Anda di halaman 1dari 9

A.

Defenisi
Tumor ganas (neoplasma) secara harfiah berarti peertumbuhan baru. Dengan kata lain,
neoplasma merupakan massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak
terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal meskipun ransangan yang memicu
perubahan tersebut telah berhenti.1 Tumor ganas (kanker laring merupakan suatu neoplasma
yang ditandai dengan sebuah tumor yang berasal dari epitel struktur laring.2
B. Etiologi dan Faktor Resiko5
Etiologi dari karsioma laring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh para ahli
bahwa perokok dan peminum alkohol adalah kelompok orang-orang yang beresiko tinggi
terhadap karsinoma laring3. Paparan radiasi serta sekuensi HPV (Human Papiloma Virus)
juga diperkirakan menjadi salah satu penyebab terjadinya karsinoma laring pada sebagian
kecil kasus. Beberapa faktor resiko dari karsinoma laring antara lain.
Usia
Kanker laring merupakan kanker yang sering terjadi pada usia pertengahan danusia
tua dengan puncak insidensi terjadi pada dekade ke enam sampai dekade ke delapan.
Berdasarkan National Cancer Institutes Surveilance Epidemiology and End Result
Cancer Statistic Review dari tahun 2005-2009 rata-rata penderita tumor ganas laring
adalah pada usia 65 tahun, tidak ditemukan pada usia kurang dari 20 tahun. Namun
ditemukan 0,4% antara usia 20-34 tahun; 2,7% antara usia 35-44 tahun; 16,3% antara
usia 45-54 tahun; 29,8% antara usia 55-64 tahun; 28,6% antara usia 65-74 tahun;
17,3% pada usia 75-84 tahun dan 4,8% pada usia 85 tahun ke atas
Jenis Kelamin
Angka kejadian masih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita adalah
karena masih tingginya kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol pada laki-laki
(American cancer Society, 2011). Insidensi tertinggi kanker laring ini lebih banyak
terjadi pada laki- laki dibandingkan dengan wanita yaitu sekitar 5:1 (Lee, 2003). 1
Januari 2008, di United States diperkirakan jumlah tumor ganas laring 88.941 kasus,
yang terdiri dari 71.273 laki-laki dan 17.668 wanita (National Cancer Institute,
2012).
Ras
Tumor ganas laring lebih sering pada ras African American dan kulit putih
dibandingkan dengan ras asia dan latin (American Cancer Society, 2011). Data
National Cancer Institute (2012), insidensi terjadinya kanker laring berdasarkan ras
yang telah didiagnosis pada 18 area SEER (San Francisco, Connecticut, Detroit,
Hawaii, Iowa, New Mexico, Seattle, Utah, Atlanta, San Jose-Monterey, Los Angeles,
Alaska Native Registry, Rural Georgia, California excluding SF/SJM/LA, Kentucky,
Louisiana, New Jersey and Georgia excluding ATL/RG). Terdapat pada tabel berikut:
Tabel 1.1 Insidensi kanker laring berdasarkn ras

Race/Ethnicity Incidence Rates by Race Male Female


All Races 6.2 per 100,000 men 1.3 per 100,000 women
White 6.1 per 100,000 men 1.3 per 100,000 women
Black 9.9 per 100,000 men 1.8 per 100,000 women
Asian/Pasific Islander 2,3 per 100,000 men 0.3 per 100,000 women
American Indian/Alaska Native 4.2 per 100,000 men
Hispanic
4.7 per 100,000 men 1.8 per 100,000 women

Merokok
Sebagian besar (88-89%) penderita tumor ganas laring adalah perokok. Kebiasaan
merokok merupakan hal penting yang dapat meningkatnya risiko terjadinya tumor
ganas laring. Peningkatan itu juga tergantung dari lama dan intensitas seseorang itu
merokok. Merokok dengan >22 mg tar memiliki insidensi 2 kali lebih tinggi
menderita kanker laring dibandingkan dengan orang yang tidak merokok atau
perokok dengan tar yang rendah. Kandungan yang terdapat dalam rokok merupakan
bahan karsinogenik. Berdasarkan Brunneman dan Hoffman (1992) dalam World
Health Organization International Agency for Research on Cancer (IARC, 2007)
telah menyebutkan bahwa terdapat 28 jenis bahan karsinogen yang terkandung dalam
rokok.
Secara garis besar terdapat tiga jenis nitroso dalam rokok, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1) Non-volatile TSNA ( Tobacco-Specific N-nitrosamin Acids) yang terdiri atas 4-
(methylnitrosamino)-1-(3-pyridyl)-1-butanon (NNK) dan N2-nitrosonornicotine
(NNN).
2) N-nitrosamino acids yang terdiri dari N-nitrososarcosine (NSAR), 3
(methylnitrosamino) propionic acids (MNPA) dan 4-(methylnitrosamino) butyric
acids (MNBA).
3) Volatile N-nitrosamin yang terdiri atas N-nitrosodimethylamine (NMDA), N-
nitrosopyrrolidine (NPYR), N-nitrosopiperidine (NPIP) dan N-nitrosomorpholine
(NMOR).

Kandungan lain yang terdapat dalam rokok diantaranya adalah benzene, arsenik, dan
hidrokarbon. Selain dari kandungan rokok tersebut, bahan karsinogenik juga
dihasilkan dari pembakaran rokok (tembakau) oleh para perokok aktif diantaranya
adalah nikotin, karbon monoksida, hydrogen sianida dan ammonia. Pemaparan
bahan-bahan tersebut baik pada perokok aktif maupun pasif dapat menyebabkan
kerusakan dari mukosa laring dimana sel-selnya akan bermetaplasia dan akan
berkembang kearah keganasan. Hal tersebut akan meningkat jika seseorang juga
mengkomsumsi alkohol.
Alkohol
Alkohol bukan merupakan faktor risiko tunggal yang menyebabkan terjadinya
kanker laring, namun kombinasi antara penggunaan rokok dan konsumsi alkohol
serta faktor lain yang memicu terjadinya karsinogenik memiliki risiko tinggi
terjadinya kanker laring (American Cancer Society, 2011). Sebuah penelitian di
Perancis menunjukkan bahwa peningkatan terjadinya tumor ganas laring dijumpai
pada perokok dengan peminum alkohol (anggur) lebih dari 1,5 L per hari
Virus
Berdasarkan Heller dalam Ballenger (1977), virus dapat menyebabkan terjadinya
kanker. Infeksi virus tersebut tidak secara langsung menyebabkan kanker laring
namun menyebabkan kanker secara umum. Pada awalnya virus akan melekatkan
dirinya dalam mekanisme genetik sel yang abnormal dan akan memodifikasinya
menjadi sel yang abnormal. Kemudian virus yang dorman dan bersembunyi didalam
sel akan teraktivasi jika terpapar agen eksternal seperti X-rays sehingga sel akan
tumbuh menjadi malignan.
Paparan terhadap substansi (bahan) berbahaya dilingkungan kerja
Bahan karsinogen yang berhubungan dengan terjadinya kanker laring dapat berupa
asbestos, komponen nikel, dan beberapa minyak mineral, radiasi (Adams, 2005).
Penelitian di Italia disebutkan bahwa, Serbuk kaca juga dapat meningkatkan angka
kematian pada penderita kanker laring

C. Epidimiologi3
Di luar negri karsinoma laring menempati tempat pertama dalam urutan keganasan di
bidang THT, sedangkan di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, karsinoma laring menduduki
urutan ketig setelah karsinoma nasofaring dan tumor ganas hidung dan sinus paranasal
Menurut data statistik dari WHO (1961) yang meliputi 35 negara, rata-rata 1.2 orang per
100,000 penduduk meninggal oleh karsinoma nasofaring
Di Departemen THT FKUI/RSCM periode 1982-1987 proporsi karsinoma laring 13,8%
dari 1030 kasus keganasan THT. Jumlah kasus rata-rata 25 orang per tahun. Perbandingan
laki-laki dan perempuan adalah 11:1, terbanyak di usia 56-69 tahun dengan kebiasaan
merokok didapatkan pada 73,94% kasus. Periode 1988-1992 karsinoma laring menempati
peringkat ketiga keganasan THT (712 kasus) yang erjadi di THT FKUI/RSCM.

D. Patogenesis1
Tumor atau sering dikenal dengan neoplasma, sesuai definisi Willis dalam kumar et al
(2007), adalah massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak
terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal dan terus demikian walaupun
rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti. Hal mendasar tentang asal
neoplasma adalah hilangnya responsivitas terhadap faktor pengendali pertumbuhan yang
normal.
Tumor ganas atau neoplasma ganas ditandai dengan differensiasi yang beragam dari sel
parenkim, dari yang berdiferensiasi baik (well differentiated) sampai yang sama sekali tidak
berdiferensiasi. Neoplasma ganas yang terdiri atas sel tidak berdiferensiasi disebut
anaplastik.
Tidak adanya diferensiasi, atau anaplasia dianggap sebagai tanda utama keganasan.
Neoplasma ganas (kanker) tumbuh dengan cara infiltrasi, invasi, destruksi dan penetrasi
progresif ke jaringan sekitar. Kanker tidak membentuk kapsul yang jelas. Cara
pertumbuhannya yang infiltratif menyebabkan perlu dilakukannya pengangkatan jaringan
normal disekitar secara luas apabila suatu tumor ganas akan diangkat secara bedah

Dasar Molekular Kanker: Karsinogenesis


Kanker berhubungan dengan dua hal yaitu genetik dan perubahan epigenetik yang
dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang memicu aktivasi atau inaktivasi yang tidak
semestinya dari gen spesifik sehingga menyebabkan transformasi neoplastik (IARC/
International agency for Research on Cancer, 2007). Perkembangan kanker ini
dikendalikan karena adanya perubahan dari struktur dan fungsi genom (IARC, 2007) .
Berdasarkan Kumar et al, 2007, pada awalnya kerusakan genetik nonletal merupakan
hal sentral dalam karsinogenesis. Kerusakan genetik ini mungkin dapat dipengaruhi
oleh llingkungan seperti zat kimia, radiasi, virus atau diwariskan dalam sel
germinativum. Terdapat suatu hipotesis genetik pada kanker bahwa massa tumor terjadi
akibat adanya ekspansi klonal satu sel progenitor yang telah mengalami kerusakan
genetik. Sasaran utama kerusakan genetik tersebut adalah tiga kelas gen regulatorik
yang normal yaitu protoonkogen yang mendorong pertumbuhan, gen penekan kanker
(tumor supresor gen) yang menghambat pertumbuhan (antionkogen), dan gen yang
mengatur kematian sel yang terencana (programmed cell death), atau apoptosis. Selain
gen-gen tersebut terdapat juga gen yang mengatur perbaikan DNA yang rusak, berkaitan
dengan karsinogenesis. Gen yang memperbaiki DNA mempengaruhi proliferasi atau
kelangsungan hidup sel secara tidak langsung dengan mempengaruhi kemampuan
organisme memperbaiki kerusakan nonletal di gen lain, termasuk protoonkogen, gen
penekan tumor dan gen yang mengendalikan apoptosis. Kerusakan pada gen yang
memperbaiki DNA dapat memudahkan terjadinya mutasi luas digenom dan transformasi
neoplastik.
Karsinogenesis memiliki beberapa proses baik pada tingkat fenotipe maupun
genotipe. Suatu neoplasma ganas memiliki beberapa sifat fenotipik, misalnya
pertumbuhan berlebihan, sifat invasif lokal dan kemampuan metastasis jauh. Sifat ini
diperoleh secara bertahap yang disebut sebagai tumor progression. Pada tingkat
molekular, progresi ini terjadi akibat akumulasi kelainan genetik yang pada sebagian
kasus dipermudah oleh adanya gangguan pada perbaikan DNA.
Perubahan genetik tersebut melibatkan terjadinya angiogenesis, invasi dan metastasis.
Sel kanker juga akan melewatkan proses penuaan normal yang membatasi pembelahan
sel. Tiap gen kanker memiliki fungsi spesifik, yang disregulasinya ikut berperan dalam
asal muasal atau perkembangan keganasan.
Gen yang terkait dengan kanker perlu dipertimbangkan dalam konteks enam
perubahan mendasar dalam fisiologi sel yang menentukan fenotipe ganas, diantaranya:
a. Self-sufficiency (menghasilkan sendiri) sinyal pertumbuhan.
Gen yang meningkatkan pertumbuhan otonom pada sel kanker adalah onkogen.
Gen ini berasal dari mutasi protoonkogen dan ditandai dengan kemampuan
mendorong pertumbuhan sel walaupun tidak terdapat sinyal pendorong pertumbuhan
yang normal. Produk gen ini disebut onkoprotein. Pada keadaan fisiologik,
proliferasi sel awalnya terjadi karena terikatnya suatu faktor pertumbuhan ke reseptor
spesifiknya di membran sel. Aktivasi reseptor pertumbuhan secara transien dan
terbatas, yang kemudian mengaktifkan beberapa protein transduksi sinyal di lembar
dalam plasma. Transmisi sinyal ditransduksi melintasi sitosol menuju inti sel melalui
perantara kedua. Induksi dan aktivasi faktor regulatorik inti sel yang memicu
transkrip DNA. Selanjutnya sel masuk kedalam dan mengikuti siklus sel yang
akkhirnya menyebabkan sel membelah. Dengan latar belakang ini, kita dapat
mengidentifikasi berbagai strategi yang digunakan sel kanker untuk memperoleh
self-sufficiency dalam sinyal pertumbuhan (Kumar et al, 2007).
b. Insensitivitas Terhadap Sinyal yang Menghambat Pertumbuhan.
Salah satu gen yang paling sering mengalami mutasi adalah gen penekan tumor
TP53 (dahulu p53). TP53 ini dapat menimbulkan efek antiproliferatif, tetapi yang
tidak kalah penting gen ini juga dapat mengendalikan apoptosis. Secara mendasar,
TP53 dapat dipandang sebagai suatu monitor sentral untuk stres, mengarahkan sel
untuk memberikan tanggapan yang sesuai, baik berupa penghentian siklus sel
maupun apoptosis.
Berbagai stres yang dapat memicu jalur respon TP53, termasuk anoksia, ekspresi
onkogen yang tidak sesuai (misalnya MYC) dan kerusakan pada integritas DNA.
Dengan mengendalikan respon kerusakan DNA, TP53 berperan penting dalam
mempertahankan integritas genom.
Apabila terjadi kerusakan TP53 secara homozigot, maka kerusakan DNA tidak
dapat diperbaiki dan mutasi akan terfiksasi disel yang membelah sehingga sel akan
masuk jalan satu-satunya menuju transformasi keganasan (Kumar et al, 2007).
c. Menghindar dari Apoptosis
Pertumbuhan dan kelangsungan hidup suatu sel dipengaruhi oleh gen yang
mendorong dan menghambat apoptosis. Rangkaian kejadian yang menyebabkan
apoptosis yaitu melalui reseptor kematian CD95 dan kerusakan DNA. Saat berikatan
dengan ligannya, CD95L, CD95 mengalami trimerisasi, dan domain kematian
sitoplasmanya menarik protein adaptor intrasel FADD. Protein ini merekrut
prokaspase (prokaspase) 8 untuk membentuk kompleks sinya penginduksi kematian.
Kaspase 8 mengaktifkan kaspase di hilir sepersi kaspase 3, suatu kaspase eksekutor
tipikan yang memecah DNA dan substrat lain yang menyebabkan kematian. Jalur
lain dipicu oleh kerusakan DNA akibat paparan radiasi, bahan kimia dan stres .
Mitokondria berperan penting dijalur ini dengan membebaskan sitokrom c.
Pembebasan sitokrom c ini diperkirakan merupakan kejadian kunci dalam apoptosis,
dan hal ini dikendalikan oleh gen famili BCL2. Dengan kata lain bahwa peran BCL2
dapat melindungi sel tumor dari apoptosis (Kumar et al, 2007).
d. Kemampuan Replikasi Tanpa Batas
Secara normal, sel manusia memiliki kapasitas replikasi 60 sampai 70 kali dan
setelah itu sel akan kehilangan kemampuan membelah diri dan masuk masa
nonreplikatif. Hal ini terjadi karena pemendekan progresif telomer di ujung
kromosom. Namun pada sel tumor akan menciptakan cara untuk menghindar dari
proses penuaan yaitu dengan mengaktifkan enzim telomerase sehingga telomer tetap
panjang. Hal inilah yang menyebabkan replikasi sel tanpa batas (Kumar et al, 2007).
e. Terjadinya Angiogenesis Berkelanjutan
Angiogenesis merupakan aspek biologik yang sangat penting pada keganasan.
Angiogenesis tidak hanya untuk kelangsungan pertumbuhan tumor, tetapi juga untuk
bermetastasis.
Faktor angiogenetik terkait tumor (tumor associated angiogenic factor) mungkin
dihasilkan oleh sel tumor atau mungkin berasal dari sel radang (misal, makrofag).
Terdapat dua faktor angiogenik terkait tumor yang palling penting yaitu vascular
endothelial growth factor (VEGF, faktor pertumbuhan endotel vaskular) dan basic
fibroblast growth factor. Paradigma menyatakan bahwa pertumbuhan tumor
dikendalikan oleh keseimbangan antara faktor angiogenik dengan faktor yang
menghambat angiogenesis (antiangiogenesis). Faktor antiangiogenesis tersebut
diantaranya trombospondin-1 yang diinduksi oleh adanya gen TP53 wild-type,
angiostatin, endostatin dan vaskulostatin. Mutasi gen TP53 wild-type ini
menyebabkan penurunan kadar trombospondin-1 sehingga keseimbangan condong
ke faktor angiogenik (Kumar et al, 2007).
f. Kemampuan Melakukan Invasi dan Metastasis.
Pada awalnya invasi terjadi karena peregangan dari sel tumor. Peregangan ini
dapat terjadi oleh karena mutasi inaktivasi gen E-kaderin. Secara fisiologis gen E-
kaderin bekerja sebagai lem antarsel agarsel tetap menyatu. Proses selanjutnya
adalah degradasi lokal membran basal dan jaringan interstitium. Invasi ini
mendorong sel tumor berjalan menembus membran basal yang telah rusak dan
matriks yang telah lisis (Kumar et al, 2007).
E. Manifestasi Klinis3
Serak adalah gekala utama karsinoma laring, merupakan gejala paling dini tumor pita
suara. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring. Kualitas nada sangat
dipengaruhi oleh besar celah glotik, besar pita suara, ketajaman tepi pita suara, kecepatan
getaran, dan ketegangan pita suara. Pada tumor ganas laring, pita suara gagal berfungsi
secara baik disebabkan oleh ketidakaturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah glotik,
terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligament krikoaritenoid, dan kadang-kadang
menyeran saraf. Adanya tumor di pita suar akan mengganggu gerak maupun getaran kedua
pita suara tersebut. Serak dapat menyebabkan kualitas suara menjadi kasar, mengganggu,
sumbang dan nadanya lebih rendah dari biasa. Kadang-kadang bisa afoni karena nyeri,
sumbatan jalan napas, atau paralisis komplit.
Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak tumor. Apabila tumor
tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan gejala dini dan menetap. Apabila tumbuh di
daerah ventrikel laring, di bagian bawah plika ventrikularis, atau di batas inferior pita suara,
serak akan timbul kemudian. Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak dapat merupakan
gejala akhir atau tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini gejala awal tidak khas dan
subjektif, seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada yang mengganjal di tenggorokan. Tumor
hipofaring jarang menimbulkan serak, kecuali tumornya eksentif. Fiksasi dan nyeri
menimbulkan suara bergumam (hot potato voice).
Dispnea dan stridor Dispnea dan stridor adalah gejala yang disebabkan oleh sumbatan
jalan napas dan dapat timbul pada setiap jenis tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh
ganguan jalan napas oleh massa tumor, penumpukan kotoran atau sekret maupun oleh fiksasi
pita suara. Pada tumor supraglotik atau transglotik terdapat dua gejala tersebut. Sumbatan
yang terjadi secara perlahan-lahan dapat dikompensasi oleh pasien. Pada umumnya dyspnea
dan stridor adalah tanda prognosis yang kurang baik.
Nyeri tenggorok. Keluhan ini dapat bervariasi dari goresan sampe rasa nyeri yang
tajam
Disfagia adalah ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring, dan sinus
piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling sering pada tumor ganas
postkrikoid. Rasa nyeri ketika menelan (odinofagi) menandakan adanya tumor ganas lanjut
yang mengenai struktur ekstra larng
Batuk dan hemoptisis. Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, biasanya
timbul dengan tertekannya hipofaring disertai sekret yang mengalir ke dalam laring.
Hemoptisis sering terjadi pada tumor glotik dan supraglotik.
Gejala lain berupa nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis, abuk, hemoptisis, dan
penurunan berat badan menandakan perluasan tumor ke luar laring atau metastasis jauh.
Pembesaran kelenjar getah bening leher dipertimbangkan sebagai metastasis tumor
ganas yang menunjukkan tumor pada stadium lanjut.
Nyeri tekan laring adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi supurasi
tumor yang menyerang kartilago tiroid dan perikondrium
Daftar Pustaka
1. Kumar, V., Cotran, R.S., and Robbins, S.L., 2007. Buku ajar Patologi: Neoplasma. Edisi
7. Jakarta: EGC
2. Hartanto, H., dan Mahanani, D.A., 2008. Kamus Saku Mosby Kedokteran, Keperawatan
dan Kesehatan. Edisi 3. Jakarta: EGC
3. Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., dan Restuti, R.D., 2007. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan: Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. In: Hermani, B., dan
Abdurrachman, H., ed. Tumor Laring. Jakarta: FKUI
4. American Cancer Society, 2011. Laryngeal and Hypopharyngeal Cancer. Available
from:http://www.cancer.org/Cancer/LaryngealandHypopharyngeal
Cancer/OverviewGuide/laryngeal-and-hypopharyngeal-cancer-overview-what-causes
5. Ernawati, Ikke. 2012. Karakteristik Penderita Tumor Ganas Laring di RSUP H. Adam
Malik Medan tahun 2010-2011. FK USU: Medan

Anda mungkin juga menyukai