Anda di halaman 1dari 9

Fundamentalisme dan Radikalisme

Oleh :

Nama : Satriyo Teguh Pamungkas


Nrp : 130215211
Kp : F / 31

Fakultas Bisnis dan Ekonomika


Universitas Surabaya
PENDAHULUAN

Fundamentalisme dan radikalisme kini sebagai trem yang selalu hangat


untuk dibicarakan, hal ini berkaitan erat dengan berbagai fenomena yang
terjadi ditengah masyarakat

Sebelum melangkah jauh membahas tentang fundamentalismedan


radikalisme, ada baiknya kita mendefenisi arti Fundamentalisme adalah
sebuah gerakan dalam sebuah aliran, paham atau agama yang berupaya
untuk kembali kepada apa yang diyakini sebagai dasar-dasar atau asas-asas
(fondasi). Kelompok-kelompok yang mengikuti paham ini seringkali berlainan
dengan kelompok-kelompok lain bahkan yang ada di lingkungan agamanya
sendiri. .Kelompok fundamentalis mengajak seluruh masyarakat luas agar
taat terhadap teks-teks Kitab Suci yang otentik dan tanpa kesalahan.

Sedangkan Radikalisme adalah transformasi dari sikap pasif atau aktivisme


kepada sikap yang lebih radikal, revolusioner, ekstremis, atau militan.
Sementara istilah "Radikal" biasanya dihubungkan dengan gerakan-gerakan
ekstrem kiri, "Radikalisasi" tidak membuat perbedaan seperti itu.

Dengan demikian, fundamentalisme dapat disebut sebuah gerakan dalam


sebuah aliran atau paham keagamaan yang berupaya untuk kembali kepada
apa yang diyakini sebagai dasar-dasar atau asas-asas. Selain dalam
persoalan agama, fundamentalisme terjadi juga pada bidang yang lainnya,
seperti fundamentalisme politik, ekonomi dan lainnya. Hanya saja,
belakangan, istilah fundamentalisme lebih banyak dan sangat populer
dilekatkan pada persoalan keagamaan. Dalam konteks ini, fundamentalis
sering diidentikkan kepada mereka yang memahami dasar-dasar
keagamaan, dengan orientasi penafsiran yang rigid dan literal.
Sementara itu, radikalisme berasal dari bahasa Latin radix, radicis, artinya
akar ; (radicula, radiculae: akar kecil). Berbagai makna radikalisme, kemudian
mengacu pada kata akar atau mengakar. Perubahan radikal berarti
perubahan yang mengakar, karena hal itu menyangkut penggantian dasar-
dasar yang berubah tadi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, radikal
diartikan sebagai secara menyeluruh, habis-habisan, amat keras menuntut
perubahan, dan maju dalam berpikir atau bertindak. Islam radikal
mengandung makna kelompok Islam yang memiliki keyakinan ideologis tinggi
dan fanatik yang mereka perjuangkan untuk menggantikan tatanan nilai dan
sistem yang sedang berlangsung.
A. FUNDAMENTALISME
Istilah fundamentalisme muncul pertama kali di kalangan agama
Kristen di Amerika Serikat. Isilah ini pada dasarnya merupakan istilah
Inggris kuno kalangan Protestan yang secara khusus diterapkan
kepada orang-orang yang berpandangan bahwa al-Kitab harus
diterima dan ditafsirkan secara harfiah ( William Montgomery W., 1997:
3 ).
Di kamus besar bahasa Indonesia menyebutkan kata fundamental
sebagai kata sifat yang memberikan pengertian bersifat dasar
(pokok); mendasar, diambil dari kata fundament yang berarti dasar,
asas, alas, fondasi, ( Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990:245 ).
Dengan demikian fundamentalisme dapat diartikan dengan paham
yang berusaha untuk memperjuangkan atau menerapkan apa yang
dianggap mendasar.
Sejalan dengan itu, pada perkembangan selanjutnya penggunaan
istilah fundamentalisme menimbulkan suatu citra tertentu, misalnya
ekstrimisme, fanatisme, atau bahkan terorisme dalam mewujudkan
atau mempertahankan keyakinan agamanya. Mereka yang disebut
kaum fundamentalis sering disebut tidak rasional, tidak moderat, dan
cenderung melakukan tindakan kekerasan jika perlu.
Dalam pandangan Gellner, gagasan dasar fundamentalisme adalah
bahwa suatu agama tertentu dipegang kokoh dalam bentuk literal
(harfiah) dan bulat, tanpa kompromi, pelunakan, re-interpretasi dan
tanpa pengurangan. Hal senada dikemukakan oleh David Ray Griffin,
dalam bukunya God and Religion in the Modern World. Dapat
disebutkan bahwa fundamentalisme adalah sebuah aliran atau faham
yang berpegang teguh pada dasar-dasar agama secara ketat melalui
penafsiran terhadap kitab suci secara rigid dan literalis. Dalam
pandangan Habermas fundamentalis adalah sebagai gerakan
keagamaan yang memberikan porsi sangat terbatas terhadap akal
pikiran (rasio), ketika memberikan interpretasi dan pemahaman
terhadap teks-teks keagamaan.

Dengan demikian, fundamentalisme dapat disebut sebuah gerakan


dalam sebuah aliran atau paham keagamaan yang berupaya untuk
kembali kepada apa yang diyakini sebagai dasar-dasar atau asas-
asas. Selain dalam persoalan agama, fundamentalisme terjadi juga
pada bidang yang lainnya, seperti fundamentalisme politik, ekonomi
dan lainnya. Hanya saja, belakangan, istilah fundamentalisme lebih
banyak dan sangat populer dilekatkan pada persoalan keagamaan.
Adapun contoh dari beberapa gerakan fundamentalis yang terdapat di
Indonesia diantaranya seperti G30S PKI, Gerakan Aceh Merdeka
(GAM), dan Negara Islam Indonesia(NII).Ada pula pembunuhan
oknum-oknum polisi yang diduga dilakukan juga oleh bagian dari
gerakan fundamentalis.

B. RADIKALISME

Kata radikalisme ditinjau dari segi terminologis berasal dari kata dasar
radix yang artinya akar (pohon). Bahkan anak-anak sekolah
menengah lanjutan pun sudah mengetahuinya dalam pelajaran biologi.
Makna kata tersebut, dapat diperluas kembali, berarti pegangan yang
kuat, keyakinan, pencipta perdamaian dan ketenteraman, dan makna-
makna lainnya. Kata ini dapatdikembangkan menjadi kata radikal,
yang berarti lebih adjektif. Hingga dapat dipahami secarakilat, bahwa
orang yang berpikir radikal pasti memiliki pemahaman secara lebih
detail dan mendalam, layaknya akar tadi, serta keteguhan dalam
mempertahankan kepercayaannya. Memang terkesan tidak umum, hal
inilah yang menimbulkan kesan menyimpang di masyarakat. Setelah
itu, penambahan sufiks isme sendirri memberikan makna tentang
pandangan hidup (paradigma), sebuah faham, dan keyakinan atau
ajaran. Penggunaannya juga sering disambungkan dengan suatu
aliran atau kepercayaan tertentu.
Dari sini, dapat dikembangkan telisik makna radikalissme, yaitu
pandangan / cara berfikir seseorang yang menginginkan peningkatan
mutu, perbaikan, dan perdamaian lingkungan multidimensional, hingga
semua lapisan masyarakatnya dapat hidup rukun dan tenteram.
Namun demikian, dalam perkembangannya pemahaman terhadap
radikalisme itu sendiri mengalami pemelencengan makna, karena
minimnya sudut pandang yang digunakan, masyarakat umum hanya
menyoroti apa yang kelompok-kelompok radikal lakukan (dalam hal ini
praktek kekerasan), dan tidak pernah berusaha mencari apa yang
sebenarnya mereka cari (perbaikan). Hal serupapun dilakukan oleh
pihak pemerintah, hingga praktis pendiskriminasian terhadap paham
yang satu ini tak dapat dielakkan.
Sesungguhnya, sejarah kemunculan gerakan radikalisme dan
kelahiran kelompok fundamentalisme dalam islam lebih di rujuk karena
dua factor, yaitu:
1. Faktor internal
Faktor internal adalah adanya legitimasi Teks keagamaan, dalam
melakukan perlawanan itu sering kali menggunakan legitimasi teks
(baik teks keagamaan maupun teks cultural) sebagai penopangnya.
untuk kasus gerakan ekstrimisme islam yang merebak hampir di
seluruh kawasan islam(termasuk indonesia) juga menggunakan teks-
teks keislaman (Alquran, hadits dan classical sources- kitab kuning)
sebagai basis legitimasi teologis, karena memang teks tersebut secara
tekstual ada yang mendukung terhadap sikap-sikap eksklusivisme dan
ekstrimisme ini.
Faktor internal lainnya adalah dikarenakan gerakan ini mengalami
frustasi yang mendalam karena belum mampu mewujudkan cita-cita
berdirinya negara islam internasional sehingga pelampiasannya
dengan cara anarkis; mengebom fasilitas publik dan terorisme.
Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan radikalisme adalah
faktor sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya adalah solidaritas
keagamaan untuk kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu. Tetapi
hal ini lebih tepat dikatakan sebagai faktor emosi keagamaannya, dan
bukan agama (wahyu suci yang absolut). Hal ini terjadi pada peristiwa
pembantaian yang dilakukan oleh negara Israel terhadap palestina,
kejadian ini memicu adanya sikap radikal di kalangan umat islam
terhadap Israel, yani menginginkan agar negara Israel diisolasi agar
tidak dapat beroperasi dalam hal ekspor impor.
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal terdiri dari beberapa sebab di antaranya : pertama,
dari aspek ekonomi-politik, kekuasaan depostik pemerintah yang
menyeleweng dari nilai-nilai fundamental islam. Itu artinya, rejim di
negara-negara islam gagal menjalankan nilai-nilai idealistik islam.
Rejim-rejim itu bukan menjadi pelayan rakyat, sebaliknya berkuasa
dengan sewenang-wenang bahkan menyengsarakan
rakyat. penjajahan Barat yang serakah, menghancurkan serta sekuler
justru datang belakangan, terutama setelah ide kapitalisme global dan
neokapitalisme menjadi pemenang. Satu ideologi yang kemudian
mencari daerah jajahan untuk dijadikan pasar baru. industrialisasi
dan ekonomisasi pasar baru yang dijalankan dengan cara-cara
berperang inilah yang sekarang mengejawantah hingga
melanggengkan kehadiran fundamentalisme islam. Karena itu,
fundamentalisme dalam islam bukan lahir karena romantisme tanah
(seperti Yahudi), romantisme teks (seperti kaum bibliolatery), maupun
melawan industrialisasi (seperti kristen eropa). Selebihnya, ia hadir
karena kesadaran akan pentingnya realisasi pesan-pesan idealistik
islam yang tak dijalankan oleh para rejim-rejim penguasa dan baru
berkelindan dengan faktor-faktor eksternal yaitu ketidakadilan global
Kedua, faktor budaya, faktor ini menekankan pada budaya barat yang
mendominasi kehidupan saat ini, budaya sekularisme yang dianggap
sebagai musuh besar yang harus dihilangkan dari bumi.
Ketiga, faktor sosial politik, pemerintah yang kurang tegas dalam
mengendalikan masalah teroris ini juga dapat dijadikan sebagai salah
satu faktor masih maraknya radikalisme di kalangan umat islam

Contoh kasus Radikalisme


Indonesia adalah negara yang mayoritas pendudukanya beragama
islam. Jumlah yang mayoritas tersebut kemudian dijadikan landasan
bagi sejumlah kelompok untuk menuntut diberlakukannya aturan
hukum yang berdasarkan syariat ISLAM. Front Pembela Islam (FPI)
adalah alasan salah satu kelompok yang secara intens menuntut
diberlakukannya syariat islam di Indonesia. Lebih jauh lagi, tuntutan
Fpi untuk memberlakukan syariat Islam di Indonesia dilakukan dengan
cara yang sering kali di ikuti dengan aksi-aksi yang melanggar hukum.
Mereka sering melakukan razia-razia yang tidak jarang diwarnai oleh
aksi-aksi perusakan dan penghancuran terhadap tempat-tempat
hiburan yang mereka anggap maksiat, ataupun kantor lembaga-
lembaga tertentu, seperti Komna HAM yang mereka anggap tidak
cukup representatif untuk mengkakomodir aspirasi dan kepentingan
mereka sebagai umat Islam.
Aksi-aksi mereka ini sebenarnya dibalut oleh rasa kekhawatiran yang
mendalam terhadap terjerembabnya Islam dalam bayang-bayang bart
sekuler, yang mereka yakini tengah menjalankan agenda untuk
menghancurkan umat Islam dengan berbagai cara. Ini dapat kita lihat
saat perusakan yang dilakukan FPI terhadap kawasan wisata di Jalan
Jaksa, Jakarta Pusat pada hari Rabu 26 Juni 2002. Dari tindakan yang
mereka lakukan tersebut, muncul berbagai reaksi yang cukup keras
dari berbagai pihak, baik masyarakat maupun aparat penegak hukum.
Tindakan mereka melakukan razia tanpa surat izin dari aparat,
misalnya dianggap sebagai perbuatan semena-mena. Ketidakjelasan
penyerbuan yang dilakukan FPI, membuat warga sekitar merasa kaget
dan berang, bahkan sejumlah warga menyatakan siap melawan jika
FPI menyerbu lagi. Reaksi juga dilontarkan Wakil Ketua II Komnas
HAM, Bambang W Suharto saat menyesalkan aksi perusakan yang
dilakukan oleh Laskar FPI terhadap kantor Komnas HAM di jalan
Latuharhari jakarta pusat.

Anda mungkin juga menyukai