Anda di halaman 1dari 9

RESPONSI DOKTER MUDA

ILMU KEDOKTERAN JIWA

Disusun oleh:
Lathifah Nurul Fajri
NIM : 011111197

Pembimbing:
dr. Yunias Setiawati, Sp. KJ

BAGIAN/SMF PSIKIATRI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOETOMO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015

0
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. J
Umur : 30 tahun
Alamat : Surabaya
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku bangsa : Ambon, Indonesia
Agama : Kristen
Pendidikan Terakhir : S1-Perkapalan
Status : Sudah menikah
Pekerjaan : Pekerja pelabuhan
Tanggal Pemeriksaan : 16 Oktober 2015, jam 11.00 WIB

II. RIWAYAT PSIKIATRI


A. Keluhan Utama
Kaku di wajah sampai leher.

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Autoanamnesis (2015)
Pasien laki-laki dewasa, wajah sesuai usia, berperawakan sedang,
memakai kaos merah dan training warna hitam dengan strip orange,
tampak rapi dan wajah sudah tidak kaku. Pasien duduk di hadapan
pemeriksa bersama istri dan anak, menerima uluran tangan pemeriksa, dan
menjawab sapaan pemeriksa. Pasien mengetahui saat ini berada di RS dan
di bawa ke RS oleh istrinya karena kaku seluruh tubuh.
Kaku pada wajah sampai leher terjadi 4 jam SMRS. Wajah terasa
tegang sebelah kanan disertai bola mata ke bagian atas. Lidah juga kaku
membuat bicara menjadi pelat, leher kaku membuat pasien menjadi
tengeng. Kaki tangan dan badan pasien terasa nyeri sehingga susah untuk
berjalan. Pasien mengalami kejadian itu ketika bekerja dan membuatnya
harus pulang lebih cepat dari biasanya.

1
Pasien mengatakan 4 hari sebelumnya berobat ke dokter Gunadi
karena merasa curiga berlebihan terhadap istri. Setiap istri melakukan
perubahan gerak sedikit saja, pasien merasa curiga. Misalnya ketika istri
garuk-garuk wajah maka di[pikiran pasien seolah-olah ada keyakinan
bahwa istri sedah melambaikan tangan ke lawan jenis (laki-laki yang lewat
depan rumah). Pasien menyadari bahwa pikiran itu tidak benar dan tidak
nyata akan tetapi pasien sulit mengendalikan keyakinannya sehingga
membuat pasien sering bertengkar dengan istrinya. Puncaknya 1 minggu
yang lalu, pasien mengomel keliling kampung dengan mengatakan hal-hal
buruk tentang istrinya pada saat pasien mabuk sepulang kerja. Akhirnya
pasien meminta istri untuk membawanya ke psikiater. `
Setelah dari psikiater pasien diberi obat ??? yang seharusnya
diminum ???. Pasien mengaku telah menaikkan dosis obat stelazin yang
seharusnya setengah tablet menjadi 2 tablet sekali minum dalam 2 hari.
Pasien menaikkan dosis obat tanpa konsultasi karena tidak tahan dengan
rasa curiga yang ia miliki dan ingin lebih cepat sembuh. Lalu pasien
menjadi kaku di bagian wajah dan leher. Setelah pasien menelpon dokter
Gunadi, pasien dianjurkan untuk ke RSDS.
Sebelumnya pasien pernah berobat ke psikiater 1 tahun yang lalu
pada tahun 2014, diberi obat yang sama. Tapi pasien menghentikan obat
pada bulan maret 2015. Pasien mengatakan selama minum obat terasa
tenang, tidak ada pikiran macam-macam, tidak ada masalah, tidak ada
beban. Pasien sudah merasa sembuh dan tidak mau terus bergantung pada
obat. Lalu pasien memutuskan sendiri untuk berhenti minum obat.
Akhirnya kecurigaan mulai timbul lagi dan semakin menjadi pada bulan
september dan oktober 2015 ini. Pasien mengatakan selama putus obat
emosinya semakin parah, apapun yang ada di sekitar pasien dibanting.
Lalu jika malu dengan tetangga, emosinya dipendam dan menjadi bom
waktu. Akhirnya, istri dan anak pasien yang kena sasaran pasien jika
emosinya meledak. Pasien mengatakan alasan ingin cepat sembuh adalah
karena ingin memperbaiki hubungan dengan istri dan anak.

2
Heteroanamnesa (Ny. A, 30 tahun, istri pasien) :
Istri pasien mengatakan bahwa bahwa pada saat pacaran, pasien
tidak kelihatan curiga karena jika bertemu cuma sebentar, belum ketahuan
sifat masing-masing. Istri menyukai pasien karena dia baik, sayang, perhatian
dan suka berbagi kepada orang lain. Sampai pasien dan istrinya menikah,
pasien mulai sering curiga. Pasien hampir selalu meneliti HP istri pasien,
mengecek semua yang ada di kontak pasien, curiga ada laki-laki lain. Kadang
juga istri sering dibilang melirik-melirik orang lain, padahal tidak. Awalnya
curiga pasien sebatas cemburu biasa, masih dalam batas wajar, dimana ketika
istri menjelaskan yang sebenarnya, pasien diam. Lalu ketika pasien mulai
hamil sampai punya anak tahun 2012, curiga pasien semakin menjadi dan
tidak wajar. Misalnya istri akrab sesama saudara sepupu dianggap sepupu
menggoda istri, tetangga yang kebetulan batuk dianggap menggoda istri.
Contoh lain tiba-tiba pasien terbangun dan menanyakan apakah istrinya
memainkan HP dan menelpon laki-laki lain, padahal pasien dan istri sama-
sama tidur disampingnya. Pasien semakin tidak terkendali lagi jika melihat
istrinya duduk di depan rumah, bahkan gerak apapun bisa dicurigai.
Meskipun istri telah menjelaskan, pasien tetap marah-marah dan akhirnya
sering timbul pertengkaran.
Karena kondisi pasien yang semakin buruk, 1 tahun yang lalu
pasien dibawa ke psikiater yang prakteknya di dekat tempat tinggal istri
pasien (mertua). Pasien berobat pertama kali pada saat istri pergi dari rumah
pada saat suami kerja karena sudah tidak kuat terhadap pasien yang marah-
marah terus, tidak percaya dan pernah memukul istri. Pada saat istri pergi,
Pasien menganalisa dirinya sendiri, mulai sadar dan memutuskan untuk ke
dokter tanpa sepengetahuan istri. Istri pergi selama seminggu dan di saat yang
sama suami berobat ke psikiater.
Setelah berobat kondisi pasien menjadi membaik. Lebih sering
diam, tidak pernah prasangka lagi. Setelah menjalani pengobatan kurang
lebih 3 bulan, pasien memutuskan untuk berhenti minum obat. Karena tidak
pernah minum obat lagi, curiga pasien kambuh lagi. Satu bulan ini cemburu

3
yang seperti dahulu mulai muncul kembali sehingga pasien berobat ke
psikiater yang sama. Karena ingin cepat sembuh, pasien meminum obat 2 kali
sekali minum.
Pada tahun 2010, pasien menikah dengan istrinya yang pertama,
seorang janda beranak satu. Pernikahan yang pertama bertahan 3 bulan
karena istri ketahuan selingkuh. Pasien mengetahui istri selingkuh dari
perkataan anak istri bahwa ibunya dipeluk laki-laki lain. Akhirnya pasien dan
istrinya bercerai atas permintaan keduanya.
.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mulai sakit dan berobat ke psikiater pada tahun 2014. Pasien
rawat jalan dengan obat stelazine 2,5-0-5. Putus obat bulan Maret 2015.
Mulai berobat lagi bulan Oktober 2015.
Riwayat Medis: Kejang (-)

D. Riwayat Kehidupan Pribadi


Riwayat Kelahiran:
Pasien lahir normal, lahir di bidan.
Riwayat Perkembangan:
Tumbuh normal seperti anak seusianya, diasuh oleh orangtuanya
bersama 4 saudaranya.
Riwayat Pendidikan:
Pasien bersekolah sampai SMA. Pendidikan lancar sampai lulus,
prestasi biasa.
Riwayat Pekerjaan:
Pasien sehari-hari di rumah menggoreng kacang dan dijual
diwarung dekat rumah.
Riwayat Pernikahan:
Pasien belum menikah.
Riwayat Sosial:

4
Pasien mudah bergaul. Pasien memiliki banyak teman.
Riwayat Keluarga:
Pasien adalah anak ke-4 dari 4 bersaudara. Ayah : Tn. A (sangat
sabar dengan pasien), Ibu : Ny. J (sabar dan sangat memanjakan
pasien).
Anak ke 1 : Ny. S (P)
2 : Tn. F (L)
3 : Tn. A (L)
4 : Pasien

E. FAKTOR KETURUNAN
Ibu pasien pernah mengalami gangguan jiwa (diagnosa tidak
diketahui).
Sepupu pasien mengalami gangguan jiwa dan sering keluar masuk
RSJ.

F. FAKTOR PENCETUS
Teringat pada anak yang sudah diberikan kepada orang lain.

G. FAKTOR PREMORBID
Berdasarkan keterangan Tn. A (kakak pasien), sebelum sakit pasien
memiliki banyak teman, manja, semua kemauannya harus dituruti, dan
tergantung kepada keluarga untuk mengambil keputusan.

H. FAKTOR ORGANIK
Belum ditemukan

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Internistik
- Keadaan Umum : Baik, Compos mentis.
- Tanda Vital

5
- Tensi : 120/70 mmHg
- Nadi : 106 x/menit
- RR : 24 x/menit
- Suhu : afebris
- Kepala-Leher
- Anemis : (-)
- Icterus : (-)
- Cyanosis : (-)
- Dyspnea : (-)
- Thoraks : Dalam batas normal
- Abdomen : flat, soepel, bising usus normal
- Ekstremitas : Edema (-)
B. Status Neurologi
- GCS :456
- N. Cranialis : Pupil bulat isokor 3 mm / 3 mm,
Reflek cahaya +/+
- Motorik : Dalam batas normal
- Sensorik : Dalam batas normal
- Kaku Kuduk : Negatif
- Meningeal Sign : Negatif
C. Status Psikiatrik
1. Kesan Umum: Pasien wanita dewasa, wajah sesuai usia,
berperawakan sedang, mengenakan baju you can see dan
celana jeans panjang, rambut tidak tersisir, tampak tidak rapi,
duduk dihadapan pemeriksa.
2. Kontak: (+) Verbal, irelevan, tidak lancar.
3. Kesadaran: Compos mentis berubah
4. Orientasi: Waktu, Tempat, Orang terganggu
5. Daya Ingat: Tidak dapat di evaluasi
6. Mood / Afek: Datar
7. Proses Berpikir:

6
- Bentuk: Non Realistik
- Arus : Inkoheren
- Isi : Pikiran Tidak Memadai
8. Intelegensi: Tidak dapat di evaluasi
9. Persepsi: Halusinasi (+) auditorik dan visual
10. Psikomotor: Meningkat gelisah (gerakan tangan stereotipik)
11. Kemauan: Menurun.

IV. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL PPDGJ III


Axis I : Gangguan psikotik Lir-skizofrenia (schizophrenia-like)
Akut. F23.2
Axis II : Gangguan kepribadian dependen
Axis III : Belum ditemukan
Axis IV : Masalah dengan primary support group
Axis V : - GAF Scale MRS : 40-31
- GAF Scale terbaik 1 tahun terakhir : 90-81

V. PENANGANAN HOLISTIK
1. MRS
2. Farmakoterapi
- Inj. Haloperidol 1 amp. IM prn
- Tab. Haloperidol 2x2,5 mg
- Merlopam 2 mg 1x1 malam
2. Psikoterapi suportif
3. Psikoedukasi Keluarga

VI. MONITORING
1. Keluhan keluhan pasien.
2. Keteraturan minum obat.

7
3. Efek samping obat.

REFERENSI

Maramis,W F. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2. Surabaya :


Airlangga University Press.
Maslim, Rusdi. 2002.Buku saku Diagnosis Gangguan jiwa Rujukan
Ringkas dari PPDGJ III .PT. Nuh Jaya : Jakarta.
Maslim, Rusdi. 2007.Panduan Praktis Pengguna Klinis Obat
Psikotropik Edisi Ketiga.PT. Nuh Jaya : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai