Anda di halaman 1dari 12

Askep Kanker Lambung

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Kanker Lambung

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kanker lambung terus berkembang di Amerika Serikat. Namun, ini masih menjadi
masalah serius dengan jumlah 14.700 kematian setiap tahunnya. Kebanyakan pada individu usia
lebih dari 40 tahun, dan kadang-kadang pada individu yang lebih muda. Kebanyakan kanker
lambung terjadi pada kurvatura kecil atau antrium lambung dan adenokarsinoma. Insiden kanker
lambung lebih banyak di jepang, yang telah menyebabkan dilakukannya skrining massa untuk
diagnosis awal di Negara ini. Dan tampaknya menjadi faktor signifikan. Diet tinggi makanan
asap dan buah-buahan dan sayur-sayuran dapat meningkatkan risiko terhadap kanker lambung.
Faktor lain yang berhubungan dengan insiden kanker lambung mencakup inflamasi
lambung, anemia pernisiosa, ulkus lambung bakteri H.Pylori, dan keturunan. Prognosisnya
kebanyakan pasien telah mengalami metastase pada waktu didiagnosis.

BAB II
ISI
A. Pengertian
Kanker lambung adalah suatu keganasan yang terjadi di lambung, sebagian besar
adalalah dari jenis adenokarsinoma. Jenis kanker lambung lainnya adalah lelomiosarkoma
( kanker otot polos) dan limfoma. Kanker lambung lebih sering terjadi pada usia lanjut. Kurang
dari 25% kanker tertentu terjadi pada orang di bawah usia 50 tahun ( Osteen, 2003).Kanker
lambung pada pria merupakan keganasan terbanyak ketiga setelah kanker paru dan kanker
kolorektal, sedangkan pada wanita merupakan peringkat keempat setelah kanker payudara,
kanker serviks, dan kenker kolorektal ( Christin, 1999).
Secara umum kanker lambung lebih sering terjadi pada laki-laki dengan perbandingan
2:1 pada kanker kardia lambung, insidensi pada laki-laki tujuh kali lebih banyak dari wanita.
Kanker lambung lebih sering terjadi pada usia 50-70 tahun sekitar 5% oasien kanker lambung
berusia kurang dari 30 tahun dan 1% kurang dari 30 tahun (Neugut, 1996).

B. Prognosis dan Stadium


Prognosis kanker lambung disesuaikan dengan stadiumnya. Penilaian untuk menentukan
stadium kanker lambung dilakukan dengan menggunakan sistem TNM yang telah disepakati
(Hassan,2009). Tabel 6.2 menggambarkan stadium patologis dari kanker lambung dengan
menggunakan penilaian sistem TNM.

Stadium kanker lambung dengan mengunakan sistem TNM.


Tumor Primer Kelenjar Getah Bening Metastasis Jauh
(T) (KGB) (M)
Regional (N)
Tis Carcinoma in situ tumor N0 Kelenjar getah bening M0 Tidak ada metastasis
intraepitel regional tidak jauh.
terlibat.
T1 Ekstensi tumor ke N1 Metastasis pada 1-6 M1 Ada metastasis jauh.
submukosa nodus limfe regional.
T2 Ekstensi tumor ke propia N2 Metastasis pada lobus
muscular dan serosa. 7-15 nodus limfe
regional.
T3 Penetrasi ke serosa N3 Metastasis pada >15
nodus limfe regional.
T4 Invasi ke struktur
sekitar.

Pengelompokan stadium dan prediksi bertahan hidup.


Stadium TNM Bertahan hidup setelah 5 tahun
Stadium 1 T1 N0 M0 85%
Stadium II T1 N2 M0 65%
T2 N1 M0
T3 N0 M0
Stadium IIIa T2 N2 M0 35%
T3 N1 M0
T4 N0 M0
Stadium IIIb T3 N2 M0 35%
Stadium IV T4 N 1-3 M0 5%
Setiap T N3 M0
Setiap T Setiap N M1
C. Etiologi dan Patogenesis
Penyebab pasti dari kanker lambung belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor
predisposisi yang bisa meningkatkan perkembangan kanker lambung, meliputi hal-hal sebagai
berikut.
1. Konsumsi makanan yang diasinkan, diasap, atau yang diawetkan. Beberapa studi menjelaskan
intake diet dari makanan yang diasinkan menjadi faktor utama peningkatan kanker lambung.
Kandungan garam yang masuk ke dalam lambung akn memperlambat pengosongan lambung
sehingga memfasilitasi konversi golongan nitrat menjadi carcinogenic nitrosamines di dalam
lambung. Gabungan kondisi terlambatnya pengosongan asam lambung dan peningkatan
komposisi nitrosamines di dalam lambung memberikan konstribusi terbentuknya kanker
lambung (Yarbro,2005).
2. Infeksi H.pylori adalah bakteri penyebab lebih dari 90% ulkus doudenum dan 80% tukak
lambung (Fuccio,2007). Bakteri ini menempel di permukaan dalam tukak lambung melalui
interaksi antara membran bakteri lektin dan oligosakarida spesifik dari glikoprotein membran
sel-sel epitel lambung (Fuccio, 2009). Mekanisme utama bakteri ini dalam menginisiasi
pembentukan luka adalah melalui produksi racun VacA. Racun VacA bekerja dalam
menghancurkan keutuhan sel-sel tepi lambung melalui berbagai cara; di antaranya melalui
pengubahan fungsi endolisosom, peningkatan permeabilitas sel, pembentukan pori dalam
membran plasma, atau apoptosis (pengaktifan bunuh diri sel). Pada beberapa individu, H. pyLori
juga menginfeksi bagian badan lambug. Bila kondisi ini sering terjadi, maka akan menghasilkan
peradangan yang lebih luas yang tidak hanya mempengaruhi ulkus di daerah badan lambung,
tetapi juga meningkatkan risiko kanker lambung. Peradangan di lendir lambung juga merupakan
faktor risiko tipe khusus tumor limfa (lymphatic neoplasm) di lambung, atau disebut dengan
limfoma MALT (Mucosa Associated Lymphoid Tissue). Infeksi H. pylori berperan penting
dalam menjaga kelangsungan tumor dengan menyebabkan dinding atrofi dan perubahan
metaplastik pada dinding lambung (Santacroce,2008).
3. Sosioekonomi. Kondisi sosioekonomi yang rendah dilaporkan meningkatkan risiko kanker
lambung, namun tidak spesifik. Menurut hadil penelitian di Amerika Serikat, kondisi
sosioekonomi yang rendah dihubungkan dengan faktor-faktor asupan diet, kondisi lingkungan
miskin dengan sanitasi buruk. Berbagai kondisi tersebut memfasilitasi transmisi infeksi H. pylori
yang menjadi predisposisi penting peningkatan terjadinya kanker lambug (Yarbro, 2005).
4. Menginsumsi rokok dan alkohol. Pasien dengan konsumsi rokok lebih dari 30 batang sehari dan
dikimbinasi dengan konsumsi alkohol kronik akan meningkat risiko kanker lambung (Gonzalez,
2003).
5. NSAIDs. Inflamasi polip lambung bisa terjadi pada pasien yang mengonsumsi NSAIDs dalam
jangka waktu yang lama dan hal ini ( polip lambung) dapat menjadi prekursor kanker lambung.
Kondisi polip lambung berulang akan meningkatkan risiko kanker lambung ( Houghton, 2006).
6. Faktor genetik. Sekitar 10% pasien yang mengalami kanker lambung memiliki hubunga genetik.
Walaupun masih belum sepenuhnya dipahami, tetepi adanya mutasi dari gen E-cadherin
terdeteksi pada 50% tipe kanker lambung. Adaya riwayat keluarga amenia pernisosa dan polip
adenomatus juga dihunbungkan dengan kondisi genetik pada kanker lambung ( Bresciani, 2003).
7. Anemia Pernisiosa. Kindisi ini nerupakan penyakit kronis dengan kegagalan absorpsi kobalamin
( vitamin B12), disebabkan oleh kurangnya faktor instrinsik sekresi lambung. Kombinasi anemia
pernisiosa dengan infeksi H.pylori memberikan konstribusi penting terbentuknya tumorigenesis
pada dinding lambung (Santacroce, 2008).

D. Patofisiologi
Sekitar 95% kanker lambung adalah jenis adenokarsinoma, dan 5%- nya bisa berupa
limfoma, leimiosarkoma, karsinoid, atau sarkoma. Menurut Fuccio. 2009, adenokarsinoma
lambung terdiri atas dua tipe, yaitu tipe intestinal ( tipe struktur glandular) dan tipe difus ( tipe
infiltratif pada dinding lambung).
Dengan adanya kanker lambung, lesi tersebut akan menginvasi muskulatis propia dan
akan melakukan metastasis pada kelenjar getah bening regiaonal. Lesi pada kanker lambung
memberikan berbagai macam keluhan yang timbul, gangguan dapat diradakan pada pasien
biasanya jika sudah pada fase orogesif, dimana berbagai kondisi akan muncul seperti dispepsia,
anoreksis, penurunnan BB , nyeri abdomen, konstipasi, anemia, mual serta muntah. Kondisi ini
akan memberikan berbagai masalah keperawatan.

E. Gambaran Klinis Kanker Lambung


Gejalanya samar dan telah ada selama beberapa bulan.
Meliputi :
1. Tidak dapat mencerna
2. Ketidaknyamanan epigastrik
3. Ras penuh setelah makan
4. Nyeri punggung
5. Muntah setelah makan
6. Cepat kenyang
7. Malaise
8. Kehilangan nafsu makan
9. Disfagia
10. Hematemesis
F. Peneriksaan Radiografi
Dengan bubur barium, akan terdapat gambaran yang khas pada sebagian besar kasus,
dimana akan terlihat tumor dengan permukaan yang erosive dan kasar pada bagian lambung.
CT Scan. Pemeriksaan ini dilakukan sebagai evaluasi praoperatif dan untuk melihat
stadium dengan system TNM dan penyebaran ekstra lambung, yang penting untuk penentuan
intervensi bedah radikal dan pemberian informasi prabedah pada pada pasien.
Endoskopi dan Biopsi
Pemeriksaan Endoskopi dan Biopsi sangat penting untuk mendiagnosa karsinoma lambung
terutama untuk membedakan antara karsinoma epidermal dan karsinoma lambung.

G. Pengkajian Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan medis disesuaikan dengan penentuan stadium (staging) dan
pengelompokan stadium tumor. Intervensi yang lazim dilakukan adalah tindakan endoskopi,
kemoterapi, radioterapi, dan intervensi bedah.
Pada polip lambung jinak, diangkat dengan menggunakan endoskopi. Bila karsinoma
ditemukan di lambung, pembedahan biasanya dilakukan untuk mencoba menyembuhkannya.
Sebagian besar atau semua lambung di angkat (gastrektomi) dan kelenjar getah bening di
dekatnya juga ikut diangkat. Bila karsinoma telah menyebar diluar lambung, tujuan pengobatan
yang dilakukan adalah untuk mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup pasien.
Kemoterapi dan terapi penyinaran bisa meringankan gejala. Didapatkan hasil kemoterapi dan
terapi penyinaran pada limfoma lebih baik pada karsinoma. Beberapa pasien dengan tingkat
toleransi yang lebih baik akan bertahan hidup lebih lama bahkan bisa sembuh total.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkaian akan didapatkan sesuai stadium kanker lambung. Keluhan anoreksia terjadi
pada hampir semua pasien yang mengalami kanker lambung. Keluhan gastrilointestinal yang
lazim biasanya adalah nyeri epigastrium, berat badan menurun dengan cepat, melena,dan
anemia; pada kondisi ini biasanya sudah ada metastasis dalam kelenjar getah bening, regional,
paru, otak, tulang,dan ovarium.
Pada pengkajian riwayat penyakit, penting diketahui adanya penyakit yang pernah
diderita seperti ulkus peeptikum atau gastritis kronis yang disebabkan oleh infeksi. H.pylori.
pengkajian pengkajian perilaku/ kebiasaan yang mendukung peningkatan risiko penyakit ini,
seperti konsumsi alkohol dan tembakau kronis, konsumsi makanan yang diasinkan ( seperti
daging bakar atau ikan asin). Perawat juga mengkaji terdapatnya penurunan berat badan selama
ada riwayat penyakit tersebut.
Pengkajian psikososial biasanya didapatkan adanya kecemasan berat setelah pasen
mendapat informasi mengenai kondisi kanker lambung. Perawat juga mengkaji pengetahuan
pasien tentang program pengobatan kanker; meliputi radiasi, kemoterapi,dan pembedahan
gastrektomi. Pengkajian tersebut memberikan inofomasi untuk merencanakan tindakan yang
sesuai dengan kondisi pasien.
Walaupun pemeriksaan fisik tidak banyak membantu untuk menegakkan diagnosis, tetapi
pada pemeriksaan gastointestinal akan didapatka adanya anoreksia, penurunan berat
badan,pasien terlihat kurus.
Pengkajian diagnostik yang diperlukan untuk kanker lambung adalah pemeriksaan
radiografi, endoskopi biopsi, sitologi, dan laboratorium klinik.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Aktual/ risiko ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan kemampuan batuk
menurun, nyeri pasca bedah.
Aktual/risiko ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. kemampuan batuk menuru, nyeri pasca
bedah.
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam pembedahan gastrektomi, kebersihan jalan napas pasien tetap
optimal.
Kriteria evaluasi :
1. Jalan napas bersih, tidak ada akumulasi darah pada jalan napas.
2. Suara napas normal, tidak ada bunyi napas tambahan seperti stridor.
3. Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan.
4. RR dalam batas optimal 12-20 x/menit.
Intervensi Rasional
Kaji dan monitor jalan napas. Deteksi awal untuk interpretasi intervensi
selanjutnya. Salah satu cara untuk mengetahui
apakan pasien bernapas atau tidak adalah
dengan menempatkan telapak tangan di atas
hidung dan mulut pasien, untuk marasan
hembusan napas. Gerak toraks dan diafragma
tidak selalu menandakan pasien bernapas.
Beri oksigen 3 liter/ menit. Pemberian oksigen dilakukan pada fase awal
pascabedah. Pemenuhan oksigen dapat
membantu meningkatksn PaO2 di cairan otak,
yang akan memengaruhi pengaturan pernapasa.
Instruksikan pasien untuk napas dan Pada pasien pascabedah dengan tingkat
melakukan batuk efektif. toleransi yang baik, pernapasan diafrgma dapat
meningkatkan ekspansi paru. Berbagai
tindakan dilskuksn untuk memperbesar
ekspansi dada dan pertukaran gas.
Sebagai contoh, minta pasien untuk menguap
atau melakukan inspirasi maksimal.
Batuk juga didorong untuk melonggarkan
sumbatan mucus. Bantu pasien mengatasi
ketakutannya bahwa ekskresi dari batuk dapat
menyebabkan insisi bedah akan terbuka.
Bersihkan secret pada jalan napas dan Kesulitan bernapas dapat terjadi akibat secret
lakukan suctioning apabilan kemampuan lender yang berlebihan. Mengganti posisi
mengevakuasi tidak efektif. pasien dari satu sisi ke sisi lainnya
memungkinkan cairan yang terkumpul untuk
keluar adri sisi mulut. Jika gigi pasien
menutup, mulut dapat dibuka hati-hati secara
manual dengan spatel lidah yang di bungkus
kassa.
Mucus yang menyumbat atau trakea dihisap
dengan ujung pengisap faringeal atau kateter
nasal yang dimasukkan ke dalam nasofaring
atau orofaring.
Evaluasi dan monitor kebersihan intervensi Apabila tingkat toleransi pasien tidak optimal,
pembersihan jalan napas. lakukan kolaborasi dengan tim medic untuk
segera dilakukan terapi endoskopi atau
pemasangan tamponade balon.
2. Aktual/ risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan tidak adekuat.
risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d. intake makanan tidak
adekuat
tujuan : setelah 3x24 jam pada pasien non bedah dan setelah 7x24 jam pascabedah asupan nutrisi
dapat optimal dilakukan.
Kriteria evaluasi :
1. Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat.
2. Terjadi penurunan gejala refluks esophagus, meliputi odinofagia berkurang, RR dalam batas
normal 12-20 x/menit.
3. Berat badan pada hari ketujuh pascabedah meningkat 0,5 kg.
Intervensi Rasional
Intervensi non bedah :
1. Anjurkan pasien makan dengan perlahan dan
1. Agar makanan dapat lewat dengan mudah ke
mengunyah makanan dengan seksama. lambung.
2. Evaluasi adanya makanan dan kontraindikasi
2. Beberapa pasien mungkin mengatasi alergi
terhadap makanan. terhadap beberapa komponen makanan tertentu
dann beberapa penyakit lain, seperti diabetes
mellitus, hipertensi, Gout, dan lainnya
memberikan manifestasi terhadap persiapan
komposisi makanan yang akan diberikan.
3. Sajikan makanan dengan cara yang menarik. 3. Membantu merangsang nafsu makan.
4. Fasilitasi pasien memperoleh diet biasa yang
disukai pasien ( sesuai indikasi). 4. Mempertimbangkan keinginan individu dapat
5. Pantau intake atau output , anjurkan untuk memperbaiki asupan nutrisi.
timbang berat badan secara periodic ( sekali
5. Berguna mengatur keefektifan nutrisi dan
seminggu). dukungan cairan.
6. Lakukan dan anjurkan perawatan mulut
sebelum dan sesudah makan serta sebelum dan6. Menurunkan rasa tidak enak karena adanya
sesudah intervensi/ pemeriksaan peroral. sisa makanan atau bau obat yang dapat
merangsang pusat muntah.
Intervensi pascabedah :
1. Kaji kondisi dan toleransi gastrointestinal
1. Parameter penting adalah dengan melakukan
pascagastrektomi. auskultasi bising usus. Apabila didapatkan
bising usus artinya fungsi gastrointestinal
sudah pulih setelah anestesi umum.
2. Intervensi ini untuk menurunkan risiko infeksi
2. Lakukan perawatan mulit. oral.
3. Pembersihan ini selain untuk enjaga kepatenan
3. Masukkan 10-20 ml cairan sodium klorida selang nasogastrik juga untuk meningkatkan
setiap sif melalui selang nasogastrik. penyembuhan pada area pascagastrektomi.
4. Pemberian nutrisi cair dilakukan untuk
memenuhi asupan nutrisi melelui
4. Berikan nurtisi cair melalui selang nasogastrik gastrointestinal. Pemberian nutrisi melalui
atau atas instruksi medis. nasogastrik harus dikolaborasikan dengan tim
medis yang merawat pasien.
5. Ahli gizi harus terlibat dalam penentuan
komposisi dan jenis makanan yang akan
5. Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai jenis diberikan sesuai dengan kebutuhan individu.
nutrisi yang akan digunakan pasien. 6. Intervensi untuk mencegah terjadinya refluks.

6. Hindari makan 3 jam sebelum tidur.

3. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa esophagus, respons pembedahan.


Nyeri b.d. iritasi mukosa lambung, respons pembedahan.
Tujuan : dalam waktu 7 x 24 jam pascabedah, nyeri berkurang atau teradaptasi.
Kriteria evaluasi :
1. Secara subjektif mengatakan nyeri berkurang atau teradaptasi.
2. Skala nyeri 0-2 ( dari skala 0-4).
3. TTV dalam batas normal, wajah terlihat rileks.
Intervensi Rasional
Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan Pendekatan dengan mengunakan relaksasi dan
pereda nyeri nonfarmakologi dan noninvasive. terapi nonfarmakologi telah menunjukkan
keefektifan dalam mengurangi nyeri.
Lakukan manajemen nyeri.
1. Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST. 1. Pendekatan PQRST dapat secara komprehensif
menggali kondisi nyeri pasien. Apabila pasien
mengalami skala nyeri 3 ( dari skala 0-4) ini
merupakan peringatan yang perlu di waspadai
karena merupakan manifestasi klinik dari
komplikasi pascabedah esofagektomi.
2. Istirahat, secara fisiologis akan menurunkan
kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk
2. Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul. kebutuhan metabolisme basal.
3. Meningkatkan asupan oksigen sehingga akan
menurunkan nyeri sekunder dari iskemia
3. Anjurkan teknik relaksasi napas dalam pada intestinal.
saat nyeri muncul. 4. Distraksi ( pengalihan perhatian) dapat
menurunkan stimulasi internal.
4. Anjurkan teknik distraksi pada saat nyeri. 5. Untuk mengontrol nyeri pasien harus dirawat
di ruang intensif. Lingkungan tenang akan
5. Rawat pasien diruang intensif. menurunkan stimulus nyeri eksternal.
Pembatasan pengunjung membantu
meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang
akan berkurang apabila banyak pengunjung
yang berada di ruangan. Istirahat akan
menurunkan kebutuhan oksigen jaringan
perifer.
6. Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa
sentuhan dukungan psikologis dapat
membantu menurunkan nyeri.
6. Lakukan manajemen sentuhan.

Tingkatkan pengetahuan pasien mengenai Pengetahuan akan membantu mengurangi nyeri


sebab-sebab nyeri dan mengembangkan berapa dan dapat membantu mengembangkan
lama nyeri akan berlangsung kepatuhan pasien terhadap rencana terapi.
Tindakan kolaborasi
Analgetik intravena Analgetik diberikan untuk membantu
menghambat stimulus nyeri ke pusat persepsi
nyeri di korteks serebri sehingga nyeri dapat
berkurang.

C. Evaluasi
Kriteria evaluasi yang di harapkan pada pasien kanker lambung setelah mendapat intervensi
keperawatan adalah sebagai berikut
1. Terpenuhinya informasi mengenai pemeriksaan diagnostik, intervensi kemoterapi, radiasi, dan
keadaan pembedahan.
2. Tidak mengalami injuri dan komplikasi pascabedah.
3. Pasien tidak mengalami penurunan berat badan.
4. Terjadi penurunan respons nyeri.
5. Tidak terjadi infeksi pascabedah.
6. Kecemasan pasien berkurang.

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Kanker lambung adalah suatu keganasan yang terjadi di lambung, sebagian besar adalalah
dari jenis adenokarsinoma. Jenis kanker lambung lainnya adalah lelomiosarkoma ( kanker otot
polos) dan limfoma. Kanker lambung lebih sering terjadi pada usia lanjut. Kurang dari 25%
kanker tertentu terjadi pada orang di bawah usia 50 tahun ( Osteen, 2003).
Prognosis dan Stadium :
Prognosis kanker lambung disesuaikan dengan stadiumnya. Penilaian untuk
menentukan stadium kanker lambung dilakukan dengan menggunakan sistem TNM yang telah
disepakati (Hassan,2009).
Etiologi dan faktor resiko:
Konsumsi tinggi makanan yang di asinkan dan diasap atau makanan terkontaminasi dengan
aflatoksin telah dikaitkan dengan peningkatan insiden kanker lambung. Factor resiko pekerjaan
juga dikaitkan dengan insiden yang lebih tinggi pada kanker lambung. Pekerja pada tambang
batu bara, pabrik, perkebunan, pemprosesan karet, kayu, dan asbes semua telah menunjukkan
insiden lebih tinngi dari normal.
Daftar Pustaka

Muttaqin dan Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: Salemba Medika
Suzanne dan Brenda. 2002. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai