Anda di halaman 1dari 7

KEHIDUPAN MASYARAKAT PESISIR

KEPULAUAN RIAU

Disusun Oleh :

KINANTI FAUSTA IDELIA (26030116120031)

NAILI ROHMAH (26030116120033)

GRACE SINTANIA BUTAR BUTAR (26030116120036)

ARINI SANDRA PRATIWI (26030116120037)

WINNE ISTIANISA (26030116140038)

AZIZATUL NUR IMAMAH (26030116130039)

MUHAMMAD ADAM W. (26030116140040)

FEBRIANA PUTRI R. (26030116140041)

UNIVERSITAS DIPONEGORO

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

2017
BAB I

PENDAHULUAN

Provinsi Kepulauan Riau merupakan provinsi dengan laut yang cukup luas, tidak
heran apabila banyak hasil laut yang terdapat di Kepulauan Riau. Banyak penduduk yang
tinggal di pesisir laut atau pantai. Kepulauan Riau juga merupakan tempat transportasi
laut dimana kapal-kapal dari luar daerah maupun negara lain yang datang ke Kepulauan
Riau. Kepulauan Riau merupakan daerah melayu yang ada di Indonesia dengan dua kota
dan lima kabupaten.

Sebagai Provinsi Kepulauan, wilayah ini terdiri atas 96 % lautan. Kondisi ini
sangat mendukung bagi pengembangan usaha budidaya perikanan mulai usaha
pembenihan sampai pemanfaatan teknologi budidaya maupun penangkapan. Di
Kabupaten Karimun terdapat budidaya Ikan kakap, budidaya rumput laut, kerambah
jaring apung. Kota Batam, Kabupaten Bintan, Lingga dan Natuna juga memiliki potensi
yang cukup besar dibidang perikanan. Selain perikanan tangkap di keempat Kabupaten
tersebut, juga dikembangkan budidaya perikanan air laut dan air tawar. Di kota Batam
tepatnya di Pulau Setoko, bahkan terdapat pusat pembenihan ikan kerapu yang mampu
menghasilkan lebih dari 1 juta benih per tahun. Oleh karena itu, mayoritas masyarakat di
Kepulauan Riau berpenghasilan dari lingkup perikanan. Terutama masyarakat pesisir,
masyarakat pesisir yaitu sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama mendiami
wilayah pesisir yang membentuk dan memiliki kebudayaan khas serta terkait dengan
ketergantungannya pada pemanfaatan sumber daya pesisir.
BAB II

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana kehidupan sehari-hari masyarakat pesisir di Kepulauan Riau ?


2. Bagaimana adat istiadat masyarakat pesisir di Kepulauan Riau ?
BAB III

PEMBAHASAN

A. KEHIDUPAN SEHARI-HARI MASYARAKAT PESISIR DI


KEPULAUAN RIAU

Kehidupan sehari-hari masyarakat pesisir sangat bergantung pada


lautan sehingga sebagian besar masyarakat bekerja sebagai nelayan. Nelayan
adalah suatu fenomena sosial yang sampai saat ini masih merupakan tema
yang sangat menarik untuk didiskusikan. Membicarakan nelayan hampir pasti
isu yang selalu muncul adalah masyarakat yang marjinal, miskin dan menjadi
sasaran eksploitasi penguasa baik secara ekonomi maupun politik ( Razali,
2004).

Mata pencaharian masyarakat pesisir di Kepulauan Riau pada


umumnya adalah sebagai nelayan. Masyarakat pesisir di Kepulauan Riau
menangkap ikan di daerah perairan dangkal, namun apabila mereka tidak
mendapatkan hasil di daerah perairan dangkal nelayan di pesisir Kepulauan
Riau akan pergi berlayar ke laut bagian dalam. Akan tetapi, nelayan pesisir
dapat pergi melaut apabila cuaca cerah, sedangkan pada cuaca yang tidak
mendukung seperti hujan, badai, dan gelombang air laut yang kuat, mereka
tidak bisa pergi melaut.Keadaan tersebut dapat terjadi selama seminggu atau
bahkan berbulan-bulan. Hasil dari tangkapan mereka dikirim ke daerah lain.
Bahkan ada yang di ekspor ke Singapura. Selain ikan, ketam yang di ambil
isinya juga di kirim ke Singapura atau ke Negara lain. Kepulauan Riau
merupakan daerah penghasil ikan yang cukup banyak. Masyarakat pesisir
memiliki peranan penting dalam memenuhi kebutuhan mereka sekaligus
memenuhi kebutuhan masyarakat yang jauh dari Pesisir atau laut.

Bahasa yang digunakan masyarakat pesisir sedikit berbeda dengan


masyarakat di daerah yang jauh dari pesisir atau masyarakat kota, contohnya
seperti ambe, ambe dalam bahasa Indonesia yaitu saya, Selain ambe, ada juga
musek yang berarti tidak ada. Hal ini akan membuat masyarakat yang jauh
dari pesisir atau masyarakat kota yang mendengar akan merasa aneh karena
mereka tidak pernah mendengar kata-kata tersebut sebelumnya. Bahasa
digunakan sebagai identitas di suatu kelompok masyarakat sehingga
seseorang dapat mengenali bahwa orang tersebut berasal dari pulau tertentu.
Hal tersebut dikarenakan bahasa dialek daerah cukup susah untuk dihilangkan
karena lidah kita sudah terbiasa menggunakan bahasa tersebut.

B. Adat Istiadat Masyarakat Pesisir di Kepulauan Riau

Adat istiadat masyarakat pesisir di Kepulauan Riau sangat bergantung


dengan laut, seperti membuat sampan, rakit, perahu dan lain-lain. Selain itu,
terdapat juga suku laut. Suku (Orang) Laut adalah suku yang berada di pesisir
sepanjang kepulauan Riau. Di Indonesia, penyebutan suku bangsa ini biasa
dikenal sebagai Orang Laut (sea people) atau Suku Sampan (boat
tribe/sampan tribe) yang juga terdapat pada wilayah pesisir lainnya.
Sedangkan dalam berbagai karya etnografi mengenai masyarakat yang hidup
di laut dan berpidah di kawasan Asia Tenggara, kita temukan beberapa
macam sebutan, seperti sea nomads, sea folk, sea hunters and gatherers
(Sopher, 1977; Chou, 2003:2; Lenhart, 2004:750), dan dalam bahasa Thai
disebut Cho Lai atau Chaw Talay (Granbom, 2005; Katanchaleekul, 2007).
Meskipun demikian, oleh orang Melayu Riau kepulauan mereka lebih dikenal
sebagai Orang Laut (Chou, 2003:2).

Keberadaan suku Laut dipengaruhi oleh kebudayaan Melayu dan


pengaruh ajaran Islam yang menyebar melalui lautan dan perdagangan.
Sistem kepercayaan yang dianut oleh suku Laut sendiri masih kepercayaan
Animisme, meskipun sebagian yang lain memeluk agama Islam dan itu pun
masih bercampur dengan kepercayaan nenek moyang.
Suku laut yang berada di wilayah pesisir Kepulauan Riau
bersinggungan dengan daerah Melayu, sehingga dipengaruhi kuat oleh bahasa
Melayu. Bahkan, suku Laut sendiri lebih fasih menggunakan bahasa Melayu
mereka dibandingkan bahasa Indonesia. Hal ini juga disebabkan oleh
interaksi masyarakat suku Laut yang lebih sering bersua dengan orang-orang
Melayu. Hidup berpindah-pindah juga menjadi salah satu faktor penggunaan
bahasa Indonesia yang tidak lancar

Bentuk rumah masyarakat pesisir dominan rumah panggung, ada yang


menggunakan kayu maupun semen, tetapi kebanyakan menggunakan kayu
mungkin untuk mengurangi rasa panas atas terik matahari. rumah mereka
saling berdekatan, jalan yang menggunakan kayu menyambung dari rumah
satu ke rumah yang lainnya. Ada juga rumah masyarakat yang tidak
berdekatan bahkan jauh dari rumah masyarakat yang lainnya, mereka
menggunakan pompong atau sampan untuk menuju ke rumah yang lainnya.
Mereka tidak merasa takut dengan ombak karena mereka sudah terbiasa
dengan kehidupan di laut, mereka terbiasa karena kiri dan kanan mereka
semuanya laut.
DAFTAR PUSTAKA

http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/947/suku-orang-laut-kepulauan-riau

http://adenasution.com/2012/05/29/profil-provinsi-kepulauan-riau/

http://juliianto.blogspot.co.id/2014/03/kehidupan-masyarakat-pesisir.html

Razali, I. 2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Laut. Jurnal


Pemberdayaan Komunitas. III (02) : 61-68.

Anda mungkin juga menyukai