Pneumonia Teori
Pneumonia Teori
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Cara Terjadinya penularan berkaitan pula dengan jenis kuman, misalnya infeksi
melalui droplet sering disebabkan Streptococcus pneumonia, melalui slang infus oleh
Staphylococcus aureus sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh P. seruginosa
dan Enterobacter. Pada masa kini terjadi perubahan pola mikroorganisme penyebab
ISNBA akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekbalan dan penyakit
kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotic yang tidak tepat hingga
menimbulkan perubahan karakteristik kuman. Terjadilah peningkatan patogenitas/jenis
kuman. Terutama S.aureus, B.catarrhalis, H.influenzae dan Enterobacteriacae oleh
adanya berbagai mekanisme (Dahlan,2006). Pneumonia pada anak balita paling sering
disebabkan oleh virus pernapasan dan puncaknya terjadi pada umur 2-3 tahun, sedangkan
pada umur anak sekolah paling sering disebabkan oleh bakteri Mycoplasma pneumoniae
(Dahlan, 2006).
5
Pada masa lalu, pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia tipikal yang disebabkan oleh
Str. Pneumonia dan atipikal yang disebabkan kuman atipikseperti halnya M. pneumonia. Kemudian
ternyata manifestasi dari patogen lain seperti H. influenza, S. aureus dan bakteri gram negatif
memberikan sindromklinik yang identik dengan pneumonia oleh Str. Pneumoniae, dan bakteri lain
danvirus dapat menimbulkan gambaran yang sama dengan pneumonia oleh M.pneumoniae. Sebaliknya
Legionella spp. dan virus dapat memberikan gambaran pneumonia yang bervariasi luas karena itu istilah
tersebut tidak lagi dipergunakan (Dahlan 2006). .Pada perkembangannya pengelolaan pneumonia telah
dikelompokkan pneumonia yang terjadi di rumah sakit Pneumonia Nosokomial (PN) kepada
kelompok pneumonia yang berhubungan dengan pemakaian ventilator (Ventilator Associated
Pneumonia) dan yang didapat di pusat perawatan kesehatan (Healthcare Associated Pneumonia ).
Dengan demikian pneumonia saat ini dikenal dua kelompok utama yaitu pneumonia di rumah perawatan
(PN) dan pneumonia komunitas (PK) yang didapat di masyarakat. Disamping kedua bentuk
utama ini terdapat pula pneumonia bentuk khusus yang masih sering dijumpai.
Pneumonia secara umum dideskripsikan sebagai:
Penemuan x-ray memungkinkan untuk menentukan jenis anatomi pneumonia tanpa pemeriksaan langsung
dari paru-paru di otopsi dan menyebabkan pengembangan klasifikasi radiologi. Awal peneliti membedakan
antara pneumonia lobar tipikal dan atipikal (misalnya Chlamydophila) atau pneumonia virus menggunakan
lokasi, distribusi, dan penampilan dari kekeruhan yang mereka lihat di rontgen dada. Beberapa x-ray temuan
dapat digunakan untuk membantu memprediksi perjalanan penyakit, meskipun tidak mungkin untuk secara
jelas menentukan penyebab mikrobiologis pneumonia dengan x-ray saja.
Dengan munculnya mikrobiologi modern, klasifikasi berdasarkan mikroorganisme penyebab menjadi
mungkin. Menentukan mikroorganisme yang menyebabkan pneumonia individu merupakan langkah
penting dalam menentukan jenis pengobatan dan panjang. Dahak budaya, kultur darah, tes pada sekresi
pernafasan, dan tes darah khusus digunakan untuk menentukan klasifikasi mikrobiologis. Karena pengujian
6
laboratorium seperti biasanya membutuhkan waktu beberapa hari, klasifikasi mikrobiologis biasanya tidak
mungkin pada saat diagnosis awal.
Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih'
kriteria di bawah ini. Kriteria minor:
Frekuensi napas > 30/menit
Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
Tekanan sistolik < 90 mmHg
Tekanan diastolik < 60 mmHg
Pneumonia Nosokomial
Pneumonia Nosokomial diartikan sebagai infeksi yang didapat selama dirawat di
rumah sakit. Pneumonia ini terjadi pada pasien dengan penyakit dasar yang berat
atau dengan pemakaian alat yang invasive, dan merupakan komplikasi serius yang
bisa membawa kematian.
Pneumonia Aspirasi
Pneumonia Aspirasi terjadi pada pasien-pasien yang keadaan umumnya sangat
buruk atau yang tidak sadarkan diri; keadaan ini sebagian mengakibatkan
9
Pneumonia yang terjadi setelah 48-72 jam intubasi tracheal atau menggunakan
ventilasi mekanik di ICU
10
2.3 Patofisiologi
Infeksi dan inflamasi dapat tetap terlokalisirdi paru atau dapat menyebabkan
bacteremia yang mengakibatkan meningitis atau endocarditis sindrom respons
inflamasi sistemik dan/ atau sepsis.
Faktor virulensi dan berbagai mikroorganisme dapat mempengaruhi patofisiologi
dan perjalan klinis penyakit. Streptococcus pneumonia (pneumococcus)
merupakan contoh yang sangat tepat (V.Brashers, 2008)
Pada penderita pneumonia hasil pemeriksaan fisik yang biasanya muncul adalah:
c) Pemeriksaan sputum
d) Pemeriksaan mikrobiologis
Pada pneumonia anak, pemeriksaan mikrobiologis tidak rutin dilakukan,
kecuali pada pneumonia berat yang rawat inap. Spesimen pemeriksaan ini
berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah,
pungsi pleura, atau aspirasi paru (Said, 2008). Spesimen dari saluran napas
atas kurang bermanfaat untuk kultur dan uji serologis karena tingginya
prevalens kolonisasi bakteri (McIntosh, 2002).
2.6. Pengobatan
Menurut Ngastiyah (2005) Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi,
akan tetapi, karena hal itu perlu waktu dan pasien perlu terapi secepatnya maka biasanya
diberikan:
15
2.7. Komplikasi
Pemberian terapi yang adekuat dapat mencegah timbulnya komplikasi (Hassan dan Husein,
2005). Komplikasi pneumonia anak yaitu empiema torasis (komplikasi tersering pada pneumonia
bakteri), perikarditis purulenta, miokarditis, pneumothoraks, atau infeksi ekstrapulmuner seperti
meningitis purulenta (Said, 2008). Untuk pasien dewasa, pada umumnya terjadi beberapa
komplikasi seperti berikut:
Effusi Pleura
Pada pneumonia, infeksi parenkim paru akan menyebabkan aktivasi makrofag alveolar
yang akan mengeluarkan sitokin inflamasi yang merangsang peningkatan permeabilitas
vascular. Permeabilitas vascular yang meningkat menyebabkan cairan kaya protein keluar
dari vascular menuju interstisial sehingga dapat menyebabkan effuse pleura eksudat.
(Conroy, 2010)
Empiema
Empiema adalah akumulasi pus dan jaringan nekrotik di rongga pleura. Empiema dapat
terjadi apabila infeksi di parenkim paru menyebar hingga ke rongga pleura. Pembentukan
empiema dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap eksudatif, fibropurulent, dan
organizational. Pada tahap eksudatif terjadi akumulasi cairan di rongga pleura yang
disebabkan oleh inflamasi dan peningkatan permeabilitas di pleura visceral. Tahap
fibropurulent dimulai dengan invasi bakteri di rongga pleura dan ditandai dengan
deposisi fibrin pada membrane pleura visceral dan parietal serta pembentukan septa
fibrin, lokulasi, dan adhesi. Aktivitas metabolic yang tinggi menyebabkan rendahnya
konsentrasi glukosa dan penurunan kadar pH, dan lisis neutrophil menyebabkan
peningkatan kadar LDH. Apabila infeksi terus berlanjut, empiema menjadi terorganisir
dengan pembentukan lapisan pleura yang tebal dan nonelastis serta septa fibrin yang
padat dapat menghambat pergerakan paru.
17
Abses Paru
Abses paru adalah nekrosis jaringan pulmoner dan pembentukan kavitas yang berisi
debris nekrotik atau cairan yang disebabkan infeksi bakteri.