Bab 2
Bab 2
HIPOTIROID
A. Konsep Teori
1. Definisi
Hipotiroidisme merupakan keadaan yang ditandai dengan terjadinya
hipofungsi tiroid yang berjalan lambat dan diikuti oleh gejala-gejala kegagalan
tiroid. Keadaan ini terjdai akibat kadar hormon tiroid dibawah nilai optimal
(Brunner&Suddarth, 2002). Hipotiroidisme merupakan suatus sindroma klinis
akibat penurunan produksi dan sekresi hormon tiroid, hal tersebut akan
mengakibatkan penurunan laju metabolisme tubuh dan penurunan
glukosaminoglikan di interstisial terutama dikulit dan otot (Soewondo P,
2008).
Hipotiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar tiroid kurang aktif
dan menghasilkan terlalu sedikit hormon tiroid. Hipotiroidisme dapat terjadi
akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. Apabila
disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar hormon tiroid yang
rendah akan disertai oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak
adanya umpan balik negatif oleh hormon tiroid pada hipofisis anterior dan
hipotalamus. Apabila hipotiroidisme terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka
kadar hormon tiroid yang rendah disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH
dari hipotalamus tinggi karena. tidak adanya umpan balik negatif baik dari
TSH maupun hormon tiroid. Hipotiroidisme yang disebabkan oleh malfungsi
hipotalamus menyebabkan rendahnya kadar hormon tiroid, TSH, dan TRH.
2. Etiologi
Hipotiroidisme terbagi atas 2 berdasarkan penyebabnya, yaitu:
1) Bawaan
a) Agenesis atau disgenesis kelenjar tiroidea.
b) Kelainan hormogonesis
- Kelainan bawaan enzim (inborn error)
- Defisiensi yodium (kretinisme endemik)
c) Pemakaian obat-obat anti tiroid oleh ibu hamil (maternal)
2) Didapat
Biasanya disebut hipotiroidisme juvenilis. Pada keadaan ini terjadi atrofi
kelenjar yang sebelumnya normal. Panyebabnya adalah
a) Idiopatik (autoimunisasi)
b) Tiroidektomi
c) Tiroiditis (Hashimoto, dan lain-lain)
d) Pemakaian obat anti-tiroid
e) Kelainan hipofisis.
f) Defisiensi spesifik TSH
3. Manifestasi Klinis
Spektrum gambaran klinik hipotiroidisme sangat lebar, mulai dari keluhan
cepat lelah atau mudah lupa sampai gangguan kesadaran berat (koma
miksedema). Dewasa ini sangat jarang ditemukan kasus-kasus dengan koma
miksedema (Djokomoeljanto R, 2009)
Gejala yang sering dikeluhkan pada usia dewasa adalah cepat lelah, tidak
tahan dingin, berat badan naik, konstipasi, gangguan siklus haid dan kejang
otot. Pengaruh hipotiroidisme pada berbagai sistem organ dapat dilihat pada
table (Mansjoer A, 2007).
1) Gejala klinis hipotiroidisme berdasarkan sistem organ :
Koma miksedema merupakan salah satu keadaan klinis hipotiroidisme yang
jarang dijumpai dan merupakan merupakan keadaan yang kritis dan
mengancam jiwa. Terjadi pada pasien yang lama menderita hipotiroidisme
berat tanpa pengobatan sehingga suatu saat mekanisme adaptasi tidak dapat
lagi mempertahankan homeostasis tubuh. Koma miksedema ditegakkan
dengan (Djokomoeljanto, 2009) :
4. Patofisiologi
Hipotiroid dapat disebabkan oleh gangguan sintesis hormon tiroid atau
gangguan pada respon jaringan terhadap hormon tiroid. Sintesis hormon tiroid
diatur sebagai berikut :
a) Hipotalamus membuat Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) yang
merangsang hipofisis anterior.
b) Hipofisis anterior mensintesis thyrotropin (Thyroid Stimulating
Hormone = TSH) yang merangsang kelenjar tiroid.
c) Kelenjar tiroid mensintesis hormon tiroid (Triiodothyronin = T3
dan Tetraiodothyronin = T4 =Thyroxin) yang merangsang metabolisme
jaringan yang meliputi: konsumsi oksigen, produksi panas tubuh, fungsi
syaraf, metabolisme protrein, karbohidrat, lemak, dan vitamin-vitamin,
serta kerja daripada hormon-hormon lain.
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis,
atau hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka
kadar HT yang rendah akan disertai oleh peningkatan kadar TSH dan TRH
karena tidak adanya umpan balik negatif oleh HT pada hipofisis anterior dan
hipotalamus. Apabila hipotiroidisme terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka
kadar HT yang rendah disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari
hipotalamus tinggi karena. tidak adanya umpan balik negatif baik dari TSH
maupun HT. Hipotiroidisme yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus
akan menyebabkan rendahnya kadar HT, TSH, dan TRH.
Penyakit Hashimoto, juga disebut tiroiditis otoimun, terjadi akibat adanya
otoantibodi yang merusak jaringan kelenjar tiroid. Hal ini menyebabkan
penurunan HT disertai peningkatan kadar TSH dan TRH akibat umpan balik
negatif yang minimal, Penyebab tiroiditis otoimun tidak diketahui, tetapi
tampaknya terdapat kecenderungan genetik untuk mengidap penyakit ini.
Penyebab yang paling sering ditemukan adalah tiroiditis Hashimoto.Pada
tiroiditis Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar dan hipotiroidisme
terjadi beberapa bulan kemudian akibat rusaknya daerah kelenjar yang masih
berfungsi. Penyebab kedua tersering adalah pengobatan terhadap
hipertiroidisme. Baik yodium radioaktif maupun pembedahan cenderung
menyebabkan hipotiroidisme. Gondok endemik adalah hipotiroidisme akibat
defisiensi iodium dalam makanan. Gondok adalah pembesaran kelenjar tiroid.
Pada defisiensi iodiurn terjadi gondok karena sel-sel tiroid menjadi aktif
berlebihan dan hipertrofik dalarn usaha untuk menyerap sernua iodium yang
tersisa dalam. darah. Kadar HT yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH
yang tinggi karena minimnya umpan balik.Kekurangan yodium jangka
panjang dalam makanan, menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang
kurang aktif (hipotiroidisme goitrosa). Karsinoma tiroid dapat, tetapi tidak
selalu, menyebabkan hipotiroidisme. Namun, terapi untuk kanker yang jarang
dijumpai ini antara lain adalah tiroidektomi, pemberian obat penekan TSH,
atau terapi iodium radioaktif untuk menghancurkan jaringan tiroid. Semua
pengobatan ini dapat menyebabkan hipotiroidisme. Pajanan ke radiasi,
terutama masa anak-anak, adalah penyebab kanker tiroid. Defisiensi iodium
juga dapat meningkatkan risiko pembentukan kanker tiroid karena hal tersebut
merangsang proliferasi dan hiperplasia sel tiroid.
Karena sebab-sebab yang dijelaskan di atas maka akan terjadi gangguan
metabolisme. Dengan adanya gangguan metabolisme ini, menyebabkan
produksi ADP dan ATP akan menurun sehingga menyebabkan kelelahan serta
terjadinya penurunan fungsi pernapasan yang berujung pada depresi ventilasi
dan timbul dyspneu kemudian pada tahap lebih lanjut kurangnya jumlah ATP
dan ADP dalam tubuh juga berdampak pada sistem sirkulasi tubuh terutama
jantung karena suplai oksigen ke jantung ikut berkurang dan terjadilah
bradycardia, disritrmia dan hipotensi. Gangguan pada sistem sirkulasi juga
dapat menyebabkan gangguan pada sistem neurologis yaitu berupa terjadinya
gangguan kesadaran karena suplai oksigen yang menurun ke otak. Selain itu
gangguan metabolisme juga menyebabkan gangguan pada fungsi
gastrointestinal dan pada akhirnya dapat menyebabkan menurunnya fungsi
peristaltik usus sehingga menimbulkan konstipasi. Metabolisme yang
terganggu juga berdampak pada turunnya suhu tubuh karena produksi kalor
yang menurun sehingga terjadi intoleransi suhu dingin.
5. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan kadar tirotropin (TSH) merupakan uji diagnostik lini pertama
untuk hipotiroid. Kenaikan kadar TSH memastikan seseorang menderita
hipotiroid primer. Kadar TSH normal adalah 0,4 mU/L sampai 4,0 mU/L yang
terdistribusi secara logaritmik, sehingga konsentrasi rata-rata berada di batas
bawah dari kisaran normal. Akibatnya, kadar TSH pada batas atas normal (>
3,0 mU/L) kemungkinan menunjukkan disfungsi tiroid yang masih ringan,
yang berisiko berkembang menjadi hipotiroid, terutama jika ditemukan
adanya autoantibodi tiroid (Roberts, 2004).
Pemeriksaan tirotropin (TSH) mempunyai keterbatasan dalam
mendiagnosis hipotirois sentral. Pada penderita hipotiroid sentral, kadar TSH
dapat rendah oleh karena penurunan produksi TSH, atau normal atau sedikit
meningkat sebagai hasil sintesis TSH dengan aktivitas biologis yang rendah.
Hipotiroid sentral dapat dicurigai pada beberapa kondisi :
a) jika didapatkan gambaran klinis hipotiroid tanpa kenaikan kadar tirotropin,
b) gambaran klinis defisiensi hormon hipofisis anterior lain,
c) adanya massa pada regio sellar atau
d) pada pasien dengan hipopituitarisme (mis : sarkoidosis, radioterapi atau
perlukaan kranial, kanker dengan metastasis hipofisis).
Pada kondisi-kondisi tersebut, pemeriksaan kadar tirotropin dilakukan
bersama sama dengan pemeriksaan kadar tiroksin bebas. Kadar tiroksin bebas
yang rendah memastikan diagnosis hipotiroid sentral. Ditemukan kadar
tiroksin bebas yang rendah ini, tanpa memperhitungkan berapa kadar TSH,
harus diikuti dengan pemeriksaan lanjutan, seperti pemeriksaan pencitraan
hipofisis, tes stimulasi TRH dan tes fungsi hipofisis yang lain. Pada
kecurigaan klinis hipotiroid, kadar tiroksin bebas yang berada pada batas
bawah nilai normal pun harus dicurigai sebagai hipotiroid sentral tahap awal,
yang perlu dievaluasi lebih lanjut dengan pemeriksaan yang lain. Sebaliknya
ada kondisi lain di mana peningkatan TSH tidak berhubungan dengan
hipotiroid misalnya pada insufisiensi adrenal, gagal ginjal atau paparan suhu
yang sangat dingin. Obat-obat yang digunakan pada kondisi darurat seperti
glukokortikoid, dopamin, dobutamin dapat menekan kadar TSH sehingga
menutupi gejala hipotiroid. Sebaliknya, pasien yang baru saja pulih dari
kondisi sakit parah akan menunjukkan kenaikan sementara kadar TSH,
sehingga pemeriksaan fungsi tiroid pada pasien yang sakit parah dapat
memberikan hasil yang membingungkan. Penggunaan obat-obat anti kejang
seperti fenitoin dan karbamazepin dapat memberikan hasil pemeriksaan TSH
dan tiroksin bebas yang rendah yang mungkin dikira sebagai hipotiroid sentral
(Roberts & Ladenson, 2004).
Tabel Nilai Laboratorium pada hipotiroid
Kadar TSH Kadar FT4 Kadar FT3 Kemungkinan
diagnosis
Tinggi Rendah Rendah Hipotiroid primer
Tinggi (> 10mU/L) Normal Normal Hipotiroid
subklinis yang
cenderung
berkembang
menjadi hipotiroid
klinis
Tinggi (5- 10 Normal Normal Hipotiroid
mU/L) subklinis yang
tidak cenderung
menjadi hipotiroid
klinis
Tinggi Tinggi Rendah Hilangnya enzim
pengubah T4- T3,
efek amiodaron
resistensi hormone
tiroid perifer
Tinggi Tinggi Tinggi Hipotiroid sentral(
defisiensi tiroid
hipofisi)
Rendah Rendah Rendah Penghentian tiba-
tiba tiroksin
6. Penatalaksanaan
1) Terapi Non-Farmakologis
Kaji riwayat penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya
hubungan atau menjadi predisposisi.
5) Riwayat kesehatan klien dan keluarga.
Sejak kapan klien menderita penyakit tersebut dan apakah ada anggota
keluarga yang menderita penyakit yang sama.
6) Kebiasaan hidup sehari-hari seperti :
a) Pola makan
b) Pola tidur (klien menghabiskan banyak waktu untuk tidur).
c) Pola aktivitas.
7) Riwayat Psikososial
Klien sangat sulit membina hubungan sosial dengan lingkungannya,
mengurung diri.Keluarga mengeluh klien sangat malas beraktivitas, dan ingin
tidur sepanjang hari.Kajilah bagaimana konsep diri klien mencakup kelima
komponen konsep diri.
8) Pemeriksaan Fisik
a) Penampilan secara umum; amati wajah klien terhadap adanya edema
sekitar mata, wajah bulan dan ekspresi wajah kosong serta roman wajah
kasar. Lidah tampak menebal dan gerak-gerik klien sangat lamban. Postur
tubuh keen dan pendek. Kulit kasar, tebal dan berisik, dingin dan pucat.
b) Nadi lambat dan suhu tubuh menurun
c) Perbesaran jantung
d) Disritmia dan hipotensi
e) Parastesia dan reflek tendon menurun
9) Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum
b) Pemeriksaan TSH (pada klien dengan hipotiroidisme primer akan terjadi
peningkatan TSH serum, sedangkan pada yang sekunder kadar TSH dapat
menurun atau normal).
2) Data Objektif
2. Diagnosa keperawatan
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pembesaran kelenjar
tiroid.
2) Hipotermi berhubungan dengan penurunan kadar tiroksin.
3) Intoleran aktifitas berhubungan dengan penurunan metabolisme sekunder
terhadap hipotiroidisme.
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
5) Resiko tinggi terhadap konstipasi berhubungan dengan penurunan
peristaltic.
6) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi.
3. Intervensi Keperawatan
a) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pembesaran kelenjar tiroid.
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz H. (2012). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.Jakarta: Salemba Medika
Potter, Patricia A. dan Anne G. Perry. (2009). Fundamental Keperawatan Buku 1 Ed. 7. Jakarta: Salemba Medika
Djokomoeljanto, R. 2009. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme. Dalam : Sudoyo A.W. et al, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III Edisi V. Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta Pusat
Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta