DAN
RANCANGAN
ANGGARAN PENDAPATAN
DAN BELANJA NEGARA
PERUBAHAN
REPUBLIK INDONESIA
Daftar Isi
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... I-1
1.1.1 Perubahan Asumsi Dasar .............................................................. I-2
1.1.2 Perubahan Kebijakan APBN ......................................................... I-3
1.2 Pokok-Pokok Perubahan Postur APBN ........................................ I-4
i
Daftar Isi
Halaman
ii
Daftar Tabel
DAFTAR TABEL
Halaman
iii
Daftar Grafik
DAFTAR GRAFIK
Halaman
iv
Daftar Grafik
Halaman
v
Daftar Boks
DAFTAR BOKS
Halaman
Boks IV.1 Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM 2012 ...... IV-12
vi
Daftar Isi
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... I-1
1.1.1 Perubahan Asumsi Dasar .............................................................. I-2
1.1.2 Perubahan Kebijakan APBN ......................................................... I-3
1.2 Pokok-Pokok Perubahan Postur APBN ........................................ I-4
i
Daftar Isi
Halaman
ii
Daftar Tabel
DAFTAR TABEL
Halaman
iii
Daftar Grafik
DAFTAR GRAFIK
Halaman
iv
Daftar Grafik
Halaman
v
Daftar Boks
DAFTAR BOKS
Halaman
Boks IV.1 Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM 2012 ...... IV-12
vi
Pendahuluan Bab I
BAB I
PENDAHULUAN
Perubahan APBN 2012 dilakukan secara menyeluruh guna menampung seluruh perubahan
dalam pendapatan negara dan hibah, belanja negara, serta defisit dan pembiayaan anggaran.
Selain menampung perubahan indikator ekonomi makro dalam tahun 2012 agar berbagai
besaran RAPBN-P menjadi lebih realistis dan dapat dilaksanakan secara baik, perubahan
APBN 2012 juga dimaksudkan untuk mengakomodir perubahan-perubahan kebijakan dalam
rangka mengamankan pelaksanaan APBN 2012.
Perubahan kebijakan fiskal dan langkah-langkah antisipatif dalam perubahan APBN 2012
meliputi antara lain:
1. Penambahan dana infrastruktur dan kebutuhan mendesak, yang dibiayai dari pemanfaatan
saldo anggaran lebih (SAL). Pembangunan infrastruktur difokuskan pada infrastruktur
konektivitas Indonesia bagian timur, serta infrastruktur pendukung domestic connectivity
dan koridor ekonomi.
2. Kebijakan pengendalian subsidi BBM melalui kenaikan harga BBM bersubsidi dan subsidi
listrik melalui penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) secara bertahap. Kebijakan ini disertai
dengan program kompensasi dalam rangka menjaga daya beli masyarakat akibat kenaikan
harga BBM dan TTL.
3. Dalam rangka sharing burden, pemotongan belanja kementerian negara/lembaga non-
modal. Pemotongan dilakukan pada komponen-komponen belanja pegawai dan belanja
barang yang tidak memengaruhi output dan outcome.
4. Perluasan defisit anggaran, yang ditutup dengan penerbitan surat berharga negara dan
tambahan pemanfaatan SAL. Hal ini diperlukan untuk menjaga ketahanan ekonomi
nasional, di tengah-tengah kondisi ekonomi global yang diperkirakan mengalami
perlambatan.
Langkah-langkah kebijakan di atas, disertai dengan optimalisasi pendapatan negara,
utamanya melalui peningkatan penerimaan negara bukan pajak.
daerah diperkirakan mengalami perubahan dari Rp470.409,5 miliar dalam APBN tahun
2012 menjadi Rp476.263,7 miliar, yang berarti mengalami peningkatan Rp5.854,2 miliar
atau sekitar 1,2 persen.
TABEL I.2
RINGKASAN APBN DAN RAPBN-P 2012
(miliar rupiah)
Selisih thd
URAIAN APBN RAPBN-P
APBN
Dengan rencana peningkatan pendapatan negara dan hibah sebesar Rp33.090,1 miliar
(2,5 persen) yang disertai dengan peningkatan belanja negara sebesar Rp99.175,4 miliar
(6,9 persen), maka sebagai konsekuensinya, defisit anggaran akan meningkat sebesar
Rp66.085,3 miliar, dari yang diperkirakan sebelumnya sebesar Rp124.020,0 miliar (1,53 persen
terhadap PDB), menjadi Rp190.105,3 miliar (2,23 persen terhadap PDB).
Peningkatan defisit anggaran dalam RAPBN-P 2012 direncanakan akan dibiayai dari
peningkatan pembiayaan dalam negeri sebesar Rp68.618,7 miliar, dari rencana semula sebesar
Rp125.912,3 miliar dalam APBN 2012 menjadi sebesar Rp194.531,0 miliar, sedangkan
pembiayaan luar negeri neto akan mengalami perubahan minus Rp2.533,4 miliar, dari
sebesar minus Rp1.892,3 miliar menjadi sebesar minus Rp4.425,7 miliar. Perubahan rencana
pembiayaan dalam negeri pada tahun 2012 tersebut terutama berasal dari: (a) peningkatan
pemanfaatan dana saldo anggaran lebih (SAL) sebesar Rp51.116,9 miliar, dari rencana semula
sebesar Rp5.056,8 miliar menjadi Rp56.173,7 miliar; (b) penambahan penerbitan surat
berharga negara neto sebesar Rp25.000,0 miliar, dari rencana awal sebesar
Rp134.596,7 miliar menjadi Rp159.596,7 miliar; dan (c) penambahan dana pengembangan
pendidikan nasional sebesar Rp6.000,0 miliar, dari Rp1.000,0 miliar menjadi
Rp7.000,0 miliar.
BAB I
PENDAHULUAN
Perubahan APBN 2012 dilakukan secara menyeluruh guna menampung seluruh perubahan
dalam pendapatan negara dan hibah, belanja negara, serta defisit dan pembiayaan anggaran.
Selain menampung perubahan indikator ekonomi makro dalam tahun 2012 agar berbagai
besaran RAPBN-P menjadi lebih realistis dan dapat dilaksanakan secara baik, perubahan
APBN 2012 juga dimaksudkan untuk mengakomodir perubahan-perubahan kebijakan dalam
rangka mengamankan pelaksanaan APBN 2012.
Perubahan kebijakan fiskal dan langkah-langkah antisipatif dalam perubahan APBN 2012
meliputi antara lain:
1. Penambahan dana infrastruktur dan kebutuhan mendesak, yang dibiayai dari pemanfaatan
saldo anggaran lebih (SAL). Pembangunan infrastruktur difokuskan pada infrastruktur
konektivitas Indonesia bagian timur, serta infrastruktur pendukung domestic connectivity
dan koridor ekonomi.
2. Kebijakan pengendalian subsidi BBM melalui kenaikan harga BBM bersubsidi dan subsidi
listrik melalui penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) secara bertahap. Kebijakan ini disertai
dengan program kompensasi dalam rangka menjaga daya beli masyarakat akibat kenaikan
harga BBM dan TTL.
3. Dalam rangka sharing burden, pemotongan belanja kementerian negara/lembaga non-
modal. Pemotongan dilakukan pada komponen-komponen belanja pegawai dan belanja
barang yang tidak memengaruhi output dan outcome.
4. Perluasan defisit anggaran, yang ditutup dengan penerbitan surat berharga negara dan
tambahan pemanfaatan SAL. Hal ini diperlukan untuk menjaga ketahanan ekonomi
nasional, di tengah-tengah kondisi ekonomi global yang diperkirakan mengalami
perlambatan.
Langkah-langkah kebijakan di atas, disertai dengan optimalisasi pendapatan negara,
utamanya melalui peningkatan penerimaan negara bukan pajak.
daerah diperkirakan mengalami perubahan dari Rp470.409,5 miliar dalam APBN tahun
2012 menjadi Rp476.263,7 miliar, yang berarti mengalami peningkatan Rp5.854,2 miliar
atau sekitar 1,2 persen.
TABEL I.2
RINGKASAN APBN DAN RAPBN-P 2012
(miliar rupiah)
Selisih thd
URAIAN APBN RAPBN-P
APBN
Dengan rencana peningkatan pendapatan negara dan hibah sebesar Rp33.090,1 miliar
(2,5 persen) yang disertai dengan peningkatan belanja negara sebesar Rp99.175,4 miliar
(6,9 persen), maka sebagai konsekuensinya, defisit anggaran akan meningkat sebesar
Rp66.085,3 miliar, dari yang diperkirakan sebelumnya sebesar Rp124.020,0 miliar (1,53 persen
terhadap PDB), menjadi Rp190.105,3 miliar (2,23 persen terhadap PDB).
Peningkatan defisit anggaran dalam RAPBN-P 2012 direncanakan akan dibiayai dari
peningkatan pembiayaan dalam negeri sebesar Rp68.618,7 miliar, dari rencana semula sebesar
Rp125.912,3 miliar dalam APBN 2012 menjadi sebesar Rp194.531,0 miliar, sedangkan
pembiayaan luar negeri neto akan mengalami perubahan minus Rp2.533,4 miliar, dari
sebesar minus Rp1.892,3 miliar menjadi sebesar minus Rp4.425,7 miliar. Perubahan rencana
pembiayaan dalam negeri pada tahun 2012 tersebut terutama berasal dari: (a) peningkatan
pemanfaatan dana saldo anggaran lebih (SAL) sebesar Rp51.116,9 miliar, dari rencana semula
sebesar Rp5.056,8 miliar menjadi Rp56.173,7 miliar; (b) penambahan penerbitan surat
berharga negara neto sebesar Rp25.000,0 miliar, dari rencana awal sebesar
Rp134.596,7 miliar menjadi Rp159.596,7 miliar; dan (c) penambahan dana pengembangan
pendidikan nasional sebesar Rp6.000,0 miliar, dari Rp1.000,0 miliar menjadi
Rp7.000,0 miliar.
BAB II
PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR
EKONOMI MAKRO
2.1 Umum
Situasi perekonomian global dalam tiga tahun terakhir diwarnai oleh berbagai faktor yang
penuh ketidakpastian dan sulit diprediksi. Setelah mengalami penguatan di tahun 2010,
ekonomi dunia di 2011 sedikit terhambat, selain berkaitan dengan krisis fiskal dan utang
yang terjadi di Eropa yang masih berlangsung berlarut-larut, juga dipengaruhi oleh krisis di
Amerika Serikat dan Jepang. Sebagai akibatnya, kondisi ekonomi dunia tahun 2012
diperkirakan akan tetap diliputi perlambatan. Kondisi ini juga menyebabkan volume
perdagangan dunia mengalami penurunan pada tingkat yang cukup signifikan.
Pertumbuhan ekonomi global tahun 2011 mencapai 3,8 persen (yoy), lebih rendah
dibandingkan tahun 2010 yang tumbuh sebesar 5,2 persen (yoy). Pertumbuhan di tahun
2011 tersebut juga lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 4,0 persen (yoy).
Sementara itu, pertumbuhan volume perdagangan yang pada tahun 2010 mencapai 12,7
persen (yoy), mengalami pelemahan menjadi 6,9 persen (yoy) di tahun 2011, lebih rendah
dari perkiraan sebelumnya sebesar 7,5 persen (yoy). Pelemahan ekonomi dan perdagangan
dunia yang terjadi di tahun 2011 tersebut diperkirakan akan masih berlanjut di tahun 2012.
Dalam publikasi World Economic Outlook (WEO) Januari 2012, International Monetary
Fund (IMF) telah merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2012,
dari 4,0 persen (yoy) menjadi 3,3 persen (yoy). Demikian pula perkiraan pertumbuhan volume
perdagangan dunia juga direvisi ke bawah dari 5,8 persen (yoy) menjadi 3,8 persen (yoy).
Perlambatan ekonomi telah menarik harga-harga komoditas internasional bergerak turun
di sepanjang tahun 2011, kecuali harga emas dan minyak yang relatif tetap tinggi di akhir
tahun 2011. Aksi spekulasi dan pasokan yang kurang memadai telah menyebabkan harga
kedua komoditas tersebut relatif tinggi hingga akhir tahun. Di tahun 2012, berlanjutnya
pelemahan ekonomi dunia diperkirakan akan kembali menurunkan tingkat harga komoditas
internasional dan berdampak pada melemahnya tekanan inflasi global. Namun, harga
minyak dunia diperkirakan akan tetap tinggi. Meningkatnya ketegangan geopolitik di
kawasan Timur Tengah telah menjadi risiko penting yang akan memengaruhi harga minyak
di pasar dunia.
Sejalan dengan itu, harga minyak mentah Indonesia juga bergerak naik, dan diperkirakan
akan melampaui asumsi APBN 2012. Hal ini menjadi tantangan yang cukup serius bagi
Indonesia, terkait dengan meningkatnya beban subsidi energi dan pengendalian inflasi. Di
lain pihak, produksi dan lifting minyak juga membawa persoalan yang tidak kalah rumit,
terkait dengan pencapaiannya yang rendah dalam beberapa tahun terakhir. Sementara itu,
meskipun arus modal masuk diperkirakan masih cukup tinggi, namun nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerika Serikat diperkirakan mengalami pelemahan. Ketidakpastian ekonomi
global menjadi salah satu faktor penyebabnya.
Berdasarkan kinerja ekonomi makro 2011, dan memperhatikan perkembangan ekonomi
dunia dan domestik sebagaimana diuraikan di atas, perubahan situasi perekonomian global
yang drastis dan cepat berubah, menyebabkan berbagai asumsi ekonomi makro yang telah
ditetapkan dalam APBN 2012 menjadi tidak sesuai lagi. Oleh karena itu, asumsi dasar
ekonomi makro 2012 dipandang perlu untuk disesuaikan dengan perkembangan ekonomi
dunia terkini. Penyesuaian ini diperlukan dalam rangka penyesuaian besaran APBN untuk
menghadapi perubahan kondisi ekonomi, agar target dan sasaran yang ditetapkan menjadi
lebih realistis.
Pada periode yang sama, Jepang mengalami kontraksi ekonomi sebesar 0,9 persen. Bencana
tsunami dan kerusakan reaktor pembangkit listrik tenaga nuklir yang menimpa negara
tersebut di paruh pertama 2011, menyebabkan penurunan aktivitas produksi dan kegiatan
perdagangan internasional. Konsumsi masyarakat mengalami kontraksi selama kuartal I
dan kuartal II, sementara investasi baru dapat tumbuh di kuartal terakhir tahun tersebut.
Dalam hal perdagangan internasional, ekspor neto Jepang juga mengalami pertumbuhan
negatif di keempat kuartal 2011, sebagai dampak pertumbuhan impor yang tinggi, baik
untuk keperluan rekonstruksi ekonomi maupun akibat apresiasi nilai tukar Yen.
Pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama hingga kuartal keempat masing-masing
mencapai -0,3 persen, -1,7 persen, -0,5 persen, dan -1,0 persen. Secara keseluruhan, ekonomi
Jepang pada tahun 2011 tumbuh -0,9 persen. Proses pemulihan ekonomi Jepang
diperkirakan akan terjadi di tahun 2012, sehingga perekonomian diproyeksikan tumbuh
sebesar 1,7 persen (yoy). Namun, perkiraan tersebut relatif lebih rendah dari proyeksi
sebelumnya sebesar 2,3 persen (yoy).
Dampak melemahnya ekonomi Eropa dan negara-negara maju berimbas pada negara-
negara berkembang di Asia, khususnya yang memiliki hubungan dagang yang cukup besar
dengan kawasan Eropa, AS, dan Jepang. Cina dan India merupakan negara berkembang
terbesar di Asia yang menghadapi perlambatan ekonomi seiring menurunnya kinerja ekspor,
khususnya ke mitra dagang negara maju dan kawasan Eropa.
Cina, salah satu kekuatan ekonomi berkembang terbesar di Asia, tumbuh 9,3 persen
(yoy). Pertumbuhan tersebut relatif menurun bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya
yang tumbuh sebesar 10,4 persen (yoy). Perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut antara
lain disebabkan oleh pelemahan permintaan di mitra dagang utama Cina, yaitu kawasan
Eropa dan Amerika Serikat. Peran ekspor Cina ke Amerika Serikat dan Eropa masing-masing
sebesar 18,0 persen dan 16,4 persen terhadap total ekspornya. Di tahun 2011, surplus
perdagangan Cina mencapai USD160 miliar, atau turun 12,6 persen dari surplus
perdagangannya di tahun 2010. Selain tantangan perdagangan, Cina juga menghadapi
tantangan inflasi dan property bubble. Laju pertumbuhan yang sangat tinggi pada periode-
periode sebelumnya telah mendorong tingkat inflasi, yang pada gilirannya juga mendorong
harga-harga properti di dalam negeri. Pinjaman untuk sektor properti di Cina telah mencapai
RMB10 triliun atau sekitar USD1,6 triliun. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah
Cina telah menaikkan suku bunga hingga tiga kali pada tahun 2011, disertai kebijakan
pengetatan kredit perumahan.
Serupa dengan yang dialami Cina, selama tahun 2011 perekonomian India mengalami
perlambatan ekonomi di keempat kuartal tahun tersebut. Secara kumulatif, India tumbuh
sebesar 7,4 persen (yoy), lebih lambat dari tahun sebelumnya. Perlambatan tersebut antara
lain juga disebabkan oleh menurunnya ekspor India ke negara-negara Eropa dan Amerika
Serikat, di mana mitra-mitra dagang tersebut memiliki peran cukup besar, sekitar 38 persen
dari total ekspor India. Pada saat yang sama, India juga mengalami tekanan inflasi yang
cukup berat. Laju inflasi bahkan sempat mencapai 10,1 persen (yoy) pada bulan September
2011, angka tertinggi semenjak Agustus 2010. Kebijakan peningkatan suku bunga juga telah
dilakukan untuk mencapai sasaran inflasi tahun 2012 di bawah 7 persen. Selama periode
2010 hingga 2011, pemerintah India telah menaikkan suku bunga hingga tiga belas
kali.Tingginya suku bunga tersebut menyebabkan melambatnya aktivitas di berbagai sektor
ekonomi dan investasi di dalam negeri.
Di wilayah Asia Tenggara, perlambatan pertumbuhan juga terjadi di tahun 2011 (lihat Grafik
II.1). Pertumbuhan ekonomi menurun dari 6,9persen (yoy) di tahun 2010 menjadi 4,8
persen (yoy) di tahun 2011. Empat negara dari anggota ASEAN-5 mengalami pertumbuhan
di tahun 2011 yang lebih rendah dibanding tahun 2010. Indonesia merupakan satu satunya
negara ASEAN-5 yang masih mengalami peningkatan pertumbuhan yaitu dari 6,2 persen
(yoy) pada 2010 menjadi 6,5 persen (yoy) di tahun 2011. Perlambatan pertumbuhan ekonomi
terbesar dialami oleh Thailand yang di tahun 2011 hanya tumbuh 0,1 persen, jauh lebih
rendah dibanding tahun sebelumnya sebesar 7,8 persen. Rendahnya pertumbuhan ekonomi
Thailand pada tahun tersebut lebih
GRAFIK II.1 disebabkan oleh masalah banjir besar
PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA KAWASAN ASIA ,
(yoy)
yang telah melumpuhkan sektor
persen
10,0 industri dan kegiatan perdagangannya.
9,0
8,0
Ekonomi Filipina melambat dari 7,6
7,0 persen (yoy) di tahun 2010 menjadi 3,7
6,0
5,0 persen (yoy) di tahun 2011. Dalam hal
4,0
3,0
ini, pertumbuhan ekspor Filipina di
2,0
1,0
tahun 2011 mengalami kontraksi
0,0 sebesar 3,8 persen dimana kontraksi
Korea Selatan Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand
tersebut telah terjadi sejak kuartal III
2011Q1 2011Q2 2011Q3 2011Q4
tahun 2011, akibat turunnya
Sumber: Bloomberg
permintaan dari negara-negara maju di
Eropa dan AS. Di antara negara ASEAN
lainnya, Filipina memiliki eksposur perdagangan yang cukup tinggi dengan Eropa dan AS,
masing-masing sekitar 13 dan 20 persen terhadap total ekspornya. Di lain pihak, nilai tukar
Filipina juga terus mengalami penguatan terhadap dolar AS, sehingga turut memberikan
dampak negatif terhadap ekspor negara tersebut. Singapura yang pada tahun 2010 tumbuh
14,8 persen (yoy) melambat secara signifikan menjadi 4,9 persen (yoy) di tahun 2011.
Perlambatan tersebut terutama disebabkan oleh defisit perdagangan yang telah terjadi sejak
kuartal II tahun 2011. Sementara itu, Malaysia merupakan negara yang memiliki performa
relatif lebih baik dibandingkan dengan Filipina, Thailand, dan Singapura. Di tahun 2010,
Malaysia tumbuh 7,2 persen (yoy) dan melambat menjadi 5,1 persen di tahun 2011.
Sebagaimana negara-negara tetangganya, pertumbuhan ekspor Malaysia tertekan di tahun
2011.
Mempertimbangkan kondisi tersebut, konsensus umum dalam berbagai diskusi dan analisis
mengenai prospek perekonomian memperkirakan potensi terjadinya laju pertumbuhan
negatif di berbagai negara pada tahun 2012. Dana Moneter Internasional (IMF)
memperkirakan krisis ekonomi global akan mencapai puncaknya pada tahun 2012. IMF
telah berkali-kali merevisi publikasi World Economic Outlook (WEO)-nya menuju titik yang
paling pesimistis. Dalam WEO edisi April 2011, IMF memperkirakan laju PDB dunia tahun
2012 masih 4,5 persen. Namun, perkiraan tersebut terus dikoreksi ke bawah, dan dalam
WEO edisi bulan Januari 2012, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun
2012 mengalami perlambatan hingga mencapai 3,3 persen (lihat Grafik II.2 dan
Grafik II.3).
Proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia ke arah yang lebih suram ini disebabkan oleh laju
pertumbuhan ekonomi negara-negara maju yang diperkirakan mengalami penurunan
bahkan di kawasan Eropa diprediksi mengalami kontraksi di tahun 2012. Amerika Serikat
pada tahun 2012 diprediksi mengalami pertumbuhan yang rendah sebesar 1,8 persen.
Selanjutnya perekonomian kawasan Eropa diproyeksikan mengalami kontraksi sebesar
-0,5 persen. Kemudian perekonomian Jepang diprediksi mengalami penyusutan hingga
mencapai 1,7 persen. Sementara itu, Cina dan India pada tahun 2012 diperkirakan tetap
tumbuh sebesar 8,2 persen dan 7,0 persen.
3,0 -5,0
2,0
-10,0
1,0 -10,7
-15,0
0,0
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Jan 11 Apr 11 Jun 11 Sep 11 Jan 12
Sumber: World Economic Outlook, IMF Sumber: World Economic Outlook, IMF
tahun 2011 (WEO, Januari 2012). Pertumbuhan impor negara maju tahun 2011 tersebut
jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya sebesar 5,9 persen (yoy)
(WEO, September 2011). Di sisi lain, impor negara berkembang juga melambat walau tidak
setajam yang terjadi di negara maju, yaitu dari 15 persen (yoy) di tahun 2010 menjadi 11,3
persen (yoy) di tahun 2011. Secara umum laju pertumbuhan volume perdagangan dunia
melambat dari 12,7 persen (yoy) di tahun 2010 menjadi hampir separuhnya di tahun 2011,
yaitu sebesar 6,9 persen (yoy). Di tahun 2012, pelemahan ekonomi dan daya beli di berbagai
kawasan berdampak pada penurunan aktivitas perdagangan internasional. Dalam hal ini,
laju pertumbuhan volume perdagangan internasional diprediksi melambat ke tingkat 3,8
persen (yoy). Penyusutan tersebut merupakan penurunan yang cukup besar jika
dibandingkan dengan prediksi-prediksi periode sebelumnya (lihat Grafik II.4 dan
Grafik II.5).
pemutusan hubungan kerja. Program tax-break atau pemotongan pajak juga dilaksanakan
bagi masyarakat menengah ke bawah dengan tujuan untuk mempertahankan daya beli
masyarakat. Pemerintah AS juga meningkatkan anggaran belanja sosial dan tingkat defisit
sebesar 1 persen dari GDP di tahun 2011 dan 2012 sebagai antisipasi untuk melawan krisis.
Berbeda dengan di AS, negara-negara di kawasan Eropa yang terkena krisis utang, seperti
Yunani, Irlandia, Spanyol, Portugal, dan Italia dihadapkan kepada situasi untuk memangkas
tingkat defisitnya yang tinggi dengan melakukan program pengetatan fiskal (fiscal
austherity).
Dalam hal kebijakan moneter, kebijakan otoritas negara maju secara umum dilakukan
melalui pelonggaran likuiditas, yang antara lain tercermin pada rendahnya suku bunga
acuan di masing-masing negara. Arah kebijakan tersebut telah berlangsung sejak awal 2009
hingga saat ini. Sebagai contoh, Amerika Serikat telah mempertahankan suku bunganya di
bawah 0,25 persen sejak awal 2009. Pemerintah AS melalui program Quantitative Easing
Jilid I telah melakukan pembelian aset hampir sebesar USD 1.75 triliun sejak bulan Maret
2009 untuk mendorong sektor properti yang sangat terpukul karena krisis. Untuk menambah
likuiditas pasar dan mendukung ekonomi domestik AS, program QE dilanjutkan ke tahap
II di bulan November 2010 dengan melakukan pembelian aset sebesar USD600 miliar.
Selain itu, Pemerintah AS juga meluncurkan kebijakan operation-twist di bulan September
2011 untuk terus menambah likuditas pasar, karena Pemerintah masih memandang
pertumbuhan ekonomi AS belum sepenuhnya pulih pasca krisis. Di kawasan Eropa, Bank
Sentral Eropa (ECB) menekan tingkat suku bunga pada level yang rendah sebesar 1,5 persen
sejak Mei 2009 dan Bank Sentral Inggris mempertahankan tingkat bunga sebesar 0,5 persen
sejak Maret 2009 sebagai upaya menekan beban utang dan tingkat defisit serta angka
pengangguran yang tinggi.
Namun, perkembangan yang terjadi belum sesuai harapan. Perbedaan tingkat suku bunga
antara negara maju dan negara berkembang serta fundamental ekonomi di negara
berkembang yang relatif lebih baik, telah menyebabkan larinya dana-dana likuiditas ke negara
berkembang. Instrumen-instrumen investasi seperti saham dan obligasi di negara
berkembang, telah dibanjiri dana asing. Indeks bursa saham negara-negara berkembang
telah meningkat sangat pesat sejak tahun 2009. Indeks MSCI Emerging Market telah naik
sebesar 57 persen sejak tahun 2009, sementara indeks MSCI EAFE Developed Market hanya
tumbuh sebesar 11 persen. Sejalan dengan peningkatan indeks bursa saham, kinerja obligasi
negara-negara berkembang juga telah tumbuh cukup tinggi atau sebesar 14 persen sejak
tahun 2009.
Di tahun 2011, aliran modal masuk ke negara-negara berkembang relatif melambat
dibandingkan dengan tahun 2010. Hal ini disebabkan oleh kenaikan indeks harga saham
dan obligasi yang sudah terlalu tinggi di tahun-tahun sebelumnya. Pada saat yang sama,
tren penurunan harga komoditas internasional juga menunjukkan penurunan, kecuali untuk
komoditi emas yang masih terus meningkat. Selama tahun 2011, emas telah meningkat
sebesar 10,1 persen, sementara indeks komoditas yang diwakili oleh indeks GSCI (Goldman-
Sachs Commodity Index) tumbuh negatif sebesar -4 persen. Hal itu mengindikasikan
menurunnya preferensi investor untuk menaruh dananya pada sektor komoditi. Meskipun
demikian, perekonomian Eropa tampaknya masih mengalami kesulitan likuiditas sehingga
mendorong dilakukan injeksi likuiditas tambahan di semester kedua 2011. Dalam kaitan ini,
likuiditas di perekonomian Eropa tidak saja mengalir ke negara negara berkembang saja
dan pasar komoditas, tetapi juga mulai beralih ke instrument investasi lainnya. Beberapa
indikator pasar memberi sinyal bahwa di tahun 2011 sebagian likuiditas tersebut telah masuk
ke instrumen obligasi jangka panjang pemerintah AS. Hal ini ditandai dengan kenaikan
yang tinggi atas indeks obligasi bertenor panjang AS sebesar 34 persen atau jauh melampaui
indeks S&P500 yang hanya tumbuh sebesar 1,9 persen. Tren aliran dana keluar dari kawasan
Eropa diperkirakan masih akan berlangsung di tahun 2012. Hal ini antara lain didasarkan
pada perkiraan kontraksi ekonomi yang akan terjadi di kawasan tersebut sehingga
mendorong investor mengalihkan dananya ke negara-negara dan kawasan lain yang mampu
memberikan imbal lebih baik.
demikian, selama tahun 2011 tersebut IHSG telah meningkat sekitar 3,2 persen. Peningkatan
minat investor juga terjadi pada instrumen obligasi Pemerintah sebagaimana tercermin pada
penurunan yield surat-surat utang pemerintah Indonesia. Dalam hal penerbitan SPN 3 bulan,
besarnya minat investor antara lain tercermin pada oversubscribed penawaran di setiap
pelelangan. Secara rata rata suku bunga SPN 3 bulan di tahun 2011 mencapai 4,84 persen.
Tingkat kepercayaan investor asing tidak saja terbatas pada investasi portofolio, tetapi juga
tercermin pada peningkatan arus investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI)
yang terus meningkat di sepanjang tahun 2011. Arus modal masuk disertai surplus
perdagangan mampu mendorong peningkatan cadangan devisa Indonesia dari USD96,2
miliar di akhir 2010 menjadi USD110,1 miliar. Peningkatan cadangan devisa tersebut
memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi upaya mengatasi fluktuasi nilai tukar yang
besar.
Selama 2011, nilai tukar rupiah bergerak dengan fluktuasi yang relatif lebih kecil bila
dibandingkan dengan pergerakannya di tahun 2010. Rata-rata nilai tukar mencapai
Rp8.779 per USD di tahun 2011, lebih rendah dari rata-rata nilai tukar tahun sebelumnya
sebesar Rp9.087 per USD, atau dengan kata lain telah terjadi apresiasi sebesar 3,69 persen.
Namun bila disimak lebih jauh, pergerakan nilai tukar selama 2011 dapat diklasifikasikan
ke dalam dua tren utama, yaitu: tren apresiasi selama Januari -Juli 2011, dan depresiasi
selama Agustus-Desember 2011, dengan titik tertinggi nilai tukar rupiah berada pada kisaran
Rp8.504 per USD, yang terjadi di bulan Juli 2012.
Perkembangan kondisi perbankan masih menunjukkan perkembangan cukup baik.
Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) di akhir tahun 2011 mencapai Rp2,784,1 triliun
(yoy), tumbuh 19,0 persen dari tahun 2010. Sementara itu, total penyaluran kredit mencapai
Rp2.223.7 triliun, tumbuh 24,7 persen (yoy). Peningkatan kredit tersebut tercermin pula
pada tren LDR yang meningkat. Di akhir tahun 2010, rasio penyaluran kredit mencapai
76,85 persen dan di akhir tahun 2011 meningkat menjadi 78,8 persen. Perkembangan tersebut
memberikan sinyal meningkatnya fungsi intermediasi perbankan. Peningkatan penyaluran
kredit dilakukan tanpa meninggalkan prinsip kehati-hatian dan pengelolaan risiko. Kondisi
ini tercermin pada rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) yang tetap terjaga
pada tingkat yang rendah, dan di akhir 2011 rasio NPL mencapai 2,6 persen.
Perkembangan faktor-faktor tersebut di atas pada akhirnya bermuara pada peningkatan
pertumbuhan ekonomi dari 6,2 persen di tahun 2010 menjadi 6,5 persen di tahun 2011. Hal
tersebut menjadi penting, mengingat kondisi negara-negara lain yang mengalami
perlambatan laju pertumbuhan. Sebagaimana yang terjadi di negara lain, Indonesia tidak
luput dari tekanan eksternal, khususnya tekanan pada kinerja ekspor. Namun, perlambatan
impor yang lebih cepat masih mampu mendorong peningkatan ekspor neto. Di tahun 2011,
ekspor neto barang dan jasa tumbuh sebesar 14,4 persen (yoy), lebih tinggi dari tahun 2010
sebesar 8,69 persen (yoy). Sementara itu, pada periode yang sama kinerja investasi (PMTB)
semakin membaik, dan pada tahun 2011 tumbuh sebesar 8,8 persen (yoy), lebih tinggi bila
dibandingkan dengan tahun 2010 yang tumbuh sebesar 8,5 persen (yoy). Di lain pihak,
konsumsi masyarakat relatif stabil yang mencerminkan terjaganya daya beli masyarakat.
Konsumsi masyarakat di tahun 2011 tumbuh 4,7 persen, sama dengan pertumbuhan tahun
sebelumnya.
Dari sisi penawaran, pertumbuhan sektor manufaktur mencatat peningkatan yang cukup
menggembirakan, yaitu dari pertumbuhan sebesar 4,7 persen (yoy) di tahun 2010 menjadi
6,2 persen (yoy) di tahun 2011. Angka pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi
sejak tahun 2005 dan merupakan angin segar di tengah-tengah isu deindustrialisasi. Sektor-
sektor lainnya yang juga mencatat peningkatan pertumbuhan di tahun 2011 adalah sektor
perdagangan, hotel, dan restoran, yang tumbuh sebesar 9,2 persen (yoy), antara lain didorong
oleh masih kuatnya konsumsi domestik; sektor keuangan, riil estat, dan jasa perusahaan
yang tumbuh sebesar 6,8 persen (yoy), terutama didorong semakin bergairahnya aktivitas
perbankan dan jasa riil estat; dan sektor jasa-jasa lainnya yang tumbuh sebesar 6,7 persen
(yoy). Pada tahun tersebut sektor pertanian tumbuh sebesar 3,0 persen (yoy), sama dengan
tahun 2010. Pertumbuhan di sektor tersebut terutama didukung oleh peningkatan kinerja
subsektor perkebunan dan perikanan. Sementara itu, sektor-sektor lainnya mengalami
perlambatan. Perlambatan yang paling nyata terlihat pada sektor pertambangan yang di
tahun 2011 tumbuh 1,4 persen (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di tahun 2010 sebesar
3,6 persen (yoy). Perlambatan ini antara lain dipengaruhi oleh penurunan produksi minyak
dan hasil tambang batubara.
Memasuki tahun 2012, tekanan harga minyak mentah dunia semakin dirasakan dan harga
minyak mentah diperkirakan akan tetap tinggi pada level di atas USD100 per barel hingga
akhir tahun. Hal serupa juga terjadi pada ICP sehingga memberi beban yang cukup berat
terhadap anggaran subsidi energi dalam struktur APBN 2012. Kondisi ini mendasari perlunya
dilakukan pengendalian subsidi BBM dan listrik untuk menjaga sustainabilitas fiskal dan
ekonomi ke depan. Pemerintah menyadari bahwa kebijakan tersebut akan membawa dampak
pada lebih tingginya laju inflasi, dan kondisi perekonomian domestik. Oleh karena itu,
Pemerintah berencana memberikan perlindungan kepada masyarakat dalam bentuk
kompensasi pengurangan subsidi energi, agar daya belinya terjaga.
Selain tekanan akibat penyesuaian harga BBM dan tarif tenaga listrik (TTL), terdapat tekanan
eksternal lainnya berupa dampak pelemahan ekonomi global terhadap kinerja ekspor
Indonesia. Demikian pula, masih terdapat tantangan yang berasal dari dalam negeri berupa
penurunan kapasitas produksi sumber-sumber minyak di dalam negeri yang memberikan
tekanan pada pelaksanaan APBN. Di sisi lain, masih terdapat peluang-peluang yang dapat
dioptimalkan untuk memberikan dorongan bagi pertumbuhan ekonomi, di antaranya adalah
momentum perbaikan iklim investasi dan tren modal masuk, baik dalam bentuk portofolio
maupun investasi langsung. Daya tarik instrumen obligasi negara yang masih cukup kuat,
khususnya SPN 3 bulan, dapat menjadi salah satu sumber pendanaan APBN dengan tingkat
bunga yang relatif rendah. Stabilitas ekonomi, arus modal masuk, dan kinerja ekspor yang
diiringi koordinasi kebijakan fiskal dan moneter dapat memberikan jaminan lebih baik untuk
menjaga pergerakan nilai tukar dengan fluktuasi yang rendah.
Memperhatikan perkembangan ekonomi dunia dan domestik sepanjang tahun 2011 dan
perkembangan terkini, besaran asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan sebagai acuan
perhitungan besaran APBN 2012 diperkirakan tidak relevan lagi. Dalam rangka
memutakhirkan asumsi dasar ekonomi makro agar lebih realistis, dalam RAPBN Perubahan
2012, asumsi dasar ekonomi makro diperkirakan sebagai berikut: (1) pertumbuhan ekonomi
menjadi sebesar 6,5 persen; (2) tingkat inflasi naik menjadi sebesar 7,0 persen; (3) rata-rata
suku bunga SPN 3 bulan menurun menjadi sebesar 5,0 persen; (4) nilai tukar rupiah terhadap
dolar AS melemah menjadi sebesar Rp9.000 per USD; (5) harga minyak mentah Indonesia
rata-rata meningkat menjadi USD105,0 per barel; dan (6) lifting minyak menurun menjadi
sebesar 930 ribu barel per hari (lihat Tabel II.1). Penyesuaian ini diperlukan dalam rangka
penetapan besaran APBN guna menghadapi perubahan kondisi ekonomi agar sasaran
ekonomi lebih realistis.
TABEL II .1
ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 2012
Sementara itu, empat sektor yang lain mengalami perlambatan, yaitu sektor pertambangan,
sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor konstruksi, serta sektor pengangkutan dan komunikasi.
Sektor pertanian adalah satu-satunya sektor yang tumbuh tetap.
Pertumbuhan tertinggi masih terjadi pada
GRAFIK II.8 sektor pengangkutan dan komunikasi, yang
SUMBER PERTUMBUHAN PDB 2008-2011 (%, yoy)
tumbuh sebesar 10,7 persen (yoy),
20,0
13,6 meskipun melambat bila dibandingkan
15,0
13,3 8,8 dengan tahun 2010 yang tumbuh sebesar
10,0
5,0
4,7
3,2
13,4 persen (yoy). Pertumbuhan tersebut
0,0
terutama didorong oleh subsektor
-5,0
2008 2009 2010 2011 komunikasi yang tumbuh 12,7 persen
-10,0 karena meningkatnya mobilitas sarana
-15,0 komunikasi baik dari sisi jenis maupun
-20,0
Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah PMTB Ekspor Impor
intensitas penggunaannya. Subsektor
Sumber: Badan Pusat Statistik
pengangkutan tumbuh sebesar 7,6 persen
(yoy), didorong oleh tumbuhnya subsektor
angkutan jalan raya dan subsektor angkutan laut, serta subsektor jasa penunjang angkutan,
yang masing-masing tumbuh sebesar 6,6 persen (yoy), 2,8 persen (yoy), dan 6,8 persen
(yoy). Meningkatnya jumlah penumpang dan beragamnya moda angkutan di jalan raya
dan laut, mendukung pertumbuhan subsektor ini (lihat Grafik II.8).
Sektor industri pengolahan di tahun 2011 tumbuh cukup kuat, yaitu sebesar 6,2 persen
(yoy), mengalami peningkatan yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan
tahun 2010 yang sebesar 4,7 persen (yoy). Lonjakan pertumbuhan sektor ini didorong oleh
pertumbuhan pada subsektor industri nonmigas yang mencapai 6,8 persen (yoy), sedangkan
subsektor industri migas mengalami kontraksi sebesar 0,9 persen (yoy). Pertumbuhan
subsektor industri nonmigas ditopang oleh industri logam dasar, besi dan baja; industri
makanan, minuman, dan tembakau; serta industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki. Ketiga
subsektor ini masing-masing tumbuh sebesar 13,1 persen (yoy), 9,2 persen (yoy), dan 7,5
persen (yoy). Kontraksi pada subsektor industri nonmigas terutama didorong oleh
pertumbuhan minus pada industri gas alam cair.
Sektor perdagangan, hotel dan restoran mengalami peningkatan pertumbuhan dari 8,7 persen
(yoy) di tahun 2010 menjadi 9,2 persen (yoy) di tahun 2011. Pertumbuhan sektor ini ditopang
oleh kinerja subsektor perdagangan besar dan eceran yang tumbuh 10,0 persen (yoy),
sedangkan subsektor hotel dan subsektor restoran masing-masing tumbuh 9,0 persen (yoy)
dan 4,1 persen (yoy).
Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan di tahun 2011 mengalami
pertumbuhan yang tetap atau sama dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar 3,0 persen
(yoy). Dorongan pada sektor pertanian berasal dari subsektor perikanan, subsektor
perkebunan, dan subsektor peternakan sebesar 6,7 persen (yoy). Sedangkan subsektor
tanaman bahan makanan yang menjadi kontributor utama pertumbuhan sektor ini,
mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari 1,6 persen
(yoy) menjadi 1,3 persen (yoy). Melambatnya pertumbuhan subsektor tanaman bahan
makanan karena pengaruh gangguan cuaca yang menyebabkan penurunan pada produksi
pertanian terutama padi (lihat Tabel II.2).
TABEL II.2
PDB MENURUT SEKTORAL TAHUN 2008-2011 (%)
Sektor 2008 2009 2010 2011
- Pertanian 4,8 4,0 3,0 3,0
- Pertambangan 0,7 4,5 3,6 1,4
- Industri Pengolahan 3,7 2,2 4,7 6,2
- Listrik, Gas, dan Air Bersih 10,9 14,3 5,3 4,8
- Konstruksi 7,6 7,1 7,0 6,7
- Perdagangan, Hotel, dan Restoran 6,9 1,3 8,7 9,2
- Pengangkutan dan Komunikasi 16,6 15,8 13,4 10,7
- Keuangan 8,2 5,2 5,7 6,8
- Jasa-jasa 6,2 6,4 6,0 6,7
Sumber: Badan Pusat Statistik
pemberian remunerasi bagi beberapa K/L dan kenaikan gaji serta pemberian gaji ke-13 bagi
PNS/TNI-Polri/Pensiunan. Konsumsi pemerintah pada tahun 2012 diperkirakan sebesar
6,8 persen (yoy), lebih tinggi bila dibandingkan dengan perkiraannya dalam APBN 2012
yang sebesar 6,2 persen (yoy).
Di tahun 2012, laju investasi diupayakan untuk tumbuh lebih tinggi melalui beberapa program
kerja seperti program MP3EI, kelanjutan program pembangunan pembangkit listrik 10.000
MW tahap dua, dan program-program infrastruktur lainnya. Upaya Pemerintah dengan
menambah anggaran belanja modal untuk pembangunan infrastruktur diharapkan mampu
mendorong pertumbuhan investasi. Selain itu, dengan adanya percepatan penyerapan
anggaran, realisasi penyerapan anggaran belanja modal diharapkan akan berdampak lebih
cepat pada pertumbuhan ekonomi. Perbaikan peringkat kredit Indonesia (investment grade)
menjadi daya tarik bagi para investor untuk mengembangkan usahanya di Indonesia dan
meningkatkan aliran FDI ke Indonesia, antara lain melalui peningkatan realisasi PMA/
PMDN. Dari sisi swasta, ada dorongan investasi dari rencana beberapa perusahaan untuk
menambah kapasitas industrinya, baik dalam bentuk pengembangan bangunan/pabrik
maupun menambah mesin-mesinnya. Turunnya suku bunga kredit juga diharapkan mampu
mendorong meningkatnya kinerja investasi. Dengan berbagai pertimbangan tersebut,
pertumbuhan investasi diperkirakan mencapai angka double digit, yaitu sebesar 10,9 persen
(yoy), lebih tinggi bila dibandingkan dengan perkiraannya dalam APBN 2012 yang sebesar
10,2 persen (yoy).
Di sisi eksternal, meskipun dampak perlambatan ekonomi global mulai terasa dan adanya
penurunan harga komoditas, tetapi kinerja ekspor diperkirakan masih tumbuh positif. Negara-
negara mitra dagang Indonesia masih tumbuh cukup kuat sehingga permintaan akan
barang-barang ekspor masih cukup tinggi. Seiring dengan pertumbuhan investasi, impor
barang modal juga mengalami peningkatan. Demikian juga dengan impor barang konsumsi
yang meningkat untuk memenuhi permintaan masyarakat. Ekspor pada tahun 2012
diperkirakan mampu tumbuh sebesar 9,9 persen (yoy), jauh melambat bila dibandingkan
dengan perkiraan dalam APBN 2012 yang sebesar 15,1 persen (yoy). Sedangkan impor
diperkirakan juga tumbuh melambat sebesar 11,4 persen (yoy), bila dibandingkan dengan
perkiraannya dalam APBN 2012 yang sebesar 18,2 persen (yoy).
Dari sisi sektoral, laju pertumbuhan ekonomi terutama didukung oleh sektor pertanian,
sektor industri pengolahan, sektor konstruksi, serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran.
Sektor pertanian diperkirakan tumbuh 3,5 persen (yoy), lebih rendah bila dibandingkan
dengan perkiraannya dalam APBN 2012 yang sebesar 4,1 persen (yoy). Faktor cuaca yang
sulit diprediksi menjadi kendala dalam meningkatkan produksi sektor pertanian. Beberapa
lahan pertanian terutama padi mengalami banjir sebelum dipanen. Sebagai salah satu sasaran
prioritas bidang ketahanan pangan, kebijakan sektor pertanian akan diarahkan untuk:
(a) meningkatkan ketersediaan bahan pangan terutama padi, jagung, kedelai, tebu, daging,
dan ikan, termasuk dalam rangka mencapai surplus beras minimal 10 juta ton pada tahun
2014; (b) meningkatkan akses masyarakat terhadap pangan termasuk penyediaan cadangan
stabilisasi pangan untuk antisipasi kenaikan harga pangan; (c) meningkatkan kualitas
konsumsi pangan; dan (d) menyediakan cadangan beras pemerintah untuk operasi pasar
dan kerawanan pangan karena bencana. Berbagai program pemerintah terkait dengan
pertanian akan terus digulirkan, antara lain subsidi nonenergi berupa: (a) subsidi pupuk
yaitu untuk memenuhi kebutuhan pupuk petani dengan harga terjangkau, meningkatkan
produktivitas dan revitalisasi hasil pertanian, serta mendukung program ketahanan pangan;
dan (b) subsidi benih yaitu membantu menyediakan dan menyalurkan benih berkualitas
dengan harga terjangkau melalui BUMN benih.
Sektor industri pengolahan diperkirakan tumbuh sebesar 6,1 persen (yoy), lebih tinggi bila
dibandingkan dengan pertumbuhannya dalam APBN 2012 yang sebesar 5,0 persen (yoy).
Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan investasi terutama investasi mesin dan
perlengkapannya, kapasitas produksi diharapkan meningkat. Selain itu, tumbuhnya sektor
ini juga mendukung permintaan barang-barang dalam negeri untuk diekspor. Pembangunan
sektor industri diarahkan pada: (a) revitalisasi industri (khususnya pupuk dan gula) dan
berbagai rumpun industri prioritas sesuai dengan Kebijakan Industri Nasional (PP Nomor
28 Tahun 2008); (b) mendukung Master Plan Percepatan dan Perluasan Ekonomi (MP3EI)
khususnya pengembangan 6 (enam) koridor ekonomi, yang meliputi pengembangan klaster
industri hilir kelapa sawit, klaster industri mesin dan perkakas umum, serta klaster industri
besi baja; (c) mendukung percepatan pembangunan Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara
Timur melalui fasilitas pembangunan industri semen, pabrik pupuk urea dan petrokimia,
pengembangan industri garam, serta pertumbuhan industri kecil dan menengah (IKM),
dan pengolahan rumput laut; dan (d) membantu meningkatkan daya saing industri dalam
negeri untuk menghadapi produk-produk impor melalui penggalakan penggunaan produksi
dalam negeri dengan menyediakan data-data tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) bagi
produk industri dalam negeri, penguatan SNI yang disertai dengan peningkatan kemampuan
infrastruktur logam uji coba di berbagai balai besar dan bali resit dan standardisasi (Baristan),
dan penumbuhan rumpun industri berbasis minyak sawit (oleochemical), serta rumpun
industri berbasis kondensat minyak dan gas bumi. Selain itu, terdapat dukungan dari sisi
fiskal berupa subsidi pajak untuk mengembangkan industri nasional yang strategis.
TABEL II.3
PERTUMBUHAN PDB PENGELUARAN DAN SEKTORAL TAHUN 2012
(%, yoy)
APBN RAPBN-P
PDB Menurut Penggunaan
- Konsumsi Masyarakat 5,0 4,9
- Konsumsi Pemerintah 6,2 6,5
- PMTB 10,2 10,0
- Ekspor 15,1 11,4
- Impor 18,2 10,0
PDB Menurut Lapangan Usaha
- Pertanian 4,1 4,0
- Pertambangan dan Penggalian 3,8 3,6
- Industri Pengolahan 5,0 5,7
- Listrik, gas, dan air bersih 5,9 5,7
- Bangunan 6,5 7,6
- Perdagangan, hotel, dan restoran 9,0 8,2
- Pengangkutan dan komunikasi 13,6 10,1
- Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 6,7 6,7
- Jasa-jasa 6,2 6,7
PDB 6,7 6,5
Sum ber : Nota Keu angan dan APBN 2 01 2 , Kem enkeu, da n Bappenas
Sektor konstruksi diperkirakan tumbuh 7,0 persen (yoy), lebih tinggi bila dibandingkan dengan
perkiraan pertumbuhannya dalam pada APBN 2012 yang sebesar 6,5 persen
(yoy). Meningkatnya sektor ini didukung oleh semakin maraknya pembangunan properti
berupa perumahan dan pusat perbelanjaan di berbagai wilayah. Selain itu, peningkatan
sektor konstruksi juga dipengaruhi oleh meningkatnya pembangunan infrastruktur yang
akan dilaksanakan oleh Pemerintah terkait dengan MP3EI dan bertambahnya anggaran
belanja modal di tahun 2012 ( lihat Tabel II.3).
2.4.2 Inflasi
Secara umum, laju inflasi tahun 2011 relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan inflasi
tahun sebelumnya, yang didorong oleh laju inflasi yang cenderung rendah pada semester II
tahun 2011. Sampai akhir tahun 2011,
hasil pemantauan BPS di 66 kota GRAFIK II.9
mencatat laju inflasi kumulatif LAJU INFLASI 2010 2012
persen persen
mencapai 3,79 persen (yoy), lebih 2,0 Laju Inflasi mtm Laju Inflasi yoy (RHS) 8,0
rendah bila dibandingkan dengan laju 1,5 6,0
inflasi tahun 2010 yang mencapai 6,96 1,0
4,0
persen. Tekanan inflasi berlanjut 0,5
2,0
hingga bulan Januari dan Februari 0,0
tahun 2012, meskipun relatif rendah. -0,5 0,0
Jul
Okt
Jul
Okt
Mar
Mar
Jan
Feb
Jun
Sep
Feb
Nov
Jan
Jun
Sep
Feb
Nov
Jan
Mei
Agst
Mei
Agst
Des
Des
Apr
Apr
Laju inflasi pada Januari 2012 tercatat
sebesar 0,76 persen (mtm) atau 3,65 2010 2011 2012
persen (yoy). Sementara itu, laju inflasi Sumber: Badan Pusat Statistik
(yoy), disumbang oleh peningkatan pada sub-kelompok rekreasi dan biaya kursus/pelatihan.
Sementara itu, kelompok makanan jadi mengalami peningkatan sebesar 4,55 persen (yoy)
sebagai dampak adanya kenaikan tarif cukai rokok yang diberlakukan pada awal Januari
2012. Kelompok pengeluaran lainnya dalam periode yang sama bergerak relatif stabil dengan
kecenderungan menurun, terutama kelompok bahan makanan yang berada pada posisi
yang cukup rendah sebesar 2,87 persen (yoy).
Meskipun selama Februari tahun 2012 perkembangan harga-harga secara umum cukup
terkendali, akan tetapi laju inflasi yang rendah tersebut dibayang-bayangi oleh perkembangan
harga beras yang mulai menunjukkan peningkatan, seiring dengan faktor musiman karena
belum dimulainya masa panen di sentra produksi beras nasional, serta dampak dari tingginya
curah hujan yang menyebabkan gangguan produksi. Namun, diberikannya tenggat waktu
kebijakan impor beras hingga akhir Februari 2012, diharapkan dapat meningkatkan cadangan
beras nasional sehingga dapat meredam potensi kenaikan harga beras di pasar dalam negeri.
Dengan perkembangan tersebut, dalam triwulan I tahun 2012 inflasi diperkirakan relatif
rendah.
Memasuki triwulan II tahun 2012 inflasi diperkirakan akan mengalami tekanan yang cukup
berat, terkait dengan rencana kebijakan pengendalian subsidi BBM, penyesuaian tarif tenaga
listrik, dan harga pembelian Pemerintah beras yang rencananya dimulai pada bulan April
2012. Dengan melihat keberhasilan Pemerintah dalam mengendalikan laju inflasi di tahun
2011, yang didukung oleh beberapa faktor positif berupa stabilnya nilai tukar rupiah serta
relatif terjaganya pasokan dan kelancaran arus distribusi barang, diharapkan ekspektasi
inflasi yang berlebihan dari masyarakat dapat diredam. Kepastian besaran (magnitude),
waktu pelaksanaan (timing) dan kejelasan aturan hukum yang melandasi kebijakan tersebut
diharapkan akan dapat membantu meredam gejolak yang terjadi di masyarakat. Pemilihan
waktu pelaksanaan kebijakan di bidang harga pada triwulan II yang secara historis memiliki
laju infasi yang relatif rendah dan cenderung terjadi deflasi, diharapkan dapat meredam
potensi tingginya laju inflasi tahun 2012.
Untuk mengantisipasi potensi kenaikan inflasi, sinergi kebijakan fiskal, moneter dan sektoral,
serta kerja sama dengan pemerintah daerah terus ditingkatkan. Selanjutnya, penguatan
nilai tukar rupiah diharapkan juga dapat mendorong penurunan imported inflation. Dengan
memperhatikan faktor-faktor di atas dan realisasi laju inflasi sampai dengan Februari 2012,
asumsi laju inflasi dalam RAPBN-P tahun 2012 diperkirakan mencapai 7,0 persen.
Belajar dari penerapan kebijakan BBM pada tahun 2005 dan 2008, dalam rangka
meminimalkan dampak kebijakan di bidang harga tersebut, Pemerintah akan melaksanakan
beberapa kebijakan dalam rangka meredam peningkatan ekspektasi inflasi masyarakat,
antara lain: (1) menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran arus distribusi bahan pangan
pokok, khususnya beras; (2) meningkatkan kesiapan infrastruktur dan kepastian ketersediaan
pasokan BBM sehingga menjaga agar tidak terjadi kelangkaan pasokan; (3) meningkatkan
alokasi belanja infrastruktur dalam mendukung domestic connectivity sehingga dapat
memperlancar arus distribusi barang dan jasa nasional, khususnya bahan pangan pokok
dan strategis; (4) meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana transportasi umum;
serta (5) meningkatkan alokasi anggaran dalam mendukung program ketahanan pangan
nasional, dan stabilitas harga pangan.
Rp/USD
9.000
ekonomi yang terjadi di negara- 80
8.800
60
negara EU, ketegangan geopolitik 40
8.600
8.400
di semenanjung Korea pasca 20 8.200
meninggalnya pemimpin tertinggi - 8.000
J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J
Korea Utara Kim Jong-II, serta di
kawasan Timur Tengah, Sumber: Bank Indonesia 2010 2011 2012
Selama JanuariFebruari 2012, rata-rata nilai tukar rupiah tercatat sebesar Rp9.067 per
dolar AS atau terdepresiasi 1,0 persen bila dibandingkan dengan rata-rata pada periode
yang sama tahun 2011. Kuatnya fundamental ekonomi yang didukung oleh peningkatan
rating Indonesia oleh lembaga pemeringkat internasional dan kebijakan Bank Indonesia
untuk mengendalikan laju inflasi dengan menjaga BI rate, merupakan faktor-faktor penting
apresiasi rupiah selama tahun 2012.
Perkembangan nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2012 diperkirakan akan stabil dengan
kecenderungan melemah, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang berasal dari
dalam negeri maupun luar negeri. Ketidakpastian pemulihan ekonomi global yang masih
terhambat oleh krisis ekonomi di negara-negara EU serta ketegangan geopolitik di Iran
dikhawatirkan akan mendorong peningkatan harga komoditas pangan dan energi
internasional. Sementara itu, semakin mengecilnya surplus neraca transaksi berjalan
Indonesia serta potensi tekanan inflasi sebagai dampak kebijakan pemerintah di bidang harga,
diperkirakan akan memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2012.
Namun, semakin meningkatnya fundamental ekonomi domestik yang tercermin dari
pertumbuhan ekonomi yang meningkat, cadangan devisa yang semakin meningkat di tengah
capital inflows yang masih besar, serta sentimen positif dari posisi credit rating Indonesia,
adalah faktor-faktor dalam negeri yang diharapkan dapat menahan pelemahan nilai tukar
rupiah selama tahun 2012. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut di atas dan
kebijakan yang akan ditempuh Pemerintah dan Bank Indonesia dalam upaya menjaga
kestabilan nilai tukar rupiah, asumsi rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam
RAPBN-P 2012 diperkirakan mencapai sekitar Rp9.000 per USD.
yield SPN 3 bulan mencapai 4,84 persen. Pada pelelangan pertama di bulan Maret 2011,
yield SPN mencapai 5,18 persen dan kemudian bergerak relatif stabil hingga kemudian
mencapai 5,44 persen pada pelelangan di bulan Juni 2011. Peningkatan tersebut terutama
dipengaruhi oleh meningkatnya faktor ketidakpastian di pasar global seiring eskalasi isu
krisis utang Yunani. Di bulan-bulan berikutnya suku bunga SPN 3 bulan kembali menurun
hingga kemudian mencapai titik terendah sebesar 3,75 persen di bulan Agustus 2011.
Pergerakan tersebut juga dipengaruhi oleh membaiknya optimisme pasar seiring munculnya
titik penyelesaian krisis utang Yunani melalui paket penghematan anggaran serta bantuan
paket penyelamatan Uni Eropa dari IMF. Yield kembali meningkat hingga mencapai tingkat
tertinggi sebesar 5,46 persen di bulan Oktober. Peningkatan kali ini terkait dampak kebijakan
Operation Twist di AS yang mendorong peralihan likuiditas dari emerging market ke
instrumen US treasury yang bertenor panjang. Pada periode selanjutnya, yield menurun
hingga mencapai 4,47 persen pada pelelangan bulan November 2011. Peningkatan dana
European Financial Stability Facility (EFSF) dari 440 miliar Euro menjadi 1,0 trilun Euro
mampu memberikan dampak sentimen positif bagi kondisi pasar global dan di Indonesia.
Prospek pasar SPN 3 bulan di dalam negeri terlihat cukup baik. Besarnya kepercayaan pada
instrumen ini tercermin pada oversubscribed penawaran yang terjadi pada setiap pelelangan.
Tingkat kepercayaan tersebut tidak lepas dari kondisi fundamental domestik dan pengelolaan
fiskal yang baik. Peningkatan peringkat utang Indonesia di tahun 2011 oleh lembaga credit
rating dunia, seperti Moodys, S&P, dan Fitch merupakan satu bentuk kepercayaan
masyarakat internasional terhadap kondisi ekonomi dalam negeri. Di samping itu,
kepercayaan akan tingkat kesehatan dan sustainabilitas fiskal turut mendorong tingginya
minat investor terhadap SPN 3 bulan yang diterbitkan Pemerintah. Selama tahun 2011,
total jumlah penawaran oleh masyarakat dalam lelang SPN 3 bulan mencapai Rp48,7 triliun
dan jumlah penawaran yang dimenangkan jauh lebih kecil, yaitu sebesar Rp12,5 triliun.
Minat investor yang cukup besar tersebut memberikan keuntungan tersendiri berupa
ketersediaan satu sumber pembiayaan defisit yang relatif murah.
TABEL II.4
PERKEMBANGAN SUKU BUNGA SPN 3 BULAN (PERSEN)
Y ield/price
rata-rata Day a Serap Penawaran
Seri Maturity
T ertim bang (Rp triliu n) (Rp triliun)
(%)
SPN201 1 0623 23-Jun-1 1 5,1 86 2,00 9,7 1 5
SPN201 1 07 06 06-Jul-1 1 5 ,024 2,00 5,426
SPN201 1 07 20 20-Jul-1 1 5,1 93 0,60 1 ,87 5
SPN201 1 0804 04-Agust-1 1 4,87 8 2,00 5 ,5 37
SPN201 1 0922 22-Sep-1 1 5 ,440 0,1 0 0,1 1 8
SPN201 1 1 006 06-Okt-1 1 4,628 1 ,40 6,7 85
SPN201 1 1 020 20-Okt-1 1 4,1 85 0,55 4,21 8
SPN031 1 1 1 1 8 1 8-Nov -1 1 3,7 5 0 1 ,30 4,7 7 1
SPN031 1 1 228 28-Des-1 1 5,233 0,1 5 2,1 40
SPN031 201 05 05 -Jan-1 1 5,464 0,7 5 1 ,563
SPN031 201 1 9 1 9-Jan-1 2 4,81 0 0,20 1 ,928
SPN031 20202 02-Feb-1 2 4,7 1 9 1 ,1 0 2,7 40
SPN031 20223 23-Feb-1 2 4,467 0,30 1 ,893
Rata-rata 4,844
Jum lah 12,450 48,7 09
Sumber: Kementerian Keuangan
Memasuki tahun 2012, minat investor terhadap SPN 3 bulan tetap tinggi. Dalam dua kali
pelelangan di bulan Januari 2012 dan dua kali pelelangan di bulan Februari 2012, masih
terjadi oversubscribed penawaran. Dalam empat kali lelang tersebut, telah dihimpun dana
sebesar Rp3,0 triliun dari total penawaran sebesar Rp24,72 triliun, dengan yield kembali
menurun, yaitu sebesar 2,42 persen. Walaupun kinerja di awal tahun cukup baik, ke depan
masih perlu diwaspadai potensi berkurangnya likuiditas yang masuk di dalam negeri. Tren
mulai mengalirnya dana di pasar global ke instrumen obligasi pemerintah AS berjangka
panjang diperkirakan masih akan berlanjut di tahun 2012. Berkurangnya aliran dana asing
ke pasar dalam negeri akan berdampak pada peningkatan yield SPN 3 bulan. Dengan
mempertimbangkan faktor-faktor dan perkembangan yang terjadi, rata-rata yield SPN 3
bulan tahun 2012 diperkirakan mencapai 5,0 persen (lihat Tabel II.4).
harga minyak mentah Brent yang secara 91,0 Total World Production Total World Consumption WTI Brent ICP 140,0
80,0
20,0
barel, lebih tinggi bila dibandingkan dengan 82,0
81,0 0,0
realisasinya pada periode yang sama tahun Jan Fe b Mar Apr May Jun Jul Aug Se p Oct Nov De c Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov De c Jan
2011 sebesar USD97,1 per barel (lihat Sumber: Kementerian ESDM & Short Term Energy Outlook-EIA
Grafik II.12).
Berdasarkan perkembangan di atas, harga ICP pada tahun 2012 diperkirakan mengalami
peningkatan selaras dengan tren pergerakan harga minyak internasional, terutama Brent.
Rata-rata harga minyak mentah Indonesia tahun 2012 diperkirakan mencapai USD105 per
barel atau lebih tinggi bila dibandingkan dengan asumsi rata-rata harga minyak ICP pada
APBN tahun 2012 yang ditetapkan sebesar USD90,0 per barel.
600
400
100
898,5 ribu barel per hari (lebih rendah *Realisasi tahun 2011, periode Des 2010- Nov 2011
Sumber: Kementerian ESDM dan Kemenkeu
APBNP Realisasi
tentang prospek investasi sebagaimana dicerminkan oleh peningkatan posisi Indonesia dalam
A.T. Kearney FDI Confidence Index. Sementara itu, kinerja transaksi berjalan diperkirakan
sedikit menurun dipengaruhi kuatnya impor sejalan dengan tingginya kegiatan ekonomi
domestik. Kendati terdapat tekanan pada dua triwulan terakhir, untuk keseluruhan tahun
2011 NPI tahun 2011 masih mencatat surplus yang cukup besar. Surplus ini berkontribusi
pada posisi cadangan devisa sampai dengan akhir Desember 2011 yang tercatat USD110,1
miliar, atau setara dengan 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.
Transaksi berjalan pada tahun 2011 mencatat surplus USD2,1 miliar, lebih rendah bila
dibandingkan dengan surplus pada tahun 2010 sebesar USD5,1 miliar. Neraca perdagangan
dalam tahun 2011 mengalami surplus USD35,3 miliar, meningkat USD4,7 miliar bila
dibandingkan dengan surplus pada tahun sebelumnya sebesar USD30,6 miliar. Hal ini
dikarenakan oleh ekspor yang tumbuh lebih tinggi daripada impor. Sementara itu, defisit
neraca pendapatan mengalami peningkatan dari USD20,8 miliar pada 2010 menjadi
USD25,7 miliar pada 2011. Peningkatan defisit pendapatan disebabkan oleh bertambahnya
pembayaran hasil keuntungan perusahaan PMA dan imbal hasil kepada investor asing.
Transaksi modal dan finansial pada tahun 2011 mencatat surplus sebesar USD14,0 miliar.
Surplus tersebut terutama bersumber dari tingginya surplus pada investasi langsung, investasi
portofolio dan investasi lainya, sejalan dengan membaiknya iklim investasi dan kondisi
makroekonomi yang stabil. Berdasarkan perkembangan besaran-besaran neraca
pembayaran tersebut, dalam tahun 2011 neraca keseluruhan mengalami surplus USD11,9
miliar, sehingga cadangan devisa mencapai USD110,1 miliar.
Dalam tahun 2012, kinerja neraca pembayaran diperkirakan masih cukup baik, walaupun
surplus transaksi berjalan dan transaksi modal dan finansial diperkirakan menurun. Kinerja
neraca perdagangan mengalami peningkatan yang ditopang oleh kinerja ekspor yang masih
cukup baik. Ekspor diperkirakan tumbuh 1,7 persen menjadi USD205,0 miliar. Di sisi lain,
meningkatnya kegiatan ekonomi dan investasi yang cukup tinggi akan mendorong
peningkatan impor bahan baku dan barang modal. Dalam tahun 2012, impor diperkirakan
meningkat sebesar 4,6 persen, menjadi USD173,7. Dengan kondisi tersebut, neraca
perdagangan diperkirakan mengalami surplus USD31,3. Sementara itu, defisit neraca jasa-
jasa diperkirakan mencapai USD12,0 miliar, bila dibandingkan dengan realisasinya tahun
2011, terutama akibat meningkatnya angkutan impor (freight) dan pengeluaran jasa-jasa
lainnya. Defisit neraca pendapatan diperkirakan mencapai USD26,5 miliar, lebih tinggi 3,1
persen bila dibandingkan dengan realisasinya tahun 2011 terkait tingginya arus masuk modal.
Sedangkan neraca transfer mengalami mencapai surplus sebesar USD4,3 miliar atau naik
2,4 persen bila dibandingkan dengan surplus pada tahun sebelumnya. Dengan kondisi tersebut,
transaksi berjalan pada tahun 2012 diperkirakan mengalami defisit USD3,0 miliar .
Di sisi lain, transaksi modal dan finansial tahun 2012 diperkirakan mengalami surplus sebesar
USD15,1 miliar, lebih tinggi bila dibandingkan dengan surplus tahun 2011. Kenaikan surplus
transaksi modal dan finansial tersebut disebabkan oleh investasi portofolio yang diperkirakan
mengalami kenaikan sebesar 5,1 persen bila dibandingkan dengan kondisinya pada tahun
2011. Iklim investasi yang semakin baik diperkirakan mendorong masuknya modal asing
jangka panjang sehingga investasi langsung mengalami surplus USD14,7, naik sebesar 41,3
persen bila dibandingkan dengan posisi tahun 2011. Membaiknya kondisi neraca pembayaran
yang tercermin pada peningkatan cadangan devisa diharapkan mampu mendukung stabilitas
dan pertumbuhan ekonomi domestik. Cadangan devisa dalam tahun 2012 diperkirakan
mencapai USD122,3 miliar (lihat Tabel II.5).
TABEL II.5
NERACA PEMBAYARAN INDONESIA 2010-2012
(miliar USD)
*) **)
ITEM 2010 2011 2012
*) Perkiraan Sementara
**) A ngka Proy eksi
Sumber: Bank Indonesia
BAB III
PERUBAHAN PENDAPATAN NEGARA DAN
PENERIMAAN HIBAH
3.1 Pendahuluan
Perkembangan pendapatan negara dan hibah tahun 2012 sangat dipengaruhi oleh
perkembangan kondisi perekonomian global dan domestik, terutama berkaitan dengan
perlambatan aktivitas ekonomi dunia, kecenderungan naiknya harga minyak, melemahnya
nilai tukar, dan kemungkinan tidak tercapainya asumsi lifting minyak.
Selain itu, proyeksi pendapatan negara dan hibah tahun 2012 juga dipengaruhi oleh realisasi
beberapa pos penerimaan APBN-P 2011 yang mengalami pergeseran dari targetnya. Dalam
tahun 2011, realisasi pendapatan negara dan hibah mencapai Rp1.200.864,2 miliar atau
102,6 persen dari target APBN-P 2011, dengan perincian penerimaan perpajakan mencapai
Rp873.735,0 miliar atau 99,4 persen, sedangkan PNBP mencapai Rp324.547,4 miliar atau
113,3 persen. Pencapaian realisasi tersebut menyebabkan basis perhitungan proyeksi
penerimaan perpajakan dan PNBP perlu disesuaikan.
Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut, pendapatan negara dan hibah dalam
RAPBN-P 2012 diperkirakan mencapai sebesar Rp1.344.476,8 miliar, naik 2,5 persen bila
dibandingkan dengan target APBN 2012 sebesar Rp1.311.386,7 miliar. Apabila dibandingkan
dengan realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2011 yang mencapai Rp1.200.864,2
miliar, proyeksi pendapatan negara dan hibah dalam RAPBN-P 2012 tersebut berarti naik
12,0 persen.
2,5 persen. Sementara itu, apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2011,
target pendapatan negara dan hibah dalam RAPBN-P 2012 tersebut mengalami kenaikan
Rp143.612,5 miliar atau 12,0 persen. Perkembangan pendapatan negara dan penerimaan
hibah dalam tahun 2011 dan 2012 dapat dilihat pada Tabel III.1.
TABEL III.1
PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH, 2011 dan 2012
(miliar rupiah)
2011 2012
Uraian % thd. % thd.
A PBN-P Realisasi A PBN RA PBN-P
A PBN-P A PBN
A. Penerim aan Dalam Negeri 1.165.252,5 1.198.282,4 102,8 1.310.561,6 1.343.651,7 102,5
1 . Penerimaan Perpajakan 87 8.685 ,2 87 3.7 35,0 99,4 1 .032.57 0 ,2 1 .0 1 1 .7 37 ,9 98,0
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 286.567 ,3 324.547 ,4 1 1 3,3 27 7 .991 ,4 331 .91 3,8 1 1 9,4
B. Penerim aan Hibah 4.662,1 2.5 81,8 5 5,4 825,1 825,1 100,0
pelayanan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela; (e) penegakan hukum (law enforcement)
kepada wajib pajak yang tidak patuh; (f) pembenahan internal aparatur dalam rangka
meningkatkan efektivitas fungsi perpajakan; dan (g) peningkatan fungsi pengawasan dan
pemeriksaan.
Di bidang pajak, pokok-pokok kebijakan umum tersebut diterjemahkan dalam berbagai bentuk
inisiatif strategis yang dapat dikelompokkan ke dalam policy measures dan administrative
measures. Inisiatif strategis yang tergolong dalam policy measures meliputi antara lain:
Pertama, pembenahan sistem dan regulasi PPN. Hal ini perlu dilaksanakan mengingat masih
banyak terjadi kasus faktur pajak yang tidak sah dan tingginya restitusi PPN yang
mengakibatkan penerimaan PPN kurang optimal. Inisiatif strategis ini dilaksanakan dalam
beberapa langkah antara lain: (a) penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN harus
disampaikan secara elektronik (e-SPT); (b) melaksanakan registrasi ulang pengusaha kena
pajak (PKP); (c) peninjauan kembali pengajuan PKP dan wajib pajak (WP) patuh;
(d) inventarisasi ulang terhadap WP badan yang melaksanakan pemungutan PPN;
(e) review undang-undang (UU) dan peraturan yang terkait dengan kebijakan PPN secara
komprehensif; dan (f) penyusunan peraturan pelaksanaan terkait Free Trade Zone.
Kedua, penyempurnaan beberapa kebijakan terkait dengan PPh yang ke depannya akan
disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan usaha. Beberapa kajian yang akan dilakukan
adalah kajian atas kebijakan pengenaan PPh final dan kajian kebijakan perpajakan UMKM.
Ketiga, pemanfaatan data yang maksimal untuk optimalisasi penggalian potensi pajak. Dalam
pelaksanaannya, kegiatan ini dilakukan melalui percepatan penyelesaian Rancangan
Peraturan Presiden (RPP) terkait pasal 35A pada Undang-undang Ketentuan Umum
Perpajakan dan pengoperasian Kantor Pengolahan Data Eksternal (KPDE).
Keempat, perbaikan administrasi piutang pajak dalam rangka perbaikan pengelolaan utang
pajak. Inisiatif strategis ini dilakukan melalui kegiatan: (a) pemuktahiran data piutang pajak
termasuk piutang PBB; (b) otomasi sistem administrasi piutang pajak; dan (c) penerapan
strategi penagihan melalui publikasi dan penyanderaan.
Kelima, peningkatan kepatuhan WP terutama WP bendahara Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) melalui peningkatan pengawasan bendahara APBD dan diikuti
dengan pelaksanaan penegakan hukum terhadap bendahara yang tidak melaksanakan
kewajiban perpajakannya.
Keenam, perluasan tax base melalui penyempurnaan strategi pelaksanaan Sensus Pajak
Nasional (SPN) yang telah dimulai pada September 2011.
Ketujuh, peningkatan efektivitas fungsi pemeriksaan dan penyidikan dalam upaya
peningkatan kepatuhan WP. Dalam melaksanakan inisiatif strategis ketujuh, beberapa
langkah strategis yang akan dilakukan adalah penyempurnaan manual pemeriksaan,
penyempurnaan kebijakan pemeriksaan SPT lebih bayar (low risk) melalui mekanisme
verifikasi dan penyidikan terhadap pihak yang melakukan penerbitan dan penggunaan faktur
fiktif.
Selanjutnya, inisiatif strategis yang digolongkan dalam administrative measures adalah:
(a) operasionalisasi KPP pertambangan dan migas; (b) realokasi WP di KPP tertentu; dan
(c) penunjukan lembaga survei independen.
Di bidang kepabeanan dan cukai, sesuai dengan APBN 2012, arah kebijakan dalam
RAPBN-P 2012 secara umum bertujuan untuk mengoptimalkan penerimaan, serta
meningkatkan kualitas pelayanan dan pengawasan. Beberapa kebijakan yang dilakukan
untuk optimalisasi penerimaan adalah: (a) peningkatan akurasi penelitian nilai pabean dan
klasifikasi barang; (b) peningkatan efektivitas pemeriksaan fisik barang; (c) optimalisasi fungsi
unit pengawasan melalui patroli darat dan patroli laut; (d) peningkatan pengawasan di daerah
perbatasan terutama jalur rawan penyelundupan (Pulau Sumatera, Bintan-Batam-Tanjung
Balai Karimun, dan Kalimantan Barat); (e) implementasi kebijakan kenaikan tarif cukai
hasil tembakau; dan (f) pengusulan obyek ekstensifikasi barang kena cukai ke DPR.
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan, beberapa kebijakan yang diambil adalah:
(a) melanjutkan reformasi birokrasi di lingkungan internal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
melalui pembentukan Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Madya, serta penyempurnaan
organisasi; (b) pengembangan otomasi pelayanan di bidang kepabeanan dan cukai;
(c) konsistensi pelayanan kepabeanan 24 jam sehari 7 hari seminggu di beberapa pelabuhan;
dan (d) penyempurnaan implementasi Indonesia National Single Window (INSW). Sementara
itu, kebijakan untuk meningkatkan pengawasan dilakukan melalui: (a) penentuan pola
profiling secara sistematis dalam rangka risk management; (b) pendeteksian dini atas
pelanggaran; (c) pemanfaatan sarana operasi; dan (d) penyempurnaan program analisis
audit.
Melanjutkan kebijakan yang telah ditetapkan dalam APBN 2012, Pemerintah memutuskan
untuk tidak melanjutkan pelaksanaan kebijakan pajak pertambahan nilai ditanggung
Pemerintah (PPN DTP) sesuai dengan rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Sebagai tindak lanjut atas penghapusan kebijakan tersebut, Pemerintah menetapkan
pemberian insentif dengan memberikan pembebasan pajak atas barang yang dipergunakan
untuk kegiatan usaha eksplorasi hulu minyak dan gas serta panas bumi, sebagaimana diatur
dalam PMK 27/KMK.03/2012 tentang Perubahan Kedua atas PMK-231/KMK.03/2001
tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas
Impor Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pungutan Bea Masuk.
Sementara itu, dalam RAPBN-P 2012, fasilitas PPh DTP untuk panas bumi diberikan dalam
jumlah sebesar Rp815,4 miliar, turun 68,0 persen bila dibandingkan dengan target APBN
2012, menyesuaikan dengan kebutuhan terkini. Sedangkan untuk fasilitas PPh DTP atas
bunga imbal hasil atas surat berharga negara yang diterbitkan di pasar internasional
diperkirakan akan mengalami peningkatan hingga mencapai Rp2.848,0 miliar, naik Rp848,0
miliar atau sebesar 42,4 persen bila dibandingkan dengan rencana APBN 2012. Peningkatan
ini antara lain disebabkan oleh melemahnya asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
Serikat.
Di bidang kepabeanan dan cukai, dalam rangka memenuhi penyediaan barang dan/atau
jasa untuk kepentingan umum, yang dikonsumsi oleh masyarakat luas dan/atau melindungi
kepentingan konsumen, meningkatkan daya saing industri tertentu di dalam negeri,
meningkatkan penyerapan tenaga kerja, dan meningkatkan pendapatan negara, Pemerintah
tetap berkomitmen untuk terus melanjutkan kebijakan pemberian insentif perpajakan, di
antaranya berupa kebijakan pemberian insentif bea masuk ditanggung Pemerintah untuk
tahun anggaran 2012 sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 23/PMK.011/2012.
Berdasarkan pokok-pokok perubahan kebijakan tersebut, fasilitas pajak dan bea masuk DTP
dalam RAPBN-P 2012 adalah sebagaimana ditampilkan dalam Tabel III.2.
TABEL I I I .2
PAJAK DI TANGGUNG PEMERI NTAH (DTP), 2012
(miliar rupiah)
Selain pemberian fasilitas pajak DTP, untuk mendukung peningkatan kegiatan investasi
guna mendorong pertumbuhan ekonomi, serta untuk pemerataan pembangunan dan
percepatan pembangunan bagi bidang usaha tertentu dan daerah tertentu, Pemerintah pada
tahun 2012 memberikan fasilitas PPh kepada beberapa sektor termasuk pengembangan
coal bed methane (CBM), sebagaimana tercantum dalam PP nomor 52 tahun 2011 tentang
Perubahan Kedua Atas PP Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk
Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau Di Daerah-Daerah Tertentu.
Sementara itu, dalam rangka memenuhi kebutuhan penyesuaian sistem klasifikasi barang
nasional, Pemerintah telah menetapkan sistem klasifikasi barang dan pembebanan tarif bea
masuk atas barang impor tahun 2012 (Buku Tarif Kepabeanan Indonesia 2012) sebagaimana
diatur dalam PMK Nomor 213/PMK.011/2011 yang mulai diberlakukan terhitung mulai
tanggal 1 Januari 2012. Selain itu, untuk mempertegas fungsi pengendalian produksi dan
konsumsi hasil tembakau dengan tetap mempertimbangkan potensi penerimaan di bidang
cukai hasil tembakau, Pemerintah telah menetapkan kebijakan penyesuaian tarif cukai hasil
tembakau sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 167/PMK.011/2011 yang mulai
diberlakukan terhitung mulai tanggal 1 Januari 2012.
TABEL III.3
PENERIMAAN PERPAJAKAN, 2011 dan 2012
(miliar rupiah)
2011 2012
atau turun 1,9 persen dari target APBN 2012. Penurunan tersebut berkaitan dengan
perlambatan pertumbuhan ekonomi terkait dengan krisis global. Perkiraan penerimaan
perpajakan tahun 2011-2012 disajikan dalam Grafik III.1.
Dalam RAPBN-P 2012, penerimaan PPh migas ditargetkan mencapai sebesar Rp64.596,3
miliar atau naik Rp3.680,7 miliar (6,0 persen) dari target APBN 2012. Kenaikan asumsi ICP
dari USD90/barel pada APBN 2012 menjadi USD105/barel pada RAPBN-P 2012 menjadi
salah satu faktor penyebab kenaikan PPh migas ini. Apabila dibandingkan dengan realisasi
tahun 2011, penerimaan PPh migas dalam RAPBN-P 2012 turun sebesar Rp8.499,3 miliar
atau 11,6 persen. Pada tahun 2011, realisasi penerimaan PPh migas mencapai sebesar
Rp73.095,6 miliar dan realisasi ICP sebesar USD111,5 per barel. Perkiraan penerimaan PPh
migas tahun 2011-2012 disajikan dalam Grafik III.2.
Sementara itu, penerimaan PPh nonmigas dalam RAPBN-P 2012 diperkirakan mencapai
Rp445.733,4 miliar atau turun 2,9 persen bila dibandingkan dengan target APBN 2012.
Penurunan tersebut dipengaruhi oleh lebih rendahnya asumsi pertumbuhan ekonomi dan
kenaikan asumsi inflasi dalam RAPBN-P 2012 yang berimbas pada tingkat keuntungan
perusahaan. Di samping itu, penurunan target RAPBN-P 2012 juga disebabkan terjadinya
perubahan basis perhitungan yang mendasarkan realisasi penerimaan PPh nonmigas tahun
2011 yang di bawah target APBN-P 2011. Perkiraan penerimaan PPh nonmigas tahun 2011-
2012 disajikan dalam Grafik III.3.
GRAFIK III.2 GRAFIK III.3
TARGET PENERIMAAN PPH MIGAS, 2011-2012 TARGET PENERIMAAN PPH NON MIGAS, 2011-2012
Triliun Rp 73,1 Triliun Rp 459,0 445,7
60,9 64,6
70 358,0
400
60
50 300
40
200
30
20 100
10
0 0
Real. APBN RAPBN-P Real. APBN RAPBN-P
2011 2012 2011 2012
Sumber: Kementerian Keuangan Sumber: Kementerian Keuangan
Secara sektoral, penerimaan PPh nonmigas dalam RAPBN-P 2012 diperkirakan mencapai
Rp397.855,8 miliar atau naik Rp82.347,9 miliar (26,1 persen) dari realisasi tahun 2011.
Penerimaan PPh nonmigas sektoral utamanya didukung oleh industri pengolahan yang
diperkirakan mencapai Rp110.901,0 miliar atau naik Rp17.801,2 miliar (19,1 persen) terhadap
realisasi tahun 2011. Penyumbang penerimaan PPh nonmigas terbesar kedua adalah sektor
keuangan, real estate dan jasa perusahaan yang diperkirakan mencapai Rp107.757,7 miliar.
Penerimaan PPh nonmigas pada sektor tersebut diperkirakan naik Rp25.165,7 miliar (30,5
persen) bila dibandingkan dengan realisasi tahun 2011. Penerimaan PPh nonmigas secara
sektoral dalam tahun 2011 dan 2012 dapat dilihat dalam Tabel III.4.
TABEL III.4
PENERIMAAN PPh NONMIGAS SEKTORAL, 2011 dan 2012 *)
(miliar rupiah)
2011 2012
Sektor yoy
Real. APBN Perk. Real.
(%)
2011 2012
Sektor yoy
Real. APBN Perk. Real.
(%)
Sementara itu, penerimaan PPN impor meningkat Rp7.537,9 miliar atau 10,6 persen terutama
didukung oleh industri pengolahan. Demikian pula sektor perdagangan, hotel dan restoran
diperkirakan meningkat sebesar 11,7 persen. Perkembangan penerimaan PPN impor sektoral
tahun 2011 dan tahun 2012 dapat dilihat dalam Tabel III.6.
TABEL III.6
PENERIMAAN PPN IMPOR SEKTORAL, 2011 dan 2012 *)
(miliar rupiah)
2012 2012
Sektor yoy
Real. APBN Perk. Real.
(%)
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 187,3 200,0 304,0 62,3
2. Pertambangan Migas 1.121,8 2.900,0 1.137,5 1,4
3. Pertambangan Bukan Migas 1.903,8 1.600,0 2.150,6 13,0
4. Penggalian 25,9 50,0 31,1 20,1
5. Industri Pengolahan 70.898,6 79.800,0 78.436,5 10,6
6. Listrik, Gas dan Air Bersih 296,5 400,0 365,6 23,3
7. Konstruksi 1.259,6 1.500,0 1.350,2 7,2
8. Perdagangan, Hotel dan Restoran 33.253,5 40.300,0 37.139,6 11,7
9. Pengangkutan dan Komunikasi 1.712,4 1.600,0 1.743,4 1,8
10. Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan 1.133,3 2.200,0 1.548,7 36,7
11. Jasa Lainnya 126,8 100,0 136,5 7,6
12. Kegiatan yang belum jelas batasannya 435,5 47,9 509,5 17,0
20
15
15
10
10
5
5
0 0
Real. APBN RAPBN-P Real. APBN RAPBN-P
2011 2012 2011 2012
Sumber: Kementerian Keuangan Sumber: Kementerian Keuangan
(b) perkembangan harga komoditi dunia, terutama CPO, kelapa sawit dan turunannya yang
mempunyai tren terus meningkat; serta (c) meningkatnya volume ekspor CPO, kelapa sawit
dan turunannya. Target penerimaan bea keluar tahun 2012 dapat dilihat pada Grafik III.9.
TABEL III.7
PERKEMBANGAN PNBP TAHUN, 2011-2012
(miliar rupiah)
2011 2012
Uraian % thd % thd
A PBN-P Real. A PBN RAPBN-P
A PBN-P APBN
I. PNBP SDA 191.97 6,0 213.636,9 111,3 17 7 .263,4 208.456,4 117 ,6
a. Penerim aan SDA Migas 17 3.167 ,3 193.426,2 111,7 159.47 1,9 189.608,6 118,9
1) Penerimaan Miny ak Bumi 123.051,0 1 41.239,1 1 14,8 11 3.681 ,5 149.900,7 1 31,9
2) Penerimaan Gas Bumi 50.116,2 52.187 ,1 104,1 45.7 90,4 39.7 07 ,9 86,7
b. Penerim aan SDA Non Migas 18.808,8 20.210,7 107 ,5 17 .7 91,5 18.847 ,8 105,9
1) Penerimaan Pertambangan Umum 15.394,5 16.247 ,3 105,5 14.453,9 15.27 4,1 1 05,7
2) Penerimaan Kehutanan 2.908,1 3.216,9 11 0,6 2.954,5 3.07 4,9 104,1
3) Penerimaan Perikanan 150,0 183,8 122,6 150,0 150,0 100,0
4) Penerimaan Pertambangan Panas Bumi 356,1 562,7 158,0 233,1 348,8 149,7
II . Bagian Laba BUMN 28.835,8 28.17 3,4 97 ,7 28.001,3 30.7 7 5,4 109,9
II I. PNBP L ainny a 50.339,4 68.595,7 136,3 53.492,3 7 2.27 3,9 135,1
IV. Pendapatan BLU 15.416,0 14.141,4 91,7 19.234,4 20.408,0 106,1
T OT AL 286.567 ,3 324.547 ,4 113,3 27 7 .991,4 331.913,8 119,4
Su m ber : Kem enterian Keu angan
Selain PNBP SDA dan bagian Pemerintah atas laba BUMN, komponen lainnya dalam PNBP
adalah PNBP lainnya dan pendapatan BLU. PNBP lainnya antara lain berasal dari
(a) kegiatan jasa pelayanan dan pengaturan yang dilaksanakan oleh masing-masing K/L
kepada masyarakat sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya; (b) Domestic Market Obliga-
tion (DMO) minyak mentah; dan (c) penjualan hasil tambang.
Dalam RAPBN-P 2012, target penerimaan
GRAFIK III.12
PENERIMAAN BAGIAN PEMERINTAH ATAS LABA BUMN PNBP lainnya direncanakan mencapai
2011 - 2012
Rp Triliun
Rp72.273,9 miliar, lebih tinggi 35,1 persen jika
35
30
dibandingkan dengan target yang ditetapkan
25 dalam APBN 2012. Peningkatan target PNBP
20 lainnya tersebut bersumber dari (a) kenaikan
15 28,2 28,0 30,8
10
target pendapatan DMO minyak mentah
5 sebesar Rp1.018,2 miliar atau 9,5 persen dari
0
targetnya dalam APBN 2012 yang disebabkan
Real 2011 APBN 2012 RAPBN-P 2012
oleh perubahan asumsi harga minyak dan
Sumbe r: Ke menterian Ke uangan
depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar
AS; (b) meningkatnya penjualan hasil
GRAFIK III.13
PNBP LAINNYA, 2011 - 2012
tambang sebesar Rp250,1 miliar atau 1,9
persen dari targetnya dalam APBN 2012
Rp Triliun
80 sejalan dengan meningkatkan harga
70 beberapa komoditas pertambangan di pasar
60
50 internasional; dan (c) peningkatan
40
30
68,6 72,3 penerimaan yang berasal dari pelayanan
53,5
20 K/L sebesar Rp1.062,0 miliar atau 1,9 persen
10
0
dari targetnya dalam APBN 2012 yang
Real 2011 APBN 2012 RAPBN-P 2012 terutama bersumber dari pendapatan
Sumbe r: Ke menterian Keuangan premium obligasi negara dalam negeri,
penempatan uang negara pada bank sentral,
dan pendapatan jasa lembaga keuangan. Penerimaan PNBP lainnya dalam tahun 2011-
2012 disajikan dalam Grafik III.13.
Dalam RAPBN-P 2012 terdapat beberapa K/L yang target PNBP-nya diperkirakan mengalami
kenaikan dari target APBN 2012, yaitu: (a) Kementerian ESDM, dari Rp14.249,6 miliar
menjadi Rp14.499,8 miliar; (b) Kepolisian Negara Republik Indonesia, dari Rp4.482,1 miliar
menjadi Rp4.583,4 miliar; (c) Kementerian Kelautan dan Perikanan, dari Rp32,8 miliar
menjadi Rp36,6 miliar; (d) Badan Tenaga Nuklir Nasional, dari Rp17,8 miliar menjadi Rp20,3
miliar; dan (e) Lembaga Administrasi Negara, dari Rp66,0 miliar menjadi Rp71,5 miliar.
Selanjutnya, target pendapatan BLU dalam RAPBN-P tahun 2012 diperkirakan sedikit
mengalami peningkatan, yaitu dari Rp19.234,4 miliar menjadi Rp20.408,0 miliar, atau
meningkat sebesar Rp1.173,6 miliar. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh peningkatan
pendapatan jasa pelayanan pendidikan seiring dengan meningkatnya jumlah satuan kerja
(satker) yang menerapkan pengelolaan keuangan BLU. Sampai akhir Januari 2012, jumlah
satker yang menerapkan pengelolaan keuangan BLU telah mencapai 114 unit, dan masih
terdapat kemungkinan akan terus bertambah. Pendapatan BLU dalam tahun 2011 - 2012
dapat dilihat dalam Grafik III.14.
BAB IV
PERUBAHAN BELANJA NEGARA
4.1 Pendahuluan
Pelaksanaan kebijakan dan alokasi anggaran belanja negara dalam APBN tahun 2012
dilakukan dengan mengacu pada arah kebijakan dan prioritas pembangunan dalam RKP
2012, pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun 2012, serta
kesepakatan Pemerintah dan DPR-RI dalam seluruh pembahasan APBN 2012. Namun,
sejalan dengan perkembangan kondisi ekonomi, baik nasional maupun dunia, khususnya
kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap
dolar Amerika Serikat, maka diperlukan berbagai langkah, respon, dan antisipasi terhadap
berbagai kondisi tersebut. Langkah-langkah antisipasi tersebut utamanya berupa rencana
pemberian stimulus fiskal, kebijakan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) jenis
tertentu dan tarif tenaga listrik (TTL), dan pemberian kompensasi terhadap dampaknya,
serta diperlukannya berbagai program prioritas baru untuk kemajuan bangsa. Berbagai hal
tersebut berdampak pada diperlukannya perubahan terhadap kebutuhan anggaran belanja
negara. Sehubungan dengan hal dimaksud, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara dan Undang-Undang APBN menyediakan peluang untuk mengakomodasi
berbagai dampak perubahan tersebut melalui mekanisme perubahan APBN.
Perubahan terhadap anggaran belanja negara tahun 2012 tersebut dilakukan dengan
mengacu pada ketentuan pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang
APBN Tahun Anggaran 2012, yang mengamanatkan bahwa penyesuaian APBN Tahun
Anggaran 2012 dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama
Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah dalam rangka penyusunan perkiraan
perubahan atas APBN Tahun Anggaran 2012. Perubahan tersebut dimungkinkan apabila
terjadi: (a) perkiraan perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang
digunakan dalam APBN Tahun Anggaran 2012; (b) perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;
(c)keadaan yang menyebabkan harusdilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi,
antarprogram, dan/atau antarjenis belanja; dan (d) keadaan yang menyebabkan saldo
anggaran lebih (SAL) tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran
tahun anggaran berjalan. Selanjutnya, dalam rangka penyusunan RUU tentang perubahan
atas UU APBN tahun 2012, pada pasal 42 ayat (3) disampaikan bahwa Pemerintah
mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 berdasarkan perubahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat sebelum Tahun Anggaran 2012 berakhir.
Perkembangan dan/atau perubahan keadaan yang mendorong perlunya dilakukan
perubahan terhadap APBN 2012 adalah sebagai berikut. Pertama, sejak ditetapkan dengan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang APBN Tahun Anggaran 2012, telah terjadi
perkembangan dan perubahan berbagai indikator ekonomi makro secara signifikan, yang
menyebabkan asumsi yang dipakai sebagai basis perhitungan APBN tidak sesuai lagi dengan
kondisi riil saat ini dan perkiraan ke depan. Indikator ekonomi makro yang mengalami
perubahan dan berpengaruh signifikan terhadap belanja negara antara lain adalah: (1) tingkat
suku bunga SPN 3 bulan yang semula diasumsikan sebesar 6,0 persen, diperkirakan turun
menjadi sebesar 5,0 persen yang berdampak pada perhitungan beban pembayaran bunga
utang; (2) nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat diperkirakan mengalami
depresiasi, dari semula Rp8.800,0 per USD dalam APBN tahun 2012 menjadi sebesar
Rp9.000,0 per USD yang terutama berdampak pada kebutuhan subsidi BBM dan listrik;
dan (3) ICP yang semula diasumsikan sebesar USD90,0 per barel, diperkirakan akan
mencapai USD105,0 per barel yang berdampak sangat signifikan pada besarnya subsidi
energi dan dana bagi hasil SDA migas. Perubahan asumsi ekonomi makro tersebut
diperkirakan akan berdampak pada berbagai besaran belanja negara tahun 2012, terutama
kenaikan beban subsidi BBM dan subsidi listrik, serta kenaikan belanja untuk dana bagi
hasil minyak bumi bagi daerah penghasil pada pos transfer ke daerah sebagai dampak dari
kenaikan ICP. Selanjutnya, kondisi tersebut juga akan berpengaruh pada besaran anggaran
pendidikan.
Kedua, adanya perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2012, sebagai dampak dari
perkembangan kondisi ekonomi dan sosial serta upaya percepatan pencapaian
target-target pembangunan. Pokok-pokok perubahan kebijakan tersebut antara lain meliputi:
(1) meningkatnya defisit anggaran dari 1,53 persen terhadap PDB dalam APBN tahun 2012
menjadi 2,23 persen terhadap PDB; (2) penyesuaian harga BBM dan TTL; (3) rencana
pelaksanaan program kompensasi pengurangan subsidi BBM, seperti pelaksanaan bantuan
langsung sementara masyarakat (BLSM), subsidi transportasi umum, serta biaya pembatasan
dan diversifikasi BBM ke bahan bakar gas (BBG); (4) rencana penggunaan SAL untuk
mendanai program-program infrastruktur konektivitas Indonesia bagian timur,
pengembangan infrastruktur pendukung domestic connectivity dan koridor ekonomi,
ketahanan pangan, mitigasi bencana, klaster 4, pemenuhan kebutuhan mendesak lainnya,
dan biaya konversi energi; serta (5) program kegiatan prioritas lainnya yang belum
tertampung dalam APBN tahun 2012, dan rencana pemotongan belanja tanpa harus
mengganggu pencapaian output dan outcome dalam rangka mengendalikan defisit APBN.
Dalam kerangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun anggaran 2012, maka
penyesuaian atas berbagai sasaran APBN, termasuk belanja negara menjadi penting untuk
dilakukan. Melalui proses penyesuaian tersebut, anggaran belanja negara diharapkan
menjadi lebih realistis dan mampu mendukung pencapaian sasaran-sasaran pembangunan
ekonomi tahun 2012 dan jangka menengah, khususnya dalam rangka mendukung kegiatan
ekonomi nasional guna memacu dan mempercepat pertumbuhan ekonomi yang inklusif
dan berkeadilan, menciptakan dan memperluas lapangan kerja, meningkatkan kualitas
pelayanan pada masyarakat dan mengurangi kemiskinan, serta menjamin terlaksananya
prioritas pembangunan nasional yang ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
2012.
Sebagai dampak dari berbagai perkembangan dan perubahan tersebut, volume anggaran
belanja negara dalam RAPBN-P Tahun 2012 direncanakan sebesar Rp1.534.582,1 miliar
(18,0 persen terhadap PDB). Jumlah tersebut, menunjukkan peningkatan Rp99.175,4 miliar
atau 6,9 persen dari pagu anggaran belanja negara yang ditetapkan dalam APBN tahun
2012 sebesar Rp1.435.406,7 miliar. Dari jumlah total alokasi anggaran belanja negara
tersebut, sebagian besar (69,0 persen) dialokasikan untuk belanja pemerintah pusat,
sedangkan 31,0 persen lainnya dialokasikan untuk transfer ke daerah. Tingginya proporsi
belanja pemerintah pusat tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan
belanja subsidi yang secara keseluruhan mencapai 25,8 persen dari belanja pemerintah pusat.
Selanjutnya, ringkasan alokasi anggaran belanja negara dalam APBN dan RAPBN-P tahun
2012 disajikan dalam Tabel IV.1.
TABEL IV.1
BELANJA NEGARA, 2012
(miliar rupiah)
%
Uraian APBN RAPBN-P
perubahan
I. Belanja Pemerintah Pusat 964.997,3 1.058.318,4 9,7
1. Belanja Pegawai 215.862,4 212.242,8 (1,7)
2. Belanja Barang 188.001,7 186.555,9 (0,8)
3. Belanja Modal 151.975,0 168.875,2 11,1
4. Pembayaran Bunga Utang 122.217,6 117.785,4 (3,6)
5. Subsidi 208.850,2 273.155,6 30,8
6. Belanja Hibah 1.796,7 1.790,9 (0,3)
7. Bantuan Sosial 47.763,8 55.377,5 15,9
8. Belanja Lain-lain 28.529,7 42.535,0 49,1
II. Transfer ke Daerah 470.409,5 476.263,7 1,2
1. Dana Perimbangan 399.985,6 405.839,8 1,5
2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 70.423,9 70.423,9 (0,0)
Jumlah 1.435.406,8 1.534.582,1 6,9
Sumber: Kementerian Keuangan
(2) penghematan subsidi listrik melalui kenaikan TTL sebesar 3 persen untuk semua golongan
tarif secara bertahap setiap triwulan mulai triwulan II tahun 2012; dan (3) harga pembelian
pemerintah (HPP) beras dinaikkan dari Rp5.060 menjadi Rp6.600 per kilogram.
Selain itu, perubahan anggaran belanja Pemerintah Pusat juga merupakan dampak dari
langkah-langkah kebijakan Pemerintah dalam rangka mengantisipasi perlambatan
pertumbuhan ekonomi akibat dampak krisis ekonomi global, seperti: (a) penambahan alokasi
untuk berbagai program di bidang infrastruktur; (b) penambahan anggaran pendidikan;
dan (c) penyediaan dana ketahanan pangan dan pembangunan energi.
Dengan berbagai perkembangan di atas, maka anggaran belanja pemerintah pusat dalam
RAPBN-P tahun 2012 diperkirakan mencapai Rp1.058.318,4 miliar, atau 12,4 persen
terhadap PDB. Jumlah ini, berarti Rp93.321,2 miliar atau 9,7 persen lebih tinggi bila
dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran belanja pemerintah pusat yang ditetapkan
dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp964.997,3 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasi
anggaran belanja pemerintah pusat dalam tahun anggaran 2011 sebesar Rp878.274,2 miliar,
maka perkiraan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam RAPBN-P tahun 2012
tersebut, berarti menunjukkan peningkatan Rp180.044,3 miliar, atau 20,5 persen.
Jumlah anggaran belanja pemerintah pusat tersebut terdiri dari 50,6 persen atau sebesar
Rp535.087,6 miliar belanja K/L, dan 49,4 persen atau Rp523.230,8 miliar belanja non K/L.
Alokasi anggaran belanja K/L tersebut berarti mengalami kenaikan 5,3 persen atau
Rp26.728,0 miliar dari pagu APBN belanja K/L tahun 2012 sebesar Rp508.359,6 miliar,
sedangkan alokasi belanja non K/L juga mengalami peningkatan 14,6 persen atau Rp66.593,1
miliar dari pagu APBN belanja non K/L tahun 2012 sebesar Rp456.637,7 miliar, seperti
disajikan dalam Tabel IV.2.
TABEL IV.2
BELANJA NEGARA, 2012
(miliar rupiah)
%
Jenis Belanja APBN RAPBN-P
perubahan
Dalam RAPBN-P tahun 2012 alokasi anggaran untuk belanja pegawai direncanakan
mencapai Rp212.242,8 miliar, yang berarti menurun Rp3.619,6 miliar atau 1,7 persen dari
pagu anggaran belanja pegawai yang dialokasikan dalam APBN tahun 2012 sebesar
Rp215.862,4 miliar. Lebih rendahnya rencana pagu anggaran belanja pegawai tersebut
terutama berkaitan dengan adanya optimalisasi pada pos belanja pegawai non K/L sebesar
Rp4.263,2 miliar.
Sementara itu, anggaran belanja pegawai khususnya pada pos gaji dan tunjangan serta
honorarium direncanakan meningkat sebesar Rp643,6 miliar. Peningkatan tersebut
merupakan dampak dari penetapan Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia,
Radio Republik Indonesia dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai Satuan kerja
(Satker) dengan BA sendiri, sehingga mengakibatkan adanya realokasi anggaran belanja
dari instansi tersebut yang semula merupakan bagian dari pos belanja lain-lain ke pos belanja
pegawai, belanja barang, belanja modal, dan bantuan sosial pada BA K/L.
Selanjutnya, alokasi anggaran belanja barang direncanakan mencapai Rp186.555,9 miliar.
Jumlah ini menunjukkan penurunan sebesar Rp1.445,8 miliar (0,8 persen) terhadap
pagunya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp188.001,7 miliar. Penurunan tersebut utamanya
disebabkan oleh kebijakan pemotongan belanja barang K/L sebesar Rp16.009,7 miliar, yang
dilakukan dengan koridor-koridor sebagai berikut: (1) pemotongan dilakukan pada seluruh
K/L sebagai bagian dari program penghematan belanja Pemerintah Pusat; (2) besaran
pemotongan didasarkan pada kinerja penyerapan anggaran 3 tahun terakhir; dan (3) tetap
menjaga terpenuhinya belanja non-operasional dalam rangka pencapaian target output dan
outcome dari kegiatan/program prioritas nasional. Berdasarkan hal tersebut, pemotongan
dilakukan terhadap komponen-komponen belanja barang non-operasional di luar kegiatan
prioritas nasional, antara lain meliputi: belanja barang non-operasional lainnya, belanja
jasa konsultan, belanja jasa profesi, belanja jasa lainnya, serta belanja perjalanan dinas lainnya.
Selain itu, beberapa perubahan anggaran belanja barang dalam RAPBN-P tahun 2012 juga
mencakup antara lain: (1) adanya realokasi anggaran dari pos belanja lain-lain untuk
beberapa organisasi yang ditetapkan sebagai satuan kerja dengan bagian anggaran sendiri
sebagaimana diuraikan di atas; (2) perubahan sumber pendanaan yang berasal dari pagu
penggunaan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan badan layanan umum (BLU),
serta pinjaman luar negeri dan hibah luar negeri; (3) anggaran belanja tambahan yang
bersifat sangat mendesak yang diusulkan untuk ditampung dalam RAPBN-P 2012;
(4) kompensasi angkutan umum akibat penyesuaian harga BBM untuk angkutan laut
perintis, Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) perintis, dan bus perintis;
serta (5) tambahan anggaran belanja barang K/L yang berasal dari tambahan anggaran
pendidikan sebagai akibat dari peningkatan volume belanja negara.
Sementara itu, alokasi anggaran belanja modal dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan
mencapai Rp168.875,2 miliar. Jumlah tersebut berarti Rp16.900,2 miliar, atau 11,1 persen
lebih tinggi dari pagu alokasi anggaran belanja modal yang ditetapkan dalam APBN tahun
2012 sebesar Rp151.975,0 miliar. Lebih tingginya alokasi anggaran belanja modal dalam
RAPBN-P tahun 2012 tersebut, terutama disebabkan oleh kebijakan penambahan alokasi
untuk berbagai program di bidang infrastruktur yang pendanaannya berasal dari
pemanfaatan saldo anggaran lebih (SAL) sampai dengan tahun 2011 sebesar Rp20.295,4
miliar. Program-program infrastruktur dimaksud antara lain meliputi: (1) pembangunan
pada turunnya imbal hasil penerbitan SBN. Selain itu, penurunan pembayaran bunga utang
dalam negeri juga disebabkan oleh penurunan asumsi tingkat bunga SPN 3 bulan dari 6,0
persen pada APBN 2012 menjadi 5,0 persen. Faktor lain yang mendukung efisiensi ini adalah
pemilihan tenor penerbitan, dan pemilihan instrumen yang tepat, sehingga dapat mengurangi
realisasi diskon yang harus dibayarkan pemerintah. Sementara itu, penurunan pembayaran
bunga utang luar negeri dipengaruhi oleh efisiensi dalam pengelolaan utang dalam mata
uang asing, baik untuk pinjaman luar negeri maupun SBN valas. Pemilihan waktu yang
tepat untuk menerbitkan SBN valas, serta rencana penyesuaian target penerbitan SBN valas
juga menjadi faktor yang menentukan besarnya jumlah bunga utang tersebut. Dari sisi
pinjaman luar negeri, realisasi penarikan pinjaman proyek yang relatif rendah pada 2011
berdampak pada turunnya proyeksi pembayaran bunga utang di tahun 2012.
Selanjutnya anggaran belanja subsidi dalam RAPBN-P tahun 2012 diperkirakan akan
mengalami kenaikan yang cukup signifikan sehingga mencapai Rp273.155,6 miliar. Jumlah
itu berarti mengalami kenaikan sebesar Rp64.305,4 miliar, atau 30,8 persen bila
dibandingkan dengan alokasinya yang ditetapkan dalam APBN 2012 sebesar Rp208.850,2
miliar. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) penyesuaian subsidi BBM,
dan LPG Tabung 3 kg serta subsidi listrik akibat dampak perubahan harga minyak mentah
Indonesia (ICP) yang diproyeksikan rata-rata USD105/barel pada RAPBN-P 2012, atau
USD15/barel lebih tinggi bila dibandingkan dengan asumsi harga minyak mentah Indonesia
yang dipergunakan sebagai dasar penyusunan APBN tahun 2012 sebesar USD90/barel; (2)
perubahan bauran energi (fuel mix) sebagai salah satu parameter penting dalam perhitungan
subsidi listrik juga menjadi salah satu penyebab kenaikan anggaran belanja subsidi listrik;
dan (3) penambahan durasi penyaluran raskin dari 12 bulan, menjadi 14 bulan. Rincian
perubahan beban subsidi dalam tahun 2012 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel IV.3.
TABEL IV.3
SUBSIDI, 2012
(miliar rupiah)
%
URAIAN APBN RAPBN-P
perubahan
I. ENERGI 168.559,9 230.432,5 136,7
1. Subsidi BBM dan LPG Tabung 3 Kg *) 123.599,7 137.379,8 111,1
2. Subsidi Listrik 44.960,2 93.052,7 207,0
Subsidi BBM dan LPG Tabung 3 kg dalam RAPBN-P 2012 diperkirakan mencapai
Rp137.379,8 miliar, yang berarti Rp13.780,2 miliar atau 11,1 persen lebih tinggi dibandingkan
dengan pagunya dalam APBN 2012 sebesar Rp123.599,7 miliar. Peningkatan tersebut
disebabkan oleh adanya (1) kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang
diperkirakan mencapai rata-rata USD105/barel dari pagu APBN sebesar USD90/barel; dan
(2) tambahan jenis subsidi Liquefied Gas for Vehicle (LGV) sebesar Rp54,0 miliar yang
merupakan bagian dari subsidi BBM dan LPG Tabung 3 Kg dalam rangka mendukung
program diversifikasi BBM ke bahan bakar gas (BBG) untuk transportasi umum.
Pemerintah telah dan akan melakukan langkah-langkah kebijakan penghematan beban
subsidi BBM, antara lain berupa: (1) penyesuaian harga BBM bersubsidi khususnya jenis
premium dan minyak solar untuk 2012 dari semula Rp4.500,- per liter menjadi Rp6.000,-
per liter atau mengalami kenaikan sebesar Rp1.500 per liter, kebijakan ini akan diberlakukan
mulai bulan April 2012 dengan volume konsumsi BBM sampai dengan akhir tahun 2012
diperkirakan sebesar 40 juta kiloliter; 2) pengendalian konsumsi BBM bersubsidi secara
bertahap melalui (a) optimalisasi program konversi minyak tanah ke LPG Tabung 3 Kg;
(b) konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG); (c) peningkatan pemanfaatan energi alternatif
seperti bahan bakar nabati (BBN) dan bahan bakar gas (BBG); (d) pengaturan konsumsi
BBM bersubsidi; dan (e) penyempurnaan regulasi kebijakan subsidi BBM dan LPG
Tabung3Kg.
Sementara itu, beban subsidi listrik dalam RAPBN-P tahun 2012 diperkirakan mencapai
Rp93.052,7 miliar, yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp48.092,5 miliar atau
107,0 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran subsidi listrik yang ditetapkan
dalam APBN 2012 sebesar Rp44.960,2 miliar. Peningkatan anggaran subsidi listrik dibanding
dengan pagunya dalam APBN 2012 tersebut selain disebabkan oleh risiko perubahan berbagai
parameter subsidi listrik seperti penyesuaian commercial operation date (COD) PLTU,
keterlambatan pengoperasian Floating Storage Regasification Unit (FSRU), dan kenaikan
harga batu bara, juga disebabkan oleh adanya carry over/kekurangan pembayaran subsidi
listrik tahun 2010 sebesar Rp4.506,8 miliar.
Untuk mengendalikan anggaran subsidi listrik, Pemerintah bersama PT PLN (Persero) secara
bertahap terus melakukan langkah-langkah dan upaya untuk menurunkan BPP tenaga
listrik, antara lain: (1) program penghematan pemakaian listrik (demand side) melalui
penurunan susut jaringan (losses); (2) program diversifikasi energi primer di pembangkit
tenaga listrik (supply side), dengan optimalisasi penggunaan gas, perubahan High Speed
Diesel (HSD) dan Marine Fuel Oil (MFO), peningkatan penggunaan batubara, pemanfaatan
biofuel, dan panas bumi; dan (3) penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) bertahap sebesar
3 persen per triwulan mulai triwulan II tahun 2012.
Selanjutnya, alokasi anggaran subsidi pangan dalam RAPBN-P tahun 2012 diperkirakan
mencapai Rp20.926,3 miliar, yang berarti naik Rp5.319,2 miliar, atau 34,1 persen dari pagu
alokasi anggaran subsidi pangan yang ditetapkan dalam APBN tahun 2012 sebesar
Rp15.607,1 miliar. Lebih tingginya perkiraan subsidi pangan bila dibandingkan dengan
pagunya dalam APBN 2012 tersebut, berkaitan dengan tambahan durasi pemberian raskin
dari semula 12 bulan, menjadi 14 bulan. Penambahan durasi raskin tersebut merupakan
salah satu bentuk kompensasi pengurangan subsidi BBM tahun 2012 untuk masyarakat
miskin, masyarakat hampir miskin, dan rentan serta sebagai bagian dari program ketahanan
pangan (stabilisasi harga beras). Selain itu, tambahan subsidi pangan juga disebabkan oleh
kenaikan harga pokok beras Perum Bulog dari semula Rp6.558,00/kg menjadi Rp7.500,00/
kg. Perubahan tersebut berkaitan dengan diterbitkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor
3 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh
Pemerintah, pada tanggal 27 Februari 2012. Dalam Inpres tersebut, Harga Pembelian
Pemerintah (HPP) beras untuk petani mengalami kenaikan dari semula Rp5.060,00/kg
menjadi Rp6.600,00/kg.
Alokasi anggaran subsidi pupuk dalam RAPBN-P tahun 2012 diperkirakan sebesar Rp13.958,6
miliar, yang berarti turun Rp2.985,4 miliar, atau 17,6 persen dari pagu anggaran subsidi
pupuk yang ditetapkan dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp16.944,0 miliar. Lebih rendahnya
perkiraan beban anggaran subsidi pupuk dari pagunya dalam APBN tahun 2012 tersebut,
terutama perubahan volume penyaluran pupuk bersubsidi pada tahun 2012 setelah dilakukan
penyesuaian berkaitan dengan rendahnya realisasi penyaluran pupuk bersubsidi tahun-tahun
sebelumnya.
Alokasi anggaran subsidi benih dalam RAPBN-P tahun 2012 diperkirakan sebesar Rp129,5
miliar, yang berarti turun Rp150,4 miliar, atau 53,7 persen dari pagu anggaran subsidi benih
yang ditetapkan dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp279,9 miliar. Lebih rendahnya perkiraan
beban anggaran subsidi benih dari pagunya dalam APBN tahun 2012 tersebut, terutama
disebabkan oleh adanya pengurangan beberapa jenis komoditas benih yang disubsidi,
berkaitan dengan rendahnya realisasi penyaluran volume subsidi benih pada tahun-tahun
sebelumnya.
Alokasi anggaran subsidi/PSO dalam RAPBN-P tahun 2012 diperkirakan sebesar Rp2.151,4
miliar, yang berarti meningkat Rp126,4 miliar, atau 6,2 persen dari pagu anggaran subsidi/
PSO yang ditetapkan dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp2.025,0 miliar. Meningkatnya
perkiraan beban anggaran subsidi/PSO dari pagunya dalam APBN tahun 2012 tersebut,
disebabkan oleh peningkatan alokasi anggaran subsidi/PSO PT Pelni untuk mengantisipasi
adanya kenaikan biaya dalam perhitungan PSO sebagai dampak dari perubahan kebijakan
subsidi BBM dengan implikasi pada penyesuaian harga BBM.
Sementara itu, alokasi anggaran subsidi bunga kredit program dalam RAPBN-P tahun 2012
diperkirakan mencapai Rp1.293,9 miliar, yang berarti mengalami kenaikan Rp59,5 miliar
atau 4,8 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran subsidi bunga kredit program
yang ditetapkan dalam APBN 2012 sebesar Rp1.234,4 miliar. Lebih tingginya alokasi
anggaran subsidi bunga kredit program dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut karena adanya
tambahan jenis subsidi bunga kredit program yang baru, yaitu subsidi bunga kredit untuk
sarana dan prasarana BBM non subsidi. Pemberian subsidi bunga kredit tersebut dalam
rangka mendukung kebijakan diversifikasi BBM ke bahan bakar gas untuk transportasi
umum.
Terkait dengan subsidi pajak ditanggung pemerintah (DTP), alokasi anggaran subsidi pajak
DTP dalam RAPBN-P tahun 2012 diperkirakan sebesar Rp4.263,4 miliar, yang berarti naik
Rp63,4 miliar, atau 1,5 persen dari pagu anggaran subsidi pajak DTP yang ditetapkan dalam
APBN tahun 2012 sebesar Rp4.200 miliar. Lebih tingginya perkiraan beban anggaran subsidi
pajak DTP dari pagunya dalam APBN tahun 2012 tersebut, disebabkan oleh meningkatnya
PPh atas bunga imbal hasil atas SBN internasional.
Dalam RAPBN-P tahun 2012, alokasi anggaran belanja hibah diperkirakan mengalami
penurunan sebesar Rp5,8 miliar dari pagu yang dianggarkan dalam APBN tahun 2012 sebesar
Rp1.796,7 miliar menjadi sebesar Rp1.790,9 miliar. Perubahan tersebut terutama disebabkan
oleh adanya penundaan pelaksanaan kegiatan karena belum selesainya dokumen perjanjian
yaitu Simeuleu Physical Infrastructure Project Phase 2 sebesar Rp81,2 miliar dan
Development of Seulawah Agam Geothermal in NAD Province sebesar Rp23,2 miliar. Di sisi
lain terdapat dana luncuran dari tahun 2011 karena tidak terserapnya keseluruhan anggaran
yaitu Water and Sanitation Program - Subprogram D (WASAP-D) sebesar Rp11,7 miliar
dan Infrastructure Enhancement Grant (IEG) sebesar Rp6,4 miliar. Adapun rincian belanja
hibah dalam RAPBN-P tahun 2012 adalah sebagai berikut: (1) Mass Rapid Transit (MRT)
project sebesar Rp1.570,6 miliar; (2) Program Local Basic Education Capacity (L-BEC)
sebesar Rp54,5 miliar; (3) Water and sanitation Program-Subprogram D (WASAP-D)
sebesar Rp11,7 miliar; (4) Infrastructure Enhancement Grant (IEG) sebesar Rp6,4 miliar;
dan (5) Water Resources and Irrigation System Management Project-APL 2 (WISMP-2)
sebesar Rp147,8 miliar.
Sementara itu, anggaran belanja bantuan sosial dalam RAPBN-P tahun 2012
direncanakan sebesar Rp55.377,5 miliar. Jumlah ini berarti meningkat sebesar Rp7.613,7
miliar atau 15,9 persen dari pagunya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp47.763,8 miliar.
Kenaikan pagu anggaran belanja bantuan sosial dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut,
terutama untuk melaksanakan program-program dalam rangka mengurangi beban
masyarakat terkait dengan adanya kebijakan pengendalian subsidi BBM melalui penyesuaian
harga BBM bersubsidi. Program tersebut antara lain program kompensasi kenaikan biaya
tidak langsung angkutan umum dan program subsidi siswa miskin (SSM) yang
diperuntukkan bagi perluasan cakupan SSM untuk mempertahankan agar siswa tidak putus
sekolah dan mengurangi beban biaya pendidikan yang harus ditanggung orang tua siswa.
Di samping itu, kenaikan anggaran belanja bantuan sosial dalam RAPBN-P tahun 2012
juga terkait dengan adanya realokasi program pengawasan penyelenggaraan pemilu sebesar
Rp1,6 miliar dari belanja lain-lain ke dalam belanja bantuan sosial. Alokasi anggaran belanja
bantuan sosial dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut, terdiri atas: (1) alokasi anggaran melalui
K/L sebesar Rp51.377,5 miliar, dan (2) alokasi dana cadangan penanggulangan bencana
alam melalui BA BUN sebesar Rp4.000,0 miliar.
Anggaran belanja lain-lain dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp42.535,0
miliar. Jumlah alokasi ini berarti meningkat sebesar Rp14.005,3 miliar, atau 49,1 persen
jika dibandingkan dengan pagunya yang ditetapkan dalam APBN tahun 2012 sebesar
Rp28.529,7 miliar. Perubahan alokasi anggaran belanja lain-lain dalam RAPBN-P tahun
2012 tersebut disebabkan antara lain oleh: (1) realokasi anggaran beberapa lembaga dari
bagian anggaran (BA) 999.08 ke BA K/L, seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebesar
Rp75,0 miliar, Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia (LPP TVRI) sebesar
Rp845,6 miliar, dan Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) sebesar
Rp813,3 miliar; (2) dihapuskannya alokasi cadangan risiko fiskal lainnya (risiko kenaikan
TTL) sebesar Rp9.790,8 miliar karena tidak diperlukan lagi mengingat TTL akan dinaikkan
pada tahun 2012; (3) naiknya cadangan stabilisasi harga pangan menjadi sebesar Rp3.000,0
miliar untuk memperkuat ketahanan pangan dan mengantisipasi shortage supply komoditas
pangan; (4) turunnya cadangan risiko perubahan asumsi makro menjadi sebesar Rp1.400,0
miliar; (5) dialokasikannya anggaran untuk kompensasi akibat kebijakan penyesuaian harga
bahan bakar minyak (BBM) dan tarif tenaga listrik (TTL), yaitu Bantuan Langsung
Sementara Masyarakat (BLSM) sebesar Rp25.565,1 miliar; dan (6) dialokasikannya anggaran
untuk penyiapan infrastruktur LGV dan Compressed Natural Gas (CNG) dalam rangka
konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG) untuk transportasi umum sebesar Rp2.108,7 miliar.
4.2.2 Perubahan Anggaran Pendidikan
Sejalan dengan lebih tingginya volume anggaran belanja negara dalam RAPBN-P tahun
2012 dibandingkan dengan pagu APBN-nya, maka terhadap alokasi anggaran pendidikan
perlu dilakukan penyesuaian agar tetap memenuhi amanat UUD 1945 Amandemen ke 4
Pasal 31 ayat (4) yang mengamanatkan agar Negara memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional. Di samping itu, alokasi anggaran pendidikan juga
dilakukan untuk mencapai tema prioritas RKP bidang pendidikan pada tahun 2012, yaitu
peningkatan akses pendidikan yang berkualitas, terjangkau, relevan, dan efisien menuju
terangkatnya kesejahteraan hidup rakyat, kemandirian, keluhuran budi pekerti, dan karakter
bangsa yang kuat. Pembangunan bidang pendidikan diarahkan pada tercapainya
pertumbuhan ekonomi yang didukung keselarasan antara ketersediaan tenaga terdidik
dengan kemampuan untuk: (1) menciptakan lapangan kerja atau kewirausahaan dan
(2) menjawab tantangan kebutuhan tenaga kerja. Berdasarkan hal-hal tersebut, seiring
dengan perkiraan kenaikan alokasi belanja negara dalam RAPBN-P tahun 2012, maka alokasi
anggaran pendidikan dalam RAPBN-P tahun 2012 diperkirakan mencapai
Rp308.091,8 miliar. Jumlah ini berarti lebih tinggi Rp18.134,0 miliar, atau 6,3 persen dari
pagu alokasi anggaran pendidikan yang ditetapkan dalam APBN tahun 2012 sebesar
Rp289.957,8 miliar. Kenaikan/tambahan anggaran pendidikan dalam RAPBN-P tahun 2012
tersebut meliputi tambahan anggaran pendidikan melalui belanja pemerintah pusat sebesar
Rp12.001,5 miliar, tambahan anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah sebesar
Rp132,4 miliar, dan tambahan anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan
sebesar Rp6.000,0 miliar.
Peningkatan anggaran pendidikan melalui belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp12.001,5
miliar tersebut bersumber dari peningkatan akibat naiknya volume belanja negara, sebesar
Rp15.450,2 miliar dan peningkatan penggunaan PNBP/BLU sebesar Rp762,5 miliar, namun
pada sisi lain dilakukan penghematan pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan
Kementerian Agama sebesar Rp4.211,1 miliar. Kebijakan pemanfaatan tambahan anggaran
pendidikan dalam RAPBN-P tahun 2012 diarahkan untuk: (1) mendukung program prioritas
nasional RPJMN 20102014; (2) memperkuat pencapaian sasaran prioritas pembangunan
pendidikan dalam RKP tahun 2012; (3) merespon arahan Presiden untuk menjawab keluhan
masyarakat terkait dengan pendidikan; (4) perluasan sasaran dan peningkatan unit cost
untuk subsidi siswa miskin agar siswa tidak putus sekolah dan mengurangi beban biaya
pendidikan yang harus ditanggung orang tua siswa untuk mendukung program kompensasi
pengurangan subsidi BBM; (5) menuntaskan rehabilitasi gedung SD/MI dan SMP/MTs yang
rusak; (6) peningkatan kualitas pendidikan; dan (7) penguatan pelaksanaan pendidikan
karakter bangsa.
Sementara itu, dalam rangka mencapai efisiensi dan efektivitas anggaran pendidikan, maka
kriteria pemanfaatan tambahan anggaran pendidikan dalam RAPBN-P tahun 2012 adalah:
(1) untuk pembayaran kekurangan/tunggakan yang sudah committed (seperti tunggakan
pembayaran tunjangan profesi guru dan tambahan penghasilan guru PNS dengan terlebih
dahulu diaudit oleh BPKP); (2) program/kegiatan harus dapat diselesaikan sampai dengan
akhir tahun anggaran; (3) program/kegiatan harus dapat menunjukkan adanya output/
outcome; dan (4) desain program/kegiatan harus sudah ada.
Tambahan alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah dalam RAPBN-P tahun
2012 sebesar Rp132,4 miliar dialokasikan untuk DBH pendidikan. Kenaikan tersebut, sejalan
dengan Pasal 20 ayat (1) UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang mengamanatkan bahwa DBH dari
pertambangan minyak bumi dan gas bumi sebesar 0,5 persen dialokasikan untuk menambah
anggaran pendidikan dasar. Mengingat penerimaan pertambangan migas dalam RAPBN-P
tahun 2012 diperkirakan meningkat, maka alokasi anggaran pendidikan dasar melalui DBH
juga meningkat secara proporsional.
Sementara itu, tambahan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan
dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp6,0 triliun. Dana tersebut dialokasikan
untuk dana pengembangan pendidikan yang digunakan untuk menjamin keberlangsungan
program pendidikan bagi generasi berikutnya, yang dapat digunakan untuk investasi
pendidikan seperti pemberian beasiswa, dana bergulir kepada pelajar/mahasiswa, dan sebagai
bentuk pertanggungjawaban antargenerasi (intergenerational equality) serta penyediaan
fasilitas, sarana, dan prasarana pendidikan dalam keadaan darurat (bencana alam).
Boks 4.1
PROGRAM KOMPENSASI PENGURANGAN SUBSIDI BBM 2012
Perkembangan harga minyak mentah dunia yang sangat jauh di atas asumsinya dalam APBN
2012, akan mendorong tingginya kebutuhan subsidi BBM yang selanjutnya akan
mempersempit ruang fiskal Pemerintah untuk melaksanakan program-program yang lebih
bermanfaat terhadap masyarakat banyak. Dalam tahun-tahun yang lalu, dampak kenaikan
beban subsidi sebagai akibat dari naiknya ICP, lebih banyak dibebankan pada penggunaan
kapasitas fiskal yang masih ada. Namun, dalam tahun 2012 ini, karena kenaikan ICP dan
depresiasi nilai tukar rupiah diperkirakan mendorong defisit secara sangat substansial
menjadi sekitar 3,4 persen terhadap PDB, yang bila tidak disesuaikan berarti akan melanggar
UU Nomor 17 Tahun 2003. Untuk menanggulanginya, Pemerintah berencana untuk
menyesuaikan harga BBM bersubsidi. Secara historis, dalam rangka mengantisipasi kenaikan
harga minyak dunia, Pemerintah telah beberapa kali melakukan kebijakan penyesuaian harga
BBM. Namun, tekanan yang berat terhadap APBN tahun 2012 mendorong Pemerintah untuk
membagi beban, yaitu selain dengan penyesuaian harga BBM, juga dilakukan penghematan
belanja K/L, dan penambahan penerbitan surat utang.
Namun demikian, rencana penyesuaian harga BBM tersebut berpotensi menaikkan harga
pangan dan menurunnya daya beli dan tingkat kesejahteraan khususnya bagi penduduk miskin
menurun. Selanjutnya, pengurangan subsidi BBM akan mengakibatkan naiknya inflasi menjadi
sekitar 7 persen, yang berpotensi menyebabkan peningkatan angka kemiskinan, dan dapat
mengganggu keberlanjutan pendidikan terutama bagi siswa dari keluarga tidak mampu.
Berdasarkan hal-hal tersebut, Pemerintah sadar bahwa rakyat harus dilindungi dari beban
hidup yang semakin berat. Oleh karena itu, akan dilakukan program kompensasi pengurangan
subsidi BBM sebagai langkah antisipasi, yang ditujukan untuk: (1) melindungi masyarakat
miskin dari kemungkinan kenaikan harga, utamanya transportasi , dan (2) mengurangi beban
biaya hidup rumah tangga atau mengkompensasi biaya hidup yang meningkat.
Secara spesifik, pelaksanaan program kompensasi tersebut harus memenuhi kriteria sebagai
program darurat yang bersifat sementara, dapat dilaksanakan dengan cepat, nilai bantuan
memadai untuk kompensasi, program harus tepat sasaran, biaya pengelolaan efektif, dan
secara kelembagaan dimungkinkan. Berdasarkan kriteria tersebut, maka program kompensasi
pengurangan subsidi BBM tahun 2012 yang ditempuh oleh Pemerintah melalui: (1) Bantuan
Langsung Sementara Masyarakat (BLSM); dan (2) Subsidi Angkutan Umum. Penjelasan yang
lebih rinci dari masing-masing program disajikan sebagai berikut:
1. BANTUAN LANGSUNG SEMENTARA MASYARAKAT (BLSM)
Merupakan pembayaran tunai kepada rumah tangga sasaran, untuk menambah pendapatan
rumah tangga miskin untuk mengkompensasi biaya hidup yang meningkat. Dengan skema
pembayaran tunai, maka diharapkan agar bantuan akan dimanfaatkan sesuai kebutuhan
penerima, dapat didistribusikan secara cepat serta tidak menyebabkan distorsi harga pasar.
Dalam tahun anggaran 2012, program ini direncanakan berupa penyaluran bantuan tunai
untuk rumah tangga yang diidentifikasi sebesar Rp150.000/bulan, selama 9 bulan.
Sasaran dari program ini mengacu pada data Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS)
2011, yaitu 30 persen kelompok rumah tangga ekonomi terbawah yang jumlahnya mencapai
sekitar 18,5 juta rumah tangga sasaran (RTS). Dengan jumlah sasaran, durasi program, dan
besarnya nilai bantuan tunai tersebut di atas, maka kebutuhan anggarannya diperkirakan
mencapai Rp25,6 trilun.
2. SUBSIDI ANGKUTAN UMUM
Sektor yang secara langsung terdampak oleh penyesuaian harga BBM adalah sektor
transportasi. Untuk tetap memberikan akses kepada masyarakat terhadap transportasi
umum, maka disusun skema subsidi angkutan umum, antara lain melalui penambahan PSO
untuk angkutan umum kelas ekonomi, penumpang dan barang, kompensasi terhadap kenaikan
biaya tidak langsung angkutan umum perkotaan, serta bentuk kompensasi lainnya. Perkiraan
kebutuhan anggaran kompensasi kenaikan harga BBM untuk angkutan umum program 9
bulan, termasuk biaya persiapan dan pengelolaan, adalah sebesar Rp5,0 triliun.
negara; (6) program diversifikasi BBM ke BBG; dan (7) pelaksanaan program kompensasi
pengurangan subsidi BBM.
Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut di atas, maka K/L yang mendapat alokasi tambahan
dalam RAPBN-P tahun 2012 antara lain: Kementerian ESDM, Kementerian Perhubungan,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama,
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, Kementerian Perumahan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Daerah.
Anggaran yang dialokasikan melalui belanja K/L tersebut diarahkan untuk melaksanakan
program-program yang memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut: (1) memperkuat
pencapaian sasaran prioritas pembangunan nasional dalam RPJMN 2010-2014; (2)
program/kegiatan harus memiliki output dan outcome yang jelas dan terukur; (3) program/
kegiatan dapat direalisasikan/diselesaikan dalam tahun 2012; (4) program/kegiatan
didasarkan atas RKP, direktif Presiden atau hasil sidang kabinet.
Kebijakan percepatan infrastruktur dirancang untuk mempercepat pembangunan
infrastruktur dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kegiatan ekonomi dan investasi
melalui upaya-upaya debottlenecking infrastruktur, penciptaan domestic connectivity, serta
untuk mencegah perlambatan ekonomi. Kegiatan tersebut yang akan dilakukan melalui
K/L adalah (1) pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur Indonesia bagian Timur;
(2) pembangunan infrastruktur pendukung domestic connectivity dan koridor ekonomi,
ketahanan pangan, mitigasi bencana dan klaster 4; dan (3) kebutuhan mendesak lainnya
(antara lain: peralatan dan personel Polri). Kegiatan lainnya adalah konversi energi dari
BBM ke BBG untuk angkutan umum yang akan dilakukan melalui K/L dan non K/L, serta
penguatan ketahanan pangan melalui tambahan alokasi cadangan stabilisasi harga pangan.
Sementara itu, alokasi anggaran untuk kompensasi pengurangan subsidi energi disediakan
sebagai jaring pengaman untuk memberikan perlindungan pengurangan subsidi energi yang
akan berimplikasi pada masyarakat khususnya masyarakat miskin, masyarakat hampir
miskin dan kelompok masyarakat yang rentan dari dampak negatif kebijakan penyesuaian
harga BBM bersubsidi. Program kompensasi tersebut dilakukan melalui penyaluran Bantuan
Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) dan kompensasi untuk angkutan umum.
Di samping itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah
berencana untuk melaksanakan program kebijakan penghematan belanja K/L. Penghematan
belanja K/L tersebut diterapkan kepada seluruh K/L dengan prinsip pembagian partisipasi
(sharing the participation) dengan tidak mengurangi biaya tetap berupa belanja pegawai
dan belanja barang operasional penyelenggaraan kantor, serta dengan tetap memperhatikan
terpenuhinya kebutuhan belanja barang non operasional dan belanja modal dalam rangka
pencapaian output/outcome dari kegiatan/program prioritas nasional.
Hampir seluruh K/L mengalami perubahan pagu yang disebabkan oleh perubahan PHLN,
PNBP, realokasi BA BUN ke BA K/L dan penghematan belanja. Sementara itu, terdapat 3
(tiga) lembaga yang mempunyai BA baru sehingga untuk akuntabilitas anggaran harus
dilakukan realokasi dari BA BUN (Belanja Lain-lain) ke BA K/L. Ketiga lembaga tersebut
adalah (1) Badan Pengawas Pemilu; (2) Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia
dan (3) Lembaga Penyiaran Publik TVRI. Selengkapnya, perubahan anggaran belanja K/L
tersebut disajikan dalam TabelIV.4
TABEL IV.4
PERUBAHAN BELANJA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA, 2012
(miliar Rupiah)
anggaran yang berasal dari realokasi BA BUN sebesar Rp15,9 miliar, dan peningkatan pagu
penggunaan PNBP sebesar Rp219,8 miliar.
Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah
berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat
dari Kementerian Luar Negeri adalah sebesar Rp500,9 miliar yang seluruhnya berasal dari
belanja barang.
Kementerian Pertahanan
Anggaran belanja Kementerian Pertahanan dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan
sebesar Rp72.257,5 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp281,0 miliar (0,4 persen)
bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar
Rp72.538,5 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar
Rp60.299,8 miliar, pinjaman luar negeri sebesar Rp11.157,7 miliar, dan pinjaman dalam
negeri sebesar Rp800,0 miliar. Perubahan alokasi anggaran belanja Kementerian Pertahanan
dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut terutama berkaitan dengan adanya realokasi BA BUN
yang digunakan untuk kegiatan Initial Deposit Up-Grade Pesawat F-16 hibah dari USA
sebesar Rp48,1 miliar dan keperluan penggantian biaya pemulangan TKIB/WNIO tahun
2012 yang dilaksanakan oleh TNI sebesar Rp328,9 juta.
Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah
berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat
dari Kementerian Pertahanan adalah sebesar Rp329,5 miliar yang berasal dari belanja
pegawai sebesar Rp2,3 miliar dan belanja barang sebesar Rp327,2 miliar.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Anggaran belanja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam RAPBN-P
tahun 2012 direncanakan sebesar Rp6.909,5 miliar, atau mengalami penurunan sebesar
Rp68,3 miliar (1,0 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN
tahun 2012 sebesar Rp6.977,8 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni
sebesar Rp5.462,1 miliar dan PNBP sebesar Rp1.447,4 miliar. Perubahan alokasi anggaran
belanja Kementerian Hukum dan HAM dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut terutama
berkaitan dengan peningkatan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp76,7 miliar.
Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah
berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat
dari Kementerian Hukum dan HAM adalah sebesar Rp145,0 miliar yang berasal dari belanja
pegawai sebesar Rp68,4 miliar dan belanja barang sebesar Rp76,5 miliar.
Kementerian Keuangan
Anggaran belanja Kementerian Keuangan dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan
mengalami penurunan sebesar Rp866,3 miliar (4,9 persen) dari pagunya yang ditetapkan
dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp17.780,0 miliar, sehingga menjadi Rp16.913,7 miliar.
Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp16.318,2 miliar, BLU
sebesar Rp297,5 miliar, Pinjaman Luar Negeri sebesar Rp284,8 miliar, dan HLN sebesar
Rp13,1 miliar. Perubahan anggaran belanja Kementerian Keuangan tersebut bersumber dari
peningkatan pagu penggunaan BLU sebesar Rp251,3 miliar, drop loan di lingkungan
Kementerian Keuangan sebesar Rp205,0 miliar, dan tambahan anggaran sebesar
Rp12,7 miliar yang bersumber dari dana HLN.
Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah
berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat
dari Kementerian Keuangan adalah sebesar Rp925,3 miliar yang berasal dari belanja pegawai
sebesar Rp102,4 miliar dan belanja barang sebesar Rp822,9 miliar.
Kementerian Pertanian
Anggaran belanja Kementerian Pertanian dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar
Rp17.097,8 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp733,4 miliar (4,1 persen) bila
dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar
Rp17.831,2 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar
Rp16.820,9 miliar, PNBP sebesar Rp58,2 miliar, BLU sebesar Rp27,0 miliar, Pinjaman Luar
Negeri sebesar Rp186,1 miliar, dan HLN sebesar Rp5,6 miliar. Perubahan tersebut
dikarenakan adanya drop loan kegiatan Sustainable Management of Agricultural Research
and Technology Dissemination (SMARTD) TA 2012 lingkup Balitbang Pertanian sebesar
Rp130,0 miliar, tambahan pinjaman luar negeri untuk kebutuhan Project READ pada
6 satker sebesar Rp28,7 miliar, dan realokasi anggaran dari PLN ke HLN sebesar Rp0,6 miliar.
Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah
berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat
dari Kementerian Pertanian adalah sebesar Rp632,0 miliar yang berasal dari belanja pegawai
sebesar Rp16,1 miliar dan belanja barang sebesar Rp615,9 miliar.
Kementerian Perindustrian
Anggaran belanja Kementerian Perindustrian dalam RAPBN-P 2012 direncanakan
mengalami penurunan sebesar Rp203,9 miliar (8,0 persen) apabila dibandingkan dengan
pagu anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp2.548,9 miliar, sehingga menjadi
Rp2.345,0 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar
Rp2.222,8 miliar, PNBP sebesar Rp70,9 miliar, BLU sebesar Rp49,4 miliar, dan HLN sebesar
Rp1,8 miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Kementerian Perindustrian dalam
RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan
penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012.
Belanja yang bisa dihemat dari anggaran belanja Kementerian Perindustrian adalah sebesar
Rp203,9 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp17,1 miliar dan belanja barang
sebesar Rp186,8 miliar.
Kementerian Energi Sumber Daya Mineral
Anggaran belanja Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam RAPBN-P
tahun 2012 direncanakan mencapai Rp15.337,3 miliar, atau mengalami penurunan sebesar
Rp467,4 miliar (3,0 persen) apabila dibandingkan dengan pagu anggarannya dalam APBN
tahun 2012 sebesar Rp15.804,7 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah
murni sebesar Rp13.786,8 miliar, PNBP sebesar Rp1.420,5 miliar, BLU sebesar Rp62,5 miliar,
dan HLN sebesar Rp67,4 miliar. Perubahan tersebut bersumber dari penambahan HLN
untuk Energy Efficiency in Industrial, Commercial and Public Sector sebesar Rp34,4 miliar,
dan Global Environmental Facility for Indonesian Geothermal Power Generation
Development Project sebesar Rp17,4 miliar, untuk keperluan diversifikasi BBM ke BBG untuk
transportasi umum sebesar Rp360,0 miliar, dan peningkatan pagu penggunaan PNBP sebesar
Rp20,0 miliar yang berasal dari PNBP lainnya sebesar Rp15,3 miliar, dan PNBP SDA
Nonmigas sebesar Rp4,7 miliar.
Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah
berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat
dari Kementerian ESDM adalah sebesar Rp899,2 miliar yang berasal dari belanja pegawai
sebesar Rp22,9 miliar dan belanja barang sebesar Rp876,2 miliar.
Kementerian Perhubungan
Anggaran belanja Kementerian Perhubungan dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan
sebesar Rp36.708,1 miliar, atau mengalami peningkatan sebesar Rp8.590,3 miliar
(30,6 persen) apabila dibandingkan dengan pagu anggarannya dalam APBN tahun 2012
sebesar Rp28.117,7 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar
Rp34.064,6 miliar, PNBP sebesar Rp507,6 miliar, BLU sebesar Rp195,8 miliar, PLN sebesar
Rp1.894,7 miliar, dan HLN sebesar Rp45,3 miliar. Perubahan alokasi anggaran Kementerian
Perhubungan tersebut berasal dari peningkatan pagu penggunaan PNBP sebesar
Rp71,3 miliar; program kompensasi terhadap kenaikan biaya tidak langsung angkutan
umum perkotaan sebesar Rp4.874,0 miliar; dan tambahan alokasi anggaran untuk berbagai
program pembangunan infrastruktur sebesar Rp4.172,4 miliar.
Alokasi anggaran untuk infrastruktur tersebut digunakan untuk pembangunan:
(1) infrastruktur konektivitas Indonesia Timur, yaitu pembangunan infrastruktur
perhubungan di Provinsi NTT, NTB, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat; serta
(2) infrastruktur konektivitas domestik dan koridor ekonomi, seperti pembangunan jalan
kereta api jalur ganda Semarang-Bojonegoro, sebagian konstruksi Solo-Kertosono, dan
pembangunan bandara.
Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah
berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat
dari Kementerian Perhubungan adalah sebesar Rp527,4 miliar yang berasal dari belanja
pegawai sebesar Rp160,1 miliar dan belanja barang sebesar Rp367,3 miliar.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Anggaran belanja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam RAPBN-P tahun 2012
direncanakan mengalami peningkatan sebesar Rp11.228,2 miliar (17,5 persen) apabila
dibandingkan dengan pagu anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar
Rp64.350,9 miliar, sehingga menjadi Rp75.579,0 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber
dari rupiah murni sebesar Rp61.476,4 miliar, PNBP sebesar Rp1.847,7 miliar, BLU sebesar
Rp10.031,0 miliar, PLN sebesar Rp2.086,8 miliar, dan HLN sebesar Rp137,1 miliar.
Perubahan alokasi anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tersebut karena
adanya peningkatan pagu penggunaan BLU sebesar Rp991,0 miliar, pengurangan pagu
penggunaan PNBP sebesar Rp228,5 miliar, serta tambahan anggaran pendidikan sebesar
Rp12.768,7 miliar.
Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah
berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat
dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah sebesar Rp2.303,0 miliar yang berasal
dari belanja pegawai sebesar Rp33,1 miliar dan belanja barang sebesar Rp2.269,9 miliar.
Kementerian Kesehatan
Anggaran belanja Kementerian Kesehatan dalam RAPBN-P tahun 2012, direncanakan
sebesar Rp28.706,5 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp1.209,3 miliar (4,0 persen)
bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar
Rp29.915,8 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar
Rp23.157,0 miliar, PNBP sebesar Rp178,5 miliar, BLU sebesar Rp4.970,9 miliar, dan PLN
sebesar Rp400,1 miliar. Perubahan anggaran Kementerian Kesehatan tersebut berasal dari
pengurangan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp29,8 miliar; dan peningkatan pagu
penggunaan BLU sebesar Rp30,4 miliar.
Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah
berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat
dari Kementerian Kesehatan adalah sebesar Rp1.209,9 miliar yang berasal dari belanja
pegawai sebesar Rp109,2 miliar dan belanja barang sebesar Rp1.100,7 miliar.
Kementerian Agama
Anggaran belanja Kementerian Agama dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar
Rp38.377,4 miliar, atau mengalami kenaikan sebesar Rp29,9 miliar (0,1 persen) bila
dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar
Rp38.347,5 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar
Rp37.252,3 miliar, PNBP sebesar Rp281,6 miliar, BLU sebesar Rp488,2 miliar, PLN sebesar
Rp325,6 miliar, dan HLN sebesar Rp29,8 miliar. Perubahan anggaran Kementerian Agama
tersebut terutama berasal dari tambahan anggaran pendidikan sebesar Rp2.572,0 miliar.
Namun pada sisi lain, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012,
Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang
bisa dihemat dari Kementerian Agama adalah sebesar Rp2.542,1 miliar yang berasal dari
belanja pegawai sebesar Rp21,6 miliar dan belanja barang sebesar Rp2.520,5 miliar.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Anggaran belanja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam RAPBN-P tahun 2012,
direncanakan mengalami penurunan sebesar Rp396,6 miliar (9,5 persen) bila dibandingkan
dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp4.163,0 miliar,
sehingga menjadi Rp3.766,4 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni
sebesar Rp3.324,7 miliar, PNBP sebesar Rp432,5 miliar, BLU sebesar Rp8,2 miliar, dan
PLN sebesar Rp0,9 miliar. Perubahan alokasi anggaran belanja Kementerian Tenaga Kerja
dan Transmigrasi dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah
untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan
APBN tahun 2012. Belanja yang bisa dihemat dari Anggaran belanja Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi adalah sebesar Rp396,6 miliar yang berasal dari belanja pegawai
sebesar Rp27,0 miliar dan belanja barang sebesar Rp369,6 miliar.
Kementerian Sosial
Anggaran belanja Kementerian Sosial dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar
Rp4.294,9 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp275,7 miliar (6,0 persen) bila
dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar
Rp4.570,6 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar
Rp4.290,9 miliar, dan PNBP sebesar Rp4,1 miliar. Perubahan alokasi anggaran belanja
Kementerian Sosial dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh penurunan pagu
PNBP sebesar Rp0,1 miliar dan rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja
K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012. Belanja yang bisa dihemat
dari Kementerian Sosial adalah sebesar Rp275,5 miliar yang berasal dari belanja pegawai
sebesar Rp18,4 miliar dan belanja barang sebesar Rp257,1 miliar.
Kementerian Kehutanan
Anggaran belanja Kementerian Kehutanan dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar
Rp5.686,8 miliar atau mengalami penurunan sebesar Rp546,2 miliar (8,8 persen) jika
dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran Kementerian Kehutanan yang ditetapkan dalam
APBN tahun 2012 sebesar Rp6.233,0 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah
murni sebesar Rp4.627,3 miliar, PNBP sebesar Rp975,4 miliar, BLU sebesar Rp3,3 miliar,
dan HLN sebesar Rp80,7 miliar. Perubahan alokasi anggaran belanja Kementerian
Kehutanan dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh tambahan HLN sebesar
Rp59,3 miliar dan rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam
rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012. Belanja yang bisa dihemat dari
Kementerian Kehutanan adalah sebesar Rp605,6 miliar yang berasal dari belanja pegawai
sebesar Rp43,5 miliar dan belanja barang sebesar Rp562,1 miliar.
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Anggaran belanja Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam RAPBN-P tahun 2012
direncanakan mengalami penurunan sebesar Rp79,3 miliar (1,3 persen) jika dibandingkan
dengan pagu alokasi anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan yang ditetapkan dalam
APBN tahun 2012 sebesar Rp5.993,3 miliar, sehingga menjadi Rp5.914,1 miliar. Alokasi
anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp5.493,3 miliar, PNBP sebesar
Rp41,8 miliar, PLN sebesar Rp349,4 miliar, dan HLN sebesar Rp29,7 miliar. Perubahan
anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan tersebut sebagai akibat adanya peningkatan
pagu penggunaan PNBP sebesar Rp1,3 miliar, tambahan alokasi anggaran untuk
pembangunan infrastruktur irigasi tersier, tambak perikanan untuk mendukung ketahanan
pangan sebesar Rp59,3 miliar, dan tambahan anggaran pendidikan sebesar Rp109,4 miliar.
Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah
berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat
dari Kementerian Kelautan dan Perikanan adalah sebesar Rp249,3 miliar yang berasal dari
belanja pegawai sebesar Rp18,8 miliar dan belanja barang sebesar Rp230,5 miliar.
Kementerian Pekerjaan Umum
Anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan
sebesar Rp73.801,1 miliar atau mengalami peningkatan sebesar Rp11.238,1 miliar
(18,0 persen) jika dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran Kementerian Pekerjaan
Umum yang ditetapkan dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp62.563,1 miliar. Alokasi
anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp65.591,6 miliar, PNBP sebesar
Rp18,0 miliar, BLU sebesar Rp36,0 miliar, PLN sebesar Rp7.998,7 miliar, dan HLN
sebesarRp156,9 miliar.
sebesar Rp45,9 miliar (17,1 persen) apabila dibandingkan dengan pagu alokasi dalam APBN
tahun 2012 sebesar Rp268,2 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari
rupiah murni. Perubahan anggaran belanja Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja
K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012. Belanja yang bisa dihemat
dari Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat adalah sebesar Rp45,9 miliar
yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp0,2 miliar dan belanja barang sebesar Rp45,7
miliar.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Anggaran belanja Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam RAPBN-P tahun
2012, direncanakan sebesar Rp2.402,0 miliar, atau mengalami kenaikan sebesar Rp212,2
miliar (9,7 persen) apabila dibandingkan dengan pagu alokasi dalam APBN tahun 2012
sebesar Rp2.189,8 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar
Rp2.382,4 miliar dan PNBP sebesar Rp19,6 miliar.Perubahan anggaran tersebut berkaitan
dengan adanya tambahan anggaran untuk unit organisasi baru yaitu Pengembangan
Ekonomi Kreatif, yang semula merupakan bagian dari fungsi Kementerian Perdagangan
sebesar Rp350,0 miliar.
Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah
berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat
dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif adalah sebesar Rp137,8 miliar yang berasal
dari belanja pegawai sebesar Rp35,0 miliar dan belanja barang sebesar Rp102,8 miliar.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara
Anggaran belanja Kementerian Badan Usaha Milik Negara dalam RAPBN-P tahun 2012
direncanakan mengalami penurunan sebesar Rp31,4 miliar (22,0 persen) apabila
dibandingkan dengan pagu alokasi dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp142,7 miliar, sehingga
menjadi Rp111,3 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni.
Perubahan anggaran belanja Kementerian Badan Usaha Milik Negara tersebut disebabkan
oleh adanya rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka
mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012. Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian
Badan Usaha Milik Negara adalah sebesar Rp31,4 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja
barang.
Kementerian Riset dan Teknologi
Anggaran belanja Kementerian Riset dan Teknologi dalam RAPBN-P tahun 2012,
direncanakan sebesar Rp619,8 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp52,5 miliar
(7,8 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012
sebesar Rp672,3 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar
Rp611,2 miliar, PNBP sebesar Rp2,8 miliar, dan BLU sebesar Rp5,8 miliar. Perubahan
anggaran tersebut disebabkan oleh adanya rencana Pemerintah untuk melakukan
penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012.
Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian Riset dan Teknologi adalah sebesar Rp52,5
miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp2,0 miliar dan belanja barang sebesar
Rp50,5 miliar.
tahun 2012 sebesar Rp764,3 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari
rupiah murni. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja BKPM dalam RAPBN-P tahun
2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja
K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012. Belanja yang bisa dihemat
dari BKPM adalah sebesar Rp138,6 miliar yang seluruhnya berasal belanja barang.
Badan Narkotika Nasional
Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mendapat
alokasi anggaran sebesar Rp841,0 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp129,8 miliar
(13,4 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam APBN tahun 2012
sebesar Rp970,8 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni.
Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja BNN dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut
disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam
rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012. Belanja yang bisa dihemat dari BNN
adalah sebesar Rp129,8 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja barang.
Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal
Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan
mendapat alokasi anggaran sebesar Rp1.103,8 miliar, atau mengalami peningkatan sebesar
Rp85,5 (8,4 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam APBN tahun
2012 sebesar Rp1.018,3 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni
sebesar Rp1.057,6 miliar dan HLN sebesar Rp46,2 miliar. Perubahan alokasi anggaran
belanja Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut
disebabkan oleh drop loan sebesar Rp17,7 miliar, pengurangan HLN sebesar Rp24,8 miliar,
penggunaan SAL untuk pembangunan infrastruktur transportasi sebesar Rp200,0 miliar,
dan rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka
mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012. Belanja yang bisa dihemat dari Kementerian
Pembangunan Daerah Tertinggal adalah sebesar Rp72,0 miliar yang seluruhnya berasal
belanja barang.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam RAPBN-P tahun
2012 direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp2.110,1 miliar, atau mengalami
penurunan sebesar Rp483,6 miliar (18,6 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi
anggaran dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp2.593,7 miliar. Alokasi anggaran tersebut
bersumber dari rupiah murni sebesar Rp2.104,3 miliar, pagu PLN sebesar 0,5 miliar, dan
pagu HLN sebesar Rp5,3 miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja BKKBN dalam
RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan
penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012.
Belanja yang bisa dihemat dari BKKBN adalah sebesar Rp483,6 miliar yang berasal dari
belanja pegawai sebesar Rp26,7 miliar dan belanja barang sebesar Rp456,9 miliar.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
Dalam RAPBN-P tahun 2012, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia direncanakan mendapat
alokasi anggaran sebesar Rp53,7 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp10,7 miliar
(16,6 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam APBN tahun 2012
sebesar Rp64,3 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni.
Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dalam
RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan
penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012.
Belanja yang bisa dihemat dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia adalah sebesar Rp10,7
miliar yang seluruhnya berasal dari belanja barang.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
Dalam RAPBN-P tahun 2012, alokasi anggaran belanja Badan Meteorologi, Klimatologi,
dan Geofisika (BMKG) direncanakan sebesar Rp1.284,0 miliar, atau mengalami penurunan
sebesar Rp57,2 miliar (4,3 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam
APBN tahun 2012 sebesar Rp1.341,2 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah
murni sebesar Rp1.061,7 miliar, pagu penerimaan PNBP Rp41,6 miliar, dan pagu PLN
Rp180,7 miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja BMKG dalam RAPBN-P tahun
2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja
K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012. Belanja yang bisa dihemat
dari BMKG adalah sebesar Rp57,2 miliar yang berasal dari belanja barang sebesar Rp45,1
miliar dan belanja modal sebesar Rp12,2 miliar.
Komisi Pemilihan Umum
Dalam RAPBN-P tahun 2012, alokasi anggaran belanja Komisi Pemilihan Umum
direncanakan sebesar Rp1.625,2 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp10,0 miliar
(0,6 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam APBN tahun 2012
sebesar Rp1.635,2 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni.
Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Komisi Pemilihan Umum dalam RAPBN-P tahun
2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja
K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012. Belanja yang bisa dihemat
dari Komisi Pemilihan Umum adalah sebesar Rp10,0 miliar yang seluruhnya berasal dari
belanja pegawai.
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Dalam RAPBN-P tahun 2012, alokasi anggaran belanja Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia direncanakan sebesar Rp221,8 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp55,6
miliar (20,0 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam APBN tahun
2012 sebesar Rp277,4 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah
murni. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan
penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012.
Belanja yang bisa dihemat dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah sebesar
Rp55,6 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja barang.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
Dalam RAPBN-P tahun 2012, belanja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp73,1 miliar, atau mengalami penurunan
sebesar Rp6,1 miliar (7,7 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam
APBN tahun 2012 sebesar Rp79,1 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber
dari rupiah murni. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana
Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan
pelaksanaan APBN tahun 2012. Belanja yang bisa dihemat dari Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan adalah sebesar Rp6,1 miliar yang berasal dari belanja barang sebesar
Rp4,9 miliar dan belanja modal sebesar Rp1,2 miliar.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam RAPBN-P tahun 2012, direncanakan
mendapat alokasi anggaran sebesar Rp761,7 miliar, atau mengalami peningkatan sebesar
Rp33,8 miliar (4,6 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN
tahun 2012 sebesar Rp727,9 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni
sebesar Rp713,9 miliar, pagu penggunaan PNBP sebesar Rp42,8 miliar, dan pagu PLN sebesar
Rp5,0 miliar. Tambahan alokasi anggaran tersebut akan digunakan untuk penyelesaian
infrastruktur LIPI sebesar Rp100,0 miliar. Selain itu, dalam rangka mengamankan
pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan
penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat dari LIPI adalah sebesar Rp66,2 miliar
yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp12,3 miliar dan belanja barang sebesar Rp53,9
miliar.
Badan Tenaga Nuklir Nasional
Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dalam RAPBN-P tahun 2012, direncanakan
mendapat alokasi anggaran sebesar Rp637,1 miliar, atau mengalami penurunan sebesar
Rp22,3 miliar (3,4 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN
tahun 2012 sebesar Rp659,4 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni
sebesar Rp618,2 miliar dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp19,0 miliar. Perubahan
alokasi anggaran belanja BATAN dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh
kenaikan pagu PNBP sebesar Rp2,3 miliar dan rencana Pemerintah untuk melakukan
penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012.
Belanja yang bisa dihemat dari BATAN adalah sebesar Rp24,6 miliar yang seluruhnya berasal
dari belanja barang.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan
mendapat alokasi anggaran sebesar Rp808,6 miliar, atau mengalami penurunan sebesar
Rp43,1 miliar (5,1 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam APBN
tahun 2012 sebesar Rp851,6 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni
sebesar Rp693,1 miliar, pagu penggunaan PNBP sebesar Rp60,5 miliar, dan BLU sebesar
Rp55,0 miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk
melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN
tahun 2012. Belanja yang bisa dihemat dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
adalah sebesar Rp43,1 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp11,8 miliar dan
belanja barang sebesar Rp31,3 miliar.
pelaksanaan APBN tahun 2012. Belanja yang bisa dihemat dari Badan Pengawas Tenaga
Nuklir adalah sebesar Rp12,2 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja barang.
Lembaga Administrasi Negara
Anggaran belanja Lembaga Administrasi Negara (LAN) dalam RAPBN-P tahun 2012,
direncanakan sebesar Rp243,6 miliar, atau mengalami kenaikan sebesar Rp0,3 miliar (0,1
persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012
sebesar Rp243,3 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar
Rp174,3 miliar dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp69,4 miliar. Perubahan alokasi
anggaran belanja LAN dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh peningkatan
pagu penggunaan PNBP sebesar Rp5,1 miliar dan rencana Pemerintah untuk melakukan
penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012.
Belanja yang bisa dihemat dari LAN adalah sebesar Rp4,8 miliar yang seluruhnya berasal
dari belanja barang.
Arsip Nasional Republik Indonesia
Arsip Nasional Republik Indonesia dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mendapat
alokasi anggaran sebesar Rp130,3 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp22,5 miliar
(14,7 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam APBN tahun 2012
sebesar Rp152,8 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar
Rp124,8 miliar dan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp5,5 miliar. Lebih rendahnya alokasi
anggaran belanja Arsip Nasional Republik Indonesia dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut
disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam
rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012. Belanja yang bisa dihemat dari Arsip
Nasional Republik Indonesia adalah sebesar Rp22,5 miliar yang berasal dari belanja pegawai
sebesar Rp12,9 miliar dan belanja modal sebesar Rp9,6 miliar.
Badan Kepegawaian Negara
Anggaran belanja Badan Kepegawaian Negara dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan
mendapat alokasi anggaran sebesar Rp486,9 miliar, atau mengalami penurunan sebesar
Rp40,4 miliar (7,7 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran dalam APBN
tahun 2012 sebesar Rp527,3 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari
rupiah murni. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Badan Kepegawaian Negara dalam
RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan
penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012.
Belanja yang bisa dihemat dari Badan Kepegawaian Negara adalah sebesar Rp40,4 miliar
yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp34,1 miliar dan belanja barang sebesar Rp6,4
miliar.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam RAPBN-P tahun 2012,
direncanakan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp1.050,5 miliar, atau mengalami
kenaikan sebesar Rp117,8 miliar (12,6 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi
anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp932,7 miliar. Lebih tingginya alokasi
anggaran BPKP dalam RAPBN-P tahun 2012 terutama berkaitan dengan adanya realokasi
dari belanja pegawai transito (BA BUN) sebesar Rp151,9 miliar, alokasi anggaran tersebut
bersumber dari rupiah murni sebesar Rp1.033,3 miliar, pagu penggunaan PNBP sebesar
Rp5,7 miliar, dan PLN sebesar Rp11,4 miliar. Selain itu, dalam rangka mengamankan
pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan penghematan belanja
K/L. Belanja yang bisa dihemat dari BPKP adalah sebesar Rp34,2 miliar yang berasal dari
belanja pegawai sebesar Rp16,4 miliar dan belanja barang sebesar Rp17,7 miliar.
Kementerian Perdagangan
Anggaran belanja Kementerian Perdagangan dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan
sebesar Rp2.221,5 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp180,1 miliar (7,5 persen)
bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar
Rp2.401,7 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp2.185,9
miliar, pagu penggunaan PNBP sebesar Rp31,6 miliar, dan HLN sebesar Rp4,0 miliar. Lebih
rendahnya alokasi anggaran belanja Kementerian Perdagangan dalam RAPBN-P tahun 2012
tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L
dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012. Belanja yang bisa dihemat
dari Kementerian Perdagangan adalah sebesar Rp180,1 miliar yang berasal dari belanja
pegawai sebesar Rp16,5 miliar dan belanja barang sebesar Rp163,6 miliar.
Kementerian Perumahan Rakyat
Anggaran belanja Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) dalam RAPBN-P tahun
2012 direncanakan mencapai Rp5.928,5 miliar, atau mengalami kenaikan sebesar Rp1.324,4
miliar (28,8 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun
2012 sebesar Rp4.604,1 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni
sebesar Rp5.749,3 miliar dan BLU sebesar Rp179,2 milar. Peningkatan alokasi anggaran
Kemenpera tersebut terutama akan digunakan untuk pelaksanaan program-program klaster
4, yaitu program penyediaan rumah masyarakat berpenghasilan rendah di Provinsi NTT
yang belum dapat direalisasikan pada tahun 2011, penanganan permukiman kumuh DAS
Ciliwung, serta pembangunan rumah sangat murah/swadaya sebesar Rp1.474,3 miliar.
Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah
berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat
dari Kemenpera adalah sebesar Rp149,9 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja barang.
Kementerian Pemuda dan Olahraga
Anggaran belanja Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dalam RAPBN-P tahun
2012 direncanakan sebesar Rp1.607,9 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp146,2
miliar (8,3 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun
2012 sebesar Rp1.754,1 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah
murni. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Kemenpora dalam RAPBN-P tahun 2012
tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L
dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012. Belanja yang bisa dihemat
dari Kemenpora adalah sebesar Rp146,2 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja barang.
Komisi Pemberantasan Korupsi
Anggaran belanja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam RAPBN-P tahun 2012
direncanakan mencapai Rp634,5 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp28,5 miliar
(4,3 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012
sebesar Rp663,0 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar
Rp603,7 miliar dan HLN sebesar Rp30,9 miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja
KPK dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk
melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN
tahun 2012. Belanja yang bisa dihemat dari KPK adalah sebesar Rp28,5 miliar yang
seluruhnya berasal dari belanja modal.
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
Anggaran belanja Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dalam RAPBN-
P tahun 2012 direncanakan mencapai Rp754,8 miliar, atau mengalami peningkatan sebesar
Rp150,7 miliar (25,0 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam
APBN tahun 2012 sebesar Rp604,1 miliar. Peningkatan alokasi anggaran tersebut berasal
dari tambahan anggaran untuk pembangunan Rumah Aspirasi Daerah Tahap I di 15 Provinsi
sebesar Rp165,0 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni.
Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012, Pemerintah
berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang bisa dihemat
dari DPD RI sebesar Rp14,3 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja barang.
Komisi Yudisial Republik Indonesia
Anggaran belanja Komisi Yudisial RI dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar
Rp77,4 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp7,9 miliar (9,3 persen) bila
dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp85,4
miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Lebih rendahnya
alokasi anggaran belanja Komisi Yudisial RI dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan
oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka
mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012. Belanja yang bisa dihemat dari Komisi
Yudisial RI adalah sebesar Rp7,9 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp0,8
miliar dan belanja barang sebesar Rp7,1 miliar.
Badan Nasional Penanggulanan Bencana
Anggaran belanja Badan Nasional Penanggulangan Bencana dalam RAPBN-P tahun 2012
direncanakan sebesar Rp928,2 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp66,8 miliar
(6,7 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012
sebesar Rp995,1 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar
Rp921,3 miliar dan HLN sebesar 6,9 miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Badan
Nasional Penanggulangan Bencana dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh
rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka
mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012. Belanja yang bisa dihemat dari Badan
Nasional Penanggulangan Bencana adalah sebesar Rp66,8 miliar yang berasal dari belanja
pegawai sebesar Rp2,1 miliar dan belanja barang sebesar Rp64,7 miliar.
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
Anggaran belanja Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(BNP2TKI) dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan mencapai Rp265,9 miliar, atau
mengalami penurunan sebesar Rp19,8 miliar (6,9 persen) bila dibandingkan dengan pagu
alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp285,7 miliar. Alokasi anggaran
tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja
BNP2TKI dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk
melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN
tahun 2012. Belanja yang bisa dihemat dari BNP2TKI adalah sebesar Rp19,8 miliar yang
berasal dari belanja pegawai sebesar Rp2,1 miliar dan belanja barang sebesar Rp17,7 miliar.
Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo
Anggaran belanja Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo dalam RAPBN-P tahun 2012
direncanakan sebesar Rp1.533,3 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp73,5 miliar
(4,6 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012
sebesar Rp1.606,9 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni.
Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo dalam
RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan
penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012.
Belanja yang bisa dihemat dari Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo adalah sebesar
Rp73,5 miliar yang berasal dari belanja barang sebesar Rp6,3 miliar dan belanja modal
sebesar Rp67,2 miliar.
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
Anggaran belanja Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) dalam
RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar Rp183,4 miliar, atau mengalami penurunan
sebesar Rp27,9 miliar (13,2 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya
dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp211,3 miliar. Alokasi anggaran tersebut bersumber dari
rupiah murni sebesar Rp177,5 miliar dan HLN sebesar Rp5,9 miliar. Lebih rendahnya alokasi
anggaran belanja LKPP dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana
Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan
pelaksanaan APBN tahun 2012. Belanja yang bisa dihemat dari LKPP adalah sebesar Rp27,9
miliar yang berasal dari belanja barang sebesar Rp25,6 miliar dan belanja modal sebesar
Rp2,3 miliar.
Badan SAR Nasional
Anggaran belanja Badan SAR Nasional (Basarnas) dalam RAPBN-P tahun 2012
direncanakan sebesar Rp992,1 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp119,6 miliar
(10,8 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012
sebesar Rp1.111,7 miliar. Perubahan anggaran belanja Basarnas dalam RAPBN-P tahun
2012 tersebut berkaitan dengan adanya pengurangan PLN (drop loan) kegiatan Procurement
of Search and Rescue Helicopter Medium Range-Phase I sebesar Rp50,0 miliar. Lebih
rendahnya alokasi anggaran belanja Basarnas dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut
disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam
rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012. Belanja yang bisa dihemat dari
Basarnas adalah sebesar Rp69,7 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp9,5
miliar, belanja barang sebesar Rp13,6 miliar, dan belanja modal sebesar Rp46,5 miliar.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Anggaran belanja Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam RAPBN-P tahun 2012
direncanakan mencapai Rp113,5 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp6,3 miliar
(5,2 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012
sebesar Rp119,8 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni.
Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam
RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan
penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012.
Belanja yang bisa dihemat dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah sebesar Rp6,3
miliar yang seluruhnya berasal dari belanja barang.
Badan Pengembangan Wilayah Suramadu
Anggaran belanja Badan Pengembangan Wilayah Suramadu dalam RAPBN-P tahun 2012
direncanakan sebesar Rp268,2 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp31,4 miliar
(10,5 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012
sebesar Rp299,6 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni.
Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Badan Pengembangan Wilayah Suramadu dalam
RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan
penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012.
Belanja yang bisa dihemat dari Badan Pengembangan Wilayah Suramadu adalah sebesar
Rp31,4 miliar yang berasal dari belanja barang sebesar Rp5,0 miliar dan belanja modal
sebesar Rp26,4 miliar.
Ombudsman Republik Indonesia
Anggaran belanja Ombudsman Republik Indonesia dalam RAPBN-P tahun 2012
direncanakan sebesar Rp58,8 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp8,9 miliar (13,1
persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012
sebesar Rp67,6 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni.
Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Ombudsman Republik Indonesia dalam
RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan
penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012.
Belanja yang bisa dihemat dari Ombudsman Republik Indonesia adalah sebesar Rp8,9 miliar
yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp3,5 miliar dan belanja barang sebesar
Rp5,4miliar.
Badan Nasional Pengelola Perbatasan
Anggaran belanja Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) dalam RAPBN-P
tahun 2012 direncanakan sebesar Rp197,7 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp51,0
miliar (20,5 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun
2012 sebesar Rp248,8 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah
murni. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja BNPP dalam RAPBN-P tahun 2012
tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L
dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012. Belanja yang bisa dihemat
dari BNPP adalah sebesar Rp51,0 miliar yang berasal dari belanja pegawai sebesar Rp0,5
miliar dan belanja barang sebesar Rp50,5 miliar.
Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam
(BPK-P2 Batam)
Anggaran belanja BPK-P2 Batam dalam RAPBN-P tahun 2012, direncanakan sebesar
Rp735,3miliar,ataumengalamikenaikansebesarRp595,3miliarbiladibandingkandengan
pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp140,0 miliar (425,2 persen).
Alokasi anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp140,0 miliar dan BLU
sebesar Rp595,3 miliar. Peningkatan anggaran belanja BPK-P2 Batam dalam
RAPBN-P tahun 2012 tersebut berasal dari peningkatan pagu penggunan PNBP yang
berkaitan dengan proses pengalihan BPK-P2 Batam menjadi BA K/L yang baru dilaksanakan
pada tahun 2012.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
Anggaran belanja Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dalam RAPBN-P tahun 2012
direncanakan sebesar Rp92,8 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp34,1 miliar (26,9
persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012
sebesar Rp126,9 miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni.
Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan
penghematan belanja K/L dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012.
Belanja yang bisa dihemat dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme adalah sebesar
Rp34,1 miliar yang seluruhnya berasal dari belanja barang.
Sekretariat Kabinet Republik Indonesia
Anggaran belanja Sekretariat Kabinet RI dalam RAPBN-P tahun 2012 direncanakan sebesar
Rp197,2 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp12,9 miliar (6,1 persen) bila
dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp210,1
miliar. Alokasi anggaran tersebut seluruhnya bersumber dari rupiah murni. Lebih rendahnya
alokasi anggaran belanja Sekretariat Kabinet RI dalam RAPBN-P tahun 2012 tersebut
disebabkan oleh rencana Pemerintah untuk melakukan penghematan belanja K/L dalam
rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012. Belanja yang bisa dihemat dari
Sekretariat Kabinet RI adalah sebesar Rp12,9 miliar yang berasal dari belanja pegawai
sebesar Rp3,1 miliar dan belanja barang sebesar Rp9,8 miliar.
Badan Pengawas Pemilihan Umum
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) adalah badan yang bertugas mengawasi
penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bawaslu
memiliki visi Terciptanya pengawasan Pemilu yang efektif dan efisien melalui pengawas
Pemilu yang berintegritas dan profesional untuk mewujudkan Pemilu yang demokratis.
Dalam mencapai visi tersebut, Bawaslu menetapkan misi, antara lain: (1) melaksanakan
pengawasan Pemilu secara taat azas dan taat aturan; (2) membangun dan meningkatkan
integritas dan kapasitas Pengawas Pemilu; dan (3) menjalin sinergi dengan para pemangku
kepentingan dan lembaga penegak hukum serta membangun dan meningkatkan
pengawasan Pemilu yang partisipatif.
Dalam rangka menjaga independensi pelaksanaan tugas Bawaslu dalam mengawasi
penyelenggaraan pemilihan umum, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas
anggaran, Bawaslu memiliki kode Bagian Anggaran 115 mulai tahun 2012. Dalam
RAPBN-P tahun 2012, alokasi anggaran Bawaslu direncanakan sebesar Rp53,1 miliar, yang
merupakan realokasi dari anggaran belanja Bawaslu APBN tahun 2012 pada pos belanja
lain-lain. Alokasi anggaran tersebut akan dimanfaatkan untuk melaksanakan program
pengawasan penyelenggaraan Pemilu. Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan
APBN tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja
K/L. Belanja yang bisa dihemat dari Bawaslu adalah sebesar Rp21,9 miliar yang berasal
dari belanja barang sebesar Rp20,4 miliar dan belanja modal sebesar Rp1,5 miliar.
Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia
Radio Republik Indonesia (RRI) merupakan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) yang
independen, netral dan tidak komersial, yang berfungsi memberikan pelayanan siaran
informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol sosial, serta menjaga citra positif bangsa
di dunia internasional. Anggaran LPP RRI diarahkan untuk pencapaian visi RRI, yaitu
MenjadikanLPPRRIradioberjaringanterluas,pembangunkarakterbangsa,danberkelas
dunia.
Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas anggaran, mulai tahun 2012,
LPP RRI mempunyai kode Bagian Anggaran 116. Dalam RAPBN-P tahun 2012, alokasi
anggaran LPP RRI direncanakan sebesar Rp769,0 miliar. Anggaran tersebut berasal dari
realokasi anggaran belanja LPP RRI pada pos belanja lain-lain. Alokasi anggaran tersebut
akan dimanfaatkan untuk melaksanakan program pengelolaan pengawasan dan
penyelenggaraan siaran radio. Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN
tahun 2012, Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L.
Belanja yang bisa dihemat dari LPP RRI adalah sebesar Rp44,3 miliar yang seluruhnya
berasal dari belanja modal.
Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia
Televisi Republik Indonesia (TVRI) merupakan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) yang
siarannya ditujukan untuk kepentingan negara. LPP TVRI memiliki visi Terwujudnya TVRI
sebagai media pilihan bangsa Indonesia dalam rangka turut mencerdaskan kehidupan bangsa
untuk memperkuat kesatuan nasional. Dalam mencapai visi tersebut, TVRI menetapkan
misi, antara lain: (1) mengembangkan TVRI menjadi media perekat sosial untuk persatuan
dan kesatuan bangsa sekaligus media kontrol sosial yang dinamis; (2) mengembangkan
TVRI menjadi pusat layanan informasi dan edukasi yang utama; (3) memberdayakan TVRI
menjadi pusat pembelajaran bangsa serta menyajikan hiburan yang sehat dengan
mengoptimalkan potensi dan kebudayaan daerah serta memperhatikan komunitas
terabaikan; dan (4) memberdayakan TVRI menjadi media untuk membangun citra bangsa
dan negara Indonesia di dunia Internasional.
Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas anggaran, mulai tahun 2012,
LPP TVRI mempunyai kode Bagian Anggaran 117. Dalam RAPBN-P tahun 2012, alokasi
anggaran LPP TVRI direncanakan sebesar Rp753,2 miliar. Anggaran tersebut berasal dari
realokasi anggaran belanja LPP TVRI pada pos belanja lain-lain. Alokasi anggaran tersebut
akan dimanfaatkan untuk melaksanakan program pengelolaan dan penyelenggaraan siaran
TV publik. Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2012,
Pemerintah berencana melaksanakan kebijakan penghematan belanja K/L. Belanja yang
bisa dihemat dari LPP TVRI adalah sebesar Rp92,4 miliar yang seluruhnya berasal dari
belanja modal.
anggaran untuk BA BUN diperkirakan mencapai Rp523.230,8 miliar. Jumlah ini berarti
meningkat sebesar Rp66.593,1 miliar atau 14,6 persen dari APBN tahun 2012. Peningkatan
anggaran ini terutama disebabkan oleh adanya kenaikan anggaran untuk subsidi energi,
subsidi pangan, bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM), dan pembayaran bunga
utang. Peningkatan beban subsidi energi tersebut sebagai akibat adanya perubahan asumsi
dasar ekonomi makro, serta perubahan parameter dan pelaksanaan langkah-langkah
kebijakan di bidang subsidi, sedangkan alokasi BLSM sebagai kompensasi atas kebijakan
pengurangan subsidi BBM. Pada sisi lain, pagu anggaran BA BUN pada RAPBN-P tahun
2012 juga mengalami penurunan anggaran, yaitu pada belanja pegawai transito, belanja
modal non K/L, dan beberapa pos belanja lainnya.
3. DBH Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan mengalami kenaikan sebesar Rp238,8
miliar yang merupakan kurang bayar dalam tahun anggaran 2010;
4. DBH Cukai Hasil Tembakau mengalami kenaikan sebesar Rp205,1 miliar yang mencakup:
a.Peningkatan sebesar Rp156,3 miliar yang diakibatkan oleh kenaikan target
penerimaannya; dan
b. Peningkatan sebesar Rp48,7 miliar yang merupakan kurang bayar dalam tahun
anggaran 2010;
5. DBH SDA Minyak dan Gas Bumi mengalami kenaikan sebesar Rp6,9 triliun yang
mencakup:
a.Peningkatan sebesar Rp5,2 triliun yang diakibatkan oleh kenaikan target PNBP SDA
Minyak Bumi;
b. Penurunan sebesar Rp2,1 triliun yang diakibatkan oleh penurunan target PNBP SDA
Gas Bumi; dan
c. Peningkatan sebesar Rp3,8 triliun yang merupakan kurang bayar DBH SDA Migas
dalam tahun anggaran 2011;
6. DBH SDA Pertambangan Umum mengalami kenaikan sebesar Rp1,4 triliun, yang terdiri
atas kenaikan iuran tetap Rp435,1 miliar, royalti Rp221,0 miliar, dan kurang bayar dalam
tahun anggaran 2011 Rp700,0 miliar;
7. DBH SDA Kehutanan mengalami kenaikan sebesar Rp162,9 miliar yang mencakup:
a. Peningkatan sebesar Rp138,4 miliar yang diakibatkan oleh kenaikan target PNBP SDA
kehutanan dari Provisi Sumber Daya Hutan sebesar Rp80,0 miliar; Iuran Izin Usaha
Pemanfaatan Hutan Rp20,4 miliar, dan Dana Reboisasi Rp38,0 miliar, serta
b. Peningkatan sebesar Rp24,5 miliar yang merupakan kurang bayar DBH SDA
Kehutanan dalam tahun anggaran 2010 sampai dengan 2011;
8. DBH SDA Perikanan mengalami kenaikan sebesar Rp6,5 miliar yang merupakan kurang
bayar dalam tahun anggaran 2011;
9. DBH SDA Pertambangan Panas Bumi mengalami kenaikan sebesar Rp117,2 miliar, yang
terdiri atas kenaikan alokasi DBH SDA Pertambangan Panas Bumi Rp92,6 miliar dan
kurang bayar dalam tahun anggaran 2010 sebesar Rp24,6 miliar .
TABEL IV.5
TRANSFER KE DAERAH, 2012
(miliar rupiah)
BAB V
PERUBAHAN DEFISIT DAN PEMBIAYAAN
ANGGARAN
5.1 Pendahuluan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang APBN 2012, pendapatan
negara dan hibah ditetapkan sebesar Rp1.311.386,7 miliar atau 16,2 persen terhadap PDB,
sementara belanja negara ditetapkan sebesar Rp1.435.406,7 miliar atau 17,7 persen terhadap
PDB, sehingga terdapat defisit APBN sebesar Rp124.020,0 miliar atau 1,5 persen terhadap
PDB. Defisit anggaran tersebut akan dipenuhi melalui sumber pembiayaan nonutang sebesar
negatif Rp9.544,5 miliar dan pembiayaan utang secara neto sebesar Rp133.564,4 miliar.
Penentuan jenis dan besaran pembiayaan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan
potensi masing-masing sumber dengan memperhitungkan tingkat risiko dan biaya yang
akan ditanggung oleh Pemerintah.
APBN 2012 disusun berdasarkan asumsi atas kondisi perekonomian yang terjadi sampai
dengan triwulan ketiga tahun 2011 dan proyeksi perubahan yang akan terjadi hingga akhir
tahun 2011. Namun, ketika pelaksanaan APBN 2012 baru saja dimulai, terjadi perubahan
secara sangat signifikan dari beberapa indikator ekonomi makro seperti ICP, nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan lifting. Selain itu, pada tahun anggaran 2011,
Pemerintah memiliki saldo anggaran lebih (SAL), yang antara lain berasal dari sisa lebih
pembiayaan anggaran (SiLPA) tahun 2011, yang dapat digunakan terutama untuk
membiayai pembangunan infrastruktur Indonesia bagian timur serta infrastruktur
pendukung domestic connectivity dan koridor ekonomi.
Berdasarkan kondisi tersebut, dan sejalan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011
tentang APBN 2012, Pemerintah mengajukan RAPBN-P 2012 yang di dalamnya mencakup
perubahan besaran asumsi dasar ekonomi makro, pendapatan negara dan hibah, belanja
negara, dan pembiayaan anggaran. Dalam RAPBN-P 2012, asumsi pertumbuhan ekonomi
disesuaikan dari 6,7 persen menjadi 6,5 persen, inflasi menjadi 7,0 persen, tingkat suku bunga
SPN 3 bulan menjadi 5,0 persen, nilai tukar rupiah melemah dari Rp8.800 per USD menjadi
Rp9.000 per USD, harga minyak menjadi USD105,0 per barel, dan lifting minyak mentah
menjadi 930,0 ribu barel per hari.
Dengan perubahan asumsi makro, serta melihat arah kecenderungan penerimaan perpajakan
dan PNBP ke depan, anggaran pendapatan negara dan hibah dalam RAPBN-P 2012
diperkirakan mencapai sebesar Rp1.344.476,7 miliar. Jumlah tersebut berarti mengalami
peningkatan sebesar Rp33.090,1 miliar, atau 2,5 persen apabila dibandingkan dengan target
yang ditetapkan dalam APBN 2012. Sementara itu, anggaran belanja negara diperkirakan
mencapai sebesar Rp1.534.582,1 miliar. Jumlah tersebut berarti mengalami peningkatan
sebesar Rp99.175,4 miliar atau 6,9 persen apabila dibandingkan dengan pagu anggaran
yang ditetapkan dalam APBN 2012. Perubahan pendapatan negara dan hibah serta belanja
negara tersebut pada akhirnya juga mengakibatkan perubahan pada besaran defisit anggaran,
yaitu dari Rp124.020,0 miliar (1,5 persen terhadap PDB) menjadi sebesar Rp190.105,3 miliar
(2,2 persen terhadap PDB).
200,0
negeri sebesar negatif Rp26.618,5 150,0 (0,5)
50,0 (1,0)
utang terdiri dari: (1) pembiayaan -
luar negeri (neto) sebesar negatif (50,0)
APBN 2012 RAPBN-P 2012
(1,5)
(1,5)
Rp4.425,7 miliar; (2) Surat (100,0)
(150,0) (2,0)
Berharga Negara (neto) sebesar (200,0)
(2,5)
Rp159.596,7 miliar; serta (3) (250,0) (2,5)
Grafik V.1.
Kenaikan tersebut diperlukan untuk membiayai kenaikan defisit yang diperkirakan mencapai
Rp66.085,3 miliar. Pembiayaan Rincian pembiayaan nonutang pada RAPBN-P 2012 dapat
dilihat pada Tabel V.1.
TABEL V.1
PEMBIAYAAN NONUTANG APBN 2012 DAN RAPBN-P 2012
(miliar rupiah)
GRAFIK V.3
2.500,0
PENYERTAAN MODAL NEGARA KEPADA BUMN
APBN 2012 DAN RAPBN-P 2012
2.000,0
2.000,0 2.000,0 2.000,0 2.000,0
2.000,0
APBN 2012
RAPBN-P 2012
1.500,0
miliar Rupiah
1.000,0 1.000,0
1.000,0
500,0
Penambahan PMN kepada PT SMI akan dipergunakan untuk: (a) memperkuat struktur
modal dengan meningkatkan gearing ratio perseroan untuk menunjang kegiatan fund-
raising; (b) menjaga kesinambungan kegiatan pembiayaan dan investasi perseroan; (c)
melakukan pengembangan kegiatan perseroan (advisory dan penyiapan proyek) untuk
percepatan pembangunan proyek infrastruktur melalui Kerjasama Pemerintah Swasta; (d)
memungkinkan perseroan untuk dapat melakukan partisipasi dalam pembiayaan proyek-
proyek infrastruktur strategis; (e) memaksimalkan peran perseroan sebagai katalis
pembangunan infrastruktur.
GRAFIK V.4
PENYERTAAN MODAL NEGARA KEPADA LKI
APBN 2012 DAN RAPBN-P 2012
400.0 353.3
327.3
APBN 2012
350.0
RAPBN-P 2012
300.0
miliar rupiah
250.0
200.0
150.0 139.8 147.8
100.0
50.0 8.4 9.0 7.6 8.2 17.6 19.0 - 4.6
-
The Islamic Asian International Bank Internasional International International
Corporation for Development for Reconstruction Finance Fund for Development
the Development Bank (ADB) and Development Corporation (IFC) Agricultural and Association (IDA)
of Private Sector (ICD) (IBRD) Development (IFAD)
Sumbe r : Kementerian Keuangan
Sesuai dengan article agreement ICD, Indonesia berkesempatan untuk melakukan subscribed
sebanyak 475 share, atau senilai USD4,75 juta, yang dapat dicicil selama lima kali cicilan,
atau masing-masing sebesar USD950,0 ribu mulai tahun 2009. Menteri Keuangan melalui
Surat Nomor S-739/MK.011/2009 tanggal 2 Desember 2009 telah menyetujui untuk ikut
serta dalam kenaikan modal ICD dimaksud.
Pembayaran yang dilakukan Pemerintah dilakukan melalui APBN-P 2011 sebesar Rp28,5
miliar yang merupakan cicilan pertama sampai dengan ke tiga pada periode 2009-2011,
dan cicilan keempat sebesar Rp9,0 miliar dialokasikan dalam RAPBN-P 2012.
Indonesia, perlu kiranya bagi Indonesia untuk mendukung dan berpartisipasi dalam kenaikan
modal pada IFC. Dari kedua lembaga keuangan tersebut (ICD dan IFC) diharapkan sektor
swasta mendapatkan pembiayaan yang cukup. Untuk mendukung kenaikan modal IFC
tersebut, Indonesia akan berkontribusi sebesar USD4,29 juta, yang dapat dicicil selama lima
tahun. Dengan demikian, pembayaran penyertaan modal negara untuk IFC dalam
RAPBN-P 2012 yang merupakan cicilan ke-2 adalah sebesar USD858,0 ribu, atau ekuivalen
dengan Rp8,2 miliar, naik Rp0,6 miliar bila dibandingkan dengan alokasinya dalam APBN
2012 sebesar Rp7,6 miliar yang merupakan kenaikan nilai rupiah yang diperlukan untuk
mengantisipasi naiknya kebutuhan pembayaran pada IFC akibat melemahnya nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
B. Dana Bergulir
Alokasi dana bergulir dalam RAPBN-P 2012 direncanakan sebesar Rp7.043,4 miliar, yang
berarti naik Rp57,7 miliar (0,8 persen) dari alokasi dalam APBN 2012 sebesar Rp6.985,8
miliar. Kenaikan alokasi dana bergulir tersebut berasal dari alokasi dana bergulir Lembaga
Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (LPDB KUMKM)
sebesar Rp57,7 miliar. Sedangkan alokasi dana bergulir untuk BLU Pusat Pembiayaan
Perumahan (PPP) sebesar Rp4.709,3 miliar, dana bergulir geothermal sebesar Rp876,5 miliar,
dan dana bergulir BLU Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) sebesar Rp900,0 miliar tidak
mengalami perubahan atau tetap sama dengan alokasi pada APBN 2012. Alokasi dana bergulir
dalam APBN 2012 dan RAPBN-P 2012 dapat dilihat pada Grafik V.5. Sedangkan penjelasan
tentang dana bergulir LPDB KUMKM dapat disampaikan sebagai berikut.
GRAFIK V.5
DANA BERGULIR APBN 2012 DAN RAPBN-P 2012
5,0 4,7 4,7
4,5
4,0
3,5
triliun rupiah
3,0
2,5
2,0
1,5
0,9 0,9 0,9 0,9
1,0 0,6
0,5
0,5
-
APBN 2012 RAPBN-P 2012
LPDB KUMKM BLU PPP Ge othe rmal BLU BPJT
Sumbe r : Ke me nterian Ke uangan
Secara keseluruhan, pembiayaan utang (neto) yang direncanakan dalam RAPBN-P 2012
menjadi sebagai berikut: (1) SBN (neto) Rp159.596,7 miliar, (2) pembiayaan luar negeri
(neto) negatif Rp4.425,7 miliar, dan (3) pinjaman dalam negeri (neto) Rp991,2 miliar.
Rincian pembiayaan utang dapat dilihat pada Tabel V.2.
TABEL V.2
PEMBIAYAAN UTANG 2012
(miliar rupiah)
II. Pem biay aan Luar Negeri (Neto) (1.892,3) (4.425,7 ) (2.5 33,4)
1 . Penarikan Pinjaman Luar Negeri (bruto) 54.282,4 53.7 31,0 (551 ,4)
a. Pinjaman Program 1 5.257 ,1 1 5.603,9 346,8
b. Pinjaman Proy ek 39.025,3 38.1 27 ,1 (898,2)
- Pinjaman Proy ek Pemerintah Pusat 30.1 1 0,7 29.695,3 (415,4)
- Penerimaan Penerusan Pinjaman (SLA) 8.91 4,6 8.431,8 (482,8)
2. Penerusan Pinjaman (SLA ) (8.91 4,6) (8.431,8) 482,8
3. Pembay aran Cicilan Pokok Pinjaman Luar Negeri (47 .260,1 ) (49.7 24,9) (2.464,8)
Untuk memenuhi target kebutuhan pembiayaan utang tahun 2012 tersebut, kebijakan umum
pengelolaan utang yang akan ditempuh adalah sebagai berikut:
1. Mengoptimalkan potensi pendanaan utang dari pasar domestik melalui penerbitan SBN
Rupiah;
2. Terus melakukan diversifikasi instrumen utang agar diperoleh fleksibilitas dalam
memilih berbagai instrumen yang lebih cost-efficient dan risiko minimal;
3. Pengadaan pinjaman/kredit luar negeri dilakukan sepanjang untuk memenuhi
kebutuhan prioritas, memberikan terms and conditions yang menguntungkan
Pemerintah, dan tanpa agenda politik dari kreditur;
4. Tetap mempertahankan kebijakan pengurangan pinjaman luar negeri secara bertahap;
5. Meningkatkan koordinasi dengan otoritas moneter dan otoritas pasar modal, terutama
dalam rangka mendorong upaya financial deepening; dan
6. Meningkatkan koordinasi dan komunikasi dengan berbagai pihak dalam rangka
meningkatkan kualitas pengelolaan utang Pemerintah.
Selain itu, dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan portofolio utang, meningkatkan
efisiensi biaya dengan memanfaatkan momentum pasar keuangan, dan meningkatkan
kondisi pasar global terutama di kawasan Eropa dan kebijakan quantitative easing di Amerika
Serikat menyebabkan mengalirnya arus modal global fund manager ke emerging market
termasuk Indonesia yang memiliki fundamental ekonomi yang baik. Mengingat sebagian
aliran modal asing merupakan hot money yang juga bertujuan untuk memperoleh
keuntungan melalui carry trade, maka peningkatan kepemilikan asing perlu diwaspadai
terhadap kemungkinan terjadinya sudden reversal. Untuk mengantisipasi hal ini, Pemerintah
dalam hal ini Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN menyepakati bond
stabilization framework, yang meliputi penyiapan anggaran untuk pelaksanaan pembelian
kembali SBN (cash buyback), melakukan koordinasi antara unit-unit terkait, dan melakukan
kajian yang lebih mendalam mengenai bond stabilization fund.
Untuk pinjaman proyek yang dilaksanakan langsung oleh Pemerintah pusat dalam
RAPBN-P 2012 diperkirakan sebesar Rp29.695,3 miliar atau turun Rp415,4 miliar (1,4 persen)
dibandingkan dengan rencana yang ditetapkan dalam APBN 2012 sebesar Rp30.110,7 miliar.
Penurunan ini diakibatkan adanya penurunan pagu pinjaman proyek oleh beberapa
kementerian negara/lembaga seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, Badan
SAR Nasional (Basarnas) serta penurunan pagu pinjaman proyek yang diterushibahkan untuk
kegiatan Simeuleu Physical Infrastructure Project-Phase II.
Sementara itu, untuk penarikan pinjaman proyek yang diteruspinjamkan (penerusan
pinjaman/subsidiary loan agreement/SLA) diperkirakan mengalami perubahan alokasi dari
sebesar Rp8.914,6 miliar dalam APBN 2012 menjadi sebesar Rp8.431,8 miliar. Perubahan
tersebut disebabkan di satu sisi terdapat pengurangan alokasi penerusan pinjaman dan di sisi
lain terdapat penambahan pagu penerusan pinjaman akibat diterbitkannya DIPA Lanjutan
Penerusan Pinjaman Tahun Anggaran 2012, sebesar Rp3.319,0 miliar, yang merupakan sisa
anggaran penerusan pinjaman yang tidak terserap pada tahun 2011. Perubahan tersebut
termasuk pengurangan alokasi penerusan pinjaman untuk PT Pertamina dari semula Rp898,4
miliar menjadi Rp66,0 miliar dan penambahan alokasi penerusan pinjaman untuk PT Sarana
Multi Infrastruktur dari semula Rp880,0 miliar menjadi Rp1.000,0 miliar (bersumber dari
APBN 2012 sebesar Rp500,0 miliar dan DIPA Lanjutan TA 2012 sebesar Rp500,0 miliar).
Rincian perubahan penerusan pinjaman dalam APBN dan RAPBN-P 2012 dapat dilihat
pada Tabel V.3.
TABEL V.3
RINCIAN PENERUSAN PINJAMAN TAHUN ANGGARAN 2012
(miliar rupiah)
Perubahan penarikan pinjaman luar negeri dalam APBN 2012 dan RAPBN-P 2012 dapat
dilihat pada Grafik V.6.
Sementara itu, pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri yang jatuh tempo dalam
RAPBN-P 2012 diperkirakan Rp49.724,9 miliar atau naik Rp2.464,8 miliar (5,2 persen) jika
dibandingkan dengan yang ditetapkan dalam APBN 2012 sebesar Rp47.260,1 miliar.
TABEL V.4
SELISIH ANTARA ASUMSI EKONOMI MAKRO DAN REALISASINYA*
Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Pertumbuhan ekonomi (%) -0,3 -0,3 0 -0,4 0,3 0,3 0
Inflasi (%) 8,5 -1,4 0,09 4,56 -1,72 1,66 -1,86
Suku bunga SPN 3 bulan (%)** 0,69 -0,26 0 1,84 0,1 0,07 -0,8
Nilai tukar (Rp/USD) -95 -136 90 591 -92 -113 79
ICP (USD/barel) -0,6 0,3 12,3 2 0,6 -0,6 16,5
Lifting (ribu barel per hari) -10 -50 -50 -60 -20 -10 -50
*Angka positif menunjukkan realisasi lebih tinggi daripada asumsi anggaran. Untuk nilai
tukar, angka positif menunjukkan depresiasi.
** Sejak APBN-P 2011 menggunakan tingkat suku bunga Surat Perbendaharaan Negara
(SPN) 3 Bulan
Sumber: Kementerian Keuangan
Risiko fiskal akibat variasi asumsi ekonomi makro dapat digambarkan dalam bentuk analisis
sensitivitas parsial terhadap angka baseline defisit dalam APBN. Analisis sensitivitas parsial
digunakan untuk melihat dampak perubahan atas satu variabel asumsi ekonomi makro,
dengan mengasumsikan variabel asumsi ekonomi makro yang lain tidak berubah (ceteris
paribus).
Pertumbuhan ekonomi memengaruhi besaran APBN, baik pada sisi pendapatan maupun
belanja negara. Pada sisi pendapatan negara, pertumbuhan ekonomi antara lain
mempengaruhi penerimaan pajak, terutama PPh dan PPN. Pada sisi belanja negara,
pertumbuhan ekonomi antara lain memengaruhi besaran nilai dana perimbangan dalam
anggaran transfer ke daerah sebagai akibat perubahan pada penerimaan pajak. Pada tahun
anggaran 2012, apabila pencapaian pertumbuhan ekonomi lebih rendah 1 persen dari angka
yang diasumsikan, maka tambahan defisit pada RAPBN-P 2012 diperkirakan akan berada
pada kisaran Rp5,78 triliun sampai dengan Rp7,03 triliun.
Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat memiliki dampak pada semua
sisi APBN, baik pendapatan, belanja, maupun pembiayaan. Pada sisi pendapatan negara,
depresiasi nilai tukar rupiah antara lain akan memengaruhi penerimaan minyak dan gas
bumi (migas), PPh migas, PPN, bea masuk dan bea keluar. Pada sisi belanja negara, yang
akan terpengaruh antara lain (1) belanja dalam mata uang asing; (2) pembayaran bunga
utang luar negeri; (3) subsidi BBM dan listrik; dan (4) transfer ke daerah dalam bentuk
dana bagi hasil migas. Sedangkan pada sisi pembiayaan, yang akan terkena dampaknya
adalah (1) pinjaman luar negeri baik pinjaman program maupun pinjaman proyek; (2)
pembayaran cicilan pokok utang luar negeri; dan (3) penjualan aset program restrukturisasi
perbankan yang dilakukan dalam mata uang asing. Pada tahun anggaran 2012, apabila
nilai tukar rupiah rata-rata per tahun terdepresiasi sebesar Rp100,0 dari angka yang
diasumsikan, maka tambahan defisit pada RAPBN-P 2012 diperkirakan akan berada pada
kisaran negatif Rp2,02 triliun sampai dengan negatif Rp2,46 triliun.
Tingkat suku bunga yang digunakan sebagai asumsi penyusunan APBN adalah tingkat suku
bunga SPN 3 bulan. Perubahan tingkat suku bunga SPN 3 bulan diperkirakan hanya akan
berdampak pada sisi belanja. Dalam hal ini, peningkatan tingkat suku bunga SPN 3 bulan
akan berakibat pada peningkatan pembayaran bunga utang domestik. Pada tahun anggaran
2012, apabila tingkat suku bunga SPN 3 bulan lebih tinggi 0,25 persen dari angka yang
diasumsikan, maka tambahan defisit pada RAPBN-P 2012 diperkirakan akan berada pada
kisaran Rp0,38 triliun sampai dengan Rp0,46 triliun.
Harga minyak mentah Indonesia (ICP) memengaruhi APBN pada sisi pendapatan dan
belanja negara. Pada sisi pendapatan negara, kenaikan ICP antara lain akan mengakibatkan
kenaikan pendapatan dari kontrak production sharing (KPS) minyak dan gas dalam bentuk
PNBP. Peningkatan harga minyak dunia juga akan meningkatkan pendapatan dari
penerimaan PPh migas dan penerimaan migas lainnya. Pada sisi belanja negara, peningkatan
ICP antara lain akan meningkatkan belanja subsidi BBM dan dana bagi hasil ke daerah.
Pada tahun anggaran 2012, apabila rata-rata ICP lebih tinggi USD1 per barel dari angka
yang diasumsikan, maka tambahan defisit pada RAPBN-P 2012 diperkirakan akan berada
pada kisaran Rp0,54 triliun sampai dengan Rp0,65 triliun.
Penurunan lifting minyak domestik juga akan memengaruhi APBN pada sisi pendapatan
dan belanja negara. Pada sisi pendapatan, penurunan lifting minyak domestik akan
menurunkan PPh migas dan PNBP migas. Sementara pada sisi belanja negara penurunan
lifting minyak domestik akan menurunkan dana bagi hasil ke daerah. Pada tahun anggaran
2012, apabila realisasi lifting minyak domestik lebih rendah 10.000 barel per hari dari yang
diasumsikan, maka tambahan defisit pada RAPBN-P 2012 diperkirakan akan berada pada
kisaran Rp2,01 triliun sampai dengan Rp2,56 triliun.
Dari analisis sensitivitas di atas maka besaran risiko fiskal berupa tambahan defisit yang
berpotensi muncul dari variasi asumsi-asumsi variabel ekonomi makro yang digunakan
untuk menyusun RAPBN-P 2012 dapat digambarkan dalam Tabel V.5.
T ABEL V.5
SENSIT IVIT AS DEFISIT RAPBN-P 2012 T ERHADAP PERUBAHAN ASUMSI EKONOMI
MAKRO
2012 *
Potensi
No. Uraian Satuan Perubah an Asum si T am bahan
Asum si
Defisit
(triliun Rp)
1 Pertumbuhan ekonomi (%) -1 6.5 5,7 8 s. d. 7 ,03
2 Tingkat inflasi (%) 0.1 7 Tidak langsung
3 Rata-rata nilai tukar rupiah (Rp/USD) 100 9,000 2,02 s.d. 2,46
4 Suku bunga SPN 3 bulan (%) 0.25 5 0,38 s.d 0,46
5 ICP (USD/barel) 1 1 05 0,54 s. d. 0,65
6 Lifting miny ak (ribu barel/hari) -1 0 930 2,01 s. d. 2,56
* Defisit RA PBN-P Tahun 201 2 adalah Rp190,1 triliun.
Sumber: Kementerian Keuangan.
c. bahwa . . .
-2-
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 23 ayat
(1) dan ayat (2), Pasal 31 ayat (4), dan Pasal 33 ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4286);
3. Undang-Undang . . .
-3-
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
Anggaran 2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 113, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5254) diubah sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini, yang dimaksud dengan:
1. Anggaran . . .
-4-
10. Bagian . . .
-5-
dialokasikan . . .
-6-
untuk . . .
-7-
uang . . .
-8-
negeri . . .
-9-
41. Persentase . . .
- 10 -
2. Ketentuan ayat (2), ayat (3), dan ayat (5) Pasal 2 diubah,
sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
(1) Anggaran pendapatan negara dan hibah Tahun Anggaran
2012 diperoleh dari sumber-sumber:
a. penerimaan perpajakan;
b. penerimaan negara bukan pajak; dan
c. penerimaan hibah.
(2) Penerimaan perpajakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a diperkirakan sebesar
Rp1.011.737.932.000.000,00 (satu kuadriliun sebelas
triliun tujuh ratus tiga puluh tujuh miliar sembilan ratus
tiga puluh dua juta rupiah).
(3) Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b diperkirakan sebesar
Rp331.913.758.853.000,00 (tiga ratus tiga puluh satu
triliun sembilan ratus tiga belas miliar tujuh ratus lima
puluh delapan juta delapan ratus lima puluh tiga ribu
rupiah).
(4) Penerimaan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c diperkirakan sebesar Rp825.091.586.000,00
(delapan ratus dua puluh lima miliar sembilan puluh satu
juta lima ratus delapan puluh enam ribu rupiah).
(5) Jumlah anggaran pendapatan negara dan hibah Tahun
Anggaran 2012 sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) diperkirakan sebesar
Rp1.344.476.782.439.000,00 (satu kuadriliun tiga ratus
empat puluh empat triliun empat ratus tujuh puluh enam
miliar . . .
- 11 -
3. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 3 diubah, ayat (4) tetap,
dan penjelasan ayat (4) diubah, sehingga Pasal 3 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 3
(1) Penerimaan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (2) terdiri atas:
a. pajak dalam negeri; dan
b. pajak perdagangan internasional.
(2) Penerimaan pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a diperkirakan sebesar
Rp963.793.832.000.000,00 (sembilan ratus enam puluh
tiga triliun tujuh ratus sembilan puluh tiga miliar delapan
ratus tiga puluh dua juta rupiah), yang terdiri atas:
a. pajak penghasilan sebesar Rp510.329.680.000.000,00
(lima ratus sepuluh triliun tiga ratus dua puluh
sembilan miliar enam ratus delapan puluh juta
rupiah), termasuk pajak penghasilan ditanggung
Pemerintah (PPh DTP) atas:
1. komoditas panas bumi sebesar
Rp815.400.000.000,00 (delapan ratus lima belas
miliar empat ratus juta rupiah); dan
2. bunga, imbal hasil, dan penghasilan pihak ketiga
atas jasa yang diberikan kepada Pemerintah dalam
penerbitan SBN di pasar internasional,
namun tidak termasuk jasa konsultan hukum
lokal, sebesar Rp2.847.960.000.000,00 (dua triliun
delapan ratus empat puluh tujuh miliar sembilan
ratus enam puluh juta rupiah);
yang dalam pelaksanaannya, masing-masing PPh DTP
tersebut diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
b. pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak
penjualan atas barang mewah sebesar
Rp335.248.940.000.000,00 . . .
- 12 -
4. Ketentuan . . .
- 13 -
4. Ketentuan ayat (2), ayat (4), ayat (7), dan ayat (8) Pasal 4
diubah, ayat (9) tetap, dan penjelasan ayat (9) diubah,
sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
(1) Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (3) terdiri atas:
a. penerimaan sumber daya alam;
b. bagian Pemerintah atas laba BUMN;
c. penerimaan negara bukan pajak lainnya; dan
d. pendapatan BLU.
(2) Penerimaan sumber daya alam sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a diperkirakan sebesar
Rp208.456.436.693.000,00 (dua ratus delapan triliun
empat ratus lima puluh enam miliar empat ratus tiga
puluh enam juta enam ratus sembilan puluh tiga ribu
rupiah), yang terdiri atas:
a. penerimaan sumber daya alam minyak bumi dan gas
bumi (SDA migas) sebesar Rp189.608.620.000.000,00
(seratus delapan puluh sembilan triliun enam ratus
delapan miliar enam ratus dua puluh juta rupiah);
dan
b. penerimaan sumber daya alam non-minyak bumi dan
gas bumi (SDA nonmigas) sebesar
Rp18.847.816.693.000,00 (delapan belas triliun
delapan ratus empat puluh tujuh miliar delapan ratus
enam belas juta enam ratus sembilan puluh tiga ribu
rupiah).
(3) Dana yang dicadangkan untuk kegiatan pemulihan lokasi
perminyakan yang ditinggalkan oleh Kontraktor Kontrak
Kerjasama (KKKS) harus ditempatkan pada perbankan
nasional.
(4) Bagian Pemerintah atas laba BUMN sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b diperkirakan sebesar
Rp30.775.435.000.000,00 (tiga puluh triliun tujuh ratus
tujuh puluh lima miliar empat ratus tiga puluh lima juta
rupiah).
(5) Dalam . . .
- 14 -
5. Ketentuan ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Pasal 5 diubah,
sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
(1) Anggaran belanja negara Tahun Anggaran 2012 terdiri
atas:
a. anggaran . . .
- 15 -
6. Ketentuan ayat (1), ayat (4), dan ayat (6) Pasal 7 diubah, ayat
(2), ayat (3), dan ayat (5) dihapus, dan di antara ayat (1) dan
ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a), sehingga
Pasal 7 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
(1) Subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis tertentu dan
bahan bakar gas cair (liquefied petroleum gas (LPG))
tabung 3 (tiga) kilogram Tahun Anggaran 2012
diperkirakan sebesar Rp137.379.845.300.000,00
(seratus tiga puluh tujuh triliun tiga ratus tujuh puluh
sembilan miliar delapan ratus empat puluh lima juta tiga
ratus ribu rupiah), dengan volume BBM jenis tertentu
sebanyak 40.000.000 KL (empat puluh juta kilo liter).
(1a) Subsidi BBM jenis tertentu dan LPG tabung 3 kilogram
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sudah termasuk
pembayaran kekurangan subsidi BBM jenis tertentu dan
LPG tabung 3 kilogram Tahun Anggaran 2010 (audited)
sebesar . . .
- 16 -
7. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 8 diubah, dan di antara
ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a),
sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 8 . . .
- 17 -
Pasal 8
(1) Subsidi listrik dalam Tahun Anggaran 2012
diperkirakan sebesar Rp93.052.660.000.000,00
(sembilan puluh tiga triliun lima puluh dua miliar enam
ratus enam puluh juta rupiah).
(1a) Subsidi listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan pada kebijakan kenaikan tarif tenaga listrik
(TTL) sebesar 3% (tiga persen) per triwulan, yang
dilaksanakan bertahap mulai triwulan ke II (dua) tahun
2012.
(2) Subsidi listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
sudah termasuk pembayaran kekurangan subsidi listrik
tahun 2010 (audited) sebesar Rp4.506.800.000.000,00
(empat triliun lima ratus enam miliar delapan ratus juta
rupiah) dan perkiraan kekurangan subsidi Tahun
Anggaran 2011 sebesar Rp3.500.000.000.000,00 (tiga
triliun lima ratus miliar rupiah).
(3) Pemberian margin kepada PT PLN (Persero) dalam
rangka pemenuhan persyaratan pembiayaan investasi
PT PLN (Persero) ditetapkan sebesar 7% (tujuh persen)
tahun 2012.
Pasal 9
Pasal 10
(1) Subsidi Pupuk dalam Tahun Anggaran 2012
diperkirakan sebesar Rp13.958.590.000.000,00 (tiga
belas . . .
- 18 -
Pasal 11
Pasal 12
Subsidi dalam rangka kewajiban pelayanan umum/public
service obligation (PSO) dalam Tahun Anggaran 2012
diperkirakan sebesar Rp2.151.393.429.000,00 (dua triliun
seratus lima puluh satu miliar tiga ratus sembilan puluh tiga
juta empat ratus dua puluh sembilan ribu rupiah).
12. Ketentuan . . .
- 19 -
Pasal 13
Subsidi bunga kredit program dalam Tahun Anggaran 2012
diperkirakan sebesar Rp1.293.930.133.000,00 (satu triliun
dua ratus sembilan puluh tiga milyar sembilan ratus tiga
puluh juta seratus tiga puluh tiga ribu rupiah).
Pasal 15
(1) Belanja Subsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
dan Pasal 8 dapat disesuaikan dengan kebutuhan
realisasi pada tahun anggaran berjalan dalam hal terjadi
deviasi realisasi asumsi ekonomi makro, dan perubahan
parameter subsidi, dengan didasarkan pada kemampuan
keuangan negara.
(2) Pembayaran realisasi belanja subsidi pada tahun
anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat bersumber dari perkiraan:
a. tambahan pendapatan;
b. pengurangan belanja; dan/atau
c. tambahan pembiayaan.
15. Ketentuan . . .
- 20 -
Pasal 18
Untuk kelancaran upaya penanggulangan lumpur Sidoarjo,
alokasi dana pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo
(BPLS) Tahun Anggaran 2012, dapat digunakan untuk:
a. pelunasan pembayaran pembelian tanah dan bangunan di
luar peta area terdampak pada tiga desa (Desa Besuki,
Desa Kedungcangkring, dan Desa Pejarakan);
b. bantuan kontrak rumah, bantuan tunjangan hidup, biaya
evakuasi dan pelunasan pembayaran pembelian tanah
dan bangunan di luar peta area terdampak pada sembilan
rukun tetangga di tiga kelurahan (Kelurahan Siring,
Kelurahan Jatirejo, dan Kelurahan Mindi);
c. bantuan kontrak rumah, bantuan tunjangan hidup, biaya
evakuasi dan pembayaran pembelian tanah dan bangunan
pada wilayah di luar peta area terdampak lainnya yang
ditetapkan melalui Peraturan Presiden.
Pasal 20
(1) Dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan
anggaran belanja Kementerian Negara/Lembaga,
Pemerintah perlu menerapkan sistem pemberian
penghargaan atas hasil optimalisasi anggaran belanja
Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2011
dan menerapkan sistem pengenaan sanksi melalui
pemotongan pagu belanja Tahun Anggaran 2012 atas
anggaran belanja Tahun Anggaran 2011 yang tidak
terserap.
(2) Kementerian Negara/Lembaga yang melakukan
optimalisasi anggaran belanja pada Tahun Anggaran
2011 . . .
- 21 -
17. Ketentuan ayat (1) huruf c dan ayat (5) Pasal 23 diubah,
sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 23
(1) Perubahan rincian lebih lanjut dari anggaran belanja
Pemerintah Pusat berupa:
a. pergeseran anggaran belanja:
1. dari Bagian Anggaran 999.08 (Bendahara Umum
Negara Pengelola Belanja Lainnya) ke Bagian
Anggaran Kementerian Negara/Lembaga;
2. antar . . .
- 22 -
(5) Perubahan . . .
- 23 -
Pasal 26
(1) Anggaran transfer ke daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. dana perimbangan; dan
b. dana otonomi khusus dan penyesuaian.
(2) Dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a diperkirakan sebesar Rp405.839.795.705.000,00
(empat ratus lima triliun delapan ratus tiga puluh
sembilan miliar tujuh ratus sembilan puluh lima juta
tujuh ratus lima ribu rupiah).
(3) Dana otonomi khusus dan penyesuaian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b diperkirakan sebesar
Rp70.423.877.528.000,00 (tujuh puluh triliun empat
ratus dua puluh tiga miliar delapan ratus tujuh puluh
tujuh juta lima ratus dua puluh delapan ribu rupiah).
19. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 27 diubah, dan ayat (4)
dihapus, sehingga Pasal 27 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 27
(1) Dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26 ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. DBH;
b. DAU; dan
c. DAK.
(2) DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
diperkirakan sebesar Rp105.909.409.502.000,00
(seratus lima triliun sembilan ratus sembilan miliar
empat . . .
- 24 -
(11) Rincian . . .
- 25 -
Pasal 29
(1) Anggaran pendidikan diperkirakan sebesar
Rp308.091.781.688.600,00 (tiga ratus delapan triliun
sembilan puluh satu miliar tujuh ratus delapan puluh
satu juta enam ratus delapan puluh delapan ribu enam
ratus rupiah).
(2) Persentase anggaran pendidikan adalah sebesar 20,1%
(dua puluh koma satu persen), yang merupakan
perbandingan alokasi anggaran pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terhadap total anggaran belanja
negara sebesar Rp1.534.582.117.419.000,00 (satu
kuadriliun lima ratus tiga puluh empat triliun lima ratus
delapan puluh dua miliar seratus tujuh belas juta empat
ratus sembilan belas ribu rupiah).
(3) Di dalam alokasi anggaran pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) termasuk dana pengembangan
pendidikan nasional sebesar Rp7.000.000.000.000,00
(tujuh triliun rupiah) yang penggunaannya diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
21. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 30 diubah, ayat (3)
tetap, dan penjelasan ayat (3) diubah, sehingga Pasal 30
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 30
(1) Jumlah anggaran pendapatan negara dan hibah Tahun
Anggaran 2012, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (5), lebih kecil daripada jumlah anggaran belanja
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4)
sehingga dalam Tahun Anggaran 2012 terdapat defisit
anggaran yang diperkirakan sebesar
Rp190.105.334.980.000,00 (seratus sembilan puluh
triliun . . .
- 26 -
22. Ketentuan ayat (4) dan ayat (6) Pasal 38 diubah, dan di
antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni
ayat (3a), sehingga Pasal 38 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 38
(1) Dalam hal realisasi penerimaan negara tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran negara pada
saat tertentu, kekurangannya dapat dipenuhi dari dana
SAL, penerbitan SBN atau penyesuaian belanja negara.
(2) Pemerintah dapat menerbitkan SBN untuk membiayai
kebutuhan pengelolaan kas bagi pelaksanaan APBN,
apabila dana tunai pengelolaan kas tidak cukup tersedia
untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran negara di awal
tahun.
(3) Pemerintah dapat melakukan pembelian SBN untuk
kepentingan stabilisasi pasar dan pengelolaan kas
dengan tetap memperhatikan jumlah kebutuhan
penerbitan SBN neto untuk memenuhi kebutuhan
pembiayaan yang ditetapkan.
(3a) Pemerintah . . .
- 27 -
23. Ketentuan huruf b, angka 1 dan angka 5 ayat (1) dan ayat (4)
Pasal 43 diubah, angka 6 ayat (1) dihapus, dan di antara ayat
(1) dan ayat (2) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (1a) dan
ayat (1b), sehingga Pasal 43 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 43
(1) Dalam keadaan darurat, apabila terjadi hal-hal sebagai
berikut:
a. proyeksi penurunan pertumbuhan ekonomi di bawah
asumsi dan deviasi asumsi ekonomi makro lainnya
yang menyebabkan turunnya pendapatan negara,
dan/atau meningkatnya belanja negara secara
signifikan;
b. keadaan krisis yang berdampak sistemik dalam
sistem keuangan dan pasar keuangan, termasuk
pasar SBN domestik, yang membutuhkan tambahan
dana untuk penanganannya; dan/atau
c. kenaikan . . .
- 28 -
(2) Persetujuan . . .
- 29 -
Pasal 43A
Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Disahkan . . .
- 30 -
Disahkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
I. UMUM
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2012
sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011
dilaksanakan mengacu pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2012, serta
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2012.
Selain itu, APBN Tahun Anggaran 2012 juga mempertimbangkan kondisi
ekonomi, sosial, dan politik, yang berkembang dalam beberapa bulan
terakhir, serta berbagai langkah kebijakan yang diperkirakan akan
ditempuh dalam tahun 2012.
Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012, telah
terjadi perubahan dan perkembangan pada faktor internal dan eksternal,
sehingga asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan dalam APBN 2012
sudah tidak relevan dan perlu disesuaikan.
Di tengah berlanjutnya ketidakpastian global, kinerja perekonomian
Indonesia tahun 2012 diperkirakan mengalami perlambatan pertumbuhan
ekonomi. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi pada
tahun 2012 diperkirakan mencapai sebesar 6,5% (enam koma lima persen)
atau lebih rendah jika dibandingkan dengan asumsi yang diperkirakan
dalam APBN Tahun Anggaran 2012.
Tingkat . . .
-2-
Tingkat inflasi dalam tahun 2012 diperkirakan akan mencapai 7,0% (tujuh
koma nol persen), lebih tinggi bila dibandingkan dengan laju inflasi yang
ditetapkan dalam APBN tahun 2012. Peningkatan laju inflasi ini selain
dipengaruhi oleh meningkatnya harga beberapa komoditas internasional,
juga dipengaruhi oleh rencana kebijakan administered price di bidang energi
dan pangan.
Sementara itu, nilai tukar rupiah dalam tahun 2012 diperkirakan mencapai
Rp9.000,00 (sembilan ribu rupiah) per satu dolar Amerika Serikat, melemah
dari asumsinya dalam APBN Tahun Anggaran 2012. Pelemahan ini didorong
antara lain oleh ketidakpastian ekonomi global yang diprediksi berlanjut
pada tahun 2012.
Selanjutnya, harga minyak internasional pada awal tahun 2012 mengalami
peningkatan seiring dengan terbatasnya pasokan minyak mentah dunia
terkait ketegangan geopolitik di Negara-negara teluk yang mempengaruhi
pasokan minyak mentah dunia. Hal ini pun terjadi pada ICP, yang
cenderung meningkat, jika dibandingkan dengan harga rata-ratanya selama
tahun 2011. Perkembangan ini diperkirakan akan berlanjut sepanjang 2012
sehingga asumsi harga rata-rata minyak mentah Indonesia selama tahun
2012 diperkirakan mencapai US$105,0 (seratus lima koma nol dolar
Amerika Serikat) per barel.
Di lain pihak, lifting minyak dalam tahun 2012 diperkirakan mencapai 930
(sembilan ratus tiga puluh) ribu barel per hari, di bawah targetnya dalam
APBN Tahun Anggaran 2012. Hal ini terkait dengan antara lain,
menurunnya kapasitas produksi dari sumur-sumur tua, dan dampak
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu, penurunan
tersebut juga dipengaruhi faktor unplanned shut down dan hambatan non-
teknis seperti permasalahan di daerah dan lain-lain.
Perubahan pada besaran-besaran asumsi dasar ekonomi makro, yang pada
gilirannya berpengaruh pula pada besaran-besaran APBN, akan diikuti
dengan perubahan kebijakan fiskal dalam upaya untuk menyehatkan
APBN melalui pengendalian defisit anggaran pada tingkat yang aman.
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara juncto Pasal 42 Undang-Undang Nomor 22
tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
Anggaran 2012, perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Tahun Anggaran 2012 perlu diatur dengan Undang-Undang.
II. PASAL . . .
-3-
Angka 3 . . .
-4-
Angka 3
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan pihak ketiga yang pajak
penghasilannya ditanggung Pemerintah adalah
pihak ketiga yang memberikan jasa kepada
Pemerintah dalam rangka penerbitan SBN di pasar
internasional, yang antara lain jasa agen penjual
dan jasa konsultan hukum internasional.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penerimaan pajak perdagangan internasional semula
direncanakan sebesar Rp42.933.630.000.000,00 (empat
puluh dua triliun sembilan ratus tiga puluh tiga miliar
enam ratus tiga puluh juta rupiah).
Ayat (4)
Penerimaan perpajakan semula direncanakan sebesar
Rp1.032.570.205.000.000,00 (satu kuadriliun tiga
puluh dua triliun lima ratus tujuh puluh miliar dua
ratus lima juta rupiah).
Rincian . . .
-5-
Angka 4
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Penerimaan sumber daya alam semula direncanakan
sebesar Rp177.263.351.721.000,00 (seratus tujuh
puluh tujuh triliun dua ratus enam puluh tiga miliar
tiga . . .
-6-
tiga ratus lima puluh satu juta tujuh ratus dua puluh
satu ribu rupiah).
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Bagian Pemerintah atas laba BUMN semula
direncanakan sebesar Rp28.001.288.000.000,00 (dua
puluh delapan triliun satu miliar dua ratus delapan
puluh delapan juta rupiah).
Ayat (5)
Sambil menunggu dilakukannya perubahan atas
Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang
Panitia Urusan Piutang Negara, dan dalam rangka
mempercepat penyelesaian piutang bermasalah pada
BUMN di bidang usaha perbankan, dapat dilakukan
pengurusan piutangnya melalui mekanisme pengelolaan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang perseroan terbatas dan di bidang perbankan.
Sedangkan terkait dengan pemberian kewenangan
kepada RUPS, penyelesaian piutang bermasalah pada
BUMN di bidang usaha perbankan didasarkan pada
ketentuan perundang-undangan di bidang BUMN.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Penerimaan negara bukan pajak lainnya semula
direncanakan Rp53.492.296.670.000,00 (lima puluh
tiga triliun empat ratus sembilan puluh dua miliar dua
ratus sembilan puluh enam juta enam ratus tujuh
puluh ribu rupiah).
Ayat (8) . . .
-7-
Ayat (8)
Pendapatan BLU semula direncanakan sebesar
Rp19.234.446.489.000,00 (sembilan belas triliun dua
ratus tiga puluh empat miliar empat ratus empat puluh
enam juta empat ratus delapan puluh sembilan ribu
rupiah).
Ayat (9)
Penerimaan negara bukan pajak semula direncanakan
sebesar Rp277.991.382.880.000,00 (dua ratus tujuh
puluh tujuh triliun sembilan ratus sembilan puluh satu
miliar tiga ratus delapan puluh dua juta delapan ratus
delapan puluh ribu rupiah).
Rincian penerimaan negara bukan pajak Tahun Anggaran
2012 adalah sebagai berikut :
423 . . .
-8-
423241 . . .
-9-
hasil . . .
- 10 -
pelatihan . . .
- 11 -
Angka 5
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Anggaran belanja Pemerintah Pusat diperkirakan
sebesar Rp1.058.318.444.186.000,00 (satu kuadriliun
lima puluh delapan triliun tiga ratus delapan belas
miliar empat ratus empat puluh empat juta seratus
delapan puluh enam ribu rupiah), termasuk pinjaman
dan/atau . . .
- 12 -
Ayat (4) . . .
- 13 -
Ayat (4)
Jumlah anggaran belanja negara tahun anggaran 2012
semula direncanakan sebesar
Rp1.435.406.719.999.000,00 (satu kuadriliun empat
ratus tiga puluh lima triliun empat ratus enam miliar
tujuh ratus sembilan belas juta sembilan ratus
sembilan puluh sembilan ribu rupiah).
Angka 6
Pasal 7
Ayat (1)
Subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis tertentu dan
bahan bakar gas cair (liquefied petroleum gas (LPG))
tabung 3 (tiga) kilogram Tahun Anggaran 2012 semula
direncanakan sebesar Rp123.599.674.000.000,00
(seratus dua puluh tiga triliun lima ratus sembilan
puluh sembilan miliar enam ratus tujuh puluh empat
juta rupiah).
Ayat (1a)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dihapus.
Ayat (3)
Dihapus.
Ayat (4)
1. Dihapus.
2. Kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi
antara lain melalui:
a. optimalisasi program konversi minyak tanah ke
LPG tabung 3 (tiga) kilogram;
b. melakukan program konversi BBM ke bahan
bakar gas (BBG);
c. meningkatkan . . .
- 14 -
triliun . . .
- 15 -
triliun enam ratus tujuh miliar enam puluh dua juta dua
ratus sembilan puluh dua ribu rupiah).
Angka 9
Pasal 10
Subsidi Pupuk dalam Tahun Anggaran 2012 semula
direncanakan sebesar Rp16.943.990.000.000,00 (enam belas
triliun sembilan ratus empat puluh tiga miliar sembilan ratus
sembilan puluh juta rupiah).
Angka 10
Pasal 11
Subsidi benih dalam Tahun Anggaran 2012 semula
direncanakan sebesar Rp279.860.544.000,00 (dua ratus tujuh
puluh sembilan miliar delapan ratus enam puluh juta lima
ratus empat puluh empat ribu rupiah).
Angka 11
Pasal 12
Subsidi dalam rangka kewajiban pelayanan umum/public
service obligation (PSO) diperkirakan sebesar
Rp2.151.393.429.000,00 (dua triliun seratus lima puluh satu
miliar tiga ratus sembilan puluh tiga juta empat ratus dua
puluh sembilan ribu rupiah), terdiri atas:
1. PSO untuk penumpang angkutan kereta api kelas ekonomi
sebesar Rp770.128.985.000,00 (tujuh ratus tujuh puluh
miliar seratus dua puluh delapan juta sembilan ratus
delapan puluh lima ribu rupiah);
2. PSO untuk penumpang angkutan kapal laut kelas ekonomi
sebesar Rp1.024.000.000.000,00 (satu triliun dua puluh
empat miliar rupiah);
3. PSO untuk masyarakat pengguna kantor pos cabang
layanan pos universal (KPCLPU) sebesar
Rp272.465.000.000,00 (dua ratus tujuh puluh dua miliar
empat ratus enam puluh lima juta rupiah); dan
4. PSO untuk informasi publik sebesar Rp84.799.444.000,00
(delapan puluh empat miliar tujuh ratus sembilan puluh
sembilan . . .
- 16 -
huruf c . . .
- 17 -
Huruf c
Wilayah di luar peta area terdampak lainnya adalah
wilayah yang ditetapkan sesuai hasil kajian.
Pembayaran pembelian tanah dan bangunan pada
wilayah di luar peta area terdampak lainnya adalah
untuk pembayaran uang muka sebesar 20% (dua puluh
persen).
Angka 16
Pasal 20
Cukup jelas.
Angka 17
Pasal 23
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan hasil optimalisasi adalah
hasil lebih atau sisa dana yang diperoleh setelah
pelaksanaan dan/atau penandatanganan kontrak
dari suatu kegiatan yang target sasarannya telah
dicapai. Hasil lebih atau sisa dana tersebut
selanjutnya dapat digunakan untuk meningkatkan
sasaran ataupun untuk kegiatan lainnya dalam
program yang sama.
Huruf b
Yang dimaksud dengan perubahan anggaran
belanja yang bersumber dari Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) adalah kelebihan realisasi
penerimaan dari target yang direncanakan dalam
APBN. Peningkatan penerimaan tersebut
selanjutnya dapat digunakan oleh kementerian
negara/lembaga penghasil sesuai dengan ketentuan
izin penggunaan yang berlaku.
Huruf c
Yang dimaksud dengan perubahan pagu pinjaman
proyek dan hibah luar negeri, dan pinjaman dan
hibah dalam negeri adalah peningkatan pagu
sebagai . . .
- 18 -
2012 . . .
- 19 -
empat . . .
- 20 -
empat ratus tiga puluh delapan juta dua ratus tiga ribu
rupiah).
Ayat (4)
Dihapus.
Ayat (5)
DAK semula direncanakan sebesar
Rp26.115.948.000.000,00 (dua puluh enam triliun
seratus lima belas miliar sembilan ratus empat puluh
delapan juta rupiah).
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Dana perimbangan diperkirakan sebesar
Rp405.839.795.705.000,00 (empat ratus lima triliun
delapan ratus tiga puluh sembilan miliar tujuh ratus
sembilan puluh lima juta tujuh ratus lima ribu rupiah),
terdiri atas:
Semula Menjadi
(2) DBH . . .
- 21 -
Angka 20
Pasal 29
Ayat (1) . . .
- 22 -
Ayat (1)
Anggaran pendidikan diperkirakan sebesar
Rp308.091.781.688.600,00 (tiga ratus delapan triliun
sembilan puluh satu miliar tujuh ratus delapan puluh
satu juta enam ratus delapan puluh delapan ribu enam
ratus rupiah), terdiri atas:
Semula Menjadi
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 21 . . .
- 23 -
Angka 21
Pasal 30
Ayat (1)
Jumlah anggaran pendapatan negara dan hibah Tahun
Anggaran 2012 semula direncanakan sebesar
Rp1.311.386.679.466.000,00 (satu kuadriliun tiga ratus
sebelas triliun tiga ratus delapan puluh enam miliar
enam ratus tujuh puluh sembilan juta empat ratus
enam puluh enam ribu rupiah), jumlah anggaran
belanja negara Tahun Anggaran 2012 semula
direncanakan sebesar Rp1.435.406.719.999.000,00
(satu kuadriliun empat ratus tiga puluh lima triliun
empat ratus enam miliar tujuh ratus sembilan belas
juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu
rupiah), sehingga dalam Tahun Anggaran 2012 terdapat
defisit anggaran sebesar Rp124.020.040.533.000,00
(seratus dua puluh empat triliun dua puluh miliar
empat puluh juta lima ratus tiga puluh tiga ribu
rupiah).
Defisit Anggaran Tahun Anggaran 2012 berubah dari
direncanakan semula Rp124.020.040.533.000,00
(seratus dua puluh empat triliun dua puluh miliar
empat puluh juta lima ratus tiga puluh tiga ribu rupiah)
menjadi diperkirakan sebesar
Rp190.105.334.980.000,00 (seratus sembilan puluh
triliun seratus lima miliar tiga ratus tiga puluh empat
juta sembilan ratus delapan puluh ribu rupiah).
Ayat (2)
a. Pembiayaan dalam negeri semula direncanakan
sebesar Rp125.912.297.438.000,00 (seratus dua
puluh lima triliun sembilan ratus dua belas miliar
dua ratus sembilan puluh tujuh juta empat ratus
tiga puluh delapan ribu rupiah);
b. Pembiayaan luar negeri neto semula direncanakan
sebesar negatif Rp1.892.256.905.000,00 (satu triliun
delapan ratus sembilan puluh dua miliar dua ratus
lima puluh enam juta sembilan ratus lima ribu
rupiah).
Ayat (3) . . .
- 24 -
Ayat (3)
Pembiayaan defisit anggaran diperkirakan sebesar
Rp190.105.334.980.000,00 (seratus sembilan puluh
triliun seratus lima miliar tiga ratus tiga puluh empat
juta sembilan ratus delapan puluh ribu rupiah), terdiri
atas:
1. Pembiayaan dalam negeri sebesar
Rp194.531.004.181.000,00 (seratus sembilan puluh
empat triliun lima ratus tiga puluh satu miliar
empat juta seratus delapan puluh satu ribu rupiah),
terdiri atas:
Semula Menjadi
a. Perbankan dalam negeri 8.947.030.843.000,00 60.561.622.801.000,00
1. Penerimaan cicilan pengembalian penerusan pinjaman 3.890.200.000.000,00 4.387.875.576.000,00
2. Saldo Anggaran Lebih (SAL) 5.056.830.843.000,00 56.173.747.225.000,00
b. Nonperbankan dalam negeri 116.965.266.595.000,00 133.969.381.380.000,00
1. Hasil pengelolaan aset 280.000.000.000,00 280.000.000.000,00
2. Surat berharga negara (neto) 134.596.737.000.000,00 159.596.700.000.000,00
3. Pinjaman dalam negeri (neto) 860.000.000.000,00 991.161.538.000,00
a) Penarikan pinjaman dalam negeri (bruto) 1.000.000.000.000,00 1.132.461.538.000,00
b) Pembayaran cicilan pokok pinjaman dalam negeri -140.000.000.000,00 -141.300.000.000,00
4. Dana investasi Pemerintah dan penyertaan
modal negara -17.138.130.405.000,00 -19.265.140.158.000,00
a) Investasi Pemerintah -3.299.600.000.000,00 -3.299.600.000.000,00
b) Penyertaan modal negara (PMN) -6.852.777.405.000,00 -8.922.127.158.000,00
1) PMN kepada BUMN -6.000.200.000.000,00 -8.000.200.000.000,00
- PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia -1.000.000.000.000,00 -1.000.000.000.000,00
- PT Askrindo dan Perum Jamkrindo
(kredit usaha rakyat) -2.000.000.000.000,00 -2.000.000.000.000,00
- Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia IV -100.000.000,00 -100.000.000,00
- Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia V -100.000.000,00 -100.000.000,00
- PT Dirgantara Indonesia -1.000.000.000.000,00 -1.000.000.000.000,00
- PT Sarana Multi Infrastruktur 0,00 -2.000.000.000.000,00
- BUMN Strategis -2.000.000.000.000,00 -2.000.000.000.000,00
2) PMN kepada organisasi/lembaga
keuangan internasional -500.577.405.000,00 -541.927.158.000,00
- The Islamic Corporation for the Development of
Private Sector (ICD) -8.360.000.000,00 -9.025.000.000,00
- Asian Development Bank (ADB) -327.308.813.000,00 -353.344.741.000,00
- International Bank for Reconstruction
and Development (IBRD) -139.758.192.000,00 -147.759.192.000,00
- International Finance Corporation (IFC) -7.550.400.000,00 -8.151.000.000,00
- International Fund for Agricultural
Development (IFAD) -17.600.000.000,00 -19.000.000.000,00
- International Development Association (IDA) 0,00 -4.647.225.000,00
3) PMN Lainnya -352.000.000.000,00 -380.000.000.000,00
- ASEAN Infrastructure Fund (AIF) -352.000.000.000,00 -380.000.000.000,00
c) Dana bergulir -6.985.753.000.000,00 -7.043.413.000.000,00
1) Lembaga Pengelola Dana Bergulir KUMKM -500.000.000.000,00 -557.660.000.000,00
2) BLU Pusat Pembiayaan Perumahan -4.709.253.000.000,00 -4.709.253.000.000,00
3) Geothermal -876.500.000.000,00 -876.500.000.000,00
4) BLU Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) -900.000.000.000,00 -900.000.000.000,00
5. Dana pengembangan pendidikan nasional -1.000.000.000.000,00 -7.000.000.000.000,00
6. Kewajiban penjaminan -633.340.000.000,00 -633.340.000.000,00
a) Kewajiban penjaminan untuk PT PLN (Persero) -623.340.000.000,00 -623.340.000.000,00
b) Kewajiban penjaminan untuk PDAM -10.000.000.000,00 -10.000.000.000,00
Penggunaan . . .
- 25 -
(satu . . .
- 26 -
pembayaran . . .
- 27 -
mempercepat . . .
- 28 -
kepada . . .
- 29 -
(13) Pemerintah . . .
- 30 -
Ayat (3a) . . .
- 31 -
Ayat (3a)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang
meliputi perubahan SBN (neto), penarikan pinjaman
dalam negeri, dan/atau penarikan pinjaman luar negeri.
Penarikan pinjaman luar negeri meliputi penarikan
pinjaman program dan pinjaman proyek.
Dalam hal pinjaman luar negeri dan/atau pinjaman
dalam negeri tidak tersedia dapat digantikan dengan
penerbitan SBN atau sebaliknya tanpa menyebabkan
perubahan pada total pembiayaan utang.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Angka 23
Pasal 43
Ayat (1)
Keadaan darurat tersebut terjadi apabila:
1. Proyeksi pertumbuhan ekonomi paling rendah 1%
(satu persen) di bawah asumsi dan/atau proyeksi
indikator ekonomi makro lainnya mengalami deviasi
paling rendah sebesar 10% (sepuluh persen) dari
asumsinya, kecuali prognosa indikator lifting dengan
deviasi paling rendah 5% (lima persen).
2. Krisis adalah kondisi sistem keuangan, yang terdiri
dari lembaga keuangan dan pasar keuangan,
termasuk pasar SBN domestik, yang sudah gagal
menjalankan fungsi dan perannya secara efektif
dalam perekonomian nasional yang ditunjukkan
dengan memburuknya berbagai indikator ekonomi
dan keuangan, yang dapat berupa kesulitan
likuiditas, masalah solvabilitas dan/atau penurunan
kepercayaan publik terhadap sistem keuangan.
Berdampak . . .
- 32 -
Angka 24 . . .
- 33 -
Angka 24
Pasal 43A
Pengeluaran melebihi pagu anggaran antara lain dapat
disebabkan oleh:
1. Kondisi ekonomi makro yang tidak sesuai dengan kondisi
yang diperkirakan pada saat penyusunan APBN
Perubahan;
2. Dampak dari restrukturisasi utang dalam rangka
pengelolaan portofolio utang; dan
3. Dampak dari percepatan penarikan pinjaman.
Pasal II
Cukup jelas.
DAFTAR TABEL
Halaman
Pertumbuhan Ekonomi (%) 5,5 6,3 6,0 4,6 6,2 6,5 6,7 6,5
Inflasi y.o.y (%) 6,6 6,6 11,1 2,8 6,96 5,65 5,3 7,0
Nilai tukar rupiah (Rp/USD) 9.164 9.140 9.691 10.408 9.087 8.700 8.800 9.000
Suku bunga SBI dan SPN 3 Bulan rata-rata (%) 11,7 8,0 9,3 7,6 6,6 5,6 6,0 *) 5,0 *)
Harga Minyak Mentah Indonesia (USD/barel) 63,8 69,7 97,0 61,6 79,4 95,0 90,0 105,0
Lifting Minyak (ribu barel per hari) 959 899 931 944 954 945 950 930
A. Pendapatan Negara dan Hibah 637.987,1 707.806,1 981.609,4 848.763,2 995.271,5 1.169.914,6 1.311.386,7 1.344.476,8
I. Penerimaan Dalam Negeri 636.153,1 706.108,3 979.305,4 847.096,6 992.248,5 1.165.252,5 1.310.561,6 1.343.651,7
1. Penerimaan Perpajakan 409.203,0 490.988,6 658.700,8 619.922,2 723.306,7 878.685,2 1.032.570,2 1.011.737,9
a. Pajak Dalam Negeri 395.971,5 470.051,8 622.358,7 601.251,8 694.392,1 831.745,3 989.636,6 963.793,8
b. Pajak Perdagangan Internasional 13.231,5 20.936,8 36.342,1 18.670,4 28.914,5 46.939,9 42.933,6 47.944,1
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 226.950,1 215.119,7 320.604,6 227.174,4 268.941,9 286.567,3 277.991,4 331.913,8
II. Hibah 1.834,0 1.697,7 2.304,0 1.666,6 3.023,0 4.662,1 825,1 825,1
B. Belanja Negara 667.128,7 757.649,9 985.730,7 937.382,1 1.042.117,2 1.320.751,3 1.435.406,7 1.534.582,1
I. Belanja Pemerintah Pusat 440.032,1 504.623,3 693.355,9 628.812,4 697.406,4 908.243,4 964.997,3 1.058.318,4
1. K/L 189.361,2 225.014,2 259.701,9 306.999,5 332.920,2 461.508,0 508.359,6 535.087,6
2. Non K/L 250.670,8 279.609,1 433.654,1 321.812,9 364.486,2 446.735,4 456.637,7 523.230,8
II. Transfer Ke Daerah 226.179,9 253.263,2 292.433,5 308.585,2 344.727,6 412.507,9 470.409,5 476.263,7
1. Dana Perimbangan 222.130,6 243.967,2 278.714,7 287.251,5 316.711,4 347.538,6 399.985,6 405.839,8
2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 4.049,3 9.296,0 13.718,8 21.333,8 28.016,2 64.969,3 70.423,9 70.423,9
III. Suspen 916,8 (236,5) (58,7) (15,6) (16,8) 0,0 0,0 0,0
C. Keseimbangan Primer 49.941,0 29.962,6 84.308,5 5.163,2 41.537,5 (44.252,9) (1.802,4) (72.319,9)
D. Surplus/Defisit Anggaran (A - B) (29.141,6) (49.843,8) (4.121,3) (88.618,8) (46.845,7) (150.836,7) (124.020,0) (190.105,3)
% terhadap PDB (0,87) (1,26) (0,08) (1,58) (0,73) (2,09) (1,53) (2,23)
Kelebihan/(Kekurangan) Pembiayaan 274,0 (7.387,2) 79.950,4 23.964,4 44.706,3 0,0 (0,0) (0,0)
z
TABEL 3
PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH, 20062012
(miliar rupiah)
I. Penerimaan Dalam Negeri 636.153,1 706.108,3 979.305,4 847.096,6 992.248,5 1.165.252,5 1.310.561,6 1.343.651,7
1. Penerimaan Perpajakan 409.203,0 490.988,6 658.700,8 619.922,2 723.306,7 878.685,2 1.032.570,2 1.011.737,9
a. Pajak dalam Negeri 395.971,5 470.051,8 622.358,7 601.251,8 694.392,1 831.745,3 989.636,6 963.793,8
i. Pajak Penghasilan 208.833,1 238.430,9 327.497,7 317.615,0 357.045,5 431.977,0 519.964,7 510.329,7
1. PPh Migas 43.187,9 44.000,5 77.018,9 50.043,7 58.872,7 65.230,7 60.915,6 64.596,3
2. PPh Nonmigas 165.645,2 194.430,5 250.478,8 267.571,3 298.172,8 366.746,3 459.049,2 445.733,4
ii. Pajak Pertambahan Nilai 123.035,9 154.526,8 209.647,4 193.067,5 230.604,9 298.441,4 352.949,9 335.248,9
iii. Pajak Bumi dan Bangunan 20.858,5 23.723,5 25.354,3 24.270,2 28.580,6 29.057,8 35.646,9 29.687,5
iv. BPHTB 3.184,5 5.953,4 5.573,1 6.464,5 8.026,4 - - -
v. Cukai 37.772,1 44.679,5 51.251,8 56.718,5 66.165,9 68.075,3 75.443,1 83.266,6
vi. Pajak Lainnya 2.287,4 2.737,7 3.034,4 3.116,0 3.968,8 4.193,8 5.632,0 5.261,1
b. Pajak Perdagangan Internasional 13.231,5 20.936,8 36.342,1 18.670,4 28.914,5 46.939,9 42.933,6 47.944,1
i. Bea Masuk 12.140,4 16.699,4 22.763,8 18.105,5 20.016,8 21.500,8 23.734,6 24.737,9
ii. Bea Keluar 1.091,1 4.237,4 13.578,3 565,0 8.897,7 25.439,1 19.199,0 23.206,2
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 226.950,1 215.119,7 320.604,6 227.174,4 268.941,9 286.567,3 277.991,4 331.913,8
a. Penerimaan SDA 167.473,8 132.892,6 224.463,0 138.959,2 168.825,4 191.976,0 177.263,4 208.456,4
i. Migas 158.086,1 124.783,7 211.617,0 125.752,0 152.733,2 173.167,3 159.471,9 189.608,6
1. Minyak bumi 125.145,4 93.604,5 169.022,2 90.056,0 111.814,9 123.051,0 113.681,5 149.900,7
2. Gas alam 32.940,7 31.179,2 42.594,7 35.696,0 40.918,3 50.116,2 45.790,4 39.707,9
ii. Non Migas 9.387,8 8.108,9 12.846,0 13.207,3 16.092,2 18.808,8 17.791,5 18.847,8
1. Pertambangan umum 6.781,4 5.877,9 9.511,3 10.369,4 12.646,8 15.394,5 14.453,9 15.274,1
2. Kehutanan 2.409,5 2.114,8 2.315,5 2.345,4 3.009,7 2.908,1 2.954,5 3.074,9
3. Perikanan 196,9 116,3 77,8 92,0 92,0 150,0 150,0 150,0
4. Pertambangan Panas Bumi - - 941,4 400,4 343,8 356,1 233,1 348,8
b. Bagian Laba BUMN 22.973,1 23.222,5 29.088,4 26.049,5 30.096,9 28.835,8 28.001,3 30.775,4
c. PNBP Lainnya 36.503,2 56.873,4 63.319,0 53.796,1 59.428,6 50.339,4 53.492,3 72.273,9
d. Pendapatan BLU - 2.131,2 3.734,3 8.369,5 10.590,8 15.416,0 19.234,4 20.408,0
II.Hibah 1.834,0 1.697,7 2.304,0 1.666,6 3.023,0 4.662,1 825,1 825,1
Pendapatan Negara dan Hibah 637.987,1 707.806,1 981.609,4 848.763,2 995.271,5 1.169.914,6 1.311.386,7 1.344.476,8
TABEL 4
BELANJA PEMERINTAH PUSAT, 2006-2012
(miliar rupiah)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Uraian
LKPP LKPP LKPP LKPP LKPP APBN-P APBN RAPBN-P
1. Belanja Pegawai 73.252,3 90.425,0 112.829,9 127.669,7 148.078,1 182.875,0 215.862,4 212.242,8
2. Belanja Barang 47.181,9 54.511,4 55.963,5 80.667,9 97.596,8 142.825,9 188.001,7 186.555,9
3. Belanja Modal 54.951,9 64.288,7 72.772,5 75.870,8 80.287,1 140.952,5 151.975,0 168.875,2
4. Pembayaran Bunga Utang 79.082,6 79.806,4 88.429,8 93.782,1 88.383,2 106.583,8 122.217,6 117.785,4
a. Utang Dalam Negeri 54.908,3 54.079,4 59.887,0 63.755,9 61.480,6 76.613,7 88.503,3 84.749,3
b. Utang Luar Negeri 24.174,3 25.727,0 28.542,8 30.026,2 26.902,7 29.970,1 33.714,3 33.036,1
5. Subsidi 107.431,8 150.214,5 275.291,4 138.082,2 192.707,1 237.194,7 208.850,2 273.155,6
a. Energi 94.605,4 116.865,9 223.013,2 94.585,9 139.952,9 195.288,7 168.559,9 230.432,5
b. Non Energi 12.826,4 33.348,6 52.278,2 43.496,3 52.754,1 41.906,0 40.290,3 42.723,1
6. Belanja Hibah - - - - 70,0 404,9 1.796,7 1.790,9
7. Bantuan Sosial 40.708,6 49.756,3 57.740,8 73.813,6 68.611,1 81.810,4 47.763,8 55.377,5
a. Penanggulangan Bencana 2.839,5 1.888,9 2.939,8 2.223,6 2.681,0 4.000,0 4.000,0 4.000,0
b. Bantuan Melalui K/L 37.869,1 47.867,4 54.801,0 71.590,0 65.930,1 77.810,4 43.763,8 51.377,5
8. Belanja Lain-lain 37.423,1 15.621,2 30.328,1 38.926,2 21.673,0 15.596,2 28.529,7 42.535,0
1 1 MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT 130,5 141,8 159,1 211,8 204,8 416,1 692,4 623,2
2 2 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 939,9 1.068,7 1.283,4 1.538,7 1.792,4 2.445,5 2.943,9 2.706,6
3 4 BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 566,6 847,4 1.258,8 1.590,9 1.974,2 2.820,1 2.839,9 2.674,8
4 5 MAHKAMAH AGUNG 1.948,2 2.663,6 4.001,2 3.950,5 3.895,8 6.056,4 5.107,5 5.512,6
5 6 KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1.401,1 1.590,8 1.622,0 1.602,1 2.636,7 2.845,9 3.770,4 3.678,7
6 7 KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA 729,9 1.174,5 1.105,6 1.342,0 1.530,4 1.938,9 2.606,1 1.977,2
8 10 KEMENTERIAN DALAM NEGERI 1.158,0 3.118,2 5.303,0 8.315,1 12.110,8 16.792,7 17.134,4 16.542,1
9 11 KEMENTERIAN LUAR NEGERI 3.152,8 3.376,2 3.707,0 4.106,8 3.751,9 5.669,9 5.242,1 4.976,8
10 12 KEMENTERIAN PERTAHANAN 23.922,8 30.611,1 31.348,7 34.332,5 42.391,6 50.033,9 72.538,5 72.257,5
11 13 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM 2.875,9 3.574,3 3.845,9 3.903,9 4.832,1 5.211,7 6.977,8 6.909,5
12 15 KEMENTERIAN KEUANGAN 5.167,0 6.999,2 12.051,1 11.759,2 12.955,0 17.457,7 17.780,0 16.913,7
13 18 KEMENTERIAN PERTANIAN 5.551,2 6.532,3 7.203,9 7.676,5 8.016,1 17.740,6 17.831,2 17.097,8
14 19 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 1.126,5 1.484,5 1.414,8 1.444,9 1.492,7 2.245,6 2.548,9 2.345,0
15 20 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 4.657,6 5.141,6 5.442,5 6.577,2 5.543,6 15.674,9 15.804,7 15.337,3
16 22 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN 6.769,7 9.070,4 13.477,1 15.557,3 15.562,1 23.134,6 28.117,7 36.708,1
17 23 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 37.095,1 40.475,8 43.546,9 59.558,6 59.347,9 67.741,0 64.350,9 75.579,0
18 24 KEMENTERIAN KESEHATAN 12.260,6 15.530,6 15.871,9 18.001,5 22.428,3 29.447,7 29.915,8 28.706,5
19 25 KEMENTERIAN AGAMA 10.023,3 13.298,9 14.874,7 24.957,6 28.008,1 35.403,5 38.347,5 38.377,4
20 26 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI 2.069,4 2.451,1 2.352,5 2.837,8 2.763,9 4.656,4 4.163,0 3.766,4
21 27 KEMENTERIAN SOSIAL 2.221,4 2.766,0 3.213,5 3.255,1 3.470,9 4.121,6 4.570,6 4.294,9
22 29 KEMENTERIAN KEHUTANAN 1.485,2 1.761,0 3.174,7 2.110,2 3.290,9 5.872,7 6.233,0 5.686,8
23 32 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2.566,3 2.343,1 2.398,9 3.205,6 3.139,5 5.559,2 5.993,3 5.914,1
24 33 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM 19.186,7 22.769,5 30.670,0 40.082,7 32.746,9 56.535,3 62.563,1 73.801,1
25 34 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN 76,3 179,9 176,3 176,2 194,3 586,0 487,2 405,1
26 35 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN 65,6 58,7 78,8 77,2 96,9 248,5 250,4 212,0
27 36 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT 68,1 92,3 87,1 88,1 84,4 233,6 268,2 222,3
28 40 KEMENTERIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA 609,7 882,8 1.021,2 1.049,4 1.590,0 2.209,3 2.189,8 2.402,0
29 41 KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA 155,1 261,8 148,3 129,0 92,8 144,3 142,7 111,3
TABEL 5
BELANJA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA, 20062012 (2)
(miliar rupiah)
30 42 KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI 342,6 437,1 451,2 408,0 620,0 675,4 672,3 619,8
31 43 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 300,9 414,2 415,3 359,5 404,4 974,3 885,4 688,6
32 44 KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM 930,2 1.280,8 982,1 744,3 729,6 1.015,7 1.213,9 1.177,5
33 47 KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK 116,9 143,6 122,9 111,7 165,1 161,6 181,8 150,9
34 48 KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI 169,8 79,7 93,3 85,8 83,4 154,4 170,5 131,4
BIROKRASI
35 50 BADAN INTELIJEN NEGARA 1.012,4 1.048,0 932,0 968,7 963,3 1.323,1 1.141,8 995,9
36 51 LEMBAGA SANDI NEGARA 690,3 1.042,4 598,7 480,6 606,1 750,6 1.193,9 1.158,4
37 52 DEWAN KETAHANAN NASIONAL 29,6 27,5 25,1 24,4 29,0 37,4 38,7 31,1
38 54 BADAN PUSAT STATISTIK 912,1 1.173,6 1.318,2 1.513,4 4.947,7 2.294,5 2.312,4 2.187,6
39 55 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS 198,1 252,6 312,3 314,9 384,6 716,7 827,3 755,5
40 56 BADAN PERTANAHAN NASIONAL 1.211,5 1.602,9 2.093,7 2.121,2 2.294,5 3.695,4 3.957,9 3.881,2
41 57 PERPUSTAKAAN NASIONAL 138,7 271,8 280,2 312,6 396,9 431,9 372,2 348,0
42 59 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA 1.235,7 1.016,0 996,0 1.360,0 2.199,5 3.452,3 3.246,0 3.090,8
43 60 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA 16.449,9 19.922,4 21.100,0 25.633,3 26.783,0 31.261,1 39.783,2 41.279,9
44 63 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN 302,3 377,6 546,2 530,3 603,5 928,8 1.104,1 1.079,7
45 64 LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL 72,3 126,3 144,5 115,1 157,8 233,6 193,1 174,2
46 65 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 183,2 258,2 308,1 311,6 378,3 510,9 764,3 625,7
47 66 BADAN NARKOTIKA NASIONAL 285,7 234,5 264,9 239,6 345,1 977,0 970,8 841,0
48 67 KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 230,2 384,8 918,4 931,2 1.024,5 1.263,4 1.018,3 1.103,8
49 68 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL 637,5 994,2 1.156,0 1.148,4 1.332,8 2.506,4 2.593,7 2.110,1
50 74 KOMISI NASIONAL HAK AZASI MANUSIA 36,6 28,5 32,7 46,2 52,7 58,6 64,3 53,7
51 75 BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA 521,8 610,4 679,0 772,8 885,5 1.317,3 1.341,2 1.284,0
52 76 KOMISI PEMILIHAN UMUM 318,1 468,6 453,7 567,1 759,0 1.009,4 1.635,2 1.625,2
53 77 MAHKAMAH KONSTITUSI 204,6 149,7 158,1 162,6 169,7 288,0 277,4 221,8
54 78 PUSAT PELAPORAN ANALISIS DAN TRANSAKSI KEUANGAN 33,0 77,0 30,9 32,9 63,7 98,3 79,1 73,1
55 79 LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA 396,6 570,5 567,1 455,0 492,9 616,7 727,9 761,7
56 80 BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 250,9 308,6 308,4 365,4 388,4 603,4 659,4 637,1
57 81 BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI 413,4 502,3 526,4 515,5 677,4 983,8 851,6 808,6
58 82 LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL 162,5 174,4 183,4 198,7 222,5 465,5 547,1 491,9
59 83 BADAN KOORDINASI SURVEY DAN PEMETAAN NASIONAL 144,9 224,0 197,6 223,3 308,6 510,4 549,7 535,9
60 84 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 31,1 36,0 74,7 51,7 102,8 82,8 98,0 74,2
z
TABEL 5
BELANJA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA, 20062012 (3)
(miliar rupiah)
61 85 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR 46,9 53,4 47,0 48,2 53,5 76,8 84,2 72,0
62 86 LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 126,0 157,2 161,5 178,6 188,7 244,6 243,3 243,6
63 87 ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 83,9 95,7 115,5 102,1 104,3 152,2 152,8 130,3
64 88 BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA 228,5 288,4 296,1 357,1 388,0 474,6 527,3 486,9
65 89 BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN 437,1 482,1 547,0 540,1 637,8 716,4 932,7 1.050,5
66 90 KEMENTERIAN PERDAGANGAN 1.128,7 1.233,6 1.144,5 1.455,0 1.258,3 2.449,9 2.401,7 2.221,5
67 91 KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT 369,2 419,6 590,8 1.277,5 914,9 3.462,0 4.604,1 5.928,5
68 92 KEMENTERIAN PEMUDA DAN OLAH RAGA 457,4 641,2 734,2 829,1 2.393,1 4.343,4 1.754,1 1.607,9
69 93 KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI 221,7 163,8 204,3 228,6 268,0 576,6 663,0 634,5
70 94 BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI NAD DAN NIAS 9.976,7 6.532,8 7.619,1 - - - - -
71 95 DEWAN PERWAKILAN DAERAH 149,2 201,9 235,2 319,2 368,7 1.157,0 604,1 754,8
72 100 KOMISI YUDISIAL RI 34,9 79,1 79,6 89,2 54,2 79,7 85,4 77,4
73 103 BADAN KOORDINASI NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA - 46,7 94,5 104,4 266,3 938,9 995,1 928,2
74 104 BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TKI - - 209,7 220,4 226,1 423,7 285,7 265,9
75 105 BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO - 113,9 513,0 705,8 636,8 1.286,1 1.606,9 1.533,3
76 106 LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH - - - - 70,7 210,4 211,3 183,4
77 107 BADAN SAR NASIONAL - - - - 512,6 1.329,2 1.111,7 992,1
78 108 KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA - - - - 60,9 181,6 119,8 113,5
79 109 BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURAMADU - - - - - 292,5 299,6 268,2
80 110 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA - - - - - 16,3 67,6 58,8
81 111 BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN - - - - - 454,0 248,8 197,7
82 112 BADAN PENGUSAHAAN OTORITA BATAM - - - - - - 140,0 735,3
83 113 BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME - - - - - - 126,9 92,8
84 114 KEMENTERIAN SEKRETARIAT KABINET - - - - - - 210,1 197,2
85 115 BADAN PENGAWAS PEMILU - - - - - 53,1
86 116 LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA - - - - - 769,0
87 117 LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA - - - - - 753,2
JUMLAH KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA 189.361,2 225.014,2 259.701,9 306.999,5 332.920,2 461.508,0 508.359,6 535.087,6
Wakil Presiden, pada Tahun 2006 merupakan Bagian Anggaran untuk Kepresidenan
TABEL 6
SUBSIDI, 20062012
(miliar rupiah)
1. Subsidi BBM 64.212,1 83.792,3 139.106,7 45.039,4 82.351,3 129.723,6 123.599,7 137.379,8
2. Subsidi Listrik 30.393,3 33.073,5 83.906,5 49.546,5 57.601,6 65.565,1 44.960,2 93.052,7
B. Non Energi 12.826,4 33.348,6 52.278,2 43.496,3 52.754,1 41.906,0 40.290,3 42.723,1
1. Subsidi Pangan 5.320,2 6.584,3 12.095,9 12.987,0 15.153,8 15.267,0 15.607,1 20.926,3
2. Subsidi Pupuk 3.165,7 6.260,5 15.181,5 18.329,0 18.410,9 18.803,0 16.944,0 13.958,6
3. Subsidi Benih 131,1 479,0 985,2 1.597,2 2.177,5 120,3 279,9 129,5
7. Subsidi Pajak 1.863,8 17.113,6 21.018,2 8.173,6 14.815,1 4.000,0 4.200,0 4.263,4
I. Dana Perimbangan 222.130,6 243.967,1 278.714,7 287.251,5 316.711,4 347.538,6 399.985,6 405.839,8
A. Dana Bagi Hasil 64.900,3 62.941,9 78.420,2 76.129,9 92.183,6 96.772,1 100.055,2 105.909,4
1. Pajak 28.227,1 34.990,4 37.879,0 40.334,2 47.017,8 42.099,5 54.371,6 51.675,8
a. Pajak Penghasilan 6.052,6 7.965,3 9.988,3 10.219,1 10.931,5 13.156,2 18.962,2 21.641,3
b. Pajak Bumi dan Bangunan 18.994,9 22.584,6 22.251,8 23.073,9 27.108,4 27.593,1 33.968,6 28.149,8
c. BPHTB 3.179,6 4.440,6 5.638,9 5.976,2 7.775,9 - - 238,8
d. Cukai - - - 1.065,1 1.202,1 1.350,2 1.440,8 1.645,9
2. Sumber Daya Alam 36.673,2 27.951,9 40.739,6 35.795,8 45.165,8 54.672,6 45.683,6 54.233,6
a) b)
a. Migas 31.635,8 21.978,8 33.094,5 26.128,7 35.196,4 37.306,3 32.276,1 39.183,5
b. Pertambangan Umum 3.624,9 4.227,6 6.191,7 7.197,6 7.790,4 15.142,2 11.563,2 12.919,3
c. Kehutanan 1.212,7 1.724,2 1.389,4 1.307,1 1.753,1 1.749,4 1.537,8 1.700,7
d. Perikanan 199,7 166,0 64,0 69,3 120,0 123,7 120,0 126,5
e. Pertambangan Panas Bumi - - - 1.093,2 305,9 351,0 186,4 303,6
3. Suspen - (0,3) (198,4) - - - - -
B. Dana Alokasi Umum 145.664,2 164.787,4 179.507,1 186.414,1 203.571,5 a) 225.533,7 b) 273.814,4 273.814,4
C. Dana Alokasi Khusus 11.566,1 16.237,8 20.787,3 24.707,4 20.956,3 25.232,8 26.115,9 26.115,9
II. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 4.049,3 9.296,0 13.718,8 21.333,8 28.016,3 64.969,3 70.423,9 70.423,9
A. Dana Otonomi Khusus 3.488,3 4.045,7 7.510,3 9.526,6 9.099,6 10.421,3 11.952,6 11.952,6
B. Dana Penyesuaian 561,1 5.250,3 6.208,5 11.807,2 18.916,7 54.548,0 58.471,3 58.471,3
a) termasuk tambahan tunjangan profesi guru PNSD Rp10,960,3 miliar dan koreksi alokasi DAU kab. Indramayu Rp121,3 miliar
b) termasuk koreksi positif alokasi DAU TA 2010 Rp0,9 miliar
TABEL 8
PEMBIAYAAN ANGGARAN, 20062012
(miliar rupiah)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Keterangan
LKPP LKPP LKPP LKPP LKPP APBN-P APBN RAPBN-P
A. Pembiayaan Dalam Negeri 55.982,1 69.032,3 102.477,6 128.133,1 96.118,5 153.613,3 125.912,3 194.531,0
I. Perbankan Dalam Negeri 18.912,9 11.143,3 16.159,3 41.056,8 22.189,3 48.750,7 8.947,0 60.561,6
1. Rekening Pemerintah 11.555,5 4.800,7 16.159,3 41.056,8 22.189,3 48.750,7 8.947,0 60.561,6
a.l a. Penerimaan Cicilan Pengembalian Penerusan Pinjaman 2.000,0 4.000,0 300,0 3.705,0 4.841,4 8.176,7 3.890,2 4.387,9
b. Rekening Pembangunan Hutan - - - 621,0 - (766,8) - -
c. Rekening Pemerintah Lainnya 9.555,5 521,6 15.859,3 - - - - -
d. Rekening KUN untuk Pembiayaan Kredit Investasi Pemerintah - - - - - 853,9 - -
e. SAL - 279,04 - 36.730,8 17.347,9 40.319,0 5.056,8 56.173,7
f. Rekening Cadangan Dana Reboisasi - - - - - 167,9 - -
2. Eks. Moratorium NAD dan Nias, Sumut 7.357,4 6.342,6 - - - - - -
II. Non Perbankan Dalam Negeri 37.069,2 57.889,0 86.318,3 87.076,3 73.929,2 104.862,6 116.965,3 133.969,4
1. Privatisasi 2.371,7 3.004,3 82,3 - 2.098,7 425,0 - -
2. Hasil Pengelolaan Aset 2.684,0 2.412,6 2.819,8 (309,7) 1.133,4 965,7 280,0 280,0
a. Pengelolaan Asset 2.684,0 2.412,6 2.819,8 690,3 1.133,4 965,7 280,0 280,0
b. PMN untuk Restrukturisasi BUMN - - - (1.000,0) - - - -
3. Surat Berharga Negara (neto) 35.985,5 57.172,2 85.916,3 99.470,9 91.102,6 126.653,9 134.596,7 159.596,7
4. Pinjaman Dalam Negeri - - - - 393,6 1.452,1 860,0 991,2
5. Dana Investasi Pemerintah dan Restr. BUMN (3.972,0) (4.700,0) (2.500,0) (12.084,9) (12.299,1) (21.112,4) (17.138,1) (19.265,1)
a. Investasi Pemerintah (2.000,0) (2.000,0) 0,0 (500,0) (3.610,5) (1.853,9) (3.299,6) (3.299,6)
b. PMN dan Restrukturisasi BUMN (1.972,0) (2.700,0) (2.500,0) (10.674,0) (6.038,6) (10.460,4) (6.852,8) (8.922,1)
c. Dana Bergulir - - - (911,0) (2.650,0) (8.798,1) (6.985,8) (7.043,4)
6. Kewajiban Penjaminan - - - - - (904,0) (633,3) (633,3)
7. Dana Pengembangan Pendidikan Nasional - - - - (1.000,0) (2.617,7) (1.000,0) (7.000,0)
8. Pinjaman kepada PT. PLN - - - - (7.500,0) - - -
B. Pembiayaan Luar Negeri (neto) (26.566,5) (26.575,7) (18.405,9) (15.549,8) (4.566,5) (2.776,6) (1.892,3) (4.425,7)
I. Penarikan Pinjaman Luar Negeri 29.672,6 34.070,1 50.218,7 58.662,0 54.794,8 56.182,9 54.282,4 53.731,1
1. Pinjaman Program 13.579,6 19.607,5 30.100,4 28.937,7 28.974,6 19.201,8 15.257,1 15.603,9
2. Pinjaman Proyek 16.093,0 14.462,6 20.118,3 29.724,3 25.820,2 36.981,1 39.025,3 38.127,2
II. Penerusan Pinjaman (3.558,0) (2.723,4) (5.189,3) (6.180,7) (8.728,8) (11.724,8) (8.914,6) (8.431,8)
III. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN (52.681,1) (57.922,5) (63.435,3) (68.031,1) (50.632,5) (47.234,7) (47.260,1) (49.724,9)
*) Dalam APBN-P 2010, Fasilitas Likuditas Pembiyaan Perumahan direalokasi ke Dana Bergulir sebesar Rp2.683,0 miliar.