Anda di halaman 1dari 32

KEMENTERIAN KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

APBN YANG EFEKTIF DAN KREDIBEL UNTUK MEMBANGUN


INDONESIA DARI PINGGIRAN DENGAN MEMPERKUAT
DAERAH DAN DESA DALAM KERANGKA NKRI

SRI MULYANI INDRAWATI


MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

SOSIALISASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA TAHUN 2017

JAKARTA, 2 MARET 2017


OUTLINE
FUNDAMENTAL EKONOMI INDONESIA
Dan Tantangan Pembangunan
APBN SEBAGAI INSTRUMEN
Untuk Mendukung Pertumbuhan dan Pembangunan Yang Inklusif
TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA
Untuk Mendukung Peningkatan Layanan Publik & Kesejahteraan
TANTANGAN DAN STRATEGI
Pengelolaan Keuangan Daerah
2
FUNDAMENTAL EKONOMI INDONESIA (1)
Indonesia dengan rata-rata pertumbuhan 5,6% (kurun waktu 2007-2016) menjadi peringkat ketiga
diantara negara-negara G-20. Momentum ini menjadikan fundamental ekonomi Indonesia makin
kuat yang perlu terus dijaga keberlanjutannya.

Pertumbuhan Ekonomi Negara Negara G20


Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (%)
& BRICS (2007-2016)

6,3 6,2 6,2


6,0 6,0
5,6
5,5
5,0 5,0 5,1
5,6
4,9
4,6

2017f
2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

source: IMF & BPS 3


FUNDAMENTAL EKONOMI INDONESIA (2): SUMBER PERTUMBUHAN PDB
Pertumbuhan PDB ditopang oleh Konsumsi Rumah Tangga dan Investasi (sisi pengeluaran) sebagai
engines of growth, serta pertumbuhan sektor pertambangan yang positif (sisi produksi).

SISI PENGELUARAN SISI PRODUKSI Distribusi (%)


Pertanian (%, yoy) Pertambangan (%, yoy)

PRIMER
Ekspor
Investasi (PMTB) Rata-rata 2006-2015: 5,3%
Rata-rata 2006-2015: 6,8% Net Ekspor Lainnya Pertumbuhan 2016: -1,7%
Pertumbuhan 2016: 4,5% 0,8% -0,4% Estimasi 2017: 0,2%
Estimasi 2017: 6,0% Impor
Rata rata 2006-2015: 5,1% Industri(%, yoy)
Investasi Pertumbuhan 2016: -2,3%
Estimasi 2017: 0,7%

SEKUNDER
(PMTB)
32,3%
Produk Domestik Bruto
Konsumsi Infokom
Konsumsi
Pemerintah Rumah
9,4% Tangga

TERTIER
57,1%
Konsumsi Pemerintah Konsumsi Rumah Tangga*
Rata-rata 2006-2015: 6,3% Rata-rata 2006-2015: 4,9%
Pertumbuhan 2016: -0,1% Pertumbuhan 2016: 5,0%
Estimasi 2017: 4,8% Estimasi 2017: 5,0%

4
FUNDAMENTAL EKONOMI INDONESIA (3) : INDIKATOR MAKROEKONOMI
Kemiskinan, pengangguran, dan Gini Ratio menurun, sedangkan
Kemudahan Berusaha meningkat.

Kemiskinan Gini Ratio


10,7% 0,397
Tahun 2015= 11.3% Tahun 2015=0,41
Prov Tertinggi : 0,44
Prov Tertinggi : 28,5
Prov Terendah: 0,28
Prov Terendah: 3,75

Pengangguran
5,61% Rank of EODB
2017 = 91
Tahun 2015= 6,18% 2016 = 106
Prov Tertinggi : 8,92
Prov Terendah: 1,89

KEMENTERIAN KEUANGAN
5
FUNDAMENTAL EKONOMI INDONESIA (4) : TANTANGAN EKSTERNAL
Lingkungan global penuh dengan tantangan, diliputi ketidakpastian & volatilitas

Kenaikan suku Brexit China economic


bunga The FED &
rebalancing
kebijakan
ekonomi AS
Keamanan &
Geopolitik
Harga Komoditas
Rendah
Proteksionisme
Perubahan iklim

LEMAHNYA PERMINTAAN & PERDAGANGAN


6
FUNDAMENTAL EKONOMI INDONESIA (5) : TANTANGAN INTERNAL
Ketimpangan secara horizontal masih terjadi, sumber pertumbuhan masih bertumpu pada kawasan barat,
Tingkat Kemiskinan di kawasan timur masih relatif tinggi, dan Tingkat Pengangguran tertinggi di Jawa.

KALIMANTAN: 7,9% thd PDB


Pertambangan, Industri, Pertanian
SULAWESI: 6,0% thd PDB
Pertanian, konstruksi, perdagangan
11,1%
2,0%
4,3% 6,5% 3,8% 5,5%
5,2% 22,0%
1,2% 7,4%
11,0% 7,5%
SUMATERA: 22,0% thd PDB
Pertanian, Industri pengolahan,
pertambangan
3%
PAPUA: 2,5% thd PDB
10,1% 14,7% Pertambangan, pertanian, dan
5,9%
5,6 % administrasi pemerintahan
5,9%
BALI & NUSRA: 13,1% thd PDB
Pertanian, pariwisata, perdagangan

JAWA: 58,5% thd PDB Pertumbuhan PDRB, 2016, YoY


Industri pengolahan, perdagangan, Tingkat pengangguran 2016
konstruksi
Tingkat Kemiskinan Daerah, per September 2016
Source: BPS 7
FUNDAMENTAL EKONOMI INDONESIA (6) : TANTANGAN INTERNAL
Masih terjadi kesenjangan ekonomi dan ketimpangan dalam penyediaan
layanan publik antarwilayah

Akses Air Bersih PDRB per Kapita

194.875 15 per 100.000


100% Kota Banda
Kota Banjarmasin Aceh
Prov. Kalimantan Selatan Prov. Aceh
10% 37.841
Kab. Mamasa 14.928 1.4 per 100.000
Prov. Sulawesi Barat Kab.Kupang
Ribu
rupiah Prov. NTT
4% Kab. DKI SULUT NTT
Memberamo
Prov. Papua

Akses
Sanitasi Gini Ratio Partisipasi Sekolah
Kota Pangkal Pinang hingga SMA
Prov. Bangka Belitung
97%
Kota Padang Sidempuan
Prov. Sumatera Utara
Kab. Gorontalo Utara 36%
Prov. Gorontalo 87%
Kab. Tulang Bawang
Prov. Lampung
Kab. Asmat 14% 0.27 0.36 0.43 36%
Prov. Papua
Bangka Belitung Sulawesi Barat Jawa Barat
SMA
7%
Sumber : PDRB 2015-BPS, Akses Air Bersih, Akses Sanitasi, Kab. Pegunungan
Partisipasi Sekolah 2015-Susenas, Akses Tenaga Kesehatan Bintang
2014-PODES Prov. Papua

8
FUNDAMENTAL EKONOMI INDONESIA (7) : STRATEGI MENGATASI TANTANGAN

KEMISKINAN KESENJANGAN

DIATASI MELALUI PERTUMBUHAN INKLUSIF


Meningkatkan Meningkatkan Institusi yang Tata kelola
Produktivitas Daya Saing bersih & efektif yang baik

9
APBN SEBAGAI INSTRUMEN UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN & PEMBANGUNAN
YANG INKLUSIF (1)
Diperlukan Sinergi Antar Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Menghadapi
Tantangan Domestik & Global
EKONOMI YANG INKLUSIF

a.l. neraca
a.l. suku bunga,
APBN, APBD pembayaran,
PDB makro dan
Insentif Fiskal mikroprudensial
ekspor - impor,
arus modal
10
APBN SEBAGAI INSTRUMEN UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN & PEMBANGUNAN
YANG INKLUSIF (2)

APBN harus dikelola secara


hati-hati, bijaksana, kredibel,
akuntabel, dan sustainable Menciptakan
Fundament dalam Pertumbuhan Ekonomi
menciptakan stabilitas yang Berkualitas, Inklusif,
dan Berkelanjutan
makroekonomi.
Rp Instrumen kebijakan fiskal
yang efektif.
APBN
Berperan fundamental Menjaga fundamental
ekonomi yang makin
sebagai
kukuh
Jangkar pengelolaan ekonomi
yang sehat & sustainable
Kebijakan fiskal dan APBN yang
Mewujudkan
kredibel dibangun melalui:
Perumusan dan penyusunan
pemerataan antar
yang tepat, akurat, dan wilayah, sektor, dan
realistis kelompok penghasilan
Disiplin fiskal dan anggaran masyarakat
yang ketat, serta deviasi
antara target dengan
realisasi seminimal mungkin.
KEMENTERIAN KEUANGAN 11
APBN SEBAGAI INSTRUMEN UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN & PEMBANGUNAN
YANG INKLUSIF (3)
Realisasi APBN 2016: Melalui langkah-langkah pengendalian belanja dan optimalisasi pendapatan
negara, pelaksanaan APBNP 2016 tetap aman, defisit tetap terkendali, dan kredibilitas APBN tetap terjaga.

Defisit terkendali 2.46% thd PDB

Kredibilitas terjaga melalui


penyesuaian target penerimaan pajak
yang realistis & konsolidasi belanja

Realisasi Penerimaan dari Program


Amnesti Pajak Rp112 T

Implementasi kebijakan efisiensi atau


smart cutting

Penyerapan belanja K/L 100% setelah
penghematan
Realisasi Transfer ke Daerah tetap
terjaga baik, tidak jadi dilakukan
penundaan DAU

MESKIPUN TERJADI PENGHEMATAN/PEMOTONGAN ANGGARAN BELANJA,


PENCAPAIAN OUTPUT/OUTCOME PENDIDIKAN DAN KESEHATAN MASIH DAPAT DIJAGA
KEMENTERIAN KEUANGAN
12
APBN SEBAGAI INSTRUMEN UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN & PEMBANGUNAN
YANG INKLUSIF (4)
Dengan perencanaan yang baik, meskipun terjadi penghematan/pemotongan anggaran, output/outcome
program kedaulatan pangan dan infrastruktur dapat tercapai.
350
Anggaran Infrastruktur
290,3
317,2
Jalan (km) Bandara
300 256,2 267,0

250
Rekonstruksi, Pelebaran,
200 Realisasi: Pembangunan (tdk termasuk jalan tol)
Pembangunan baru
2015 88,3% Target 15
150 Target 3.149,6
2016 84,2%
100 Capaian 2.528,7 Capaian 15 (3 selesai)

50
Jembatan (km) Jalur Kereta Api (kmsp)
0
APBNP Realisasi
2015
APBNP Realisasi
2016
Beberapa
Pembangunan (termasuk
output Pembangunan baru (tdk termasuk
Anggaran Kedaulatan Pangan flyover), tidak termasuk LRT Sumsel dan Jabodebek
140 125,9 117,9
peningkatan prioritas Target 142,1
Target 12,9
120
110,3
99,3 TA 2016 Capaian 33,0
100 Capaian 10,6
80
Bendungan Irigasi (km)
60 Realisasi:
40 201587,6%
20 201684,2%
0 Irigasi Primer dan Sekunder
Target 37 Target 4.889
APBNP Realisasi APBNP Realisasi
2015 2016
Capaian 37
(dalam triliun rupiah) Capaian 1.025

KEMENTERIAN KEUANGAN
13
APBN SEBAGAI INSTRUMEN UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN & PEMBANGUNAN (5)
Meskipun terdapat penghematan alamiah DAK Fisik dan DAK Nonfisik, namun target output/outcome
untuk beberapa program tetap tercapai, bahkan terlampaui.
REALISASI PENYALURAN DAN CAPAIAN OUTPUT
OUTPUT DAK FISIK
REALISASI DAK FISIK
DAK FISIK BIDANG INFRASTRUKTUR TA 2016 - 2017
KEMANTAPAN AIR
JALAN MINUM

Target : 66,5 % Target : 386.702 Sambungan Rumah


Capaian : 67,73 % Capaian : 331.032 Sambungan Rumah

IRIGASI

Target : 895.000 Ha
Capaian : 830.667 Ha

REALISASI DAK NONFISIK


OUTPUT DAK NONFISIK
BOP
BOS
PAUD
Target : 45,5 juta Siswa Target : 3,8 juta Siswa
Capaian : 45,7 juta Siswa Capaian : 3.8 juta Siswa

Tamsil
TPG Guru
Target : 1,30 juta Guru Target : 323,5 ribu Guru
Capaian : 1,21 juta Guru Capaian : 323,5 ribu Guru
KEMENTERIAN KEUANGAN 14
APBN SEBAGAI INSTRUMEN UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN & PEMBANGUNAN
YANG INKLUSIF (6)
Pemanfaatan Dana Desa harus dikelola dengan baik, agar setiap rupiah Dana Desa secara
efektif dapat meningkatkan kualitas hidup, menanggulangi kemiskinan dan kesenjangan,
serta memperluas skala ekonomi individu dan kelompok.

Rp40,8 T Rp3,1 T

2016
2016

KEMENTERIAN KEUANGAN 15
APBN SEBAGAI INSTRUMEN UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN & PEMBANGUNAN
YANG INKLUSIF (7)
Ekualisasi pendapatan & belanja antarwilayah untuk memperkuat pelaksanaan Nawacita ketiga,
desentralisasi fiskal dan otonomi daerah, serta memperkokoh eksistensi NKRI
(Jawa mensubsidi wilayah lain di luar Jawa)
KALIMANTAN Triliun Rp SULAWESI Triliun Rp
I. Pendapatan 86,0 I. Pendapatan 19,7 MALUKU dan PAPUA Triliun Rp
a. Pajak 32,0 a. Pajak 16,6 I. Pendapatan 18,4
b. Bea & Cukai 1,1 b. Bea & Cukai 0,6
c. PNBP 52,9 a. Pajak 10,7
c. PNBP 2,5
b. Bea & Cukai 1,7
II. Belanja 93,9 II. Belanja 104,5
c. PNBP 6,0
a. TKDD 73,6 a. TKDD 73,3
II. Belanja 89,6
b. Belanja K/L 20,3 b. Belanja K/L 31,2
a. TKDD 71,7
Neto (I-II) (7,9) Neto (I-II) (84,8) b. Belanja K/L 17,9
Neto (I-II) (71,3)

SUMATERA Triliun Rp

I. Pendapatan 144,1
a. Pajak 66,9
b. Bea & Cukai 6,8
c. PNBP 70,4
II. Belanja 232,3
a. TKDD 176,1
b. Belanja K/L 56,2
JAWA Triliun Rp
Neto (I-II) (88,2)
I. Pendapatan 1.143,2
BALI dan NUSRA Triliun Rp
a. Pajak 884,9
Keterangan:
b. Bea & Cukai 161,6 I. Pendapatan 15,5
c. PNBP 96,6
1. Pendapatan yang
a. Pajak 11,7
II. Belanja 302,8 b. Bea & Cukai 1,5
dikumpulkan dari Daerah ke
a. TKDD 201,8 c. PNBP 2,3 Pusat
b. Belanja K/L 101,0 II. Belanja 56,4 2. Belanja yang dikembalikan dari
a. TKDD 39,5 Pusat ke Daerah
Neto (I-II) 840,4
b. Belanja K/L 17,0 3. Data dalam Triliun Rp
4. Data rata-rata 2014-2016
Neto (I-II) (40,9)

Kebijakan ekspansi anggaran di luar jawa dimaksudkan untuk mendukung akselerasi pembangunan di luar
jawa dalam mempercepat ekualisasi kemajuan antara wilayah Jawa dengan luar Jawa.
16
APBN SEBAGAI INSTRUMEN UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN & PEMBANGUNAN
YANG INKLUSIF (8)
Berperan penting dalam memberikan stimulasi secara terukur dengan tetap menjaga keberlanjutan fiskal

Pendapatan Negara Menjaga Kredibiltas APBN 2017 Belanja Negara


1 Basis perhitungan lebih realistis
Nominal (Rp Tn) % thd PDB (RHS)
2500 20%
Anggaran yang ekspansif dan
2
15% 15%
16,30%16,20%15,80% 18%
prudent, dengan defisit 2.41% thd PDB
2000 14,70% 16%
13,10% Target penerimaan perpajakan lebih
12,40%12,80% 14% 3 realistis (tumbuh 16.8% dari realisasi 2016)
1500 12%
10% Penguatan reformasi perpajakan untuk
optimalisasi pendapatan 4

1750,3
1000 1551,8 8%
1550,5
1438,9

1508
1338,1
1210,6

6%
Kebijakan belanja yang mendukung
995,3
848,8

500 4% 5 prioritas strategis seperti infrastruktur


2%
0 0% Penguatan desentralisasi fiskal 6
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Defisit APBN Rasio Utang terhadap PDB


0 0,0%
-4,1

-46,8

-84,4
-88,6

-0,08% -0,5%
-153,3

-211,7

-226,7

-298,5

-307,7

-500 -330,2
-0,73% -1,0%

-1000 -1,14% -1,5%


-1,58% -2,0%
-2,25%
-1,83%
-1500 -2,5%
-2,33%
-2,58% -2,41%
-2,46% -3,0%
-2000
-3,5%

-2500
KEMENTERIAN KEUANGAN
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
-4,0%
17
TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA (1)
Kebijakan dan Tantangan Pelaksanaan TKDD Tahun 2017

Pagu DAU tidak final. Pengalihan urusan Pengalihan urusan konkuren


Penyesuaian alokasi DAU pemerintahan. daerah -> pusat.
Pengalihan urusan konkuren
pd APBN-P dan APBD-P Beban pengalihan sdh
butuh Rp3 T.
Implikasi: Penyesuaian ditampung Rp15,4 T pd Implikasi: 6 bulan belanja
belanja & kontrak. APBN 2017. pegawai telah dan akan
Solusi: fleksibilitas kontrak, Potensi tambahan beban menjadi beban APBD 2017.
cash planning. pengalihan Rp3,6 T. 6 bulan selanjutnya menjadi
Perlu penyesuaian porsi beban APBN (Rp1,5 T).
DAU dlm APBN-P. Solusi: Rp 756 M sbg
pengurang DAU.

T Penyelesaian Kurang Bayar


DBH
Kurang Bayar DAK Fisik
Direncanakan di-carry over
Penyaluran Dana Transfer
berdasarkan kinerja
Kurang bayar DBH sd 2015 pd APBN-P 2017 . pelaksanaan di daerah.
Minimal 25% DAU dan sudah sebagian diselesaikan Syarat carry over:
Penyaluran DAK Fisik dan
(Rp28,9 T). output 100% pd 2016
DBH digunakan untuk Sisa Kurang Bayar Rp25,3 T. dilakukan verifikasi teknis
Dana Desa melalui KPPN.
Infrastruktur Telah dianggarkan Rp10,9 T & administrasi
pada APBN 2017, sehingga
kurang bayar tersisa Rp14,5 T.
KEMENTERIAN KEUANGAN
18
TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA (2):
MEMPERKUAT DESENTRALISASI FISKAL DAN IMPLEMENTASI NAWACITA KE-3
Peningkatan signifikan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) - konsisten dengan desentralisasi
fiskal, namun efektivitas belanja daerah menjadi tantangan selanjutnya

Rp 764,9 T
Rp 623,1 T Transfer ke Daerah dan Dana Desa naik signifikan
2017 untuk penyediaan pelayanan publik dan
2015
Rp 480,6 T peningkatan kesejahteraan.
2012 TKDD

Tahun 2012 2014 2016 Belanja pegawai relatif menurun, sedangkan


belanja modal relatif meningkat.
Belanja Modal 12,6% 19,5% 22,9%
Belanja modal untuk infrastruktur perlu didorong
Belanja Pegawai 42,3% 38,2% 36,8% untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

SiLPA APBD meningkat dan dalam jumlah yang


cukup besar.
Perlu cash planning yang akurat dan percepatan
belanja daerah.

KEMENTERIAN KEUANGAN 19
TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA (3) :
KONTRIBUSI DANA TRANSFER DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
Rata-rata belanja infrastruktur melalui anggaran Transfer Ke Daerah dan Dana Desa
sebesar 10% dari total belanja APBN (tahun 2015-2017)

Rp38,1T Rp32,6T
(66%) Rp66.3T (16%)
(62%) Rp3,5T
Rp.3,0T (2%)
2015 (5%) 2016
Rp174,9T Rp16,6T Rp228,3T
Rp2,9T
2017 Rp48,0T
(22%)
(29%)
(3%)
Rp208,1T
Rp117,2T Rp37,6T
Rp121.5T
(35%) Rp124,0T
(67%) (53%)
(60%)

DAK Fisik Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) Papua dan Papua Barat Dana Desa Dana Transfer Umum (25% dari DAU + DBH)

TARGET DAK FISIK 2017


Irigasi & Pertanian Pendidikan Jalan Kesehatan Perumahan Air Minum Sanitasi

Baru : 5.000 Ha Rehab kelas: 448 Sambungan Air Minum 169.500 Sambungan RT
Rehab :755.200 Ha 27.140 unit Kondisi Mantap: Rumah Sakit: 49.000 rumah
Provinsi: 71,75% 453 unit Utk masyarakat bagi 716.352 rumah tangga. 1.026 unit IPAL Usaha Skala Kecil
10.000 unit embung Ruang Kelas Akses air minum layak bagi 348.000 unit tangki septik individu
Baru: 3.590 unit Kab/Kota: 60,76% Puskesmas :
5.059 unit
miskin
688.436 rumah tangga TPS 3R sebanyak 700 unit.
20
TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA (4) :
Optimalisasi Dana Transfer untuk mengurangi beban ekonomi dan langsung dinikmati masyarakat

Bantuan untuk mendukung program KB dan


Bantuan Operasional untuk pencapaian program wajib
Operasional penggerakan program KB di
Sekolah (BOS) belajar 12 Tahun yg terjangkau &
Keluarga Berencana Kampung KB dan Posyandu.
(Rp45,12 T) bermutu.
Sasaran : 46,2 juta siswa SD, SMP, (BOKB) (Rp0,29 T) Sasaran: 4.586 balai penyuluhan,
20.470 fasilitas kesehatan, dan 508
dan SMA/SMK
kampung KB & Posyandu

Bantuan Operasional untuk meringankan beban Peningkatan untuk meningkatkan kapasitas SDM
Penyelenggaraan masyarakat dalam memperoleh Kapasitas koperasi dan UKM melalui pelatihan
Pendidikan Anak akses PAUD. Koperasi dan dan pendampingan.
Usia Dini (BOP PAUD) Sasaran: 5,6 juta siswa UKM (PK2UKM) Sasaran: 23,6 ribu peserta pelatihan
(Rp3,58 T) (Rp0,1 T)

Bantuan Operasional untuk meringankan beban


masyarakat terhadap Administrasi untuk keberlanjutan dan keamanan
Kesehatan (BOK) sistem administrasi kependudukan
pembiayaan kesehatan, Kependudukan
(Rp6,62 T) (SAK)
khususnya pelayanan promotif (Rp0,75 T)
dan preventif, serta Jampersal. Sasaran: untuk dinas yang
menangani dukcapil dan untuk
Sasaran: 5,3 juta ibu hamil, 12,2
kecamatan
ribu Puskesmas, dan 104 RS
KEMENTERIAN KEUANGAN
21
TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA (5) :
TANTANGAN, KEBIJAKAN, DAN IMPLIKASI DANA DESA 2017

TANTANGAN KEBIJAKAN IMPLIKASI

Penggunaan belum optimal Prioritas penggunaan untuk Peningkatan pelayanan


pembangunan dan pemberdayaan publik dan kesejahteraan
masyarakat desa masyarakat desa
Kapasitas Perangkat Desa Peningkatan penyelenggaraan
belum memadai pelatihan tatakelola keuangan desa Peningkatan kualitas dan
dan pelatihan pengelolaan/ akuntabilitas Pelaporan
Kompetensi Tenaga pemanfaatan dana desa
Pendamping belum memadai. Peningkatan kompetensi tenaga Pengelolaan Dana Desa yang
pendamping. lebih baik
Potensi overlapping dalam Sinergi penyusunan regulasi Dana Desa
berbagai regulasi Dana Desa. antar K/L. Dampak Dana Desa
signifikan terhadap
Optimalisasi peran perwakilan pembangunan dan
Pemantauan, evaluasi, dan Kemenkeu di daerah dalam perekonomian
pengawasan belum memadai. penyaluran, pemantauan dan evaluasi

KEMENTERIAN KEUANGAN 22
TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA (6) : Dana Insentif Daerah mendorong
pemda untuk meningkatkan kinerja Pengelolaan Keuangan dan APBD, layanan
dasar publik, serta ekonomi dan kesejahteraan
DID besar di Jawa (34,6%) dan Sumatera (27,3%): kinerja keuangan, layanan publik, ekonomi dan
kesejahteraan antardaerah tidak merata, di kedua pulau lebih baik dari daerah lain di luar Jawa dan Sumatera.
SULAWESI
KALIMANTAN Se-Provinsi DID Daerah
Se-Provinsi DID Daerah Sulteng 95,3 5 (dalam miliar rupiah)
Kalbar 60,0 8 Sulut 262,4 13
Kalteng 208,7 11 Maluku,Papua, Papua Barat
Sulsel 206,8 17
Kalsel 284,7 14 Se-Provinsi DID Daerah
Sultra 149,6 8
Kaltim 149,1 9 Maluku 295,0 9
Gorontalo 52,5 7
Kaltara 22,5 3 Papua 80,6 5
Sulbar 166,2 5
Jumlah 725,0 45 Maluku Utara 110,8 4
Jumlah 932,8 55
Papua Barat 67,5 9
Jumlah 553,9 27

SUMATERA
Se-Provinsi DID Daerah
Aceh 726,3 19
Sumut 154,2 4
Sumbar 544,1 17
Riau 22,5 3 JAWA
Jambi 65,0 4 Se-Provinsi DID Daerah
DKI Jakarta 0,0 0
Sumsel 82,5 11 Jabar 461,9 21 BALI, NTB,NTT
Bengkulu 97,0 3 Jateng 1099,9 23 Se-Provinsi DID Daerah
DIY 270,8 6 Bali 201,8 9
Lampung 208,4 10
Jatim 682,0 31 NTB 254,2 11
Babel 137,3 3 NTT 192,3 6
Banten 80,6 5
Kep. Riau 7,5 1 Jumlah 648,3 26
Jumlah 2.595,2 86
Jumlah 2044,8 75
PERLU:
Peningkatan kapasitas bagi Pemda dengan kinerja kurang baik;
Perbaikan kriteria yang mencerminkan kinerja sesungguhnya serta Optimalisasi penggunaan DID untuk kegiatan produktif. 23
TANTANGAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (1):
KEMANDIRIAN FISKAL DAERAH BELUM OPTIMAL
Pajak daerah dan retribusi daerah belum optimal (rata-rata 13,32% pada periode 2011 sd. 2015),
APBD masih tergantung dari dana transfer.

Peningkatan Basis Data Perpajakan Modernisasi


Mendata ulang WP & objek pajak Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam pengelolaan
Meningkatkan koordinasi internal pemda, antara basis data.
lain dengan bagian penerbitan izin Penggunaan Teknologi Informasi dalam pelayanan
Memanfaatkan data pihak ketiga (BPN utk PBB) STRATEGI perpajakan, misalnya e-SKPD dan e-payment.
OPTIMALI Membangun organisasi perpajakan daerah
berdasarkan fungsi: pengelola data, pelayanan,
Penyesuaian Dasar Pengenaan Pajak SASI penagihan, pemeriksaan, dan pengawasan.
PAJAK Menyusun SOP setiap pelayanan.
Melakukan penilaian ulang atas dasar
pengenaan disesuaikan dengan potensi dan DAERAH
kemampuan pembayar pajak
Peningkatan SDM
Menambah jumlah diklat utk ahli penilaian,
penagihan, dan pemeriksaan.
Penilaian, Penagihan, dan Pemeriksaan
Menambah jumlah diklat terkait dengan praktik
Dibidang penilaian dan penagihan dapat
pemungutan perpajakan yang baik.
dikerjasamakan dengan DJP dan DJKN.
Kerjasama kemitraan dengan pemda lain yang
Dibidang pemeriksaan dapat berkoordinasi
dinilai sukses dalam pemungutan perpajakan.
dengan Polri, Kejaksaan, BPK & BPKP
24
TANTANGAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (2) :
Korelasi Dana Transfer, Layanan Publik dan Tingkat Kemiskinan
2010 2015
URAIAN
DANA TRANSFER IPM KEMISKINAN DANA TRANSFER IPM KEMISKINAN
Indonesia Rp344,6 T 66,53 13,33 Rp623,3 T 69,55 10,70
Provinsi
Tertinggi Rp10,1 T 76,31 36,8 Rp10,9 T 78,99 28,17
Terendah Rp0,5 T 54,45 3,48 Rp1,1 T 57,25 3,93
Deviasi Rp9,6 T 21,86 33,32 Rp9,8 T 21,74 24,24
Kab./Kota
Tertinggi 4,0 T 79,5 49,6 4,3 T 84,6 45,70
Terendah 0,1 T 48,0 1,7 0,2 T 25,5 1,70
Deviasi 3,9 T 31,5 47,9 4,1 T 59,1 44,0

Peningkatan Dana Transfer mendukung perbaikan tingkat layanan publik di daerah : Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) meningkat, kesenjangan tingkat kemiskinan antardaerah menurun.
Namun distribusi Dana Transfer yang pro wilayah miskin belum dapat menurunkan kesenjangan
layanan publik, terlihat dari deviasi IPM tertinggi dan terendah tidak banyak perubahan.
KEMENTERIAN KEUANGAN 25
TANTANGAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (3)
Masih terjadi ketimpangan infrastruktur antarwilayah.
Strategi mengatasi ketimpangan infrastruktur:
peningkatan porsi belanja infrastruktur dalam APBD;
penguatan sinergi skema pendanaan pembangunan infrastruktur, baik yang bersumber dari belanja K/L, Transfer ke Daerah dan
Dana Desa, maupun APBD; serta
optimalisasi skema pembiayaan dengan Pinjaman dan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha

Sulawesi Maluku & Papua


Sumatera Kalimantan
Air Minum Layak 67,11% Air Minum Layak 61,29%
Air Minum Layak 64,96% Air Minum Layak 70,07%
Sanitasi Layak 50,61% Sanitasi Layak 60,72% Sanitasi Layak 52,51%
Sanitasi Layak 57,52%
Jalan Kondisi Mantap 53,60% Jalan Kondisi Mantap 45,87%
Jalan Kondisi Mantap 64,96% Jalan Kondisi Mantap 58,34%
Belanja Infrastruktur Rp59,51 T Belanja Infrastruktur Rp14,91 T Belanja Infrastruktur Rp23,39 T Belanja Infrastruktur Rp23,00 T
% dari APBD 2016 21,9% % dari APBD 2016 12,2% % dari APBD 2016 21,5% % dari APBD 2016 23,0%

Kebutuhan
Kebutuhan infrastruktur
infrastruktur 2015-2019
Indonesia tahun 2015-2019
Jawa
Air Minum Layak 76,59%
Sanitasi Layak 72,12%
Jalan Kondisi Mantap 75,25%
Belanja Infrastruktur Rp65,76 T
% dari APBD 2016 15,5%

Bali & Nusa Tenggara


Air Minum Layak 75,23%
Sanitasi Layak 57,69%
Jalan Kondisi Mantap 54,17%
Belanja Infrastruktur Rp11,76 T
% dari APBD 2016 17,8%
26
TANTANGAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (4) :
PENYERAPAN APBD BELUM OPTIMAL
Besarnya saldo simpanan pemerintah daerah menghambat akselerasi pembangunan ekonomi,
peningkatan kualitas layanan, dan pengentasan kemiskinan & kesenjangan

Dana APBD di Perbankan Pola penyerapan APBD masih relatif sama setiap
tahun: Simpanan dana APBD di perbankan terus
(Triliun Rp) meningkat sampai pertengahan tahun, dan turun
350,00 signifikan menjelang akhir tahun.
300,00 Untuk mempercepat dan mengoptimalkan
penyerapan belanja APBD, pemerintah sejak tahun
2016, Pemerintah mulai menerapkan kebijakan
250,00

200,00
reward and punishment melalui konversi penyaluran
DAU dan/atau DBH ke Surat Berharga Negara.
150,00
Implikasi: Simpanan pemda pada akhir tahun 2016
100,00 Rp83,85 T atau berkurang sebesar Rp15,83 T dari
akhir tahun 2015 Rp99,68 T.
50,00

,00
JAN s.d FEB s.d s.d APRs.d MEI s.d s.d JULI s.d s.d s.d s.d s.d DES
MAR JUNI AGUS SEPT OKT NOV

*Sumber Data: Bank Indonesia, diolah


27
TANTANGAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (5) :
Strategi Kebijakan Menarik Investasi dan Kemudahan Berusaha

Penyederhanaan Peningkatan daya saing


perizinan investasi (competitiveness) daerah

Sinergi kebijakan
antara Pemerintah Pembentukan pelayanan
Stabilisasi politik, satu pintu (one stop
ekonomi, dan Pusat services)
sosial dengan Pemerintah
Daerah

Insentif fiskal Deregulasi dan


untuk investasi debirokratisasi

28
PELUANG, POTENSI & DUKUNGAN POSITIF DALAM MENCAPAI TUJUAN
PEMBANGUNAN

Fundamental Fundamental ekonomi yang SDA & SDM Populasi ke-4 terbesar di dunia
Ekonomi sehat dan momentum Masyarakat berpenghasilan
pemulihan ekonomi menengah yang meningkat
Pertumbuhan menjanjikan Negara demokrasi ke-3 terbesar
Berorientasi pada Desentralisasi yang lebih mapan
pertumbuhan inklusif
SDA melimpah

MASYARAKAT ADIL DAN MAKMUR

Komitmen Reformasi Persepsi Investasi Kerangka Institusi


Sinergi reformasi Perbaikan peringkat Lembaga eksekutif,
struktural dan fiskal Ease of Doing Business legislatif, dan yudikatif
yang transparan
Anggaran yang Iklim investasi di
lebih kredibel daerah yg kondusif Peranan swasta krusial
dalam mendukung
Sinergi Pusat dan Penguatan daya saing
pembangunan
Daerah daerah

29
PEMBELAJARAN 2016 DAN ARAH KEBIJAKAN KE DEPAN

Dengan sumber dana APBN dan APBD yang masih


terbatas, setiap rupiah belanja negara dan daerah harus
Adanya faktor ketidakpastian eksternal,
menghasilkan output/outcome yang maksimal melalui:
menyebabkan perencanaan pendapatan
negara harus lebih realistis dan kredibel. Sinkronisasi perencanaan dan penganggaran pusat
dan daerah, (belanja K/L dan transfer ke daerah),
Perlu ruang penyesuaian bagi belanja negara,
harmonisasi kegiatan antarprogram, antarkegiatan,
termasuk TKDD:
antarwilayah, dan antar sumber pendanaan.
Pagu DAU tidak final, sehingga dapat
disesuaikan apabila terjadi perubahan Optimalisasi penggunaan Dana Transfer Umum (DAU
pendapatan negara. dan DBH) sekurang-kurangnya 25% untuk belanja
infrastruktur yang berorientasi pelayanan publik dan
Implikasinya: perlu strategi pengelolaan APBD
pengurangan kemiskinan.
yang tepat dan peningkatan kapasitas
pengelola keuangan daerah. Penyaluran Dana Transfer Khusus dan Dana Desa
berbasis kinerja pelaksanaan (penyerapan dan
ketercapaian output) melalui KPPN agar lebih efisien
dan efektif.
Daerah perlu berperan aktif dalam
penghimpunan penerimaan pajak, melalui: Untuk mempercepat pembangunan infrastruktur yang
Menjaga kepatuhan atas pajak yang menjadi lebih merata, perlu dilakukan :
tanggungjawab APBD, dan Sinergi pendanaan, baik yang bersumber dari
Memberikan sanksi kepada pihak swasta belanja K/L, TKDD, maupun APBD.
yang menghindari pajak pusat dan daerah Optimalisasi pemanfaatan skema pembiayaan
(seperti sanksi perijinan usaha yang menjadi melalui pinjaman maupun Kerjasama Pemerintah
kewenangan daerah). dan Badan Usaha (KPBU)
KEMENTERIAN KEUANGAN 30
Terima Kasih

KEMENTERIAN KEUANGAN 31
FUNDAMENTAL EKONOMI INDONESIA : TANTANGAN INTERNAL
Pembangunan ekonomi yang inklusif (pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan pemerataan)
menjadi strategi utama mengatasi ketimpangan, baik antar provinsi maupun antar kab./kota di dalam suatu provinsi.
Terdapat variasi yang besar dalam ketimpangan, baik interdaerah maupun antardaerah, seperti Provinsi Jakarta dengan pendapatan perkapita yang tinggi
memiliki tingkat kemiskinan yang rendah, namun angka gini ratio-nya tinggi. Disisi lain, Gini ratio dan tingkat kemiskinan di Provinsi Maluku Utara rendah,
tetapi pendapatan perkapita-nya juga sangat rendah.

Rata-rata Nasional:
Tingkat Kemiskinan 10,7% 32
Pendapatan perkapita Rp45,18 jt

Anda mungkin juga menyukai