B. Landasan Hukum
Dalam Al quran
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah
pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa
yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai
keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat
gandakan (pahalanya). QS. Rum : 39.
Dalam Hadist
Dari Jabir r.a Rasulullah SAW telah melaknat (mengutuk) orang yang
makan riba, wakilnya, penulisnya dan dua saksinya. HR. Muslim.
C. Jenis-jenis Riba
Menurut para fuqaha, riba dapat dibagi menjadi 4 macam bagian, yaitu
sebagai berikut :
1. Riba Fadhl
Riba Fadhl, yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan
kwalitas berbeda yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan.
contoh : tukar menukar emas dengan emas, perak dengan perak, beras dengan
beras dan sebagainya.
2. Riba Yad
Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat sebelum ditimbang dan diterima,
maksudnya : orang yang membeli suatu barang, kemudian sebelum ia menerima
barang tersebut dari si penjual, pembeli menjualnya kepada orang lain. Jual beli
seperti itu tidak boleh, sebab jual beli masih dalam ikatan dengan pihak
pertama.
3. Riba Nasiah
Riba Nasiah yaitu riba yang dikenakan kepada orang yang berhutang
disebabkan memperhitungkan waktu yang ditangguhkan. Contoh : Aminah
meminjam cincin 10 Gram pada Ramlan. Oleh Ramlan disyaratkan membayarnya
tahun depan dengan cincin emas sebesar 12 gram, dan apa bila terlambat 1
tahun, maka tambah 2 gram lagi, menjadi 14 gram dan seterusnya. Ketentuan
melambatkan pembayaran satu tahun.
4. Riba Qardh
Contoh : Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 25.000 kepada Adi. Adi
mengharuskan dan mensyaratkan agar Ahmad mengembalikan hutangnya
kepada Adi sebesar Rp. 30.000 maka tambahan Rp. 5.000 adalah riba Qardh.
A. Al qardh
a. Pengertian Al qardh
Qiradh berasal dari kata qardh yang artinya memutus/ memotong. Sedangkan
menurut istilah qiradh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat
ditagih atau diminta kembali, dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharap
imbalan.
Siapa yang memberikan keluangan terhadap orang miskin dari duka dan kabut
dunia. Allah akan meluangkannya dari duka dan kabut hari kiamat. Dan siapa
yang memudahkan kesibukan seseorang, Allah akan memberikan kemudahan
dunia dan akhirat. Dan Allah selalu menolong hamba-Nya selama hamba-Nya
menolong saudaranya.(Riwayat Muslim, Abu Daud dan At Tirmidzi).
Dalam term ini yang disyaratkan adalah harus dari orang yang berhak untuk
bertasarruf (jaaizu at-tasarruf) dalam arti, mempunyai kecakapan dalam
bertindak hukum dan boleh (secara hukum) menggunakan harta, juga
berdasarkan iradah (kehendak bebas).
B. Al Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata adh-dharb fi al ardh (berjalan di bumi untuk
menghasilkan uang). Sedangkan menurut istilah syarii adalah akad
kerjasama antara dua orang di mana yang satu memberikan sejumlah
uang sedangkan yang lain memberikan jasa tenaga untuk mengolah uang
tersebut. Keuntungan yang dihasilkan dari usaha ini dibagi dua
berdasarkan syarat yang telah mereka tentukan.
1. Sighat (akad)
Sighat akad, yaitu suatu ungkapan atau komunikasi antara para pihak terhadap
akad yang dikendaki dalam hal ini antara pemilik modal dengan pihak yang akan
mengerjakan suatu pekerjaan yang disepakati. Para ulama menyatakan sighat
akad mudharabah harus secara jelas dinyatakan karena itu sebaiknya dilakukan
sighat akad tersebut dengan lisan atau tulisan sehingga para pihak dengan
mudah dapat memahami maksud dari kesepakatan yang dibuat.
2. Para pihak
Secara umum pihak yang melakukan akad mudharabah adalah mereka yang
mempunyai kemampuan maksimal yaitu baik dalam modal dan keahlian karena
akad mudharabah adalah akad yang memerlukan modal dan keahlian dari
masing-masing pihak karena itu persyaratan kapasitas modal dan keahlian dari
pihak yang akan terlibat dalam akad tersebut harus menjadi perhatian.
Dalam hal ini para ulama mensyaratkan bahwa modal harus berbentuk uang dan
bersifat tunai, jumlah dan jenisnya diketahui oleh para pihak serta dapat
diserahkan. Dan ulama tidak membolehkan utang karena sifat akad mudharabah
merupakan akad kerjasama dalam usaha yang akan dikerjakan sehingga
sekiranya modal tidak ada maka akad tersebut dengan sendirinya tidak wujud.
4. Keuntungan
Unsur kejelasan pembagian penting untuk disepakati. Selain itu, keuntungan itu
hanya untuk pemodal dan pekerja bukan untuk orang lain karena itu keuntungan
tersebut hanya terkait dengan pihak pemodal dan pekerja saja. Sekiranya terjadi
kerugian maka menjadi tanggung jawab dari pemodal sedangkan
pekerja/pengusaha rugi dari segi aspek non-material seperti waktu, tenaga, dan
pikiran.
5. Pekerjaan (amal)
Jenis pekerjaan adalah yang bersifat perdagangan dan jual beli karena yang
dicari dari akad mudharabah adalah keuntungan karena itu harus bersifat jual
beli atau dagang.
Secara liungistik, al bai (jual beli) bererti pertukaran sesuatu dengan sesuatu.
Secara istilah, menurut madzhab Hanafiyah, jual beli adalah pertukaran harta
(mal) dengan harta dengan menggunakan cara tertentu. Menurut imam Nawawi
adalah pertukaran harta dengan harta dengan maksud untuk memiliki.
Landasan Hukum :
Qs. An-Nisaa: 29
Syarat Bai
a. Syarat Iniqad
b. Syarat Nafadz
c. Syarat Syah
d. Syarat Luzum
Rukun Bai
Mayoritas ulama (jumhur), rukun yang terdapat dalam akad jual beli terdiri dari:
1. akid (penjual dan pembeli)
2. Maqud alaih (harga dan objek)
3. Sighat (ijab qabul)
B. Murabahah
Pengertian Murabahah
Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Dalam Bai murabahah, penjual harus memberi
tahu harga produk yang dibeli dan menentukan suatu tingkat keuntungan
sebagai tambahannya.
Landasan Hukum
a. Al-Quran
b. Hadist
Dari suhaib ar-Rumi ra. Bahwa Rasulullah saw bersabda Tiga hal yang di
dalamnya terdapat keberkahan :jual beli secara tangguh, muqaradhah, dan
mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk
dijual. (HR. Ibnu Majjah).
Syarat Murabahah
d. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang
setelah pembelian
Hadist
1
Syarat sahnya akad gadai yang harus dipenuhi oleh orang yang terlibat dalam akad antara
lain: berakal, baligh, barang yang dijadikan jaminan ada pada saat akad, serta barang jaminan
dipegang oleh orang yang menerima gadai (marhun) atau yang mewakilinya.
Secara umum barang gadai harus memenuhi beberapa syarat, antara lain:
a) Harus dapat diperjual belikan
b) Harus berupa harta yang bernilai
c) Marhun harus bisa dimanfaatkan secara syariah
d) Harus diketahui keadaan fisiknya
e) Harus dimiliki oleh rahin (peminjam atau penggadai) setidaknya harus seizin
pemiliknya.
5. MUSYARAKAH
a. Pengertian
b. Dasar Hukum
Al quran
Hadist
Allah swt. berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat
selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak
telah berkhianat, Aku keluar dari mereka. (HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh
al-Hakim, dari Abu Hurairah).
c. Obyek akad, yaitu modal (mal), kerja (dharabah), dan keuntungan (ribh).
e. Berakhirnya Syirkah
6. Ijarah
a. Pengertian
Al-Ijarah berasal dari kata al-Ajru yang berarti Allwadhu (ganti). Dari sebab itu
Ats Tsawab (pahala) dinamai Ajru (upah).
Menurut pengertian Syara, Al-Ijarah ialah: Urusan sewa menyewa yang jelas
manfaat dan tujuanya, dapat diserah terimakan, boleh dengan ganti (upah) yang
telah diketahui (gajian tertentu). Seperti halnya barang itu harus bermanfaat,
misalkan: rumah untuk ditempati, mobil untuk dinaiki.
b. Dasar Hukum
Dasar dasar hukum atau rujukan Ijarah adalah Al-Quran, Al-Sunnah, dan Al-
Ijma.
Umat islam pada masa sahabat telah ber ijma bahwa ijarah
diperbolehkan sebab bermanfaat bagi manusia.
Rukun Ijarah
Menurut ulama Hanafiyah, rukun Ijarah adalah ijab dan qabul, antara lain
denganmenggunakan kalimat: al-ijarah, al-istijar, al-iktira, dan al-ikra.
2. Shigat akad.
3. Ujrah (upah).
4. Manfaat.
Menurut Imam Syafii dan Ahmad, jika mujir menyerahkan zat benda yang
disewa kepada mustajir, ia berhak menerima bayarannya, karena penyewa
(mustajir) sudah menerima kegunaan.
Hak menerima upah bagi mustajir adalah sebagai berikut:
Ketika pekerjaan selesai dikerjakan, beralasan kepada hadis Rasulullah yang
diriwayatka oleh Ibnu Majah dengan arti sebagai berikut: Berikanlah upah
sebelum keringat pekerja itu kering.
Jika menyewa barang, uang sewaan dibayar ketika akad sewa, kecuali bila
dalam akad ditentukan lain, manfaat barang yang di-ijarah-kan mengalir selama
penyewaan berlangsung.
Mustajir dibolehkan menyewakan lagi barang sewaan kepada orang lain, dengan
syarat penggunaan barang itu sesuai dengan penggunaan yang dijanjikan ketika
akad. Seperti penyewaan seekor kerbau, ketika akad dinyatakan bahwa kerbau
itu disewa untuk membajak di sawah, kemudian kerbau tersebut disewakan lagi
dan timbul mustajir kedua, maka kerbau itu pun harus digunakan untuk
membajak pula. Harga penyewaan yang kedua ini bebas, boleh lebih besar, lebih
kecil, atau seimbang.
Bila ada kerusakan pada benda yang disewa, maka yang bertanggung jawab
adalah pemilik barang (mujir), dengan syarat kerusakan itu bukan akibat dari
kelalaian mustajir.
Ijarah akan menjadi batal (fasakh) bila terdapat hal-hal sebagai berikut:
1. Terjadinya cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan penyewa,
2. Rusaknya barang yang disewakan, seperti rumah menjadi runtuh dan
sebagainya.
3. Rusaknya barang yang diupahkan (majur alaih), seperti baju yang diupahkan
untuk dijahitkan.
4. Terpenuhinya manfaat yang diadakan, berakhirnya masa yang telah
ditentukan dan selesainya pekerjaan.
5. Menurut Hanafiyah, boleh fasakh ijarah dari salah satu pihak seperti yang
menyewa toko untuk dagang, kemudian dagangannya ada yang mencuri, maka
ia dibolehkan mem-fasakh-kan sewaan itu.
g. Pengembalian Sewaan
Jika ijarah telah berakhir, penyewa berkewajiban mengembalikan barang
sewaan. Jika barang itu dapat dipindahkan, ia wajib menyerahkan kepada
pemiliknya, dan jika bentuk barang sewaan adalah benda tetap atau (iqar), ia
wajib menyerahkan kembali dalam keadaan kosong, jika barang sewaan itu
tanah, ia wajib menyerahkan kepada pemiliknya dalam keadaan kosong dari
tanaman, kecuali bila ada kesulitan untuk menghilangkannya.
Mazhab Hanbali berpendapat, bahwa ketika ijarah telah berakhir, penyewa harus
melepaskan barang sewaan dan tidak ada kemestian mengembalikan untuk
menyerahterimakannya, seperti barang titipan.
7.KAFALAH
a. Pengertian
b. Dasar Hukum
Al quran
Hadist
Jabir Radliyallaahu 'anhu berkata: Ada seorang laki-laki di antara kami
meninggal dunia, lalu kami memandikannya, menutupinya dengan
kapas, dan mengkafaninya. Kemudian kami mendatangi Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan kami tanyakan: Apakah baginda
akan menyolatkannya?. Beliau melangkan beberapa langkah kemudian
bertanya: "Apakah ia mempunyai hutang?". Kami menjawab: Dua
dinar. Lalu beliau kembali.Maka Abu Qotadah menanggung hutang
tersebut. Ketika kami mendatanginya; Abu Qotadah berkata: Dua dinar
itu menjadi tanggunganku. Lalu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bersabda: "Betul-betul engkau tanggung dan mayit itu terbebas
darinya." Ia menjawab: Ya. Maka beliau menyolatkannya. Riwayat
Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa'i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban
dan Hakim.
Ijma
Rukun
a) Sighat Kafalah (ijab qabul), adalah kata atau ucapan yang harus diucapkan
dalam praktekkafalah
b) Makful bih (obyek tanggungan), adalah barang atau uang yang digunakan
sebagai tanggungan.
2. Syarat
a) Sighat diekspresikan secara konkrit dan jelas
d) Makful :anhu ada kemampuan utk menerima obyek tanggungan baik atas
dirinya atau yang mewakilinya. Makful anhu harus dikenal baik oleh kafil.
1. Kafalah bil Mal : jaminan pembayaran barang atau pelunasan hutang. Bentuk
kafalah ini merupakan sarana yang paling luas bagi bank untuk memberikan
jaminan kepada para nasabahnya dengan imbalan/fee tertentu.
2. Kafalah bil Nafs : jaminan atas diri seseorang karena nama baik atau
ketokohannya. Dalam hal ini, bank dapat bertindak sebagai Juridical Personality
yang dapat memberikan jaminan untuk tujuan tertentu.
3. Kafalah bit Taslim : Jaminan pengembalian atas barang yang disewa, ketika
batas sewa berakhir. Jenis pemberian jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank
untuk keperluan nasabahnya dalam bentuk kerjasama dengan perusahaan,
leasing company. Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa
deposito/tabungan, dan pihak bank diperbolehkan memungut uang jasa/fee
kepada nasabah tersebut.
4. Kafalah al-Munjazah : jaminan mutlak yang tdk dibatasi oleh jangka waktu
dan utk kepentingan/tujuan tertentu, Dalam dunia perbankan, kafalah model ini
dikenal dengan bentuk performance bond (jaminan prestasi).
Pihak bank sebagai lembaga yang memberikan jaminan ini, juga akan
memperoleh manfaat berupa peningkatan pendapatan atas upah yang mereka
terima sebagai imbalan atas jasa yang diberikan, sehingga akan memberikan
kontribusi terhadap perolehan pendapatan mereka.
e.Berakhirnya Kafalah
8. WAKALAH
a. Pengertian
d. Dasar Hukum
a) Al-Quran
Artinya :
Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah
seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan
b) Al-Hadis :
Banyak hadits yang dapat dijadikan landasan keabsahan Wakalah, diantaranya:
Rasulullah SAW mewakilkan kepada Abu Rafi dan seorang Anshar untuk
mengawinkan (Kabul perkawinan Nabi dengan) Maimunah r.a. (HR. Malik
dalam al-Muwathah).
Artinya : Abu Hurairah berkata; Nabi Saw, telah mewakilkan kepada saya
untuk memelihara zakat fitrah, dan beliau telah memberikan seekor kambing
kepada Uqbah bin Amir agar dibagikan kepada sahabat-sahabta beliau.(HR.
Bukhari)
c) Ijma
Para ulama pun bersepakat dengan ijma atas diperbolehkannya Wakalah. Mereka
bahkan ada yang cenderung mensunahkannya dengan alasan bahwa hal tersebut
termasuk jenis taawun atau tolong-menolong atas dasar kebaikan dan taqwa. Tolong-
menolong diserukan oleh Al-Quran dan disunahkan oleh Rasulullah.
Allah berfirman yang artinya:
d) Qiyas
Dasar qiyas, bahwa kebutuhan manusia menurut adanya wakalah karena tidak setiap
orang mampu menyelesaikan urusan sendiri secara langsung sehingga ia
membutuhkan orang lain untuk menggantikannya sebagai wakil.
syarat-syarat bagi yang mewakilkan adalah bahwa yang mewakilkan adalah pemilik
barang atau dibawah kekuasaannya dan dapat bertindak pada harta tersebut.
Seseoarang yang mewakilkan, pemberi kuasa, disyaratkan memiliki hak untuk
bertasharruf pada bidang-bidang yang didelegasikannya, karena itu seseorang tidak
akan sah jika mewakilkan sesuatu yang bukan haknya.
Obyek mestilah sesuatu yang bisa diwakilkan kepada orang lain, seperti jual beli,
pemberian upah, dan sejenisnya yang memang berada dalam kekuasaan pihak yang
memberikan kuasa.
4. Shighat
yaitu lafaz mewakilkan, lafaz diucapkan dari yang berwakil sebagai symbol
keridhoaannya untuk mewakilkan dan wakil menerimanya.
f. Berakhirnya Wakalah
Perlu dikemukakan bahwa wakallah bukanlah akad yang berlaku abadi, tetapi menjadi
batal atau dibatalkan. Ada beberapa hal yang menyebabkan wakallah itu menjadi batal atau
berakhir yaitu:
1. Matinya salah seorang adri yang berakad karena salah satu syarat sah akad adalah
orang yang berakal masih hidup.
2. Bila salah seorang yang berakad gila, karena syarat sah akad salah satunya orang yang
berakal mempunyai akal atau berakal.
3. Diputuskannya Wakalah tersebut oleh salah satu pihak yang berWakalah baik pihak
pemberi kuasa ataupun pihak yang menerima kuasa.
4. Hilangnya kekuasaan atau hak pemberi kuasa atau sesuatu obyek yang dikuasakan.
Akad Wakalah dapat diaplikasikan ke dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang
ekonomi, terutama dalam institusi keuangan:
a) Transfer uang
Proses transfer uang ini adalah proses yang menggunakan konsep akad
Wakalah, dimana prosesnya diawali dengan adanya permintaan nasabah sebagai Al-
Muwakkil terhadap bank sebagai Al-Wakil untuk melakukan perintah/permintaan
kepada bank untuk mentransfer sejumlah uang kepada rekening orang lain, kemudian
bank mendebet rekening nasabah (Jika transfer dari rekening ke rekening), dan proses
yang terakhir yaitu dimana bank mengkreditkan sejumlah dana kepada rekening
tujuan. Berikut adalah beberapa contoh proses dalam transfer uang ini:
Wesel Pos
Pada proses wesel pos, uang tunai diberikan secara langsung
dari Al-Muwakkil kepada Al-Wakil, dan Al-Wakil memberikan uangnya
secara langsung kepada nasabah yang dituju. Berikut adalah proses
pentransferan uang dalam Wesel Pos.
b) Asuransi Syariah
Akad untuk Asuransi syariah ini menggunakan akad Wakalah bil Ujrah. Hal
ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 52/DSN-MUI/III/2006.
Akad Wakalah bil Ujrah ini memiliki definisi dimana pemegang polis memberikan
kuasa kepada pihak asuransi untuk menyimpannya ke dalam tabungan maupun ke
dalam non-tabungan. Dalam model ini, pihak asuransi berperan sebagai Al-Wakil dan
pemegang polis sebagai Al-Muwakil.
9. HIWALAH
a. Pengertian
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah
saw. Bersabda:
Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah suatu kezaliman. Dan,
jika salah seorang dari kamu diikutkan (di hawalahkan) kepada orang yang
mampu/kaya, terimalah hawalah itu
2. Ijma
Menurut Hanafiyah, rukun hiwalah hanya satu yaitu ijab dan kabul yang
dilakukan antara yang menghiwalahkan dengan yang menerima hiwalah. Syarat-
syarat hiwalah menurut Hanafiyah ialah:
1. Orang yang memindahkan utang (muhil), adalah orang yang berakal, maka
batal hiwalah yang dilakukan muhil dalam keadaan gila atau masih kecil.
2. Orang yang menerima hiwalah (rah al-dayn), adalah orang yang berakal,
maka batallah hiwalah yang dilakukan oleh orang yang tidak berakal.
3. Orang yang di hiwalahkan (muhal alaih) juga harus orang berakal dan
disyaratkan juga ia meridhainya.
4. Adanya utang muhil kepada muhal alaih.
2. Muhtal, yaitu orang yang dihiwalahkan, yaitu orang yang mempunyai utang
kepada muhil.
5. Shigat hiwalah, yaitu ijab dari muhil dengan kata-katanya: aku hiwalahkan
utangku yang hak bagi engkau kepada fulan dan kabul dari muhtal dengan
kata-katanya : aku terima hiwalah engkau.
a. Pengertian
Perlombaan berhadiah adalah perlombaan yang bersifat adu kekuatan seperti
bergulat. Lomba lari atau ketrampilan ketangkasan seperti badminton, sepak
bola, atau adu kepandaian seperti : main catur. Sedangkan yang dimaksud
dengan undian berhadiah adalah pemungutan dana dengan cara
menyelenggarakan undian/kupon berhadiah yang dapat menarik masyarakat
untuk membelinya agar mendapatkan hadiah tersebut seperti yang dijanjikan.
b. Hukum
a. Jika uang lomba berhadiah itu disediakan oleh pemerintah atau sponsor non
pemerintah untuk para pemenang.
b. Jika uang hadiah itu merupakan janji salah satu dua orang yang berlomba
kepada lawannya, jika ia dapat dikalahkan oleh lawannya itu.
c. Jika uang hadiah lomba disediakan oleh para pelaku lomba dan mereka
disertaiMuhallil, yaitu orang yang berfungsi menghalalkan perjanjian lomba
dengan uang sebagai pihak ketiga, yang akan mengambil uang hadiah itu, jika ia
jagonya menang; tetapi ia tidak harus membayar, jika jagonya kalah.
Menurut fiqih Mazhab Syafii terdapat tiga macam taruhan yang dibenarkan oleh
agama Islam, yaitu:
c. Taruhan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan ketentuan siapa
saja yang kalah harus membayar atau memberikan sesuatu kepada seseorang
yang menang. Akan tetapi cara ini harus dengan muhallil (yang menghalalkan).
[3]
Lomba dengan menarik uang saat pendaftaran dari peserta untuk hadiah
termasuk judi, sedangkan yang bukan untuk hadiah itu tidak termasuk judi.
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar [segala minuman yang memabukkan] dan judi.
Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang
mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir ( Q.S. Al-Baqarah : 219 )
c. Kriteria Judi
Lafal yang dipakai dalam Al-Quran untuk judi adalah maisir. Di dalam Al-
Quran tidak ditemukan qimar.
Maisir pada asal bahasa ialah: berqimar dengan anak panah baik untuk mencari
siapa yang mempunyai nasib bik, dapat bagian banyak, ataupun siapa yang
tidak bernasib baik mendapat bagian sedikit, ataupun tidak mendapat apa- apa.
Kemudian lafal Maisir ini dipakai untuk sebagai macam qimar. Ibnu Atsir dalam
kitabnya: An-Nihayah berkata; maisir ialah berjudi dengan dadu. Segala apa saja
yang padanya mengandung makna judi maka dia dipandang maisir, anak-anak
yang bermain kelereng. Maka anak-anak yang bermain kelereng dapat juga
dikatakan maisir, karena disana ada unsur kalah dan menang bukan?
Dan qimar ialah bertaruh dengan mata uang, dengan benda-benda tertentu,
dengan menggunakan dan nasib.