Anda di halaman 1dari 17

STASE KEPERAWATAN JIWA

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL


DI RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA
YOGYAKARTA

Disusun Oleh :
Sulistiarni
3216099

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2016
LEMBAR PENGESAHAN
STASE KEPERAWATAN JIWA

Disahkan Pada :

Hari/Tanggal :
Oleh :

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik, Mahasiswa,

. .......................................... Sulistiarni
ISOLASI SOSIAL
A. DEFINISI

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).

Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme


individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari
interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2009).

Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima sebagai
perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau mengancam
(Wilkinson, 2007).

Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam ( Twondsend, 1998 ). Atau
suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali
tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi Anna
Kelliat, 2006 ). Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain ( Pawlin, 1993 dikutip
Budi Kelliat, 2001). Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor
predisposisi terjadinya perilaku isolasi sosial. (Budi Anna Kelliat, 2006).

B. ETIOLOGI

1. Faktor predisposisi

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:


a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan
sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan

3
menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang
memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh
pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat
terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat
mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di
kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak
tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap
perkembangan individu dalam berhubungan terdiri dari:
1) Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis
maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan
menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting
karena akan mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari.
Bayi yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa
ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada masa
berikutnya.
2) Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai
mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan
teman-temannya.Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu
dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi.Kasih sayang yang tulus, aturan
yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus
anak tumbuh menjadi individu yang interdependen. Orang tua harus dapat
memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya,
maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak
mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan, berkompetensi
dan berkompromi dengan orang lain.
3) Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan teman
sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk mengenal
dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya
hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi hubungan intim
dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan individu dengan kelompok maupun
teman lebih berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi

4
apabila remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut,
yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada remaja.

4) Masa Dewasa Muda


Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan
interdependen antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai
dengan kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima
perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap untuk
membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai
pekerjaan.Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah saling
memberi dan menerima (mutuality).
5) Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak terhadap
dirinya menurun.Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk
mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri.
Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan yang
interdependen antara orang tua dengan anak.
6) Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik,
kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran.
Dengan adanya kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain akan
meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.

b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga


Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku
1)Sikap bermusuhan/hostilitas
2)Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
3)Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
4)Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak,
hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi
kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara
terbuka dengan musyawarah.
5)Ekspresi emosi yang tinggi

5
6)Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang
membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena
norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak
produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
d. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.Insiden tertinggi
skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita
skizofrenia.Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila salah
diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot
persentasenya 8%.Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran
ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik,
diduga dapat menyebabkan skizofrenia.

2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal, meliputi:
a. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya
penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang
dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh,
dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
b. Stressor Biokimia
1) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta
tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah
sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga
dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
3) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat
oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan
hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.

6
4) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik
diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.
c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat
interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
d. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan
memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah
akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat
menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar.Ego
pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress.Hal ini
berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase
simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat. Menurut Purba,
dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan
yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Strategi koping
yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku adalah sebagai berikut:
1) Tingkah laku curiga: proyeksi
2) Dependency: reaksi formasi
3) Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
4) Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
5) Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
6) Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi dan
regrasi.

C. POHON MASALAH

7
Sumber: (Keliat, 2006)

D. TANDA DAN GEJALA


Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat
ditemukan dengan wawancara, adalah:
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6. Pasien merasa tidak berguna
7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

E. AKIBAT YANG DITIMBULKAN


Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan
persepsi sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi
sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang
tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan
suara-suara yang sebenarnya tidak ada.Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya
rangsang apapun dari panca indera, di mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan
terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau
histerik.Halusinasi merupakan pengalaman mempersepsikan yang terjadi tanpa
adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi limaperasaan (pengelihatan,
pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan tetapi yang paling umum
adalah halusinasi pendengaran.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi Psikofarmaka

8
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas,
kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya
berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan dan
perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan
sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan
rutin. Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi)
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung.
Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom parkinson). Gangguan
endoktrin (amenorhe).Metabolic (Soundiee).Hematologik, agranulosis.Biasanya
untuk pemakaian jangka panjang.Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit
darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta dalam
fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan miksi dan
parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi,
gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah,
epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik, sindrom
Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine.Memiliki efek samping
diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung,
agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine.Kontraindikasi terhadap
hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit, psikosis berat
psikoneurosis (Andrey, 2010).
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan strategi
pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi pertemuan
yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab isolasi
social, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila
berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara
berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang
lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara berkenalan
dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-

9
bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga,
perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk
berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2008)
3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan
bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
e. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari
yang meliputi:
1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun
tidur.
2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk
tingkahlaku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.
3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan mandi
dan sesudah mandi.
4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan
berganti pakaian.
5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang dan
setelah makan dan minum.
6) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan
kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan pakaian,
badan, rambut, kuku dan lain-lain.
7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat
menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh
benda tajam sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat ditempat
yang berbahaya tanpa tujuan yang positif.
8) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi tidur.
Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu diperhatikan
karena sering merupakan gejala primer yang muncul padagangguan jiwa.
Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi
bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.
f. Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien dalam
kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
1) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya,
berbicara dengan kawannya dan sebagainya.

10
2) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan
waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya.
3) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan
orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya
kesungguhan dalam berkomunikasi.
4) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul
dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).
5) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan ketertiban
yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
6) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau
sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.
7) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat
mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak
meludah sembarangan, tidak membuang puntung rokok sembarangan dan
sebagainya.

G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi,
penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian ,tulis
tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi pengkajian meliputi :
a. Identitas klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal
MRS , informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi
kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang
lain ,tidak melakukan kegiatan sehari hari , dependen.
c. Factor predisposisi
Kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak
realistis ,kegagalan / frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya; perubahan
struktur sosial.Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan
dicerai suami , putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi
( korban perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba tiba) perlakuan orang lain yang

11
tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung
lama.
d. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan
keluhafisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek Psikososial
f. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
g. Konsep diri
1) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima
perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan
perubahan tubuh , persepsi negatip tentang tubuh . Preokupasi dengan bagia
tubuh yang hilang , mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.
2) Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu
mengambil keputusan .
3) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses menua ,
putus sekolah, PHK.
4) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan keinginan
yang terlalu tinggi
5) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri , gangguan
hubungan sosial , merendahkan martabat , mencederai diri, dan kurang percaya
diri.
a) Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga social
dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam
masyarakat.
b) Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual)
6) Status mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang
dapat memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu
berhubungan dengan orang lain , Adanya perasaan keputusasaan dan kurang
berharga dalam hidup.
7) Kebutuhan persiapan pulang
a) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
b) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC,
membersikan dan merapikan pakaian.
c) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi

12
d) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam dan
diluar rumah
e) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
8) Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada
orang orang lain( lebih sering menggunakan koping menarik diri).
9) Aspek medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,Psikomotor,
therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri.

2. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan tidak efektifnya
koping individu : koping defensive.

1. Pengkajian
Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan pengkajian
merupakan tahap awal dari dasar utama dari proses keperawatan kebutuhan atau
masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan
spiritual. (Nurjannah, 2004, hlm. 30)
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor
predisposisi, presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan
koping yang dimiliki klien. (Stuart dan Sundeen dalam Nurjannah, 2004, hlm. 30)
Menurut Keliat (2010, hlm.93) untuk melakukan pengkajian pada pasien
dengan isolasi sosial dapat menggunakan teknik wawancara dan observasi.
a. Pengkajian yang ditemukan pada teknik wawancara adalah sebagai berikut:
Pasien mengatakan malas bergaul dengan orang lain.
Pasien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan meminta untuk
sendirian.
Pasien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain.
Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
Pasien merasa tidak aman dengan orang lain.
Pasien mengatakan tidak bisa melangsungkan hidup.
Pasien mengatakan merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
b. Pengkajian yang ditemukan dari hasil observasi adalah sebagai berikut:
Ekspresi wajah kurang berseri
Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
Mengisolasi diri

13
Tidak ada/kurang kontak mata
Aktivitas menurun
Asupan makanan dan minuman terganggu
Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan.
Tampak sedih, afek tumpul
2. Diaknosa keperawatan
a. Diagnosa utama : Isolasi sosial
b. Diagnosa lain yang menyertai diagnosa isolasi sosial menurut Keliat (2006, hlm.
20 ) adalah sebagi berikut:
Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri
Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Ketidakefektifan penatalaksanaan program teraupetik
Defisit perawatan diri
Ketidakefektifan koping keluarga: ketidakmampuan keluarga merawat pasien
dirumah.
Gangguan pemeliharaan kesehatan

c. Tujuan Keperawatan

Tujuan
Pasien mampu :
1. Pasien dapat membina hubungan saling percaya
2. Pasien dapat menyadari penyebab interaksi sosial
3. Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
4. Pasien menunjukkan keterlibatan sosial
Keluarega mampu :
Merawat pasien di rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif
untuk pasien

Kriteria Evaluasi Intervensi


Setelah .x pertemuan, SP I
pasien dapat menyebutkan : 1. Identifikasi penyebab isolasi sosial pada pasien.
2. Diskusikan keuntungan berhubungan dengan
1. BHSP
2. Pasien mampu orang lain
3. Diskusikan kerugian tidak berhubungan dengan
menjelaskan manfaat dan
orang lain.
kerugian berhubungan
4. Ajarkan pasien cara berkenalan dengan orang
dengan orang lain
lain.
3. Pasien mampu
5. Anjurkan pasien untuk memasukkan kegiatan
berkenalan dengan orang
tersebut kedalam jadwal harian
lain

14
Setelah .x pertemuan, SP 2
pasien mampu : 1. Evalusi aktivitas bpasien
2. Evaluasi sp I
1. Menyebutkan kegiatan
3. Berikan kesempatan pasien mempraktekan cara
yang sudah dilakukan
berkenalan dengan orang lain.
2. Berkenalan dengan orang
4. Motivasi klien untuk berbincang-bincang dengan
lain
orang lain
3. Memperagakan cara
5. Anjurkan pasien untuk memasukkan kegiatan
bercakap-cakap dengan
berbincang-bincang dengan orang lain kedalam
orang lain
jadwal harian
4. Klien memasukkankegian
bercakap-cakap kedalam
jadwal harian
Setelah .x pertemuan SP 3
pasien mampu : 1. Evaluasi jadwal kegiatan pasien
2. Berikan kesempatan pasien untuk berkenalan
1. Pasien mampu
didepan kelompok
berkenalan dengan orang
3. Observasi jadwal kegiatan pasien
lain 4. Observasi aktivitas harian pasien
2. Pasien mau berbincang-
bincang dengan orang
lain
3. Pasien rutin bercakap-
cakap dengan orang lain
sesuai jadwal
Setelah .x pertemuan SP 1
keluarga mampu menjelaskan 1. Identifikasi masalah keluarga dalam merawat
tentang isos dan cara merawat pasien
2. Jelaskan tentang isos :
pasien isos
Pengertian isos
Tanda dan gejala isos
Cara merawat pasien isos (cara
berkomunikasi, pemberian obat & pemberian
aktivitas kepada pasien
3. Sumber-sumber pelayanan kesehatan yang bisa
dijangkau
4. Bermain peran cara merawat pasien
5. Rencana tindak lanjut keluarga, jadwal
keluarga untuk merawat pasien
Setelah .x pertemuan SP 2

15
keluarga mampu : Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1)
Menyelesaikan kegiatan Latih keluarga merawat pasien
yang sudah dilakukan RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat
Memperagakan cara pasien
merawat pasien
Setelah .x pertemuan SP 3
keluarga mampu : Evaluasi kemampuan keluarga (SP 2)
Menyebutkan kegiatan Latih keluarga merawat pasien
yang sudah dilakukan RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat
Memperagakan cara pasien
merawat pasien serta mampu
membuat RTL
Setelah .x pertemuan SP 4
keluarga mampu : Evaluasi kemampuan keluarga
Menyebutkan kegiatan Evaluasi kemampuan pasien
yang sudah dilakukan RTL Keluarga :
Melaksanakan Follow Up Follow Up
rujukan Rujukan

16
17

Anda mungkin juga menyukai