Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Variabel

1. Anatomi dan Fisiologi Lensa

a. Anatomi Lensa

Lensa merupakan struktur bikonveks, avascular, dan transparan,

yang terletak dibelakang iris dan pupil serta di depan badan vitreus.

Lensa dipertahankan pada posisinya oleh zonula zinii, yaitu serabut

yang menahan dan menghubungkan lensa dengan badan silier.

Lensa tidak memiliki pembuluh darah dan serabut saraf, maka

lensa bergantung pada akuous dan vitreus untuk mendapatkan nutrisi.

Lensa normal dapat membiaskan cahaya karena memiliki indeks bias

yang berbeda dengan akuous dan vitreus yang mengelilinginya, juga

dapat memfokuskan cahaya yang datang dari jarak dekat melalui

proses akomodasi.

b. Struktur Lensa

Struktur lensa dibagi menjadi empat bagian yaitu (Khurana 2007):

1. Kapsul lensa. Struktur tipis, transparan membrane hialin

mengelilingi lensa dimana bagian anterior lebih tebal dibanding

posterior. Kapsul lensa paling tebal pada region pre-equator (14μ)

paling tipis di daerah posterior (3μ).

2. Epitel anterior, merupakan lapisan tunggal dari sel kuboid yang

terdapat pada bagian kapsul anterior. Pada region ekuatorial sel ini

1
2

menjadi kulomner secara aktif membagi dan memanjang untuk

membentuk serat lensa yang baru sepanjang kehidupan. Tak ada

epitel posterior karena sel ini digunakan untuk memenuhi kavitas

rongga sentral dari vasikel lensa sepanjang perkembangan lensa.

3. Serat lensa, merupakan kumpulan dari sel epitelal memanjang

yang membentuk serat lensa yang memiliki struktur bentuk

kompleks. Serat lensa yang matur adalah sel yang telah kehilangan

nukleusnya. Selama serat lensa terus dibentuk di sepanjang

kehidupan, serat lensa kemudiaan membentuk nukleus dan korteks

dari lensa.

a. Nukleus. Merupakan bagian sentral yang berisikan serat yang

sudah tua. Nukleus terdiri dari zona yang berbeda-beda yang

pada penyinaran slitlamp, dapat terlihat sebagai zona yang

diskontin. Tergantung pada periode dari perkembangan zona

yang berbeda dari nukleus lensa ini terbagi menjadi:

1. Nukleus emberonik. Ini adalah bagian terdalam dari

nukleus yang berhubungan dengan lensa pada masa gestasi

3 bulan pertama, terdiri dari serat lens primer yang

dibentuk oleh pemanjangan dari sel dinding posterior

vasikel lensa.

2. Nukleus fetal. Berada disekitar nukleus embrionik dan

berkaitan dengan lensa pada 3 bulan pertama pada masa

gestasi sampai dengan kelahiran.


3

3. Nukleus infantile. Berkaitan dengan lensa dari kelahiran

sampai masa remaja.

4. Nukleus dewasa. Berhubungan dengan serat lensa yang

berbentuk setelah masa remaja sampai dengan kematian.

b. Korteks. Ini adalah bagian perifer yang tediri dari serat lensa

yang masih muda.

4. Ligamentum suspensorium dari lensa (Zonula Zinni) juga dikenal

dengan Zonula siliar. Merupakan kumpulan dari jaringan serat

yang melintas dari badan siliar ke lensa. Ligamentum

suspensorium berfungsi menahan lensa pada posisinya dan

menungkinkan muskulus siliaris untuk dapat bergerak. Serat ini

tersusun dalam 3 kelompok:

a. Serat yang berasal dari pars plana dan bagian anterior dari orra

serrata. Berjalan ke anterior untuk berinsersi pada anterior dari

equator.

b. Serat yang berasal dari bagian anterior pada prossessur siliaris

melintasi bagian posterior untuk berinsersi dengan equator

bagian posterior.

c. Kelompok ketiga dari serat ini melintas dari puncak prossessus

siliaris secara lansung masuk ke dalam untuk berinsersi pada

equator.
4

c. Fungsi Lensa Mata

Lensa mata berfungsi mengatur cahaya yang masuk ke dalam mata,

agar bias difokuskan tepat pada bagian saraf penglihatan yang disebut

retina. Bagian retina yang paling sensitive terhadap cahaya disebut

makula retina. Benda akan terlihat tajam jika cahaya difokuskan pada

makula retina (Hutauruk dan Siregar 2017).

2. Kajian Umum Katarak

a. Definisi

Katarak merupakan kekeruhan pada lensa mata yang berada di

dalam bola mata. Kekeruhan lensa atau katarak akan mengakibatkan

cahaya terhalang untuk masuk ke dalam mata sehingga penglihatan

menjadi menurun. Gumpalan protein pada lensa mata mengakibatkan

menurunnya ketajaman bayangan mencapai retina. Orang yang

menderita katarak pada mulanya terdapat gumpalan kecil pada mata

yang tidak mengganggu penglihatan dan lama-kelamaan gumpalan

tersebut akan bertambah besar sehingga perlahan-lahan ketajaman

penglihatan berkurang. Penglihatan penderita katarak akan terganggu

dan bahkan bisa mengakibatkan kebutaan bila dibiarkan semakin

parah dan tidak ditangani secara baik (Ilyas S, 2019).

b. Etiologi

Penyebab terjadinya katarak bermacam-macam, umunya terjadi

pada usia lanjut (katarak senil), namun dapat terjadi secara kongenital

akibat infeksi virus di masa pertumbuhan janin, genetik dan gangguan


5

perkembangan. Katarak juga dapat terjadi karena traumatik, terapi

kortikosteroid metabolik, dan kelainan sistemik atau metabolik

(seperti diabetes mellitus, galaktosemia, dan distrofi miotonik) Rokok

dan komsumsi alkohol juga meningkatkan risiko katarak (Ayuni,

2020).

Katarak biasanya terjadi pada usia lanjut dan bisa diturunkan.

Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti

merokok atau bahan beracun lainnya. Katarak bisa disebabkan oleh

cedera mata, penyakit metabolik (misalnya diabetes) dan obat-obatan

tertentu (Ayuni, 2020).

c. Patofisiologi

1. Kelainan Bawaan

Adanya gangguan proses perkembangan embrio saat dalam

kandungan dan kelainan kromosom secara genetic dapat

menimbulkan kekeruhan lensa saat lahir. Pada umumnya kelainan

tidak hanya pada lensa tetapi juga pada bagian tubuh yang lain

sehingga merupakan suatu sindrom (Budiono, 2013).

2. Proses Penuaan

Seiring bertambahnya usia, lensa mata akan mengalami

pertambahan berat dan ketebalannya dan mengalami penurunan

daya akomodasi. Setiap pembentukan lapisan baru dari serat

kortikal secara konsentris, nucleus akan mengalami kompresi dan

pengerasan (nuclear sclerosis). Modifikasi kimia dan pembelahan


6

proteolitik crystallins (lensa protein) mengakibatkan pembentukan

kumpulan protein dengan berat molekul yang tinggi. Kumpulan

protein ini akan menjadi cukup banyak untuk menyebabkan

fluktuasi mendadak indeks bias lokal lensa, sehingga muncul

hamburan cahaya dan mengurangi transparansi lensa, modifikasi

kimia dan protein nucleus lensa juga dapat meningkatkan

pigmentasi, sehingga lensa tampak berwarna kuning atau

kecoklatan dengan bertambahnya usia. Perubahan lain yang

berkaitan dengan bertambahnya usia termasuk didalamnya adalah

penurunan natrium dan kalsium dalam sitoplasma sel lensa

(Budiono, 2013).

3. Penyakit Sistemik Seperti Diabetes Melitus

Pada penderita diabetes melitus terjadi peningkatan enzim

aldose reductase yang mereduksi gula menjadi sorbitol, hal ini

menyebabkan terjadinya perubahan osmotic sehingga serat lensa

lama kelamaan akan menjadi keruh dan mengakibatkan katarak.

Pengaruh klinis yang lama akan mengakibatkan terjadinya katarak

lebih dari pada pasien diabetes dibandingkan dengan pasien non

diabetes (ulandari, 2014)

4. Trauma
Adanya trauma akan mengganggu struktur lensa mata baik

secara makroskopis maupun mikroskopis. Hal ini diduga

menyebabkan adanya perubahan struktur lensa dan gangguan


7

keseimbangan metabolisme lensa sehingga katarak dapat terbentuk

(Budiono, 2013).

d. Jenis Katarak Berdasarkan Penyebab

1. Katarak Kongenital

Katarak kongenital muncul segera saat lahir atau pada

tahun pertama kehidupan, dapat mengenai satu mata (unilateral)

ataupun kedua mata (bilateral). Secara umum, sekitar sepertiga

kasus katarak kongenital bersifat diwariskan (herediter), sepertiga

kasus berkaitan dengan sindrom yang lebih luas atau penyakit

tertentu (misalnya, infeksi intrauterin, gangguan metabolik, atau

gangguan sistemik lainnya), sedangkan sepertiga lain penyebabnya

tidak diketahui atau idiopatik. (Taba dkk, 2021).

2. Katarak Senilis

Seiring berjalannya usia, lensa mengalami kekeruhan,

penebalan, serta penurunan daya akomodasi, kondisi ini dinamakan

katarak senilis. Katarak senilis merupakan 90% dari semua jenis

katarak. Terdapat tiga jenis katarak senilis berdasarkan lokasi

kekeruhannya, yaitu :

a) Katarak Nuklearis

Katarak nuklearis ditandai dengan kekeruhan sentral dan

perubahan warna lensa menjadi kuning atau cokelat secara

progresif perlahan-lahan yang mengakibatkan turunnya tajam


8

penglihatan. Derajat kekeruhan lensa dapat dinilai

menggunakan slitlamp. Katarak jenis ini biasanya terjadi

bilateral, namun dapat juga asimetris. Perubahan warna

mengakibatkan penderita sulit untuk membedakan corak

warna. Katarak nuklearis secara khas lebih mengalami

gangguan penglihatan jauh daripada penglihatan dekat.

Nukleus lensa mengalami pengerasan progresif yang

menyebabkan naiknya indeks refraksi, dinamai miopisasi.

Miopisasi menyebabkan penderita presbiopia dapat membaca

dekat tanpa harus mengenakan kacamata, kondisi ini disebut

sebagai second sight (Budiono, 2013).

b) Katarak Kortikal

Katarak kortikal berhubungan dengan proses oksidasi dan

presipitasi protein pada sel-sel serat lensa. Katarak jenis ini

biasanya bilateral, asimetris, dan menimbulkan gejala silau jika

melihat ke arah sumber cahaya. Tahap penurunan penglihatan

bervariasi dari lambat hingga cepat. Pemeriksaan slitlamp

berfungsi untuk melihat ada tidaknya vakuola degenerasi

hidropik yang merupakan degenerasi epitel posterior, dan

menyebabkan lensa mengalami elongasi ke anterior dengan

gambaran seperti embun (Budiono, 2013).

c) Katarak Subkapsuler
9

Katarak ini dapat terjadi di subkapsuler anterior dan

posterior. Pemeriksaannya menggunakan slitlamp dan dapat

ditemukan kekeruhan seperti plak di korteks subkapsuler

posterior. Gejalanya adalah silau, penglihatan buruk pada

tempat terang, dan penglihatan dekat lebih terganggu daripada

penglihatan jauh (Budiono, 2013).

3. Katarak Traumatika

Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera

benda asing di lensa atau trauma tumpul terhadap bola mata.

Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing

karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus

dan kadang-kadang korpus vitreum masuk kedalam struktur

mata (Ayuni, 2020).

4. Katarak Sekunder/Komplikata

Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat

penyakit intraocular pada fisiologi lensa. Katarak biasanya

berawal dari subkapsul posterior dan akhirnya mengenai seluruh

struktur lensa. Penyakit-penyakit intra ocular yang sering

berkaitan dengan pembentukan katarak adalah uveitis kronik

atau rekuren, glaucoma, retinitis pigmentosa dan pelepasan

retina (Ayuni, 2020).

e. Stadium Katarak

1. Katarak Insipien
10

Merupakan kejadian katarak dimana terjadi kekeruhan yang

dimulai dari tepi ekuator dengan bentuk jeruji menuju korteks

anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat

didalam korteks. Pada katarak subkapsular posterior, kekeruhan

terlihat anterior subkapsular posterior, celah yang terbentuk antara

serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratife (benda

Morgagni) pada katarak insipien. Kekeruhan ini dapat

menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama

pada semua bagian lensa. bentuk ini kadang-kadang menetap untuk

waktu yang lama.

2. Katarak Imatur

Pada katarak imatur Sebagian lensa telah mengalami

kekeruhan. Pada katarak imatur akan terjadi pertambahan volume

lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang

degeneratife. pada katarak imatur, keadaan lensa yang

mencembung akan menimbulkan hambatan pada pupil, sehingga

dapat terjadi glaukoma sekunder.

3. Katarak Matur

Pada katarak matur, kekeruhan lensa telah mengenai

seluruh masa lensa. kekeruhan ini dapat terjadi akibat deposisi ion

Ca yang menyeluruh. Kekeruhan lensa pada waktu yang lama akan

mengakibatkan kalsifikasi pada lensa. Bilik mata depan akan


11

memiliki kedalaman yang normal, tidak terdapat bayangan iris

pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatife.

4. Katarak Hipermatur

Katarak hipermatur merupakan katarak yang mengalami

proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan

mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa

sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering.

Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul

lensa. kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga

hubungan zonula zinn menjadi kendor.

f. Gejala-gejala Katarak

1. Kabur

Penderita pada umumnya datang saat kekeruhan lensa

terjadi pada kedua mata meski derajat katarak kedua mata berbeda.

Kekaburan yang dirasa bersifat perlahan dan penderita seakan

melihat melalui kaca yang buram. Pada tahap awal kekeruhan lensa

penderita dapat melihat bentuk akan tetapi tidak dapat melihat detil

(Budiono, 2013).

Katarak nuclear biasanya menyebabkan penurunan lebih

besar untuk penglihatan jarak jauh dari pada penglihatan dekat.

Pada tahap awal, pertambahan kekerasan nukleus lensa

meyebabkan peningkatan indeks bias lensa dan dengan demikian

menyebabkan terjadinya myopic shift (lenticular myopia). Dimata


12

hyperopia, myopic shift memungkinkan sebaliknya dimana

individu presbyopia dapat membaca tanpa kacamata, suatu kondisi

yang disebut sebagai second sight. Kadang-kadang perubahan

mendadak indeks bias antara nuclear sclerosis dan korteks lensa

dapat menyebabkan monokuler diplopia (budiono, 2013).

Katarak kortikal biasanya bilateral tetapi sering asimetris.

Pengaruh pada fungsi visual sangat bervariasi, tergantung dari

lokasi kekeruhan dengan sumbu visual. Gejala umum katarak

kortikal adalah silau dari sumber cahaya yang terfokus, seperti

lampu depan mobil. Diplopia monokuler juga bisa terjadi. Katarak

kortikal sangat bervariasi dalam tingkat perkembangannya,

beberapa kekeruhan kortikal tetap tidak berubah untuk periode

lama, sedangkan pada orang lain dapat bertambah dengan cepat

(Budiono, 2013).

Katarak subcapsular posterior sering mengeluh penglihatan

semakin kabur dalam kondisi pencahayaan terang karena diameter

pupil miosis Ketika dirangsang oleh lampu terang, akomodasi, atau

obat miotikum. Penurunan tajam penglihatan jarak dekat

cenderung lebih berat daripada tajam penglihatan jarak jauh

(Budiono, 2013).

2. Silau

Katarak menyebabkan gangguan pembiasan lensa akibat

perubahan bentuk, struktur dan indeks bias lensa. Segala jenis


13

katarak pada umumnya akan mengeluh silau akan tetapi terbanyak

pada katarak subkapsular posterior (Budiono, 2013).

3. Gangguan Penglihatan Warna

Lensa yang bertambah kuning atau kecoklatan akan

menyebabkan gangguan pada interpretasi warna, dimana gangguan

ini disebabkan karena cahaya yang masuk terhalang oleh

kekeruhan lensa, sehingga semua warna tidak tertangkap dengan

baik (Budiono, 2013).

4. Gambaran Penglihatan Menjadi Ganda

Orang yang terkena katarak melihat bahwa semua objek

pandangan menjadi ganda. Pengujian bias dilakukan dengan

menutup salah satu mata secara bergantian, jika kondisinya tetap

sama, kemungkinan besar itu adalah gejala katarak (Budiono,

2013).

Kecepatan terjadinya gangguan penglihatan merupakan

akibat dari katarak pada seseorang yang tidak dapat diprediksi,

karena katarak pada setiap individu berbeda. Tanda yang jelas

terlihat pada katarak yang telah lanjut adalah adanya kekeruhan

lensa atau warna putih pada pupil (ilyas S, 2019).

5. Mata Melihat Cincin di Sumber Cahaya

Apabila melihat cincin di sumber cahaya, merupakan salah

satu pertanda mata terkena katarak. Kondisi ini terjadi karena

cahaya yang masuk ke bagian mata tidak diteruskan secara


14

sempurna, sehingga pantulan yang berasal dari cahaya dapat

menyerupai cincin pada bagian sumber cahaya. Penderita katarak

dengan ciri ini biasanya memiliki beberapa gangguan lain seperti

diabetes atau glaucoma (Hutauruk dan Siregar 2017).

g. Faktor Risiko

Katarak merupakan suatu penyakit yang multifactorial. Beberapa

faktor risiko penyakit katarak adalah Usia, jenis kelamin, dan Riwayat

keluarga.

1. Usia

Pada umumnya katarak terjadi karena proses degenerasi,

karena bertambahnya usia atau penuaan, yang menyebabkan

lensa mata menjadi berkurang elastis dan kurang jernih

(Hutauruk dan Siregar, 2017).

Sebagian besar penyebab terjadinya penyakit katarak

karena bertambahnya usia atau proses degeneratif seseorang.

Pada umumnya penyakit ini berisiko pada usia lanjut, data

statistik juga menunjukkan sekitar 90% penderita katarak

berada pada usia di atas 55 tahun. Sekitar 50% orang yang

berusia 75 sampai 85 tahun daya penglihatannya berkurang

akibat katarak (Subroto, 2006 ).


15

Seiring dengan bertambahnya usia, lensa mata akan

mengalami pertambahan berat dan ketebalan sehingga

menurunkan daya akomodasi. Setiap pembentukan lapisan

baru dari serat kortikal secara konsentris, nukleus lensa akan

mengalami kompresi dan pengerasan (nuclear sclerosis).

Modifikasi kimia dan pembelahan proteolitik crystallins (lensa

protein) mengakibatkan pembentukan kumpulan protein

dengan berat molekul yang tinggi. Kumpulan protein ini dapat

menjadi cukup banyak untuk menyebabkan fluktuasi

mendadak indeks bias lokal lensa, sehingga muncul hamburan

cahaya dan mengurangi transparansi dari lensa. modifikasi

kimia dari protein nukleus lensa juga dapat meningkatkan

pigmentasi, sehingga lensa tampak berwarna kuning atau

kecoklatan dengan bertambahnya usia (Budiono, 2013).

2. Jenis Kelamin

menurut Hungu jenis kelamin (sex) adalah perbedaan

antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak

seseorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan

perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma,

sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara

biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui.

Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan

perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan


16

fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala

ras yang ada di muka bumi (Hungu, 2007).

Kejadian katarak Wanita lebih tinggi dibandingkan pada

pria karena pada Wanita terjadi menopause. Saat itu biasanya

terjadi gangguan hormonal sehingga ada jaringan tubuh yang

mudah rusak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Framinghame Eye study di Punjab india ditemukan indikasi

bahwa penderita katarak Wanita lebih tinggi dibandingkan laki

laki terutama diatas umut 60 tahun, tetapi belum ada

penjelasan, kemungkinan umur harapan hidup Wanita lebih

lama dibandingkan laki-laki (Awopi Dkk, 2016).

Prevalensi terjadinya katarak lebih tinggi pada Wanita, hal

yang menjadikan Wanita menjadi rentan terkena katarak sesuai

dengan penelitian-penelitian yang dilakukan yaitu sangat erat

keterkaitannya dengan efek estrogen, endogen dan eksogen.

Penurunan hormone estrogen pada saat menopause

menyebabkan peningkatan risiko katarak dikarenakan hormone

estrogen memiliki efek protektif terhadap lensa (Zetterberg &

Celojevic, 2014)

Menurut Donaldson et al., 2017 perempuan mengalami

ketidak seimbangan hormon seks terutama pada hormon

estrogen yang mengalami penurunan seiring bertambahnya

usia. Hormon esterogen memiliki sifat mitogenik dan


17

antioksidatif terhadap sel epitel lensa manusia yang berperan

dalam melindungi lensa dari kataraktogenesis. Bertambahnya

usia seseorang maka kadar esterogen akan mengalami

penurunan yang mengakibatkan meningkatnya risiko penyakit

katarak pada perempuan (Andjelic dan Hawlina.2012).

3. Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga dalam ilmu genetika diartikan sebagai

terdapatnya faktor-faktor genetik dan riwayat penyakit dalam

keluarga. Riwayat penyakit keluarga dapat mengidentifikasi

seseorang dengan risiko yang lebih tinggi untuk mengalami

suatu penyakit kompleks. Penyakit kompleks dipengaruhi oleh

kombinasi antara faktor genetik, kondisi lingkungan, dan

pilihan gaya hidup (Rich et al. 2004).

Riwayat keluarga dengan katarak dapat berpengaruh

terhadap penerusan gen kepada keturunan. Beberapa gen

kristalin diekspresikan pada awal embriogenesis, dan mutasi

pada gen ini dapat menyebabkan perubahan pada protein yang

berperan terhadap agregasi protein hingga mengakibatkan

terjadinya katarak. (Budiman, 2013).

Menurut Nengsih (2013), katarak berhubungan dengan

kelainan genetic, katarak yang disebabkan karena riwayat


18

keturunan dikaitkan juga dengan pengaruh lingkungan luar

yang dapat menyebabkan perubahan genetik dalam tubuh

sesorang. Gen ini menyebabkan perubahan pada protein yang

berperan terhadap agregasi protein sehingga mengakibatkan

katarak (Hamidi, 2017)

h. Diagnosis Dan Pemeriksaan Katarak

Langkah awal yang dilakukan untuk mendiagnosis katarak

adalah anamnesis yang dilakukan oleh dokter spesialis. Pasien

dengan katarak biasanya datang dengan keluhan penglihatan kabur,

melihat ganda, gangguan penglihatan warna, silau hingga melihat

halo disekitar sinar.

Setelah anamnesis, pemeriksaan yang dilakukan pada

pasien katarak adalah pemeriksaan sinar celah (slitlamp), funduskopi

pada kedua mata bila mungkin, dan tonometer. Selain daripada

pemeriksaan prabedah yang diperluan lainnya seperti adanya infeksi

pada kelopak mata dan konjungtiva. Pada katarak sebaiknya

dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan sebelum dilakukan

pembedahan untuk melihat apakah kekeruhan sebanding dengan

turunnya tajam penglihatan (Illyas, 2019).

i. Pengobatan Katarak
19

Pembedahan merupakan satu-satunya penatalaksanaan

kuratif dari katarak, di mana lensa akan diangkat dan digantikan oleh

lensa palsu, lensa donor atau kaca mata afakia.

Beberapa jenis teknik pembedahan untuk mengangkat lensa

dalam kasus katarak adalah sebagai berikut (Ilyas, 2019):

a. Fakoemulsifikasi

Pembedahan dengan menggunakan vibrator

ultrasonik untuk menghancurkan nukleus yang

kemudian diaspirasi melalui insisi 2,5-3 mm, dan

kemudian dimasukan lensa intraokular yang dapat

dillipat.

b. Ektraksi Katarak Ekstra Kapsular

Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana

dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau

merobek kapsul lensa anterior sehingga masa lensa dan

korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut,

kemudian dikeluarkan melalui insisi 9-10 mm, lensa

intraocular diletakan pada kapsul posterior.

c. Ekstraksi Katarak Intrakapsular

Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa

Bersama kapsul. Dapat dilakukan pada zonula zinnii

telah rapuh atau terdegenerasi dan mudah diputus.


20

B. Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka teori

C. Kerangka Konsep
21

Keterangan :
: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Arah yang menunjukkan kemungkinan

terjadinya pengaruh

Gambar 2. Kerangka konsep

D. Hipotesa Penelitian

1. Hipotesis Nol (H0)

Adapun hipotesis nol (H0) yaitu :

a. Tidak ada hubungan usia dengan kejadian katarak senilis di

Poliklinik Mata Rumah Sakit Santa Anna Kendari.

b. Tidak ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian katarak senilis

di Poliklinik Mata Rumah Sakit Santa Anna Kendari.

c. Tidak ada hubungan riwayat keluarga dengan kejadian katarak

senilis di Poliklinik Mata Rumah Sakit Santa Anna Kendari.

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

a. Adanya hubungan usia dengan kejadian katarak senilis di

Poliklinik Mata Rumah Sakit Santa Anna Kendari.


22

b. Adanya hubungan jenis kelamin dengan kejadian katarak senilis di

Poliklinik Mata Rumah Sakit Santa Anna Kendari.

c. Adanya hubungan riwayat keluarga dengan kejadian katarak senilis

di Poliklinik Mata Rumah Sakit Santa Anna Kendari.

Anda mungkin juga menyukai