BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
belakang iris dan di depan humor vitreus. Lensa memiliki dua permukaan, yaitu permukaan
anterior dan posterior. Permukaan posterior lebih cembung daripada permukaan anterior.
Lensa dipertahankan di tempatnya oleh serat zonula zinii yang berada di antara lensa dan
badan siliar. Serat zonula ini, yang bersal dari ephitel siliar, adalah serat kaya fibrilin yang
Sumber : slideshare.net
Lensa terus bertumbuh sepanjang usia. Diameter lensa adalah 9-10 mm dan ketebalan
lensa adalah 3,5 mm saat lahir hingga 5 mm saat usia lanjut. Berat lensa 135 mg pada usia 0-
9 tahun hingga 255 mg pada usia 40-80 tahun dengan laju pertumbuhan sebesar 1,3 mg/tahun
antara usia 10-90 tahun (Khurana,2007) semakin lanjut usia seseorang, semakin tebal
kelengkungan lensanya sehingga lensa pada usia lanjut lensa cenderung meningkat kekuatan
refraksinya. Tetapi semakin lanjut usia seseorang, indeks refraksi juga akan menurun
4
sehingga mata pada usia lanjut dapat cenderung miopia atau hipermetropi bergantung
Komponen lensa berupa kapsul, epitel, dan korteks serta ditahan oleh zonula zinii.
a. Kapsul lensa
Lensa dibungkus oleh kapsul elastis dan transparan setebal (10-20 m) yang terdiri
dari collagen tipe IV dan glikoprotein. Kapsul lensa paling tebal berada di ekuator (14
b. Epitel lensa
Epitel subkapsular terdiri atas sel epitel kuboid yang hanya terdapat pada permukaan
anterior lensa. Epitel subkapsular yang berbentuk kuboid akan berubah menjadi
kolumnar di bagian ekuator dan akan terus memanjang dan membentuk serat lensa.
Saat sel kuboid berubah menjadi serat lensa, sel akan kehilangan beberapa organelnya
yaitu nukleus, mitokondria, dan ribosom. Saat kehilangan organel, serat lensa menjadi
transparan sehingga cahaya yang masuk tidak terbiaskan oleh organel-organel yang
ada. Karena kehilangan organel yang berfungsi untuk proses metabolik, maka setelah
sel kuboid berubah menjadi serat lensa, sel-sel ini akan bergantung pada proses
Nukleus lensa terbentuk dari serat lensa yang berkembang saat fase embrionik dan
berada di tengah korteks. Korteks lensa terbentuk setelah kelahiran dan akan
berkembang selama hidup sehingga semakin lanjut usia seseorang korteks lensa akan
semakin menebal.
d. Zonula zinii
5
Lensa ditahan di tempatnya oleh sekelompok serat yang tersusun radial yang disebut
zonula zinii. Sistem ini penting untuk proses akomodasi, yang dapat memfokuskan
2.2.1 Definisi
Subluksasi lensa merupakan suatu malposisi kristalin lensa mata dari posisi
2.2.2 Patofisiologi
Gangguan atau disfungsi dari serat zonular lensa, apapun penyebabnya (baik trauma
perpindahan posisi lensa, baik dilokasi maupun subluksasi. Tingkat kerusakan zonular
menentukan tingkat perpindahan lensa (Bowling, 2016). Penyebab subluksasi lensa dapat
dibagi menjadi dua yaitu subluksasi lensa yang didapat dan subluksasi lensa herediter yang
terbagi dalam subluksasi lens dengan dan tanpa kelainan sistemik. Pada kelainan herediter,
subluksasi biasanya terjadi karena kelemahan zonula zinii (Hoffman 2013; Gururaj 2013).
Subluksasi lensa yang didapat terbagi menjadi subluksasi lensa karena trauma dan
subluksasi lensa spontan. Pada trauma subluksasi lensa terjadi karena trauma tumpul yang
mengenai segmen anterior sehingga humor aquos menekan iris ke belakang kemudian
terjadi recoil dari cairan vitreus yang mendorong zonula zinii ke depan. Kedua hal tersebut
akan menjadikan kerusakan zonula zinii dengan berbagai derajat sehingga terjadi dislokasi
maupun subluksasi lensa (Albal, 1976). Subluksasi lensa spontan dapat terjadi karena
penarikan mekanik seperti pada buftalmos, miopia tinggi, stafiloma, tumor intraokuler.
6
Subluksasi lensa spontan juga dapat terjadi karena proses inflamasi seperti pada katarak
hipermatur, proses inflamasi dengan destruksi zonula zinii, Cyclitic adhesions, Vitreous
sindroma yang disebabkan oleh keabnormalan metabolisme matriks ekstraseluler pada mata
sehingga menyebabkan endapan berwarna keputihan yang berada pada kapsul dan epitel
lensa, pinggir pupil, epitel siliar, epitel pigmen iris, stroma iris, pembuluh darah iris, dan
jaringan subkonjungtiva. Pada sindroma ini, terkadang ditemukan kelemahan zonula zinii
akibat degradasi zonular yang progresif, tetapi subluksasi spontan biasanya jarang
didapatkan. Glaukoma yang terjadi pada sindroma ini disebabkan oleh tersumbatnya
Subluksasi lensa herediter tanpa kelainan sistemik terbagi menjadi dua yaitu simple
ectopia lentis dan ectopia lentis et puppilae. Simple ectopia lentis merupakan kelainan yang
diturunkan secara autosomal dominan berupa dilokasi lensa spontan yang terjadi kongenital
maupun saat dewasa. Dislokasi lensa biasanya terjadi bilateral simetris dengan arah
dislokasi kerah superotemporal. Pada beberapa kasus dijumpai pula spherofakia dan miopia
lentikular. Subluksasi spontan yang terjadi setelah dewasa biasanya terjadi antara usia 20-65
tahun disertai iregularitas dan degenerasi zonula zinii. Dapat terjadi herniasi vitreus
dikarenakan degenerasi zonula zinii yang terjadi. Simple ectopia lentis baik yang terjadi
secara kongenital maupun spontan berhubungan erat dengan katarak dan retinal detachment.
1. Marfan syndrome
Merupakan suatu kelainan autosomal dominan dengan sindroma yang ditandai
- Muskuloskeletal : Postur tubuh yang tinggi dan kurus , jari-jari yang panjang,
glaukoma, dan degenerasi lattice pada retina yang akan menyebabkan retinal
pada kasus-kasus yang tidak tertangani. Hal ini terjadi karena zonula zinii
yang rusak karena sistein yang rendah. Zonula zinii biasanya terdisintegrasi
berupa atrofi iris, atrofi papil, katarak, myopia, dan retinal detachment
(Bowling, 2016)
3. Ehlers-Danlos syndrome
Merupakan gangguan yang mempengaruhi jaringan ikat, terutama di kulit,
persendian dan dinding pembuluh darah. Ektopia lentis berupa subluksasi maupun
dislokasi lensa dapat ditemukan pada pasien ini, walaupun frekuensinya jarang
(Malfait, 2010).
4. Hyperlysinemia
Gangguan yang diturunkan secara autosomal resesif terhadap metabolisme asam
amino lisin sejak lahir, disebabkan oleh mutasi gen AASS yang mensintesis enzim
neurologi dan retardasi mental, ectopia lentis juga dapat terjadi walaupn
gejala yang timbul adalah kejang, ensefalopati, dan dan iskemik neonatus
sehingga pasien biasanya meninggal pada usia muda. Terdapat pula dislokasi lensa
bilateral sebagai ciri khas dari sindroma sulfit oksidase. Dislokasi lensa
Menurut hoffman, et al, derajat subluksasi lensa terbagi atas 3 golongan yaitu
minimal to mild dimana tepi lensa tampak tidak menutupi 0-25% dari pupil yang berdilatasi
maksimal, moderate dimana tepi lensa tampak tidak menutupi 25-50% dari pupil yang
berdilatasi maksimal, dan severe dimana tepi lensa tampak tidak menutupi >50% dari pupil
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang terjadi karena didasari oleh penyakit
mata maupun sistemik lainnya. Glaukoma karena kelemahan atau tidak adanya support dari
zonula zinii sehingga menyebabkan dislokasi lensa terjadi karena dislokasi lensa ke depan
dan menyebabkan blok pupil dan glaukoma sudut tertutup sekunder. Derajat kelemahan
2.3. 1 Diagnosis
Pasien glaukoma sekunder karena dilokasi lensa biasanya datang ke dokter dengan
keluhan serangan glaukoma sudut tertutup akut berupa diantaranya mata merah yang disertai
nyeri dan mual muntah. Sebelumnya dapat terjadi trauma. Pasien juga dapat datang dengan
keluhan pandangan berupa pandangan kabur karena miopia atau astigmatisme, penurunan
penglihatan jarak dekat karena hilangnya fungsi akomodatif, atau diplopia monokuler bila
dislokasi atau subluksasi lensa sangat besar. Selain anamnesa gangguan penglihatan, kita juga
harus menanyakan riwayat keluarga serta kelainan sistemik terutama yang berhubungan
Tajam penglihatan pada pasien glaukoma sekunder karena dislokasi lensa sangat
bervariasi, tergantung derajat perpidahan lensa. Pada tahap awal, kelainan ketajaman
keratometri. Bila hal ini terjadi, pemeriksa harus mencurigai adanya kelainan kearah
subluksasi lensa. Gambaran subluksasi lensa juga bervariasi mulai dari bilik mata depan yang
dangkal pada sebagian quadran sampai fakodenesis yang dapat dilihat secara jelas. Karena itu
perlu dilakukan gonioskopi dengan pupil lebar untuk mengkonfirmasi seberapa berat
penyempitan sudut yang diakibatkan. Tekanan intraokuli dapat normal ataupun meningkat
tergantung dari posisi lensa dan pengobatan yang sedang dipakai pasien.
jenis hiperosmotik untuk mengurangi vitreus sehingga memungkinkan lensa untuk mundur ke
belakang. Bila lensa terperangkap pada pupil atau bilik mata depan, pasien dapat diberi obat
midriatikum ringan , apabila zonula zinii diyakini intak, maka diberikan obat-obatan
siklopegik dan pasien diposisikan dalam posisi telentang. Ketiga hal ini diharapkan akan
membuat lensa kembali pada posisinya di bilik mata belakang. Setelah lensa berhasil
kembali pada posisinya, pupil dikonstriksikan dengan obat-obatan miotikum dan dilakukan
karena subluksasi lensa adalah laser iridiotomi, apabila subuksasi terjadi bilateral, maka harus
dilakukan iridiotomi laser perifer pencegahan pada mata jiran. Indikasi dilakukannya
1. Lensa yang tidak dapat kembali ke tempatnya (biasanya sering terjadi pada dislokasi
Beberapa teknik operasi yang dipakai untuk ekstraksi lensa pada glaukoma sekunder karena
intraokular in-the-bag
3. Fakoemulsifikasi dengan memasukkan capsular tension ring modifikasi atau cionni
Perencanaan operasi pada subluksasi lensa harus dilakukan secara maksimal. Segala
operasi dengan subluksasi lensa sebaiknya menggunakan anestesi umum. Untuk subluksasi
lensa dengan area kurang dari 3 jam, teknik operasi yang dipilih adalah fakoemulsifikasi
dengan setting rendah. Untuk subluksasi dengan area 3-5 jam, teknik operasi yang dipilih
adalah fakoemulsifikasi dan penggunaan capsular tension ring (CTR) sementara pada
subluksasi dengan area 5-7 jam penggunaan CTR yang dijahit pada sklera adalah teknik
operasi utama. Apabila kantong lensa dirasa tidak stabil sebaiknya digunakan teknik operasi
intra capsular cataract extraction (ICCE) atau lensektomi. Insisi utama harus dilakukan di
seberang area subluksasi, bila tidak memungkinkan, inisisi utama dilakukan pada 90o dari
area subluksasi. Apabila di tengah operasi terdapat vitreus yang keluar melalui zonula zinii
13
yang lemah dan memasuki bilik mata depan, vitrektomi harus dilakukan diikuti pemasangan
barier viskoelastis sebagai tamponade vitreus pada daerah zonula zinii yang lemah. Lokasi
kapsuloreksis utama sebaiknya dilakukan jauh dari area subluksasi. Bila terdapat subluksasi
lensa, tekanan yang biasa dilakukan mungkin tidak seimbang seperti pada operasi pada lensa
normal. Untuk menyeimbangkan gaya sentripetal dapat dilakukan kapsuloreksis dengan sudut
15o atau menggunakan forseps sebagai penyeimbang saat instrumen kedua membuat robekan
pada kapsul lensa. Teknik ini juga akan mengurangi tekanan ke posterior, sehingga lebih
aman untuk zonula. Sebelum melakukan hidrodiseksi sebagian cairan harus dikeluarkan
melalui insisi utama Untuk mencegah pengisian bilik mata depan yang berlebihan, selama
proses hidrodiseksi, kanula harus diarahkan kearah area zonula terlemah (Kaplowitz, 2013)
utnuk mencegah tekanan yang berlebihan pada zonula zinii. Menurut Osher, teknik yang
botol 30-50 cm, aspiration rate 12 cc/menit, kekuatan vacuum kurang dari 30 mmHg, dan
power ultrasound yang rendah sehingga fluktuasi yang berlebihan dan pendangkalan bilik
mata depan dapat dihindari. Memaksa memecah lensa dan teknik flipping lensa harus
viskoelastik agar tekanan pada bag lensa dapat diminimalkan. Lensa intraokular sebaiknya
Bila kapsul lensa tidak stabil untuk dilakukan fakoemulsifikasi, penggunaan capsular
tension ring (CTR) dapat dilakukan. CTR dapat menstabilkan daerah zonula zinii yang lemah
dan mendistribusikan kekuatan sama pada semua regio zonula, menstabilkan kantong
kapsuler dan lensa intraokular (IOL) selama dan setelah operasi katarak. CTR dapat
dimasukkan setiap saat setelah kapsuloreksis dan hidrodiseksi (Ma,2014; Kaplowitz, 2013).