Anda di halaman 1dari 21

RESUME MATERI FIQIH MUAMALAH

1. Riba Dan Jenisnya


A. Pengertian Riba
Riba berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman
saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah
pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam.
Riba secara bahasa bermakna : ziyadah (tambahan). Dalam pengertian
lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar .
Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan
dari harta pokok atau modal secara bathil.

B. Landasan Hukum

Dalam Al quran

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah
pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa
yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai
keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat
gandakan (pahalanya). QS. Rum : 39.

Dalam Hadist

Dari Jabir r.a Rasulullah SAW telah melaknat (mengutuk) orang yang
makan riba, wakilnya, penulisnya dan dua saksinya. HR. Muslim.

C. Jenis-jenis Riba

Menurut para fuqaha, riba dapat dibagi menjadi 4 macam bagian, yaitu
sebagai berikut :

1. Riba Fadhl

Riba Fadhl, yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan
kwalitas berbeda yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan.

contoh : tukar menukar emas dengan emas, perak dengan perak, beras dengan
beras dan sebagainya.

2. Riba Yad

Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat sebelum ditimbang dan diterima,
maksudnya : orang yang membeli suatu barang, kemudian sebelum ia menerima
barang tersebut dari si penjual, pembeli menjualnya kepada orang lain. Jual beli
seperti itu tidak boleh, sebab jual beli masih dalam ikatan dengan pihak
pertama.

3. Riba Nasiah
Riba Nasiah yaitu riba yang dikenakan kepada orang yang berhutang
disebabkan memperhitungkan waktu yang ditangguhkan. Contoh : Aminah
meminjam cincin 10 Gram pada Ramlan. Oleh Ramlan disyaratkan membayarnya
tahun depan dengan cincin emas sebesar 12 gram, dan apa bila terlambat 1
tahun, maka tambah 2 gram lagi, menjadi 14 gram dan seterusnya. Ketentuan
melambatkan pembayaran satu tahun.

4. Riba Qardh

Riba Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan


atau tambahan bagi orang yang meminjami/mempiutangi.

Contoh : Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 25.000 kepada Adi. Adi
mengharuskan dan mensyaratkan agar Ahmad mengembalikan hutangnya
kepada Adi sebesar Rp. 30.000 maka tambahan Rp. 5.000 adalah riba Qardh.

2. AL QARDH DAN MUDHARABAH

A. Al qardh
a. Pengertian Al qardh

Qiradh berasal dari kata qardh yang artinya memutus/ memotong. Sedangkan
menurut istilah qiradh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat
ditagih atau diminta kembali, dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharap
imbalan.

Dalam sebuah Hadist dijelaskan :

Siapa yang memberikan keluangan terhadap orang miskin dari duka dan kabut
dunia. Allah akan meluangkannya dari duka dan kabut hari kiamat. Dan siapa
yang memudahkan kesibukan seseorang, Allah akan memberikan kemudahan
dunia dan akhirat. Dan Allah selalu menolong hamba-Nya selama hamba-Nya
menolong saudaranya.(Riwayat Muslim, Abu Daud dan At Tirmidzi).

Adapun rukun dan syarat al-qardh (perjannjian utang piutang) adalah:

1. Adanya yang berpiutang/pemberi pinjaman (muqridh)

Dalam term ini yang disyaratkan adalah harus dari orang yang berhak untuk
bertasarruf (jaaizu at-tasarruf) dalam arti, mempunyai kecakapan dalam
bertindak hukum dan boleh (secara hukum) menggunakan harta, juga
berdasarkan iradah (kehendak bebas).

2. Adanya orang yang berutang/peminjam (muqtaridh)

Syaratnya sama dengan ketentuan point

3. Obyek / barang yang diutangkan / barang yang dipinjamkan (qardh)


Harta benda yang menjadi obyeknya harus mal-mutaqawwim (jelas dan dapat
memberikan manfaat kepada yang dipinjami).

4. Adanya serah terima (ijab qabul)

B. Al Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata adh-dharb fi al ardh (berjalan di bumi untuk
menghasilkan uang). Sedangkan menurut istilah syarii adalah akad
kerjasama antara dua orang di mana yang satu memberikan sejumlah
uang sedangkan yang lain memberikan jasa tenaga untuk mengolah uang
tersebut. Keuntungan yang dihasilkan dari usaha ini dibagi dua
berdasarkan syarat yang telah mereka tentukan.

Dalam hadist di jelaskan :

Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai Mudharabah, ia


mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak
menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu
dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang
ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya(HR.
Thabrani dari Ibnu Abbas)

Adapun rukun dan syarat mudharabah antara lain:

1. Sighat (akad)

Sighat akad, yaitu suatu ungkapan atau komunikasi antara para pihak terhadap
akad yang dikendaki dalam hal ini antara pemilik modal dengan pihak yang akan
mengerjakan suatu pekerjaan yang disepakati. Para ulama menyatakan sighat
akad mudharabah harus secara jelas dinyatakan karena itu sebaiknya dilakukan
sighat akad tersebut dengan lisan atau tulisan sehingga para pihak dengan
mudah dapat memahami maksud dari kesepakatan yang dibuat.

2. Para pihak

Secara umum pihak yang melakukan akad mudharabah adalah mereka yang
mempunyai kemampuan maksimal yaitu baik dalam modal dan keahlian karena
akad mudharabah adalah akad yang memerlukan modal dan keahlian dari
masing-masing pihak karena itu persyaratan kapasitas modal dan keahlian dari
pihak yang akan terlibat dalam akad tersebut harus menjadi perhatian.

3. Modal (rasul mal)

Dalam hal ini para ulama mensyaratkan bahwa modal harus berbentuk uang dan
bersifat tunai, jumlah dan jenisnya diketahui oleh para pihak serta dapat
diserahkan. Dan ulama tidak membolehkan utang karena sifat akad mudharabah
merupakan akad kerjasama dalam usaha yang akan dikerjakan sehingga
sekiranya modal tidak ada maka akad tersebut dengan sendirinya tidak wujud.

4. Keuntungan

Unsur kejelasan pembagian penting untuk disepakati. Selain itu, keuntungan itu
hanya untuk pemodal dan pekerja bukan untuk orang lain karena itu keuntungan
tersebut hanya terkait dengan pihak pemodal dan pekerja saja. Sekiranya terjadi
kerugian maka menjadi tanggung jawab dari pemodal sedangkan
pekerja/pengusaha rugi dari segi aspek non-material seperti waktu, tenaga, dan
pikiran.

5. Pekerjaan (amal)

Jenis pekerjaan adalah yang bersifat perdagangan dan jual beli karena yang
dicari dari akad mudharabah adalah keuntungan karena itu harus bersifat jual
beli atau dagang.

3. AL BAI DAN MURABAHAH


A. Al Bai

Pengertian Akad Bai

Secara liungistik, al bai (jual beli) bererti pertukaran sesuatu dengan sesuatu.
Secara istilah, menurut madzhab Hanafiyah, jual beli adalah pertukaran harta
(mal) dengan harta dengan menggunakan cara tertentu. Menurut imam Nawawi
adalah pertukaran harta dengan harta dengan maksud untuk memiliki.

Landasan Hukum :

Qs. An-Nisaa: 29

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta


sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

Syarat Bai

a. Syarat Iniqad

b. Syarat Nafadz

c. Syarat Syah

d. Syarat Luzum

Rukun Bai

Mayoritas ulama (jumhur), rukun yang terdapat dalam akad jual beli terdiri dari:
1. akid (penjual dan pembeli)
2. Maqud alaih (harga dan objek)
3. Sighat (ijab qabul)

B. Murabahah

Pengertian Murabahah

Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Dalam Bai murabahah, penjual harus memberi
tahu harga produk yang dibeli dan menentukan suatu tingkat keuntungan
sebagai tambahannya.

Murabahah dapat dilakukan untuk pembelian secara pemesanan dan bisa


disebut sebagai murabahah kepada pemesan pembelian. Dalam kitab al-Umm,
imam Syafii menamai transaksi sejenis ini dengan istilah al-aamir bisy-syira.[5]

Landasan Hukum

a. Al-Quran

Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba

(Qs. Al-Baqarah: 275)

b. Hadist

Dari suhaib ar-Rumi ra. Bahwa Rasulullah saw bersabda Tiga hal yang di
dalamnya terdapat keberkahan :jual beli secara tangguh, muqaradhah, dan
mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk
dijual. (HR. Ibnu Majjah).

Syarat Murabahah

a. Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah

b. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan

c. Kontrak harus bebas dari riba

d. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang
setelah pembelian

e. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan


pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.

4. GADAI (AR RAHN)) DAN SANDAK ( BAI ALWAFA)


A. Gadai
a. Pengertian
Ar-Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai
ekonomis. Dengan demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk
dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana
dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.1
b. Landasan Hukum
Al quran
jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegan (oleh
yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan
persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah
orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Hadist

Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. pernah membeli makanan dengan berutang dari


seorang Yahudi, dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya. (Hadis Nabi riwayat
al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah r.a.,)
Ijma
Mengenai dalil ijma umat Islam sepakat (ijma) bahwa secara garis besar akad rahn
(gadai / penjaminan utang) diperbolehkan. Pemberi gadai boleh memanfaatkan barang gadai
secara penuh sepanjang tidak mengakibatkan berkurangnya nilai barang gadai tersebut.
Fatwa dewan syariah nasional
Fatwa dari Dewan Syariah Nasional Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan
Rukun dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan
Rukun dan Syarat Transaksi Gadai.
c. Rukun Dan syarat
Dalam perjanjian gadai akan sah apabila memenuhi rukun serta syarat sahnya gadai,
diantaranya yaitu:
1. Orang yang bertransaksi (Akid )
2. Ijab qabul (sighat )
3. Adanya barang yang digadaikan (Marhun)
4. Utang (Marhun bih)

1
Syarat sahnya akad gadai yang harus dipenuhi oleh orang yang terlibat dalam akad antara
lain: berakal, baligh, barang yang dijadikan jaminan ada pada saat akad, serta barang jaminan
dipegang oleh orang yang menerima gadai (marhun) atau yang mewakilinya.

Secara umum barang gadai harus memenuhi beberapa syarat, antara lain:
a) Harus dapat diperjual belikan
b) Harus berupa harta yang bernilai
c) Marhun harus bisa dimanfaatkan secara syariah
d) Harus diketahui keadaan fisiknya
e) Harus dimiliki oleh rahin (peminjam atau penggadai) setidaknya harus seizin
pemiliknya.

B. Bai Alwafa ( sandak )


a. Pengertian
Secara bahasa, bai berarti jual beli dan al-wafa pelunasan hutang. Secara
terminologis, bai al-wafa berarti jual beli bersyarat : barang yang dijual dapat
ditebus kembali jika tenggang waktunya tiba.
b. Landasan Hukum
Menurut Mustafa Ahmad az-Zarqa, dalam sejarahnya, bai al-wafa baru mendapatkan
justifikasi ulama, yaitu Mazhab Hanafi, setelah berjalan beberapa lama dan telah menjadi urf.
Imam Nazmuddin An-Nasafi(461-573 H), seorang ulama terkemuka Mazhab Hanafi di
Bukhara, mengatakan : Para syekh kami (Hanafi) membolehkan bai al-wafa sebagai jalan
keluar dari riba.
c. Rukun Dan Syarat
Menurut ulama Mazhab Hanafi, rukun bai al-wafa sama dengan rukun jual beli pada
umumnya yaitu ijab (pernyataan menjual), dan qabul (pernyataan membeli).
Demikian juga persyaratan bai al-wafa menurut mereka sama dengan persyaratan
jual beli pada umumnya. Penembahan syarat untuk bai al-wafa hanyalah dari segi penegasan
bahwa barang telah dijual itu harus dibeli kembali oleh penjual dan tenggang waktu
berlakunya jual beli itu harus tegas, misalnya satu tahun, dua tahun, atau lebih.

5. MUSYARAKAH
a. Pengertian

Musyarakah atau di kenal dengan sebutan syirkah secara bahasan berarti


pencampuran (Ikhtilath) yaitu suatu pencampuran atara satu dengan yang
lainya.
Musyarakah adalah akad kerjasama atau pencampuran antara dua pihak atau
lebih untuk melakukan sutu usaha tertentu yang halal dan produktif dengan
kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagikan sesuai nasabah yang di sepakati
dan resiko akan ditanggu sesuai dengan porsi kerjasama.

b. Dasar Hukum

Al quran

"Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat itu


sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang
beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini." ( QS.
Surat shad : 4 )

Hadist

Allah swt. berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat
selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak
telah berkhianat, Aku keluar dari mereka. (HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh
al-Hakim, dari Abu Hurairah).

c. Rukun Dan syarat

Dari segi hukumnya melakukan kerjasama dengan menggunakan


sistem musyarakah adalah suatu hal yang dibenarkan dalam Islam.
Keabsahannya juga bergantung pada syarat-syarat dan rukun yang telah
ditetapkan. Adapun rukun musyarakah yang disepakati oleh jumhur ulama
adalah:

a. Shigat (lafal) ijab dan qabul

b. Pelaku akad, yaitu para mitra usaha

c. Obyek akad, yaitu modal (mal), kerja (dharabah), dan keuntungan (ribh).

Sedangkan syarat syirkah secara umum adalah:

a. Harus mengenai tasharuf yang dapat diwakilkan

b. Pembagian keuntungan yang jelas

c. Pembagian keuntungan tergantung kepada kesepakatan, bukan kepada


besar kecilnya modal atau kewajiban.

d. Macam macam syirkah

a. Syirkah al-milk (kerjasama non kontraktual), mengimplikasikan kepemilikan


bersama dan terjadi ketika dua atau lebih orang secara kebetulan mendapatkan
kepemilikan bersama beberapa aset tanpa melalui persetujuan kerja sama.
Contohnya yaitu seperti menerima hibah atau wasiat secara bersama-sama.
b. Syirkah al uqud menunjukkan kebersamaan dua atau lebih orang untuk
menjalankan suatu usaha yang bertujuan membagi keuntungan dengan investasi
bersama sebagai kelaziman pada periode pembentukan kerjasama tersebut,
berupa kerjasama dalam jumlah modal tertentu.

e. Berakhirnya Syirkah

a. Salah satu pihak mengundurkan diri.

b. Salah satu pihak yang berserikat meninggal dunia.

c. Salah satu pihak kehilangan kecakapan bertindak hukum, seperti: gila


yang sulit disembuhkan.

d. Salah satu pihak murtad dan memerangi Islam

6. Ijarah

a. Pengertian

Al-Ijarah berasal dari kata al-Ajru yang berarti Allwadhu (ganti). Dari sebab itu
Ats Tsawab (pahala) dinamai Ajru (upah).

Menurut pengertian Syara, Al-Ijarah ialah: Urusan sewa menyewa yang jelas
manfaat dan tujuanya, dapat diserah terimakan, boleh dengan ganti (upah) yang
telah diketahui (gajian tertentu). Seperti halnya barang itu harus bermanfaat,
misalkan: rumah untuk ditempati, mobil untuk dinaiki.

b. Dasar Hukum

Dasar dasar hukum atau rujukan Ijarah adalah Al-Quran, Al-Sunnah, dan Al-
Ijma.

1. Dasar hukum Ijarah dalam Al-Quran adalah :

Jika mereka menyusukan (anak-anakmu) untukmu, maka berikanlah


upahnya.(Al-Talaq: 6).

2. Dasar Hukun Ijarah Dari Al-Hadits:

Barang siapa yang meminta untuk menjadi buruh, beritahukanlah upahnya.

(HR. Abdul Razaqdari Abu Hurairah).

3. Landasan Ijmanya ialah:

Umat islam pada masa sahabat telah ber ijma bahwa ijarah
diperbolehkan sebab bermanfaat bagi manusia.

c. Rukun Dan Syarat

Rukun Ijarah
Menurut ulama Hanafiyah, rukun Ijarah adalah ijab dan qabul, antara lain
denganmenggunakan kalimat: al-ijarah, al-istijar, al-iktira, dan al-ikra.

Adapun menurut jumhur ulama, rukun ijaraha da 4, yaitu:

1. Aqid (orang yang akad).

2. Shigat akad.

3. Ujrah (upah).

4. Manfaat.

Syarat Sah Ijarah

Ada 5 syarat sah dari ijarah, diantaranya:

1.Kerelaan dari dua pihak yang melakukan akad ijarah tersebut,

2. Mengetahui manfaat dengan sempurna barang yang diakadkan,


sehingga mencegahterjadinya perselisahan,

3. Kegunaannya dari barang tersebut,

4. Kemanfaatan benda dibolehkan menurutsyara,

5. Objek transaksi akad itu (barangnya)


dapat dimanfaatkan kegunaannya menurutkriteria, dan realita.

d. Pembayaran Upah Dan Sewa

Menurut Imam Syafii dan Ahmad, jika mujir menyerahkan zat benda yang
disewa kepada mustajir, ia berhak menerima bayarannya, karena penyewa
(mustajir) sudah menerima kegunaan.
Hak menerima upah bagi mustajir adalah sebagai berikut:
Ketika pekerjaan selesai dikerjakan, beralasan kepada hadis Rasulullah yang
diriwayatka oleh Ibnu Majah dengan arti sebagai berikut: Berikanlah upah
sebelum keringat pekerja itu kering.
Jika menyewa barang, uang sewaan dibayar ketika akad sewa, kecuali bila
dalam akad ditentukan lain, manfaat barang yang di-ijarah-kan mengalir selama
penyewaan berlangsung.

e.Menyewakan Barang Sewaan

Mustajir dibolehkan menyewakan lagi barang sewaan kepada orang lain, dengan
syarat penggunaan barang itu sesuai dengan penggunaan yang dijanjikan ketika
akad. Seperti penyewaan seekor kerbau, ketika akad dinyatakan bahwa kerbau
itu disewa untuk membajak di sawah, kemudian kerbau tersebut disewakan lagi
dan timbul mustajir kedua, maka kerbau itu pun harus digunakan untuk
membajak pula. Harga penyewaan yang kedua ini bebas, boleh lebih besar, lebih
kecil, atau seimbang.
Bila ada kerusakan pada benda yang disewa, maka yang bertanggung jawab
adalah pemilik barang (mujir), dengan syarat kerusakan itu bukan akibat dari
kelalaian mustajir.

f. Pembatalan Dan Berakhirnya Ijarah

Ijarah akan menjadi batal (fasakh) bila terdapat hal-hal sebagai berikut:
1. Terjadinya cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan penyewa,
2. Rusaknya barang yang disewakan, seperti rumah menjadi runtuh dan
sebagainya.
3. Rusaknya barang yang diupahkan (majur alaih), seperti baju yang diupahkan
untuk dijahitkan.
4. Terpenuhinya manfaat yang diadakan, berakhirnya masa yang telah
ditentukan dan selesainya pekerjaan.
5. Menurut Hanafiyah, boleh fasakh ijarah dari salah satu pihak seperti yang
menyewa toko untuk dagang, kemudian dagangannya ada yang mencuri, maka
ia dibolehkan mem-fasakh-kan sewaan itu.

g. Pengembalian Sewaan
Jika ijarah telah berakhir, penyewa berkewajiban mengembalikan barang
sewaan. Jika barang itu dapat dipindahkan, ia wajib menyerahkan kepada
pemiliknya, dan jika bentuk barang sewaan adalah benda tetap atau (iqar), ia
wajib menyerahkan kembali dalam keadaan kosong, jika barang sewaan itu
tanah, ia wajib menyerahkan kepada pemiliknya dalam keadaan kosong dari
tanaman, kecuali bila ada kesulitan untuk menghilangkannya.
Mazhab Hanbali berpendapat, bahwa ketika ijarah telah berakhir, penyewa harus
melepaskan barang sewaan dan tidak ada kemestian mengembalikan untuk
menyerahterimakannya, seperti barang titipan.

7.KAFALAH

a. Pengertian

Al-Kafalah secara etimologi memiliki tiga makna


yaitu ( jaminan), ( beban), dan ( tanggungan), namun secara
menyeluruh ketiga kata ini memiliki garis pengertian yaitu jaminan.

Secara terminologi, sebagaimana yang dinyatakan para ulama fikih selain


Hanafi, bahwa kafalah adalah, "Menggabungkan dua tanggungan dalam
permintaan dan hutang. Definisi lain adalah, "Jaminan yang diberikan oleh
penanggung (kafil) kepada pihak ketiga yaitu pihak yang memberikan
hutang/kreditor (makful lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua yaitu
pihak yang berhutang/debitoratau yang ditanggung (makful anhu, ashil).

b. Dasar Hukum
Al quran

Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja, dan siapa


yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan
(seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya." (Surah Yusuf :
72 )

Hadist
Jabir Radliyallaahu 'anhu berkata: Ada seorang laki-laki di antara kami
meninggal dunia, lalu kami memandikannya, menutupinya dengan
kapas, dan mengkafaninya. Kemudian kami mendatangi Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan kami tanyakan: Apakah baginda
akan menyolatkannya?. Beliau melangkan beberapa langkah kemudian
bertanya: "Apakah ia mempunyai hutang?". Kami menjawab: Dua
dinar. Lalu beliau kembali.Maka Abu Qotadah menanggung hutang
tersebut. Ketika kami mendatanginya; Abu Qotadah berkata: Dua dinar
itu menjadi tanggunganku. Lalu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bersabda: "Betul-betul engkau tanggung dan mayit itu terbebas
darinya." Ia menjawab: Ya. Maka beliau menyolatkannya. Riwayat
Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa'i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban
dan Hakim.

Ijma

Para ulama madzhab membolehkan akad kafalah ini. Orang-orang Islam


pada masa Nubuwwah mempraktekkan hal ini bahkan sampai saat ini, tanpa ada
sanggahan dari seorang ulama-pun. Kebolehan akad kafalah dalam Islam juga
didasarkan pada kebutuhkan manusia dan sekaligus untuk menegaskan
madharat bagi orang-orang yang berhutang .

Para ulama sepakat dengan bolehnya kafalah karena sangat dibutuhkan


dalam muamalah masyarakat. Dan agar pihak yang berpiutang tidak dirugikan
dengan ketidakmampuan orang yang berutang. Hanya saja, mereka berbeda
pendapat dalam beberapa hal. Perlu diketahui, kafalah yang dilakukan dengan
niat yang ikhlas mempunyai nilai ibadah yang berbuah pahala.

c. Rukun Dan syarat

Rukun

a) Sighat Kafalah (ijab qabul), adalah kata atau ucapan yang harus diucapkan
dalam praktekkafalah

b) Makful bih (obyek tanggungan), adalah barang atau uang yang digunakan
sebagai tanggungan.

c) Kafil (penjamin/penanggung), adalah orang atau barang yang menjamin


dalam hutang atau uang sipeutang.

d) Makfulanhu (tertanggung), adalah Pihak atau Orang yang Berpiutang.

e) Makful lahu (Penerima tanggungan), adalah Pihak Orang yang berutang.

2. Syarat
a) Sighat diekspresikan secara konkrit dan jelas

b) Makful bih (Obyek tanggungan) bersifat mengikat terhadap tertanggung


dan tdk bisa dibatalkan secara syari.

c) Kafil : seorang yang berjiwa filantropi (suka berbuat baik demi


kemaslahatan orang lain).

d) Makful :anhu ada kemampuan utk menerima obyek tanggungan baik atas
dirinya atau yang mewakilinya. Makful anhu harus dikenal baik oleh kafil.

e) Makful lahu juga harus dikenal dengan baik oleh kafil.

d. macam macam Kafalah

1. Kafalah bil Mal : jaminan pembayaran barang atau pelunasan hutang. Bentuk
kafalah ini merupakan sarana yang paling luas bagi bank untuk memberikan
jaminan kepada para nasabahnya dengan imbalan/fee tertentu.

2. Kafalah bil Nafs : jaminan atas diri seseorang karena nama baik atau
ketokohannya. Dalam hal ini, bank dapat bertindak sebagai Juridical Personality
yang dapat memberikan jaminan untuk tujuan tertentu.

3. Kafalah bit Taslim : Jaminan pengembalian atas barang yang disewa, ketika
batas sewa berakhir. Jenis pemberian jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank
untuk keperluan nasabahnya dalam bentuk kerjasama dengan perusahaan,
leasing company. Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa
deposito/tabungan, dan pihak bank diperbolehkan memungut uang jasa/fee
kepada nasabah tersebut.

4. Kafalah al-Munjazah : jaminan mutlak yang tdk dibatasi oleh jangka waktu
dan utk kepentingan/tujuan tertentu, Dalam dunia perbankan, kafalah model ini
dikenal dengan bentuk performance bond (jaminan prestasi).

5. Kafalah al-Muallaqah : jaminan ini merupakan penyederhanaan dari kafalah


al-munjazah, di mana jaminan dibatasi oleh kurun waktu tertentu dan tujuan
tertentu pula.

d. Aplikasi Kafalah Dalam Pebankan Syariah

Dalam mekanisme system perbankan prinsip-prinsip kafalah dapat diaplikasikan


dalam bentuk pemberian jaminan bank dengan terlebih dahulu diawali dengan
pembukaan fasilitas yang ditentukan oleh bank atas dasar hasil analisa dan
evaluasi dari nasabah yang akan diberikan fasilitas tersebut. Fasilitas kafalah
yang diberikan akan terlihat pada perkiraan administratif baik berupa komitmen
maupun kontinjen.

Fasilitas yang dapat diberikan sehubungan dengan penerapan prinsip kafalah


tersebut adalah fasilitas bank garansi dan fasilitas letter of credit. Fungsi kafalah
adalah pemberian jaminan oleh bank bagi pihak-pihakyang terkait untuk
menjalankan bisnis mereka secara lebih amandan terjamin, sehingga adanya
kepastian dalam berusaha/bertransaksi, karena dengan jaminan ini bank berarti
akan mengambil alih risiko/kewajiban nasabah, apabila nasabah
wanprestasi/lalai dalam memenuhi kewajibannya.

Pihak bank sebagai lembaga yang memberikan jaminan ini, juga akan
memperoleh manfaat berupa peningkatan pendapatan atas upah yang mereka
terima sebagai imbalan atas jasa yang diberikan, sehingga akan memberikan
kontribusi terhadap perolehan pendapatan mereka.

e.Berakhirnya Kafalah

Akad kafalah berakhir apabila:


1. Hutang telah lunas, baik makful anhu maupun kafil.
2. Makful lahu menghapus piutangnya kepada makful anhu.
3. Apabila salah satu ingkar: umpamanya melakukan wanprestasi agar kafil membayar
hutangnya kepada makful lahu.
4. Batas tanggal berakhirnya masa klaim bank garansi telah melampaui tanpa ada klaim dari
penerima bank garansi.
5. Terjadinya cacat hukum
6. Adanya penyataan dari penerima garansi tentang pelepasa hak klaim atas bank garansi yang
bersangkutan.
7. Dikembalikannya bank garansi asli kepada kafil atau bank garansi tersebut hilang.

8. WAKALAH

a. Pengertian

Wakalah secara etimologi yang berarti al-hifdh pemeliharaan, al-


Tafwidhpenyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Sedangkan secara
terminologiwakalah adalah pemberi kewenangan/ kuasa kepada pihak lain
tentang apa yang harus dilakukannya dan ia (penerima kuasa) secara syari
menjadi pengganti pemberi kuasa selama batas waktu yang ditentukan.

Para ulama memberikan definisi wakalah yang beragam, diantaranya yaitu:


Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa wakalah adalah, seseorang menempati diri
orang lain dalam tasharruf (pengelolaan). Sedangkan Ulama Malikiyah, Syafiiyah
dan Hanabilah bahwa wakalah adalah seseorang menyerahkan sesuatu kepada
orang lain untuk dikerjakan ketika hidupnya.

d. Dasar Hukum
a) Al-Quran

firman Allah Swt dalam surah AN-Nisa : 35

Artinya :
Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah
seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan

b) Al-Hadis :
Banyak hadits yang dapat dijadikan landasan keabsahan Wakalah, diantaranya:
Rasulullah SAW mewakilkan kepada Abu Rafi dan seorang Anshar untuk
mengawinkan (Kabul perkawinan Nabi dengan) Maimunah r.a. (HR. Malik
dalam al-Muwathah).
Artinya : Abu Hurairah berkata; Nabi Saw, telah mewakilkan kepada saya
untuk memelihara zakat fitrah, dan beliau telah memberikan seekor kambing
kepada Uqbah bin Amir agar dibagikan kepada sahabat-sahabta beliau.(HR.
Bukhari)
c) Ijma
Para ulama pun bersepakat dengan ijma atas diperbolehkannya Wakalah. Mereka
bahkan ada yang cenderung mensunahkannya dengan alasan bahwa hal tersebut
termasuk jenis taawun atau tolong-menolong atas dasar kebaikan dan taqwa. Tolong-
menolong diserukan oleh Al-Quran dan disunahkan oleh Rasulullah.
Allah berfirman yang artinya:

dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan


jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah
kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.( QS Al-Maa-idah 5:2

d) Qiyas

Dasar qiyas, bahwa kebutuhan manusia menurut adanya wakalah karena tidak setiap
orang mampu menyelesaikan urusan sendiri secara langsung sehingga ia
membutuhkan orang lain untuk menggantikannya sebagai wakil.

e. Rukun Dan Syarat

Rukun dan syarat Wakalah sebagai berikut :

1. Orang yang mewakilkan (Al-Muwakkil)

syarat-syarat bagi yang mewakilkan adalah bahwa yang mewakilkan adalah pemilik
barang atau dibawah kekuasaannya dan dapat bertindak pada harta tersebut.
Seseoarang yang mewakilkan, pemberi kuasa, disyaratkan memiliki hak untuk
bertasharruf pada bidang-bidang yang didelegasikannya, karena itu seseorang tidak
akan sah jika mewakilkan sesuatu yang bukan haknya.

2. Orang yang diwakilkan. (Al-Wakil)


Syarat-syarat bagi yang mewakili ialah orang yang berakal, bila seorang wakil itu gila
atau belum dewasa, maka perwakilan batal. Seseorang yang menerima kuasa ini, perlu
memiliki kemampuan untuk menjalankan amanahnya yang diberikan oleh pemberi
kuasa.

3. Obyek yang diwakilkan.

Obyek mestilah sesuatu yang bisa diwakilkan kepada orang lain, seperti jual beli,
pemberian upah, dan sejenisnya yang memang berada dalam kekuasaan pihak yang
memberikan kuasa.

4. Shighat

yaitu lafaz mewakilkan, lafaz diucapkan dari yang berwakil sebagai symbol
keridhoaannya untuk mewakilkan dan wakil menerimanya.

f. Berakhirnya Wakalah

Perlu dikemukakan bahwa wakallah bukanlah akad yang berlaku abadi, tetapi menjadi
batal atau dibatalkan. Ada beberapa hal yang menyebabkan wakallah itu menjadi batal atau
berakhir yaitu:

1. Matinya salah seorang adri yang berakad karena salah satu syarat sah akad adalah
orang yang berakal masih hidup.

2. Bila salah seorang yang berakad gila, karena syarat sah akad salah satunya orang yang
berakal mempunyai akal atau berakal.

3. Diputuskannya Wakalah tersebut oleh salah satu pihak yang berWakalah baik pihak
pemberi kuasa ataupun pihak yang menerima kuasa.

4. Hilangnya kekuasaan atau hak pemberi kuasa atau sesuatu obyek yang dikuasakan.

g. Aplikasi Wakalah dalam Institut Keuangan

Akad Wakalah dapat diaplikasikan ke dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang
ekonomi, terutama dalam institusi keuangan:

a) Transfer uang
Proses transfer uang ini adalah proses yang menggunakan konsep akad
Wakalah, dimana prosesnya diawali dengan adanya permintaan nasabah sebagai Al-
Muwakkil terhadap bank sebagai Al-Wakil untuk melakukan perintah/permintaan
kepada bank untuk mentransfer sejumlah uang kepada rekening orang lain, kemudian
bank mendebet rekening nasabah (Jika transfer dari rekening ke rekening), dan proses
yang terakhir yaitu dimana bank mengkreditkan sejumlah dana kepada rekening
tujuan. Berikut adalah beberapa contoh proses dalam transfer uang ini:

Wesel Pos
Pada proses wesel pos, uang tunai diberikan secara langsung
dari Al-Muwakkil kepada Al-Wakil, dan Al-Wakil memberikan uangnya
secara langsung kepada nasabah yang dituju. Berikut adalah proses
pentransferan uang dalam Wesel Pos.

Transfer uang melalui cabang suatu bank


Dalam proses ini, Al-Muwakkil memberikan uangnya secara
tunai kepada bank yang merupakan Al-Wakil, namun bank tidak
memberikannya secara langsung kepada nasabah yang dikirim. Tetapi
bank mengirimkannya kepada rekening nasabah yang dituju tersebut.

b) Asuransi Syariah
Akad untuk Asuransi syariah ini menggunakan akad Wakalah bil Ujrah. Hal
ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 52/DSN-MUI/III/2006.
Akad Wakalah bil Ujrah ini memiliki definisi dimana pemegang polis memberikan
kuasa kepada pihak asuransi untuk menyimpannya ke dalam tabungan maupun ke
dalam non-tabungan. Dalam model ini, pihak asuransi berperan sebagai Al-Wakil dan
pemegang polis sebagai Al-Muwakil.

9. HIWALAH

a. Pengertian

Al-hawalat atau Al-hiwalat, secara bahasa berasal dari kata


Hawwala yang berarti ghayyara (mengubah) dan naqala (memindahkan).
Sedangkan secara istilah Al-hawalah adalah pengalihan hutang dari
orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.
Dalam istilah para ulama hal ini, merupakan pemindahan beban utang
dari muhil (orang yang berutang) menjadi tanggungan muhalalaih (orang
yang berkewajiban membayar hutang).
b. Landasan Hukum
Hiwalah dibolehkan berdasarkan Sunnah dan Ijma
1. Sunnah

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah
saw. Bersabda:

Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah suatu kezaliman. Dan,
jika salah seorang dari kamu diikutkan (di hawalahkan) kepada orang yang
mampu/kaya, terimalah hawalah itu

Pada hadist tersebut Rasulullah memberitahukan kepada orang yang


mengutangkan, jika orang yang berutang meng-hawalahkan kepada orang yang
kaya/mampu, hendaklah ia menerima hawalah tersebut dan hendaklah ia
menagih kepada orang yang di hawalahkan (muhal alaih). Dengan demikian,
haknya dapat terpenuhi.

2. Ijma

Ulama sepakat membolehkan hawalah. Hawalah dibolehkan pada utang yang


tidak berbentuk barang/benda karena hawalah adalah perpindahan utang. Oleh
sebab itu, harus pada uang atau kewajiban finansial.

C Macam Macam Hiwalah

1. Mazhab Hanafi membagi hawalah menjadi beberapa bagian:

a) Hawalah al Haq: yakni hawalah yang bentuk pengalihannya adalah hak


menuntut utang.

b) Hawalah Ad-dain: yaitu hawalah yang bentuk pengalihannya berupa


pengalihan hak menuntut utang dan pengalihan utang.

2. Secara umum hawalah di bedakan menjadi dua:

a) Al Hawalah al Muqayyadah: (Pemindahan bersyarat ) yaitu pemindahan


utang kepada yang lain disertai dengan syarat atau sifat tertentu.

b) Al Hawalah al Muthlaqah: (Pemindahan mutlak) yaitu pemindahan utang


kepada yang lain tanpa disertai syarat atau sifat apapun.

d. Rukun dan Syarat Hiwalah

Menurut Hanafiyah, rukun hiwalah hanya satu yaitu ijab dan kabul yang
dilakukan antara yang menghiwalahkan dengan yang menerima hiwalah. Syarat-
syarat hiwalah menurut Hanafiyah ialah:

1. Orang yang memindahkan utang (muhil), adalah orang yang berakal, maka
batal hiwalah yang dilakukan muhil dalam keadaan gila atau masih kecil.

2. Orang yang menerima hiwalah (rah al-dayn), adalah orang yang berakal,
maka batallah hiwalah yang dilakukan oleh orang yang tidak berakal.

3. Orang yang di hiwalahkan (muhal alaih) juga harus orang berakal dan
disyaratkan juga ia meridhainya.
4. Adanya utang muhil kepada muhal alaih.

Menurut Syafiiyah, rukun hiwalah itu ada empat, sebagai berikut :

1. Muhil, yaitu oran yang menghiwalahkan atau orang yang memindahkan


utang.

2. Muhtal, yaitu orang yang dihiwalahkan, yaitu orang yang mempunyai utang
kepada muhil.

3. Muhal alaih, yaitu orang yang menerima hiwalah.

4. Ada piutang muhal alaih kepada muhil.

5. Shigat hiwalah, yaitu ijab dari muhil dengan kata-katanya: aku hiwalahkan
utangku yang hak bagi engkau kepada fulan dan kabul dari muhtal dengan
kata-katanya : aku terima hiwalah engkau.

e. Berakhirnya Akad Hawalah

1. Apabila kontrak hiwalah telah terjadi, maka tanggungan muhil


menjadi gugur.
2. Jika muhalalaih bangkrut (pailit) atau meninggal dunia, maka
menurut pendapat Jumhur Ulama, muhal tidak boleh lagi kembali
menagih hutang itu kepada muhil. Menurut Imam Maliki,
jika muhil menipu muhal, di mana ia menghiwalahkan kepada
orang yang tidak memiliki apa-apa (fakir), maka muhal boleh
kembali lagi menagih hutang kepada muhil.
3. Jika Muhal alaih telah melaksanakan kewajibannya kepada Muhal. Ini
berarti akad hiwalah benar-benar telah dipenuhi oleh semua pihak.
Meninggalnya Muhal sementara Muhal alaih mewarisi harta hiwalah
karena pewarisan merupakah salah satu sebab kepemilikan. Jika
akad ini hiwalah muqoyyadah, maka berakhirlah sudah akad
hiwalah itu menurut madzhab Hanafi.

h. Aplikasi Dalam perbankan syariah


Al-Hiwalah, yaitu jasa pengalihan tanggung jawab pembayaran
utang dari seseorang yang berutang kepada orang lain.Contoh :
Tuan A karena transaksi perdagangan berutang kepada Tuan C. Tuan
A mempunyai simpanan di Bank, maka atas permintaan tuan A,
bank dapat melakukan pemindahbukuan dana pada rekening tuan A
untuk keuntungan rekening C. Atas jasa pengalihan utang ini bank
memperoleh fee ( biaya ).

10. PERLOMBAAN DAN UNDIAN BERHADIAH

a. Pengertian
Perlombaan berhadiah adalah perlombaan yang bersifat adu kekuatan seperti
bergulat. Lomba lari atau ketrampilan ketangkasan seperti badminton, sepak
bola, atau adu kepandaian seperti : main catur. Sedangkan yang dimaksud
dengan undian berhadiah adalah pemungutan dana dengan cara
menyelenggarakan undian/kupon berhadiah yang dapat menarik masyarakat
untuk membelinya agar mendapatkan hadiah tersebut seperti yang dijanjikan.

b. Hukum

Mengenai hukum dari perlombaan berhadiah, pada prinsipnya lomba semacam


badminton, sepakbola dan lain-lain diperbolehkan oleh agama, asalkan tidak
membahayakan keselamatan badan dan jiwa. Dan mengenai uang hadiah yang
diperoleh dari hasil lomba tersebut diperbolehkan oleh agama, jika dilakukan
dengan cara-cara sebagai berikut:

a. Jika uang lomba berhadiah itu disediakan oleh pemerintah atau sponsor non
pemerintah untuk para pemenang.

b. Jika uang hadiah itu merupakan janji salah satu dua orang yang berlomba
kepada lawannya, jika ia dapat dikalahkan oleh lawannya itu.

c. Jika uang hadiah lomba disediakan oleh para pelaku lomba dan mereka
disertaiMuhallil, yaitu orang yang berfungsi menghalalkan perjanjian lomba
dengan uang sebagai pihak ketiga, yang akan mengambil uang hadiah itu, jika ia
jagonya menang; tetapi ia tidak harus membayar, jika jagonya kalah.

Menurut fiqih Mazhab Syafii terdapat tiga macam taruhan yang dibenarkan oleh
agama Islam, yaitu:

a. Apabila yang mengeluarkan barang atau harta yang dipertaruhkan adalah


pihak ketiga;

b. Taruhan yang bersifat sepihak;

c. Taruhan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan ketentuan siapa
saja yang kalah harus membayar atau memberikan sesuatu kepada seseorang
yang menang. Akan tetapi cara ini harus dengan muhallil (yang menghalalkan).
[3]
Lomba dengan menarik uang saat pendaftaran dari peserta untuk hadiah
termasuk judi, sedangkan yang bukan untuk hadiah itu tidak termasuk judi.

Al quran Telah Menjelaskan :

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar [segala minuman yang memabukkan] dan judi.
Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang
mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir ( Q.S. Al-Baqarah : 219 )

c. Kriteria Judi

Lafal yang dipakai dalam Al-Quran untuk judi adalah maisir. Di dalam Al-
Quran tidak ditemukan qimar.

Maisir pada asal bahasa ialah: berqimar dengan anak panah baik untuk mencari
siapa yang mempunyai nasib bik, dapat bagian banyak, ataupun siapa yang
tidak bernasib baik mendapat bagian sedikit, ataupun tidak mendapat apa- apa.

Kemudian lafal Maisir ini dipakai untuk sebagai macam qimar. Ibnu Atsir dalam
kitabnya: An-Nihayah berkata; maisir ialah berjudi dengan dadu. Segala apa saja
yang padanya mengandung makna judi maka dia dipandang maisir, anak-anak
yang bermain kelereng. Maka anak-anak yang bermain kelereng dapat juga
dikatakan maisir, karena disana ada unsur kalah dan menang bukan?
Dan qimar ialah bertaruh dengan mata uang, dengan benda-benda tertentu,
dengan menggunakan dan nasib.

Anda mungkin juga menyukai