Anda di halaman 1dari 14

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Etiologi Pneumonia

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari


bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan gas setempat (Dahlan,2006 ).
Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantung-kantung
kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel
tubuh tidak bekerja. Gara-gara inilah, selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh,
penderita pneumonia bisa meninggal (Misnadiarly,2008).

Cara Terjadinya penularan berkaitan pula dengan jenis kuman, misalnya infeksi
melalui droplet sering disebabkan Streptococcus pneumonia, melalui slang infus oleh
Staphylococcus aureus sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh P. seruginosa
dan Enterobacter. Pada masa kini terjadi perubahan pola mikroorganisme penyebab
ISNBA akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekbalan dan penyakit
kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotic yang tidak tepat hingga
menimbulkan perubahan karakteristik kuman. Terjadilah peningkatan patogenitas/jenis
kuman. Terutama S.aureus, B.catarrhalis, H.influenzae dan Enterobacteriacae oleh
adanya berbagai mekanisme (Dahlan,2006). Pneumonia pada anak balita paling sering
disebabkan oleh virus pernapasan dan puncaknya terjadi pada umur 2-3 tahun, sedangkan
pada umur anak sekolah paling sering disebabkan oleh bakteri Mycoplasma pneumoniae
(Dahlan, 2006).
5

2.2 Klasifikasi Pneumonia

Pada masa lalu, pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia tipikal yang disebabkan oleh
Str. Pneumonia dan atipikal yang disebabkan kuman atipikseperti halnya M. pneumonia. Kemudian
ternyata manifestasi dari patogen lain seperti H. influenza, S. aureus dan bakteri gram negatif
memberikan sindromklinik yang identik dengan pneumonia oleh Str. Pneumoniae, dan bakteri lain
danvirus dapat menimbulkan gambaran yang sama dengan pneumonia oleh M.pneumoniae. Sebaliknya
Legionella spp. dan virus dapat memberikan gambaran pneumonia yang bervariasi luas karena itu istilah
tersebut tidak lagi dipergunakan (Dahlan 2006). .Pada perkembangannya pengelolaan pneumonia telah
dikelompokkan pneumonia yang terjadi di rumah sakit Pneumonia Nosokomial (PN) kepada
kelompok pneumonia yang berhubungan dengan pemakaian ventilator (Ventilator Associated
Pneumonia) dan yang didapat di pusat perawatan kesehatan (Healthcare Associated Pneumonia ).
Dengan demikian pneumonia saat ini dikenal dua kelompok utama yaitu pneumonia di rumah perawatan
(PN) dan pneumonia komunitas (PK) yang didapat di masyarakat. Disamping kedua bentuk
utama ini terdapat pula pneumonia bentuk khusus yang masih sering dijumpai.
Pneumonia secara umum dideskripsikan sebagai:

1. Lobar: terdpat lobus berbeda pada paru-paru.


2. Broncho-pneumonia: diffuse patchy, menyebar sepanjang paru-paru.
3. Interstisial: menyerang interstisium
4. Necrotising: cavitation dan penghancuran dari parenkim, membentuk abses-abses (Spicer, 2008).

Penemuan x-ray memungkinkan untuk menentukan jenis anatomi pneumonia tanpa pemeriksaan langsung
dari paru-paru di otopsi dan menyebabkan pengembangan klasifikasi radiologi. Awal peneliti membedakan
antara pneumonia lobar tipikal dan atipikal (misalnya Chlamydophila) atau pneumonia virus menggunakan
lokasi, distribusi, dan penampilan dari kekeruhan yang mereka lihat di rontgen dada. Beberapa x-ray temuan
dapat digunakan untuk membantu memprediksi perjalanan penyakit, meskipun tidak mungkin untuk secara
jelas menentukan penyebab mikrobiologis pneumonia dengan x-ray saja.
Dengan munculnya mikrobiologi modern, klasifikasi berdasarkan mikroorganisme penyebab menjadi
mungkin. Menentukan mikroorganisme yang menyebabkan pneumonia individu merupakan langkah
penting dalam menentukan jenis pengobatan dan panjang. Dahak budaya, kultur darah, tes pada sekresi
pernafasan, dan tes darah khusus digunakan untuk menentukan klasifikasi mikrobiologis. Karena pengujian
6

laboratorium seperti biasanya membutuhkan waktu beberapa hari, klasifikasi mikrobiologis biasanya tidak
mungkin pada saat diagnosis awal.

Klasifikasi menurut Zul Dahlan (2006):

A. Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas :

Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris denganopasitas lobus


atau lobularis.
Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat lambatdengan gambaran
infiltrat paru bilateral yang difus.

B. Berdasarkan faktor lingkungan


Pneumonia Komunitas
Jenis Pneumonia ini bisa bersifat bacterial atau viral. Infeksi bacterial terjadi
dalam dua pola morfologik yang sering tumpang tindih (Bronkopneumonia serta
Pneumonia Lobaris) dan disebabkan oleh berbagai mikroorganisme gram positif
atau gram negative. Bergantung pada virulensi bakteri dan resistensi hospes,
mikroorganisme yang sama dapat menyebabkan bronkopneumonia, pneumonia
lobaris atau suatu keadaan yang berada diantara kedua pneumonia ini.
- Streptococcus pneumonia atau pneumococcus merupakan mikroorganisme
yang paling sering ditemukan; diplokokus gram positif berbentuk lanset di
dalam neutrophil.
- Haemophilus influenza merupakan bakteri pleomorfik, gram negative,
berkapsul (enam serotip) atau tidak berkapsul (tidak bisa ditentukan tipenya);
mikroorganisme ini menyebabkan infeksi saluran nafas bawah dan meningitis
yang bisa membawa kematian pada anak-anak dan merupakan penyebab
umum pneumonia pada orang dewasa.
- Moraxella catarrhalis menyebabkan pneumonia bacterial, khususnya pada
manula; infeksi ini memperberat COPD dan merupakan penyebab umum otitis
media pada anak-anak.
- Pneumonia Staphylococcus aureus sering menjadi komplikasi penyakit virus
dan merupakan infeksi pada para pemakai obat intravena; infeksi oleh
mikroorganisme ini mengakibatkan abses dan empiema.
7

- Klebsiella pneumonia merupakan penyebab paling umum pneumonia gram


negatif; infeksi ini mengenai orang-orang yang keadaan umumnya buruk,
khususnya pecandu alcohol kronik.
- Pseudomonas aeruginosa sering ditemukan pada pasien kistik fibrosis dan
neutropenia.
- Legionella pneumophilia menyebar lewat aerosol; infeksi oleh
mikroorganisme ini menyebabkan pneumonia yang berat pada pasien dengan
gangguan imunitas.

Penilaian derajat Keparahan penyakit


Penilaian derajat kerahan penyakit pneumonia komunitas dapat dilakukan
dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient
Outcome Research Team (PORT) seperti tabel di bawah ini :

Tabel II.1 Sistem skor pada pneumonia komuniti berdasarkan PORT

Sumber: Jurnal Pneumonia Komuniti, 2003.


8

Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih'
kriteria di bawah ini. Kriteria minor:
Frekuensi napas > 30/menit
Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
Tekanan sistolik < 90 mmHg
Tekanan diastolik < 60 mmHg

Kriteria mayor adalah sebagai berikut :


Membutuhkan ventilasi mekanik
Infiltrat bertambah > 50%
Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)
Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita
riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialysis.

Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat


inap pneumonia komuniti adalah :
1. Skor PORT lebih dari 70
2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila
dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini.
Frekuensi napas > 30/menit
Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
Tekanan sistolik < 90 mmHg
Tekanan diastolik < 60 mmHg
3. Pneumonia pada pengguna NAPZA

Pneumonia Nosokomial
Pneumonia Nosokomial diartikan sebagai infeksi yang didapat selama dirawat di
rumah sakit. Pneumonia ini terjadi pada pasien dengan penyakit dasar yang berat
atau dengan pemakaian alat yang invasive, dan merupakan komplikasi serius yang
bisa membawa kematian.

Pneumonia Aspirasi
Pneumonia Aspirasi terjadi pada pasien-pasien yang keadaan umumnya sangat
buruk atau yang tidak sadarkan diri; keadaan ini sebagian mengakibatkan
9

pneumonia kimia (asam lambung) dan sebagian lagi pneumonia bacterial


(campuran dengan flora oral)

C. Berdasarkan sindrom klinis

Pneumonia bakterial berupa : pneumonia bakterial tipe tipikal yang terutama


mengenai parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia lobar serta
pneumonia bakterial tipe campuran atipikal yaitu perjalanan penyakit ringan dan jarang
disertai konsolidasi paru.
Pneumonia non bakterial, dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan Mycoplasma,
Chlamydia pneumoniae atau Legionella.

Pneumonia yang didapat dari Rumah Sakit (HAP)

Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (HAP, hospital-acquired pneumonia)


didefinisikan sebagai infeksi paru yang berkembang sekurang-kurangnya 28 jam setelah
dirawat di rumah sakit. Dokter unit gawat darurat dapat melihat HAP pada pasien yang
baru saja keluar dari fasilitas perawatan kesehatan, terutama di unit perawatan intensif
(Hendrickson,2005)

Ventilator Associated Pneumonia (VAP)

Pneumonia yang terjadi setelah 48-72 jam intubasi tracheal atau menggunakan
ventilasi mekanik di ICU
10

2.3 Patofisiologi

Aspirasi mikroorganisme yang mengkolonisasi sekresi orofarinks merupakan rute


infeksi yang paling sering. Rute inokulasi lain meliputi inhalasi, penyebaran
infeksi melalui darah (hematogen) dari area infeksi yang jauh, dan penyebaran
langsung dari tempat penularan infeksi
Jalan napas atas merupakan garis pertahanan pertama terhadap infeksi, tetapi,
pembersihan mikroorganisme oleh air liur, ekspulsi mukosiliar, dan sekresi IgA
dapat terhambat oleh berbagai penyakit, penurunan imun, merokok, dan intubasi
endotrakeal.
Pertahanan jalan napas bawah meliputi batuk, reflex muntah, ekspulsi mukosiliar,
surfaktan, fagositosis makrofag dan polimorfonukleosit (PMN), dan imunitas
selular dan humoral. Pertahanan ini dapat dihambat oleh penurunan kesadaran,
merokok, produksi mucus yang abnormal (mis., kistik fibrosis atau bronchitis
kronis), penurunan imun, intubasi dan tirah baring berkepanjangan.
Makrofag alveolar merupakan pertahanan primer terhadap invasi saluran
pernapaan bawah dan setiap hari membersihkan jalan napas dari mikroorganisme
yang teraspirasi tanpa menyebabkan inflamasi yang bermakna.
Bila jumlah atau virulensi mikroorganisme terlalu besar, maka makrofag akan
merekrut PMN dan memulai rangkaian inflamasi dengan pelepasan berbagai
sitokin termasuk leukotriene, factor nekrosis tumor (TNF), interleukin, radikal
oksigen , dan protease.
Inflamasi tersebut menyebabkan pengisian alveolus mengalami ketidakcocokan
ventilasi/perfusi dan hipoksemia. Terjadi apoptosis sel-sel paru yang meluas, ini
membantu membasmi mikroorganisme intrasel seperti tuberkolosis atau klamidia,
tetapi juga turut andil dalam proses patologis kerusakan paru.
11

Infeksi dan inflamasi dapat tetap terlokalisirdi paru atau dapat menyebabkan
bacteremia yang mengakibatkan meningitis atau endocarditis sindrom respons
inflamasi sistemik dan/ atau sepsis.
Faktor virulensi dan berbagai mikroorganisme dapat mempengaruhi patofisiologi
dan perjalan klinis penyakit. Streptococcus pneumonia (pneumococcus)
merupakan contoh yang sangat tepat (V.Brashers, 2008)

2.4 Faktor Resiko

1. Orang yang memiliki daya tahan tubuh lemah


a. Penderita HIV/AIDS
b. Penderita penyakit kronis, seperti sakit jantung, diabetes mellitus
c. Orang yang pernah atau rutin menjalani kemoterapi
2. Perokok dan peminum alcohol. Perokok berat dapat mengalami iritasi pada
saluran pernapasan (bronchial) yang akhirnya menimbulkan sekresi mucus
(riak/dahak). Apabila riak/dahak mengandung bakteri, maka dapat
menyebabkan pneumonia. Alcohol berdampak buruk terhadap sel darah putih
sehingga daya tahan tubuh dalam melawan suatu infeksi menjadi lemah.
3. Pasien yang berada di ruang perawatan intensif (ICU/ICCU). Pasien yang
dilakukan tindakan ventilator (alat bantu napas) endotracheal tube sanagta
berisiko terkena pneumonia. Di saat mereka batuk akan mengeluarkan tekanan
balik isi lambung (perut) kearah kerongkongan. Bila hal itu mengandung
bakteri dan berpindah ke rongga napas (ventilator). Ia sangat berpotensi
terkena pneumonia.
4. Menghirup udara yang tercemar polusi zat kimia. Risiko tinggi yang dihadapi
para petani apabila menyemprotkan tanaman dengan zat kimia tanpa memakai
masker adalah terjadinya iritasi dan menimbulkan peradangan paru-paru, dan
selanjutnya rentan menderita penyakit pneumonia.
5. Pasien yang lama berbaring. Pasien yang mengalami operasi besar biasanya
bermasalah dengan hal mobilisasi. Orang dengan kondisi semacam ini
memiliki resiko tinggi terkena penyakit pneumonia. Pasalnya, saat tidur
12

berbaring statis sangat mungkin riak berkumpul di rongga paru-paru dan


menjadi media berkembangnya bakteri (Joko Suryo,2010).
6. Untuk pasien pada bayi, faktor risiko yang tercatat sebagai faktor risiko
pneumonia yaitu, BBLR, tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang
adekuat atau tidak mendapat ASI eksklusif, malnutrisi, defisiensi vitamin A,
asupan zink yang tidak adekuat, tingginya prevalensi kolonisasi bakteri
patogen di nasofaring, dan koinsidensi dengan penyakit lain seperti AIDS dan
campak. Faktor lingkungan seperti tingginya pajanan terhadap polusi udara
(polusi industri dan asap rokok serta polusi ruangan) dan lingkungan
perumahan yang padat juga meningkatkan kecendrungan balita untuk
terserang pneumonia (Said, 2008; UNICEF/WHO, 2006; Misba dkk, 2009).

2.5 Diagnosis Pneumonia

2.5.1. Tanda dan Gejala Klinis

Tanda-tanda Pneumonia sangat bervariasi, tergantung golongan umur,


mikroorganisme penyebab, kekebalan tubuh (imunologis) dan berat ringannya
penyakit.
Pada umumnya, diawali dengan panas, batuk, pilek, suara serak, nyeri
tenggorokan. Selanjutnya panas makin tinggi, batuk makin hebat, pernapasan
cepat (takipnea), tarikan otot rusuk (retraksi), sesak napas dan penderita
menjadi kebiruan (sianosis). Adakalanya disertai tanda lain seperti nyeri
kepala, nyeri perut dan muntah (pada anak di atas 5 tahun). Khusus pada
Pneumonia Komunitas, Diagnosisnya didapatkan dari anamnesis, gejala klinis
pemeriksaan fisis, fototoraks dan laboratorium. Diagnosis pasti pneumonia
komunitas ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat
progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :
Batuk-batuk bertambah
Perubahan karakteristik dahak / purulen
Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam
Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial
dan ronki
13

Leukosit > 10.000 atau < 4500

Selain tanda-tanda di atas, WHO telah menggunakan penghitungan frekuensi


napas per menit berdasarkan golongan umur sebagai salah satu pedoman untuk
memudahkan diagnosa Pneumonia, terutama di institusi pelayanan kesehatan dasar
(Setiowulan, 2000).

2.5.2. Pemeriksaan Fisik

Pada penderita pneumonia hasil pemeriksaan fisik yang biasanya muncul adalah:

a. Keadaan Umum : Bisa terlihat kelelahan atau sesak


b. Kesadaran : Bisa sampai somnosent
Tanda-Tanda vital :
a) TD bisa normal atau hipotensi
b) Nadi meningkat
c) Suhu meningkat

c. Kepala : Tidak ada kelainan


d. Mata : Konjungtiva bisa anemis
e. Hidung : Jika sesak akan terlihat napas cuping hidung
f. Paru :
Inspeksi : Pengembangan paru berat, tidak simetris jika
Hanya satu sisi paru, ada pengunaan otot bantu
Nafas dan retraksi.
Palpasi : Pengembangan paru tidak sama pada area
Konsolidasi, Fremitus Raba pada daerah
Konsolidasi Meningkat
Perkusi : Bunyi redup pada area konsolidasi
Auskultasi : Bunyi nafas berkurang, bisa terdengar wheezing
Dan ronchi pada daerah konsolidasi.

g. Jantung : Jika tidak ada kelainan pada jantung, pemeriksaan


Jantung tidak ada kelemahan
h. Ekstermitas : Pada ekstremitas bisa telihat sianosis, turgor
Kurang jika dehidrasi (Ngastiyah,2005)

2.5.3. Pemeriksaan Penunjang


14

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dalam menegakkan diagnosis pneumonia


adalah:

a) Pemeriksaan darah lengkap (Complete Blood Count)


Leukositosis biasanya timbul, meskipun nilai pemeriksaan darah putih
(white blood count WBC) rendah pada infeksi virus ( Somantri, 2007).
Pada penderita pneumonia umumnya, jumlah leukosit (sel darah putih )
dapat melebihi batas normal yaitu 10.000/mikroliter (Christie, 2004)
b) Pemeriksaan Radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan "air broncogram", penyebab bronkogenik dan
interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas
menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke
arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering
disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa
sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia
sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang
terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.

c) Pemeriksaan sputum
d) Pemeriksaan mikrobiologis
Pada pneumonia anak, pemeriksaan mikrobiologis tidak rutin dilakukan,
kecuali pada pneumonia berat yang rawat inap. Spesimen pemeriksaan ini
berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah,
pungsi pleura, atau aspirasi paru (Said, 2008). Spesimen dari saluran napas
atas kurang bermanfaat untuk kultur dan uji serologis karena tingginya
prevalens kolonisasi bakteri (McIntosh, 2002).

2.6. Pengobatan

Menurut Ngastiyah (2005) Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi,
akan tetapi, karena hal itu perlu waktu dan pasien perlu terapi secepatnya maka biasanya
diberikan:
15

i. Penisilin 50.000 u/kg BB/hari ditambah dengan kloramfenikol 50-70


mg/kg BB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spectrum luas
seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari.
ii. Sephalosporin generasi 1 : kelompok ini meliputi cefadroxil, cefazolin,
1. cephalotin, cephapirine, dan cephradine.
2. *Cefadroxil: dosis (po) untuk orang dewasa 0,5-1 g/hari-2X, dosis
untuk anakanak 30 mg/kg/hari dalam 2 dosis9. Efek samping dari
cefadroxil ialah: parestesi pada tungkai, keluar banyak keringat,
palpitasi, sakit kepala, pusing, gatal-gatal,demam, anaphylaxie,
eosinoflia, leukopenia, anemia hemolitik yang reversibel,
thrombositopenia, urticaria dan exanthema.
3. *Cefaleksin: dosis untuk orang dewasa 0,25-0,5 g/4X, dosis untuk
anak-anak 25-50 mg/kg/hari dalam 4 dosis9. Pemberian (po)
jam sebelum makan dalam perut kosong dibagi dalam 6-12 jam,
untuk orang dewasa 1-4 g/hari (dosis maksimal harian 10 g), dosis
untuk anak-anak 25-100 mg/kg/hari. Efek samping dari obat ini
antara lain: neurotoksisitas dengan sakit kepala, diplopia,
pendengaran bising,bingung, hallusinasi, koma, dan serangan kram
cerebral pada kelebihan dosis insufesiensi ginjal.
4. *Cefazolin dosis (iv) untuk orang dewasa 0,5-2 g/8 jam, dosis
untuk anak-anak 25-100 mg/kg/hari dalam 3-4 dosis9. Sefazolin
melakukan penetrasi dengan baik ke dalam sebagian besar
jaringan18. Efek samping dari sefazolin ialah: walaupun dapat
timbul reaksi coom positif langsung, jarang terjadi anemia
hemolitik yang jelas. Syok anafilaktik, neutropenia dan
leukositopenia juga jarang terjadi.
iii. Kenaikan kadar SGOT dan nitrogen urea darah (BUN) dapat terjadi, tetapi
dapat kembali normal selama pengobatan masih berlangsung.
iv. Pemberian oksigen dan cairan intravena biasanya diperlukan campuran
glukosa 5 % dan NACL 0,9 % dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan
KCL 10 meq/500 ml/ botol infus
v. Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asidosis metabolic akibat
kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan
hasil analisis gas darah arteri
16

2.7. Komplikasi

Pemberian terapi yang adekuat dapat mencegah timbulnya komplikasi (Hassan dan Husein,
2005). Komplikasi pneumonia anak yaitu empiema torasis (komplikasi tersering pada pneumonia
bakteri), perikarditis purulenta, miokarditis, pneumothoraks, atau infeksi ekstrapulmuner seperti
meningitis purulenta (Said, 2008). Untuk pasien dewasa, pada umumnya terjadi beberapa
komplikasi seperti berikut:
Effusi Pleura
Pada pneumonia, infeksi parenkim paru akan menyebabkan aktivasi makrofag alveolar
yang akan mengeluarkan sitokin inflamasi yang merangsang peningkatan permeabilitas
vascular. Permeabilitas vascular yang meningkat menyebabkan cairan kaya protein keluar
dari vascular menuju interstisial sehingga dapat menyebabkan effuse pleura eksudat.
(Conroy, 2010)
Empiema
Empiema adalah akumulasi pus dan jaringan nekrotik di rongga pleura. Empiema dapat
terjadi apabila infeksi di parenkim paru menyebar hingga ke rongga pleura. Pembentukan
empiema dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap eksudatif, fibropurulent, dan
organizational. Pada tahap eksudatif terjadi akumulasi cairan di rongga pleura yang
disebabkan oleh inflamasi dan peningkatan permeabilitas di pleura visceral. Tahap
fibropurulent dimulai dengan invasi bakteri di rongga pleura dan ditandai dengan
deposisi fibrin pada membrane pleura visceral dan parietal serta pembentukan septa
fibrin, lokulasi, dan adhesi. Aktivitas metabolic yang tinggi menyebabkan rendahnya
konsentrasi glukosa dan penurunan kadar pH, dan lisis neutrophil menyebabkan
peningkatan kadar LDH. Apabila infeksi terus berlanjut, empiema menjadi terorganisir
dengan pembentukan lapisan pleura yang tebal dan nonelastis serta septa fibrin yang
padat dapat menghambat pergerakan paru.
17

Abses Paru
Abses paru adalah nekrosis jaringan pulmoner dan pembentukan kavitas yang berisi
debris nekrotik atau cairan yang disebabkan infeksi bakteri.

Anda mungkin juga menyukai