Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN Sindrom Gawat Napas (SDN/RDS)

A. Definisi dan Insiden Penyakit


Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease
(HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama
pada bayi yang lahir dengan masa gestasi yang kurang (Mansjoer, 2002).
Sindrom gawat nafas ( respiratory distress syndroma, RDS ) adalah kumpulan
gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernafasan besar 60 x/i,
sianosis, merintih waktu ekspirasi dan retraksi didaerah epigastrium, suprosternal,
interkostal pada saat inspirasi (Ngatisyah, 2005).
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai
Hyaline Membrane Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2001).
Penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur adalah
Respiratory Distress Syndrome ( RDS ). Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang
bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram (lemons et al,2001). Angka kejadian
berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan menurun sejak digunakan
surfaktan eksogen ( Malloy & Freeman 2000). Saat ini RDS didapatkan kurang dari 6%
dari seluruh neonatus.

B. Etiologi
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi
surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda
usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting
penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal
diabetes, seksual sesaria.. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi
surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara,
sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan
daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut
biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.
RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini dapat
terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan disesuaikan
dengan penyebab sindrom ini. Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH), pneumonia,
aspirasi.

C. Patofisiologi
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan
oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang
sempurna kerana dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna.
Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi
kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan
paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting
intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan
asidosis respiratorik.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein ,
lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap
mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna
kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang
tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga
udara bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli
sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli,
tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini.
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan
keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan
pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari
darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah
lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah
lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami
sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering
berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).
D. Manifestasi Klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh
tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat
gejala klinis yang ditujukan.
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan
sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga
menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul iaitu : adanya sesak nafas pada
bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit),
pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala
menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut
kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu: pertama, terdapat sedikit bercak
retikulogranular dan sedikit bronchogram udara, kedua, bercak retikulogranular homogen
pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan
meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
ketiga, alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque
dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. keempat,
seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat.

Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe :


0 1 2
Frekuensi < 60x/menit 60-80 x/menit >80x/menit
Nafas
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak sianosis Sianosis hilang dengan Sianosis menetap
O2 walaupun diberi O2
Air Entry Udara masuk Penurunan ringan udara
masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar dengan Dapat didengar tanpa
stetoskop alat bantu

Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe


Skor < 4 gangguan pernafasan ringan
Skor 4 5 gangguan pernafasan sedang
Skor > 6 gangguan pernafasan ringan (pemeriksaan gas darah
harus dilakukan)

E. Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan untuk
mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5. Mencegah hipotermia.
6. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Penatalaksanaan secara umum:
a) Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan
bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
1. Pantau selalu tanda vital
2. Jaga patensi jalan nafas
3. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
b) Jika bayi mengalami apneu
1. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
2. Lakukan penilaian lanjut
c) Bila terjadi kejang potong kejang
d) Segera periksa kadar gula darah
e) Pemberian nutrisi adekuat

Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan


kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik atau
menajemen lanjut:
Gangguan nafas ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu lahir
tanpa gejala-gejala lain disebut Transient Tacypnea of the Newborn (TTN). Terutama
terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri
tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus. Gangguan napas ringan
merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.

Gangguan nafas sedang


1. Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak dapat
diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
2. Bayi jangan diberi minukm
3. Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi
kemungkinan besar sepsis.
Suhu aksiler <> 39C
Air ketuban bercampur mekonium
Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini
(> 18 jam)
4. Bila suhu aksiler 34- 36,5 C atau 37,5-39C tangani untuk masalah suhu abnormal
dan nilai ulang setelah 2 jam:
Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan, berikan
antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis
Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi
tahapan tersebut diatas.
5. Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam
6. Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam,
terapi untuk kemungkinan besar sepsis
7. Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2secara bertahap
. Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu,
berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian minum
8. Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi kembali
tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan tak ada alasan
bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan
Gangguan nafas ringan
1. Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
2. Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya.
Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas sedang dan dan
segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
3. Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
4. Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas. Hentikan
pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit.

Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran
paru
Fenobarbital
Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik. (cusson,1992) Salah satu
pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS
adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari sumber alami misalnya
manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk
surfaktan buatan)

F. Pendidikan Kesehatan
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada bayi
resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah tindakan seksio
sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan manajemen yang tepat
terhadap kehamilan dan kelahiran bayi resiko tinggi.

G. Komplikasi Penyakit
Komplikasi jangka pendek dapat terjadi : 1. kebocoran alveoli : Apabila dicurigai
terjadi kebocoran udara ( pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium,
emfisema intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala
klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap. 2. Jangkitan
penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah
leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan invasiv seperti
pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi. 3. Perdarahan intrakranial dan
leukomalacia periventrikular : perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi
prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang
tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak
dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi : 1. Bronchopulmonary
Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen
pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume
dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi,
inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa
gestasi. 2. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi
yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan
adanya infeksi.
Asuhan Keperawatan

Pengkajian
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit), pernafasan
mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat,
hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada
awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara,
nafas menjadi parau dan pernapasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat dari
penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi
meliputi:
1) Frekuensi Nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu
tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi
terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi,
ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik.
Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi,
kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
2) Mekanika Usaha Pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi
dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit
alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang
menandakan terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.
3) Warna Kulit/Membran Mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbercak
(mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi:
1) Frekuensi jantung dan tekanan darah
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress, ansietas, nyeri,
demam, hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.
2) Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan aliran
sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat dan tidak teraba pada satu sisi menandakan
berkurangnya aliran darah atau tersumbatnya aliran darah pada daerah tersebut.
Perfusi kulit kulit yang memburuk dapat dilihat dengan adanya bercak, pucat dan
sianosis. Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara:
a) Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)
b) Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit ekstremitas
dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki tersebut selama 5
detik, biasanya tampak kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan
menghilang 2-3 detik.
c) Perfusi pada otak dan respirasi
Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah diselingi agitasi dan
letargi. Pada iskemia otak mendadak selain terjadi penurunan kesadaran juga
terjadi kelemahan otot, kejang dan dilatasi pupil.

Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan imatur paru dan dinding dada
atau berkurangnya jumlah cairan surfaktan.
2) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan adanya sekret pada
jalan nafas dan obstruksi atau pemasangan intubasi trachea yang kurang tepat.
3) Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan
ventilator, tidak berfungsinya ventilator dan posisi bantuan ventilator yang kurang
tepat.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO Diagnosa NIC NOC
1 Dx 1 Respiratory Status: Gas Airway Management
Exchange Posisikan untuk pertukaran
Vital Sign Status udara yang optimal;
KH: tempatkan pada posisi
Jalan nafas bersih telentang dengan leher
Frekuensi jantung 100-140 sedikit ekstensi dan hidung
x/i menghadap keatap dalam
Pernapasan 40-60 x/i posisi mengendus

Takipneu atau apneu tidak Hindari hiperekstensi leher

ada Observasi adanya


Sianosis tidak ada penyimpangan dari fungsi
yang diinginkan , kenali
tanda-tanda distres
misalnya: mengorok,
pernafasan cuping hidung,
apnea.
Lakukan penghisapan
Penghisapan selang
endotrakeal sebelum
pemberian surfaktan
Hindari penghisapan
sedikitnya 1 jam setelah
pemberian surfaktan
Observasi peningkatan
pengembangan dada setelah
pemberian surfaktan.
Turunkan pengaturan,
ventilator, khususnya
tekanan inspirasi puncak
dan oksigen.
2 Dx 2 Respiratory Status: Ventilation Airway Suction
Respiratory Status: Airway Catat perubahan dalam
Patency bernafas dan pola nafasnya
KH: Observasi dari penurunan
Pasien dapat pengembangan dada dan
mempertahankan jalan peningkatan fremitus
nafas dengan bunyi nafas Catat karakteristik dari
yang jernih dan ronchi (-) suara nafas
Pasien bebas dari dispneu Catat karakteristik dari
Mengeluarkan sekret tanpa batuk
kesulitan Pertahankan posisi
Memperlihatkan tingkah tubuh/posisi kepala dan
laku mempertahankan gunakan jalan nafas
jalan nafas tambahan bila perlu
Kaji kemampuan batuk,
latihan nafas dalam,
perubahan posisi dan
lakukan suction bila ada
indikasi
Peningkatan oral intake jika
memungkinkan
Berikan oksigen, cairan IV ;
tempatkan di kamar
humidifier sesuai indikasi
Berikan therapi aerosol,
ultrasonik nabulasasi
Berikan fisiotherapi dada
misalnya : postural
drainase, perkusi
dada/vibrasi jika ada
indikasi
Berikan bronchodilator
misalnya : aminofilin,
albuteal dan mukolitik

3 Dx 3 Respiratory Status: Ventilation Airway Manageent


Vital Sign Status Kaji status pernafasan, catat
KH: peningkatan respirasi atau
Pasien dapat perubahan pola nafas
mempertahankan jalan Catat ada tidaknya suara
nafas dengan bunyi nafas nafas dan adanya bunyi
yang jernih dan ronchi (-) nafas tambahan seperti
Pasien bebas dari dispneu crakles, dan wheezing
Mengeluarkan sekret tanpa Kaji adanya cyanosis
kesulitan Observasi adanya
Memperlihatkan tingkah somnolen, confusion,
laku mempertahankan apatis, dan
jalan nafas ketidakmampuan
beristirahat
Berikan istirahat yang
cukup dan nyaman
Berikan humidifier oksigen
dengan masker CPAP jika
ada indikasi
Berikan pencegahan IPPB
Review X-ray dada
Berikan obat-obat jika ada
indikasi seperti steroids,
antibiotik, bronchodilator
dan ekspektorant

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer. (2002). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.

Ngatisyah.2005.Perawatan Anak Sakit Edisi 2.Jakarta: EGC

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. (2005). Buku kuliah 3: Ilmu kesehatan anak.

Jakarta: FK UI.

Surasmi,Asrining,dkk.2003.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta: EGC

Wong. Donna L. (2004). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai