaan

iklim, teknik budidaya dan faktor pembibitan.

Penyiapan bibit kentang yang banyak dilakukan petani adalah dengan

membeli umbi bibit dari penangkar bibit. Hal-hal penting yang harus diperhatikan

dalam penyiapan umbi bibit kentang adalah sebagai berikut.

1. Umbi bibit harus berasal dari varietas atau klon unggul komersial.
2. Umbi bibit harus bebas dari penyakit layu bakteri dan penyakit lainnya.
3. Umbi bibit berukuran 30 g 45 g/umbi dan setelah bertunas sepanjang 2

cm (Rukmana, 2002).

Pada prinsipnya, menghasilkan benih tidak selalu harus dilaksanakan di

lapangan. Penangkaran benih dalam luasan terbatas dapat dilaksanakan di

laboratorium untuk maksud-maksud khusus dan spesifik, misalnya untuk

memproduksi benih.

B. Kultur Jaringan

Teknik kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari

tanaman, seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan, dan organ, serta

menumbuhkannya dalam kondisi aseptik sehingga bagian-bagian tersebut dapat

memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap (Gunawan (1987)

dalam Karjadi dan Buchory, 2008). Keberhasilan dalam teknologi dan aplikasi

8
metode kultur jaringan erat dengan penyediaan hara yang mencukupi dan sesuai

dengan kultur sel ataupun jaringan. Terdapat dua hal yang seringkali sangat

menentukan keberhasilan kultur jaringan, yaitu asal eksplan dan media kultur

yang dipergunakan.

Aplikasi teknologi kultur jaringan untuk perbanyakan bibit telah banyak

memberikan keuntungan terutama pada tanaman hortikultura. Melalui kultur

jaringan tanaman dapat diperbanyak setiap waktu sesuai kebutuhan dengan faktor

multiplikasi yang cukup tinggi. Bibit varietas unggul yang mampu bersaing di

pasar Internasional baik segi kualitas maupun kuantitas dan jumlahnya sangat

sedikit dapat segera dikembangkan melalui kultur jaringan (Mariska (2004) dalam

Alfi, 2011).

Prinsip utama teknik kultur jaringan pada tanaman adalah berdasarkan teori

sel yang dikemukakan oleh Schwann dan Schleiden (1987) dalam Karjadi dan

Buchory (2008), yaitu setiap unit biologi terkecil yang mempunyai kemampuan

untuk beregenerasi membentuk tanaman lengkap. Untuk perbanyakan, dianjurkan

menggunakan meristem bersama daun primordia. Sebaliknya, jika tujuan untuk

menghilangkan infeksi penyakit sistemik virus, jaringan meristem harus bebas

dari daun primordia dan ukuran eksplan tidak melampaui 0,5 mm (Roca et al.

(1978) dalam Karjadi dan Buchory, 2008).

Kegunaan penggunaan bibit melalui kultur jaringan antara lain dapat

diperoleh bahan tanaman yang unggul dalam jumlah banyak dan seragam, selain

itu dapat diperoleh biakan steril (mother stock) sehingga dapat digunakan sebagai

bahan untuk perbanyakan selanjutnya (Lestari (2008) dalam Lestari, 2011). Untuk

9
mendapatkan hasil yang optimum maka penggunaan media dasar dan zat pengatur

tumbuh yang tepat merupakan faktor yang penting (Purnamaningsih dan Lestari

(2008) dalam Lestari, 2011).

Keberhasilan kultur jaringan dipengaruhi hal-hal sebagai berikut:

1. Bentuk regenerasi dalam kultur


2. Eksplan adalah bagian tanaman yang dipergunakan sebagai bahan awal untuk

perbanyakan tanaman. Faktor eksplan yang penting adalah genotip/varietas,

umur eksplan, letak pada cabang, dan seks (jantan/betina).


3. Media tumbuh, yang mana di dalam media tumbuh itu terkandung komposisi

garam an-organik dan zat pengatur tumbuh.


4. Zat pengatur tumbuh tanaman, yang mana faktor yang perlu diperhatikan

dalam penggunaan ZPT adalah konsentrasi, urutan penggunaan, dan periode

masa induksi dalam kultur tertentu.


5. Lingkungan tumbuh yang mempengaruhi regenerasi tanaman (Yuliarti, 2010).

Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur

jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung jenis tanaman yang akan

diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri atas garam mineral, vitamin

dan hormon. Selain itu diperlukan juga bahan tambahan seperti agar-agar, gula,

dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi,

baik jenis maupun jumlahnya, tergantung tujuan dari kultur jaringan yang

dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-

botol kaca. Media juga harus disterilkan dengan memanaskannya dengan autoklaf

(Yuliarti, 2010).

Media untuk kultur jaringan dapat dibuat dalam bentuk cairan maupun

padat. Media padat adalah media yang mengandung semua komponen kimia yang

10
dibutuhkan oleh tanaman dan dipadatkan dengan menambahkan zat pemadat

berupa agar-agar batangan, agar-agar bubuk (yang biasanya digunakan sebagai

bahan makanan), atau agar-agar dalam kemasan yang memang khusus digunakan

untuk keperluan laboratotium (Mulyadi (2007) dalam Pangaribuan, 2012).

III. METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN


A. Tempat dan Waktu Praktik Kerja Lapangan

Praktik Kerja Lapangan ini akan dilaksanakan di Balai Pengkajian

Bioteknologi BPPT Tangerang Selatan, Banten selama 25 hari kerja yaitu mulai

bulan Juli sampai dengan Agustus 2014.

B. Materi Praktik Kerja Lapangan

11
Materi yang dipelajari dalam praktik kerja lapangan ini adalah mengenai

teknik perbanyakan tanaman kentang menggunakan teknik kultur jaringan di

Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT Tangerang Selatan.

C. Metode Praktik Kerja Lapangan

Metode pelaksanaan praktik kerja lapangan dilakukan dengan magang, yaitu

ikut serta dan berpartisipasi aktif dalam proses pelaksanaan kegiatan yang ada di

Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT Tangerang Selatan serta melakukan

wawancara untuk mendapatkan sumber informasi data sekunder dan primer.

D. Teknik Pengambilan Data

Praktik Kerja Lapangan dilaksanakan dengan praktik langsung di

laboratorium, observasi ke lapangan, serta survei melalui wawancara. Jenis dan

teknik pengambilan data adalah sebagai berikut.

1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan cara observasi di lapang, wawancara

langsung, dan mengikuti semua kegiatan tentang teknik perbanyakan tanaman

12
kentang menggunakan teknik kultur jaringan. Wawancara dilakukan pada saat

pelaksanaan praktik kerja lapangan dengan menanyakan langsung kepada

pembimbing PKL.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari hasil catatan dan studi pustaka serta

informasi lain yang mendukung materi PKL. Catatan atau dokumen yang ada

di Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT Tangerang Selatan atau sumber-

sumber lain yang dipelajari dan dikaji untuk mendukung dalam pembahasan

terkait materi PKL.

IV. JADWAL PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan

No Minggu
. Jadwal kegiatan 5
1 2 3 4
1. Persiapan
2. Pelaksanaan
Perbanyakan tanaman kentang
Pengambilan data primer
Pengambilan data sekunder

13
3. Penyusunan laporan

DAFTAR PUSTAKA

Alfi, M. A. 2011. Laporan Praktikum Teknik Kultur Jaringan Sterilisasi dan


Penanaman Eksplan Kentang.
http://muhammadalialfi.blogspot.com/2011/12/teknik-kultur-jaringan.html
Diakses pada 24 Juni 2014.

Karjadi, A.K. dan Buchory A. 2008. Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap
Pertumbuhan dan Perkembangan Jaringan Meristem Kentang Kultivar
Granola. Jurnal Hortikultura. 18(4): 380-384.

14
Lestari, E.G. 2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan Tanaman
melalui Kultur Jaringan. Jurnal AgroBiogen. 7(1): 63-68.

Natasasmita, S dan Toto Sunarto. 2006. Pengaruh Jenis dan Waktu Tanam
Tanaman Musuh Untuk Mengendalikan Globodera rostochiensis. Laporan
Penelitian. Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjran. Bandung

Pangaribuan, R.P. 2012. Multiplikasi Planlet Tanaman Kentang (Solanum


tuberosum L) Secara In Vitro Pada Media MS dengan Penambahan Kinetin
dan IBA. Proposal Penelitian. Fakultas Pertanian. Universitas Katolik ST
Thomas Sumatera Utara. Medan.

Pitojo, S. 2004. Benih Kentang. Kanisisus. Yogyakarta.

Rukmana, R. 2002. Usaha Tani Kentang di Dataran Medium. Kanisius.


Yogyakarta.

Samadi, B. 2007. Kentang dan Analisis Usaha Tani Edisi Revisi. Aknisisus
Yogyakarta.

Satria, B. 2004. Perbanyakan Vegetatif Klon Kentang Unggul (Solanum


tuberosum L.) dengan Pemberian Berbagai Konsentrasi BAP Pada Media
MS Melalui Kultur Jaringan. Stigma. 12(1).

Sunarjono, Hendro. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya Kentang. Agromedia


Pustaka. Jakarta.

Yuliarti, N. 2010. Kultur Jaringan Tanaman Skala Rumah Tangga. Lily Publisher.
Yogyakarta.

15

Anda mungkin juga menyukai