Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Lensa Mata


Lensa adalah bagian dari bola mata yang berbentuk bikonveks, avaskular, transparan,
terletak di belakang iris dan di depan vitreus, ditopang oleh Zonula Zinii yang
melekat ke korpus siliaris. Lensa terdiri dari kapsul, epitel, korteks, dan nukleus.
Kapsul lensa yang bersifat elastik berfungsi untuk mengubah bentuk lensa pada
proses akomodasi. (Astari, 2018)

Gambar 3.1 Anatomi bola mata dan lensa (Astari, 2018)

Struktur lensa terdiri kapsul yang tipis, transparan, dikelilingi oleh membran hialin
yang lebih tebal pada permukaan anterior dibanding posterior. 65% lensa terdiri dari
air, sekitar 35% protein (kandungan protein tertinggi di jaringan tubuh), dan sedikit
sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih
tinggi di lensa dari pada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation
terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. (Eva & Whitcher, 2018)

10
Gambar 3.2 Lensa secara vertical (Eva & Whitcher, 2018)

Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih


keras daripada korteksnya. Seiring dengan bertambahnya usia, serat-serat Iamelar
subepitel terus diproduksi sehingga lensa perlahan lahan menjadi lebih besar dan
kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang.
Garis-garis persambungan (suture line) yang terbentuk dari penyambungan tepi-tepi
serat lamelar tampak seperti huruf Y dengan slitlamp. Huruf Y ini tampak tegak di
anterior dan terbalik di posterior. (Eva & Whitcher, 2018)
Masing-masing serat lamelar mengandung sebuah inti gepeng. Pada
pemeriksaan mikroskop, inti ini jelas di bagian perifer lensa di dekat ekuator dan
berbatasan dengan lapisan epitel subkapsular. Lensa ditahan di tempatnya oleh
ligamentum suspensorium yang dikenal sebagai zonula (zonula Zinnl), yang tersusun
atas banyak fibril; fibril-fibril ini berasal dari permukaan corpus ciliare dan menyisip
ke dalam ekuator lensa. (Eva & Whitcher, 2018)

3.2 Histologi Lensa Mata


Secara histologis, lensa memiliki tiga komponen utama:
1. Kapsul lensa
Lensa dibungkus oleh simpai tebal (10-20 μm), homogen, refraktil, dan kaya
akan karbohidrat, yang meliputi permukaan luar sel-sel epithel. Kapsul ini

11
merupakan suatu membran basal yang sangat tebal dan terutama terdiri atas
kolagen tipe IV dan glikoprotein. Kapsul lensa paling tebal berada di ekuator
(14 μm) dan paling tipis pada kutub posterior (3 μm). Kapsul lensa bersifat
semipermeabel, artinya sebagian zat dapat melewati lensa dan sebagian lagi
tidak. (Junqueira, 2007)
2. Epitel subkapsular
Epitel subkapsular terdiri atas sel epitel kuboid yang hanya terdapat pada
permukaan anterior lensa. Epitel subkapsular yang berbentuk kuboid akan
berubah menjadi kolumnar di bagian ekuator dan akan terus memanjang dan
membentuk serat lensa. Lensa bertambah besar dan tumbuh seumur hidup
dengan terbentuknya serat lensa baru dari sel-sel yang terdapat di ekuator
lensa. Sel-sel epitel ini memiliki banyak interdigitasi dengan serat-serat lensa.
(Junqueira, 2007)
3. Serat lensa
Serat lensa tersusun memanjang dan tampak sebagai struktur tipis dan gepeng.
Serat ini merupakan sel-sel yang sangat terdiferensiasi dan berasal dari sel-sel
subkapsular. Serat lensa akhirnya kehilangan inti serta organelnya dan
menjadi sangat panjang. Sel-sel ini berisikan sekelompok protein yang disebut
kristalin. (Junqueira, 2007)

Gambar 3.3 Histologi lensa mata (Junqueira, 2007)

3.3 Fisiologi Lensa Mata


Lensa kristalina adalah struktur transparan yang memiliki peran utama dalam
mekanisme focus pada penglihatan. Aspek fisiologis meliputi:
 Transparansi lensa
12
 Aktivitas metabolisme lensa, dan
 Akomodasi (Khurana, 2007)

Transparansi lensa
Faktor-faktor yang memainkan peran penting dalam mempertahankan kejernihan dan
transparansi lensa adalah:
 Avaskularisasi,
 Sifat sel lensa yang sangat padat,
 Susunan protein lensa,
 Karakter kapsul lensa yang semipermeabel,
 Mekanisme pompa membran serat lensa untuk mengatur keseimbangan
elektrolit dan air di lensa, mempertahankan dehidrasi relative
 Auto-oksidasi dan konsentrasi tinggi untuk mengurangi glutathione di lensa
dengan mempertahankan protein lensa dalam keadaan yang kurang dan
memastikan integritas pompa membran sel. (Khurana, 2007)

Metabolisme
Metabolisme Lensa membutuhkan suplai energi berkelanjutan (ATP) untuk transpor
aktif ion dan asam amino, memeliharaan dehidrasi lensa, dan untuk protein
berkelanjutan dan sintesis GSH. Sebagian besarenergi yang dihasilkan digunakan di
epitel, tempat utama dari semua proses transportasi aktif. Hanya sekitar 10-20% dari
ATP yang dihasilkan digunakan untuk sintesis protein. Lensa Kristal adalah struktur
avaskular bergantung pada metabolisme chemical exchange dengan aqueous humor.
komposisi kimiawi dari lensa ke aqueous humor dan pertukaran kimiawi antara
keduanya. (Khurana, 2007)
Jalur metabolisme glukosa. Glukosa sangat penting untuk kerja normal lensa.
Aktivitas metabolik lensa sebagian besar terbatas pada epitel dan korteks, sedangkan
nukleus relative lamban. Dalam lensa, 80% glukosa dimetabolisme secara anaerob
oleh jalur glikolitik, 15 persen oleh pentose hexose monophosphate (HMP) shunt dan
sebagian kecil melalui siklus Kreb oksidatif asam sitrat. Jalur sorbitol relatif tidak

13
penting pada lensa normal; Namun, ini sangat penting dalam pembentukan katarak
pada pasien diabetes dan galaktosemik. (Khurana, 2007)

Gambar 3.4 Fisiologi lensa mata (Khurana, 2007)

Akomodasi
Lensa kristalina adalah sebuah struktur menakjubkan yang pada kondisi normalnya
berfungsi memfokuskan gambar pada retina. Posisinya tepat di sebelah posterior iris
dan disangga oleh serat-serat zonula yang berasal dari coipus ciliare. Serat-serat ini
menyisip pada bagian ekuator kapsul lensa. Kapsul lensa adalah suatu -membran
basalis yang mengelilingi substansi lensa. Sel-sel epitel dekat ekuator lensa
membelah sepanjang hidup dan terus berdiferensiasi membentuk serat-serat lensa
baru sehingga serat-serat lensa yang lebih tua dipampatkan ke nukleus sentral; serat-
serat muda, yang kurang padat, di sekeliling nukleus menyusun korteks lensa. Karena
lensa bersifat avaskular dan tidak mempunyai persarafan, nutrisi lensa didapat dari
aqueous humor. Metabolisme lensa terutama bersifat anaerob akibat rendahnya kadar
oksigen terlarut di dalam aqueous. (Eva & Whitcher, 2018)
Mata dapat mengubah fokusnya dari objek jarak jauh ke jarak dekat karena
kemampuan lensa untuk mengubah bentuknya, suatu fenomena yang dikenal sebagai

14
akomodasi. Elastisitasnya yang alami memungkinkan lensa untuk menjadi lebih atau
kurang bulat (sferis), tergantung besarnya tegangan serat-serat zonula pada kapsul
lensa. Tegangan zonula dikendalikan oleh aktivitas musculus ciliaris, yang bila
berkontraksi akan mengendurkan tegangan zonula. Dengan demikiaru lensa menjadi
lebih bulat dan dihasilkan daya dioptri yang lebih kuat untuk memfokuskan objek-
objek yang lebih dekat. Relaksasi musculus ciliaris akan menghasilkan kebalikan
rentetan peristiwa-peristiwa tersebut, membuat lensa mendatar dan memungkinkan
objek-objek jauh terfokus. Dengan bertambahnya usia, daya akomodasi lensa akan
berkurang secara perlahan-lahan seiring dengan penurunan elastisitasnya. (Eva &
Whitcher, 2018)

3.5 Definisi Katarak


Katarak merupakan penyebab utama kebutaan di seluruh dunia yang
sebenarnya dapat dicegah. Penyakit katarak merupakan penyakit mata yang ditandai
dengan kekeruhan lensa mata sehingga mengganggu proses masuknya cahaya ke
mata. Katarak dapat disebabkan karena terganggunya mekanisme kontrol
keseimbangan air dan elektrolit, karena denaturasi protein lensa atau gabungan
keduanya. Sekitar 90% kasus katarak berkaitan dengan usia; penyebab lain adalah
kongenital dan trauma.(Astari, 2018)
Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau
bahan lensa didalam kapsul lensa. Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa
dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa.
Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolism normal lensa yang dapat timbul
pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan serat lensa
berhenti dalam perkembangannya dan telah memulai proses degenerasi (Ilyas, 2014)

3.6 Epidemiologi Katarak


Pada tahun 2010, prevalensi katarak di Amerika Serikat adalah 17,1%.
Katarak paling banyak mengenai ras putih (80%) dan perempuan (61%). Menurut

15
hasil survei Riskesdas 2013, prevalensi katarak di Indonesia adalah 1,4%, dengan
responden tanpa batasan umur.(Astari, 2018)
Katarak akibat penuaan merupakan penyebab umum gangguan penglihatan.
Berbagai studi cross-sectional melaporkan prevalensi katarak pada individu berusia
65- 74 tahun adalah sebanyak 50%; prevalensi ini meningkat hingga 70% pada
individu di atas 75 tahun (Eva & Whitcher, 2018)
WHO memperkirakan sekitar 18 juta orang mengalami kebutaan kedua mata
akibat katarak. Jumlah ini hampir setengah (47,8%) dari semua penyebab kebutaan
karena penyakit mata di dunia. Penyebab kebutaan lainnya adalah kelainan refraksi
tidak terkoreksi, glaukoma, Age-Related Macular Degeneration, retinopati DM,
kebutaan pada anak, trakoma, onchocerciasis, dan lain-lain. Indonesia menduduki
peringkat tertinggi prevalensi kebutaan di Asia Tenggara sebesar 1,5% dan 50% di
antaranya disebabkan katarak. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat karena
pertambahan penduduk yang pesat dan meningkatnya usia harapan hidup di
Indonesia. (Astari, 2018)

3.7 Faktor risiko katarak


Beberapa faktor risiko katarak dapat dibedakan menjadi faktor individu,
lingkungan, dan faktor protektif. Faktor individu terdiri atas usia, jenis kelamin, ras,
serta faktor genetik. Faktor lingkungan termasuk kebiasaan merokok, paparan sinar
ultraviolet, status sosioekonomi, tingkat pendidikan, diabetes mellitus, hipertensi,
penggunaan steroid, dan obat-obat penyakit gout. Faktor protektif meliputi
penggunaan aspirin dan terapi pengganti hormon pada wanita. (Astari, 2018)

3.8 Patofisiologi katarak


Patogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun demikian, pada
lensa katarak secara karakteristik terdapat agregat protein yang menghamburkan
berkas cahaya dan mengurangi transparansinya. Perubahan protein lainnya akan
mengakibatkan perubahan warna lensa menjadi kuning atau coklat. Temuan
tambahan mungkin berupa vesikel di antara serat-serat lensa atau migrasi sel epitel

16
dan pembesaran sel-sel epitel yang menyimpang. Sejumlah faktor yang diduga turut
berperan dalam terbentuknya katarak, antara lain kerusakan oksidatif (dari proses
radikal bebas), sinar ultraviolet, dan malnutrisi. (Eva & Whitcher, 2018)
Patogenesis dari katarak terkait usia multifactor dan belum sepenuhnya
dimengerti. Berdasarkan usia lensa, terjadi peningkatan berat dan ketebalan serta
menurunnya kemampuan akomodasi. Sebagai lapisan baru serat kortical berbentuk
konsentris, akibatnya nucleus dari lensa mengalami penekanan dan pergeseran
(nucleus sclerosis). Cristalisasi (protein lensa) adalah perubahan yang terjadi akibat
modifikasi kimia dan agregasi protein menjadi high-molecular-weight-protein. Hasil
dari agregasi protein secara tiba tiba mengalami fluktuasi refraktif index pada lensa,
cahaya yang menyebar, penurunan pandangan. Modifiaksi kimia dari protein nucleus
lensa juga menghasilkan progressive pigmentasi.perubaha lain pada katarak terkait
usia pada lensa termasuk menggambarkan konsentrasi glutatin dan potassium dan
meningkatnya konsentrasi sodium dan calcium. (Eva & Whitcher, 2018)

3.9 Klasifikasi Katarak


Klasifikasi berdasarkan etiologi
:
3.9.1 Katarak Kongenital (Infantilis)
katarak kongenital (infantilis), yaitu yang terdapat sejak lahir atau segera
sesudahnya.
3.9.2 Katarak didapat
Katarak didapat yaitu katarak yang timbul belakangan dan biasanya berkaitan
dengan sebab-sebab spesifik. (Khurana, 2007)

Klasifikasi berdasarkan morfologinya


1. Katarak Kapsular : katarak yang melibatkan kapsul lensa.
i. Katarak kapsula Anterior
ii. Katarak kapsula Posterior
2. Katarak Subcapsular : katarak yang melibatkan bagian superfisial korteks.

17
i. Anterior subcapsular cataract

18
ii. Posterior subcapsular cataract
3. Katarak kortikal : katarak yang melibatkan korteks lensa dan merupakan katarak
yang paling sering terjadi.
4. Katarak Supranuclear : katarak yang melibatkan bagian korteks lensa yang paling
dalam, tepat di atas nukleus lensa.
5. Katarak Nuclear : katarak yang melibatkan bagian nukleus lensa.
6. Katarak Polar : katarak yang terjadi pada capsule dan superficial dari cortex pada
region polar
i. Katarak polar Anterior
ii. Katarak polar Posterior (Khurana, 2007)
7. Katarak campuran, adalah keadaan di mana lebih dari satu tipe katarak muncul
bersamaan. Pada awalnya katarak biasanya muncul sebagai satu tipe saja tetapi akan
dapat menjadi katarak gabungan ketika bagian lensa yang lain juga mengalami
degenerasi. Katarak gabungan mengindikasikan katarak telah lanjut dan
perkembangannya harus lebih diperhatikan. Pasien dengan katarak gabungan akan
memiliki gejala penurunan visus (Khurana, 2007).

Gambar 3.5 Bentuk morfologi dari katarak (Khurana, 2007)

19
- Katarak Kongenital

20
Definisi
Katarak yang terjadi karena beberapa gangguan dalam pertumbuhan normal lensa.
gangguan terjadi saat sebelum lahir, anak dilahirkan dengan bawaan katarak. Karena
itu, pada kelainan katarak bawaan terbatas pada nukleus embrionik atau janin.
perkembangan katarak dapat terjadi sejak bayi hingga masa remaja. Karena itu,
kekeruhan semacam itu mungkin melibatkan nucleus infantil atau dewasa, bagian
yang lebih dalam dari korteks atau kapsul. perkembangan Katarak biasanya
mempengaruhi zona tertentu yang sedang dibentuk sehingga mengakibatkan
prosesnya terganggu. (Khurana, 2007)

Etiologi
I. Keturunan.
Katarak yang ditentukan secara genetik disebabkan oleh anomali dalam
pola kromosom individu. Sekitar sepertiga dari semua katarak bawaan
adalah keturunan. Mode pewarisan biasanya dominan. Katarak yang
umum disebabkan keturunan meliputi: katarak pulverulenta, katarak
zonular, katarak koroner dan total soft cataract (dapat juga terjadi karena
rubela).
II. Faktor Ibu
- Malnutrisi selama kehamilan telah terjadi terkait dengan katarak
zonular non-familial.
- Infeksi. Infeksi ibu seperti rubella berhubungan dengan katarak
pada 50 persen kasus. Infeksi maternal lainnya yang berhubungan
dengan katarak kongenital termasuk toksoplasmosis dan penyakit
cytomegalo-inclusion.
- Konsumsi obat-obatan. Katarak bawaan juga ada telah dilaporkan
pada anak-anak dari ibu yang telah minum obat tertentu selama
kehamilan (mis.,thalidomide, kortikosteroid).
- Radiasi. Paparan radiasi ibu selama kehamilan dapat menyebabkan
katarak kongenital

21
III. Faktor janin atau infantile
1. Deficient oxygenation (anoxia) karena pendarahan plasenta.
2. Gangguan metabolisme pada janin atau bayi seperti galaktosemia,
defisiensi galaktokinase dan hipoglikemia neonatal.
3. Katarak terkait dengan anomali bawaan lainnya misalnya, Lowe’s
sindrome, myotonia dystrophica dan congenital icthyosis.
4. Trauma kelahiran.
5. Malnutrisi pada awal masa bayi juga dapat menjadi menyebabkan
perkembangan katarak
IV. Idiopatik.
Sekitar 50 persen kasus bersifat sporadic dan etiologinya tidak diketahui.
(Khurana, 2007)

Manifestasi Klinis
 Kekeruhan lensa kongenital sering terjadi dan sering tidak bermakna secara
visual.
 Kekeruhan parsial atau kekeruhan di luar sumbu penglihatan
 gangguan penglihatan
 Katarak putih yang padat dan besar bisa tampak sebagai leukokoria
 Dapat menimbulkan ambliopia deprivasi permanen bila tidak diterapi dalam
2 bulan pertama kehidupan (Khurana, 2007)

Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Mata
- Penilaian kekeruhan dan bentuk katarak
- Penilaian fungsi penglihatan, sulit dilakukan pada bayi dan anak kecil. Ide
dapat dibuat dari kepadatan dan morfologi katarak oleh pemeriksaan
iluminasi obliq dan pemeriksaan fundus. Tes khusus seperti refleks
fiksasi, tes penglihatan dengan mencari pilihan, visually evoked potential
(VEP), optic-kinetic nystagmus (OKN)

22
- Defek okular terkait harus dicatat (yang termasuk mikrofthalmos,
glaukoma, PHPV, foveal hipoplasia, hipoplasia saraf optik, dan rubella
retinopaty (Khurana, 2007)

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang harus dilakukan untuk mendeteksi asosiasi sistemik
pada katarak nonherediter:
1. Infeksi intrauterin yaitu. toksoplasmosis, rubella, virus cytomegalo dan
virus herpes dengan uji TORCH
2. Galaktosemia dengan tes urin, untuk mengurangi zat, transferase sel darah
merah dan tingkat glaktokinase.
3. Sindrom Lowe dengan kromatografi urin untuk asam amino.
4. Hiperglikemia dengan tes gula darah.
5. Hipokalsemia dengan pemeriksaan kalsium serum dan fosfat dan X-ray
tengkorak. (Khurana, 2007)

Diagnosis Banding
Katarak kongenital dengan leukocoria memiliki diagnosis banding dengan beberapa
kondisi
1. Retinoblastoma
2. retinopathy of prematurity
3. persistent hyperplastic primary vitreous (PHPV). (Khurana, 2007)

Tatalaksana
Tindakan pengobatan pada katarak kongenital adalah operasi.
- Operasi katarak kongenital dilakukan bila refleks fundus tidak tampak.
- Biasanya bila katarak bersifat total, operasi dapat dilakukan pada usia 2 bulan
atau lebih muda bila telah dapat dilakukan pembiusan.

23
Tindakan bedah pada katarak kongenital yang umum dikenal adalah disisio lensa,
ekstraksi liniar, ekstraksi dengan aspirasi. Pengobatan katarak kongenital bergantung
pada :
1. Katarak total bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan secepatnya
segera katarak terlihat.Katarak total unilateral, dilakukan pembedahan 6 bulan
sesudah terlihat atau segera sebelum terjadinya juling; bila tedalu muda akan
mudah terjadi ambliopia bila tidak dilakukan tindakan segera; perawatan
untuk ambliopia sebaiknya dilakukan sebaik-sebaiknya.
2. Katarak total atau kongenital unilateral, mempunyai prognosis yang buruk,
karena mudah sekaliterjadinya ambliopia; karena itu sebaiknya dilakukan
pembedahan secepat mungkin, dan diberikan kacamata segera dengan latihan
bebat mata.
3. Katarak bilateral partial, biasanya pengobatan lebih konservatif sehingga
sementara dapat di coba dengan kacamata atau midriatika; bila terjadi
kekeruhan yang progresif disertai dengan mulainya tandatanda juling dan
ambliopia maka dilakukan pembedahan, biasanya mempunyai prognosis yang
lebih baik.

Prognosis
Prognosis dari catarak kongenital berdasarkan dari :
1. kekeruhan dari catarak
2. katarak unilateral/bilateral
3. Onset terjadinya katarak
4. Gangguan ocular yang berkaitan
5. Gangguan sistemik yang berkaitan (Khurana, 2007)

- Katarak Didapat
Pada katarak yang didapat, kekeruhan terjadi karena proses degenerasi yang
terbentuk dari serabut normal. Faktor-faktor apapun baik fisik, kimiawi atau biologis,
yang mengganggu critical intra dan ekstraseluler ekuilibrium dari air dan elektrolit

24
atau merusak sistem koloid di dalam serat lensa, cenderung menyebabkan kekeruhan.
Faktor-faktornya bertanggung jawab pada gangguan keseimbangan serat lensa
bervariasi dalam berbagai jenis katarak yang didapat. (Khurana, 2007)

1. Katarak Senilis
Seiring berjalannya usia, lensa mengalami kekeruhan, penebalan, serta
penurunan daya akomodasi, kondisi ini dinamakan katarak senilis. Katarak senilis
merupakan 90% dari semua jenis katarak. (Astari, 2018)

Etiologi
Katarak senilis pada dasarnya adalah proses penuaan. Meskipun etiopatogenesis
tepatnya tidak jelas, berbagai faktor yang terlibat adalah sebagai berikut:
A. Faktor yang mempengaruhi usia saat onset, jenis dan pematangan
katarak senile
- Herediter
- Radiasi Ultraviolet
- Faktor diet
- Krisis dehidrasi
- Merokok
B. Penyebab katarak presenile
Istilah presenile katarak digunakan ketika mengalami katarak senile sebelum
usia 50 tahun.
penyebab umumnya adalah:
- Herediter/genetic
- Diabetes mellitus
- Myotonic distropi
- Dermatitis atopi (Khurana, 2007)

Terdapat tiga jenis katarak senilis berdasarkan lokasi kekeruhannya yaitu :


1. Katarak nuklearis

25
Katarak nuklearis ditandai dengan kekeruhan sentral dan perubahan
warna lensa menjadi kuning atau cokelat secara progresif perlahan-lahan yang
mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Derajat kekeruhan lensa dapat
dinilai menggunakan slitlamp. Katarak jenis ini biasanya terjadi bilateral,
namun dapat juga asimetris. Perubahan warna mengakibatkan penderita sulit
untuk membedakan corak warna. Katarak nuklearis secara khas lebih
mengganggu gangguan penglihatan jauh daripada penglihatan dekat.1 Nukleus
lensa mengalami pengerasan progresif yang menyebabkan naiknya indeks
refraksi, dinamai miopisasi. Miopisasi menyebabkan penderita presbiopia
dapat membaca dekat tanpa harus mengenakan kacamata, kondisi ini disebut
sebagai second sight. (Khurana, 2007)

2. Katarak kortikal
Katarak kortikal berhubungan dengan proses oksidasi dan presipitasi
protein pada sel-sel serat lensa. Katarak jenis ini biasanya bilateral, asimetris,
dan menimbulkan gejala silau jika melihat ke arah sumber cahaya. Tahap
penurunan penglihatan bervariasi dari lambat hingga cepat. Pemeriksaan
slitlamp berfungsi untuk melihat ada tidaknya vakuola degenerasi hidropik
yang merupakan degenerasi epitel posterior, dan menyebabkan lensa
mengalami elongasi ke anterior dengan gambaran seperti embun.
Katarak kortikal adalah kekeruhan pada korteks lensa. Perubahan hidrasi serat
lensa menyebabkan terbentuknya celah-celah dalam pola radial di sekeliling
daerah ekuator. Katarak ini cenderung bilateral, tetapi sering asimetrik.
Derajat gangguan fungsi-penglihatan bervariasi, tergantung seberapa dekat
kekeruhan lensa dengan sumbu penglihatan. (Eva & Whitcher, 2018)

26
Gambar 3.6 Patofisiologi katarak kortikal senile ( Khurana, 2007)

3. Katarak subkapsuler
Katarak ini dapat terjadi di subkapsuler anterior dan posterior.
Pemeriksaannya menggunakan slitlamp dan dapat ditemukan kekeruhan
seperti plak di korteks subkapsuler posterior. Gejalanya adalah silau,
penglihatan buruk pada tempat terang, dan penglihatan dekat lebih terganggu
daripada penglihatan jauh.(Khurana, 2007)

Gambar 3.7 Katarak senile berdasarkan lokasi kekeruhan (Astari, 2018).

27
Tahapan Dari Maturitas Katarak
 Maturitas Tipe Cortikal Pada Katarak Senile.
1. Tahap pemisahan lamellar
Perubahan paling awal adalah demarkasi serat kortikal yang
disebabkan oleh separasi dari cairan. Fenomena pemisahan lamellar dapat
dilihat dengan slit-lamp. Perubahan ini bersifat reversible. (Khurana,
2007)
2. Iminens/insipiens
Pada stadium ini, lensa bengkak karena termasuki air, kekeruhan lensa
masih ringan, visus biasanya > 6/60. Pada pemeriksaan dapat ditemukan
iris normal, bilik mata depan normal, sudut bilik mata normal, serta
shadow test glaucoma. (Khurana, 2007)
3. Imatur
katarak imatur memiliki sebagian protein transparan. Jika mengambil
air, lensa akan menjadi intumesen. Pada tahap berikutnya, opasitas lensa
bertambah dan visus mulai menurun menjadi 5/60 sampai 1/60. Cairan
lensa bertambah akibatnya iris terdorong dan bilik mata depan menjadi
dangkal, sudut bilik mata sempit, dan sering terjadi glaucoma. Pada
pemeriksaan didapatkan shadow test positif. (Khurana, 2007)

Gambar 3.8 Katarak imatur senile kortikal (Khurana, 2007)

28
4. Matur
Katarak matur adalah bentuk katarak yang seluruh proteinnya telah
mengalami kekeruhan. Jika katarak dibiarkan, lensa akan menjadi keruh
seluruhnya dan visus menurun menjadi 1/300 atau hanya dapat melihat
lambaian tangan dalam jarak 1 meter. Pada pemeriksaan didapatkan shadow
test glaucoma. (Khurana, 2007)

Gambar 3.9 Katarak mature senile kortikal (Khurana, 2007)

5. Hipermatur
Pada tahap akhir, korteks mencair sehingga nukleus jatuh dan lensa jadi
turun dari kapsulnya (Morgagni). Lensa terlihat keruh seluruhnya, visus sudah
sangat menurun hingga bisa mencapai 0, dan dapat terjadi komplikasi berupa
uveitis dan glaukoma. Pada pemeriksaan didapatkan iris tremulans, bilik mata
depan dalam, sudut bilik mata terbuka, serta shadow test positif palsu.
Ketika katarak mature dibiarkan di situ, tahap hipermaturitas akan terjadi.
Katarak hipermatur mungkin terjadi dalam salah satu dari dua bentuk:
(a) Katarak hypermature Morgagnia
Pada beberapa pasien, setelah maturitas pada seluruh korteks
mencair dan lensa diubah menjadi bag of milky fluid. Nucleus
kecoklatan kecil mengendap di bawah, mengubah posisinya dengan
perubahan dalam posisi kepala. Katarak seperti itu disebut Katarak
Morgagnian. Terkadang ditahap ini, deposit kalsium juga dapat terlihat
pada kapsul lensa. (Khurana, 2007)

29
Gambar 3.10 Katarak morgagnian hipermatur senile
(Khurana, 2007)

(b) Katarak hipermatur sklerotik


Terkadang setelah tahap maturitas, korteks menjadi hancur dan
lensa menjadi menyusut karena kebocoran air. Anterior kapsul
berkerut dan menebal karena proliferasi sel anterior dan putih pekat
pada katarak kapsul dapat dibentuk di area pupillary. Karena
penyusutan lensa, ruang anterior menjadi dalam dan iris menjadi
bergetar (iridodonesis). (Khurana, 2007)

Maturasi Dari Katarak Senile Nuklear


Di dalamnya, proses sklerotik membuat lensa menjadi tidak elastis dan
keras, menurunkan kemampuannya untuk mengakomodasi dan menghalangi
sinar cahaya. Perubahan ini dimulai dari bagian central dan secara perlahan
menyebar peripheral dan hampir mencapai kapsul ketika sudah matang.
namun, lapisan korteks bening yang sangat tipis mungkin tidak terpengaruh.
Nukleus dapat menjadi keruh secara difus (keabu-abuan) atau
berwarna (kuning ke hitam) karena pengendapan pigmen. Dalam praktiknya,
yang biasa diamati pada katarak nuklir berpigmen adalah berwarna kuning,
coklat (cataracta brunescens) atau hitam (cataracta nigra) dan jarang berwarna
kemerahan (cataracta rubra) (Khurana, 2007)

30
Gambar 3.11 Maturasi katarak senile nuklear (Khurana, 2007)
Keterangan : (A) Katarak brunescens (B) Katarak nigra (C) Katarak rubra.

2. Katarak Traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh trauma benda asing pada
lensa atau trauma tumpul pada bola mata. Peluru senapan angin dan petasan m
erupakan penyebab yang sering. penyebab lain yang lebih jarang adalah anak panah,
batu, kontusio, pajanan berlebih terhadap panas (" glassblower's cataract"), dan
radiasi pengion. Di dunia industri, tindakan pengamanan terbaik adalah sepasang
kacamata pelindung yang bermutu baik. (Eva & Whitcher, 2018)
Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing karena lubang pada
kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang-kadang vitreus masuk ke dalam
struktur lensa. Pasien sering kali adalah seorang pekerja industri yang pekerjaannya
memukulkan baja ke baja lain. Sebagai contoh, potongan kecil palu baja dapat
menembus kornea dan lensa dengan kecepatan yang sangat tinggi lalu tersangkut di
vitreus atau retina. (Eva & Whitcher, 2018)

(A) (B)
Gambar 3.12 Katarak traumatik (Eva & Whitcher, 2018)
Keterangan : (A) posterior (b) anterior

31
3.Katarak Sekunder Akibat Penyakit Intraokular (" Katarak Komplikata")
Katarak dapat terbentuk akibat efek langsung penyakit intraokular yang
mempengaruhi fisiologi lensa (misalnya uveitis rekuren yang parah). Katarak
biasanya berawal di daerah subkapsular posterior dan akhirnya mengenai seluruh
struktur lensa. Penyakit-penyakit intraokular yang sering berkaitan dengan
pembentukan katarak adalah uveitis kronik atau rekuren, glaukoma, retinitis
pigmentosa, dan ablatio retina. Katarak-katarak ini biasanya unilateral. Prognosis
visual tidak sebaik katarak terkait-usia biasa. (Eva & Whitcher, 2018)

4.Katarak Akibat Penyakit Sistemik


Katarak bilateral dapat terjadi karena berbagai gangguan sistemik berikut ini:
diabetes mellitus, hipokalsemia (oleh sebab apapun), distrofi miotonik, dermatitis
atopik, galaktosemia, dan sindroma Lowe, Wetner, serta Down. (Eva & Whitcher,
2018)

Gambar.3.13 Katarak titik punctate (Eva & Whitcher, 2018)

5.Katarak Terinduksi Obat


Kortikosteroid yang diberikan dalam waktu yang lama, baik secara sistemik
maupun dalam bentuk obat tetes, dapat menyebabkan kekeruhan lensa. Obat-obat lain
yang diduga menyebabkan katarak, antara lain: phenotiazine, amiodarone, dan obat
tetes miotik kuat, seperti phospholine iodide. (Eva & Whitcher, 2018)

32
6.Katarak-Ikutan (Membran Sekunder)
Katarak-ikutan merupakan kekeruhan kapsul posterior yang terjadi setelah
ekstraksi katarak ekstrakapsular. Epitel lensa subkapsular yang tersisa mungkin
menginduksi regenerasi serat-serat lensa, memberikan gambaran "telur ikan" pada
kapsul posterior (mutiara Elschnig). Lapisan epitel yang berproliferasi tersebut dapat
membentuk banyak lapisan dan menimbulkan kekeruhan yang jelas. Sel-sel ini
mungkin juga mengalami diferensiasi miofibroblastik. Kontraksi serat-serat tersebut
menimbulkan banyak kerutan kecil di kapsul posterior. yang menimbulkan distorsi
penglihatan. Semua faktor ini dapat menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan
setelah ekstraksi katarak ekstrakapsular.
Katarak-ikutan merupakan suatu masalah besar pada hampir semua pasien
pediatrik, kecuali bila kapsul posterior dan vitreus anterior diangkat pada saat operasi.
Dulu, hingga setengah dari semua pasien dewasa mengalami kekeruhan kapsul
posterior setelah menjalani ekstraksi katarak ekstrakapsular. Namun, teknik bedah
yang semakin berkembang dan materi lensa intraokular yang baru mampu
mengurangi insiden kekeruhan kapsul posterior secara nyata. (Eva & Whitcher, 2018)

Gambar 3.14 Katarak ikutan (Eva & Whitcher, 2018)

3.10 Manifestasi klinis pada katarak


Gejala yang umum pada katarak adalah sebagai berikut:
3.10.1 Silau. Salah satu gangguan visual paling awal pada katarak
adalah silau atau intoleransi cahaya yang cerah; seperti sinar matahari
langsung atau

33
lampu depan kendaraan bermotor yang melaju. Sifat silau akan berbeda
sesuai dengan lokasi dan ukuran kekeruhan.
3.10.2 Poliopia uniocular (misalnya double objek): Ini juga merupakan
salah satu gejala awal. Itu terjadi karena pembiasan yang tidak teratur
oleh lensa karena indeks bias variabel sebagai akibat dari proses katarak.
3.10.3 Lingkaran berwarna. Ini mungkin dirasakan oleh beberapa pasien
karena pecahnya cahaya putih menjadi spektrum berwarna karena
adanya air tetesan di lensa.
3.10.4 Bintik hitam di depan mata. bintik-bintik Hitam stasioner
mungkin dirasakan oleh beberapa pasien.
3.10.5 Gambaran buram, distorsi gambar dan penglihatan berkabut dapat
terjadi pada tahap awal katarak.
3.10.6 Kehilangan penglihatan. (Khurana, 2007)

3.11 Pemeriksaan katarak


3.11.1 Pemeriksaan ketajaman penglihatan
Tergantung pada lokasi dan maturasi katarak, ketajaman penglihatan dapat
berkisar dari 6/9 hingga hanya PL +. (Khurana, 2007)
3.11.2 Pemeriksaan oblique illumination
Dapat mengetahui warna lensa di area pupillary yang bervariasi dalam
berbagai jenis katarak. (Khurana, 2007)
3.11.3 Pemeriksaan Oblique illumination
Ketika cahaya obliq dilemparkan ke pupil, bayangan bulan sabit margin
pupil dari iris akan terbentuk pada lensa keruh keabu-abuan, selama
korteks jelas antara opacity dan margin pupillary. Ketika lensa benar-
benar transparan atau benar-benar buram, tidak akan terbentuk bayangan
iris. Karenanya, keberadaan bayangan iris adalah tanda katarak yang
belum matang. (Khurana, 2007)
3.11.4 Distant direct ophthalmoscopic examination

34
Cahaya kuning kemerahan diamati tanpa adanya kekeruhan di media.
Lensa pada katarak parsial menunjukkan bayangan warna hitam terhadap
cahaya merah di daerah katarak. Lensa katarak komplit tidak
memperlihatkan cahaya merah. (Khurana, 2007)

3.11.5 Pemeriksaan slit lamp


Pemeriksaan slit lamp harus dilakukan dengan pupil yang sepenuhnya
dilatasi. Pemeriksaan mengungkapkan morfologi kekeruhan yang lengkap
(lokasi, ukuran, bentuk, pola warna dan kekerasan dari nukleus). Tingkat
kekerasan nucleus dalam lensa katarak penting untuk mengatur parameter
teknik fakoemulsifikasi dari ekstraksi katarak. Kekerasan dari nukleus,
tergantung pada warna pada pemeriksaan slit-lamp. (Khurana, 2007)

Tabel 3.1 Grade kekerasan nucleus pada slit lamp biomicroskop


(Khurana, 2007)

Tabel 3.2 Tanda pada katarak senile (Khurana, 2007)

35
3.12 Diagnosis Banding Katarak
3.12.1 Immature senile cataract (ISC) dapat dijadikan diagnosis banding dari
nuclear sclerosis. (Khurana, 2007)
Tabel 3.3 Katarak senile immature dan sclerosis nucleus (Khurana, 2007)

3.12.2 Mature senile cataract dapat dijadikan diagnosis banding dari white pupillary
reflex (leukocoria). (Khurana, 2007)
Tabel 3.4 Katarak mature senile dan leukocoria (Khurana, 2007)

36
3.13 Tatalaksana Katarak
Pengobatan katarak pada dasarnya terdiri dari tindakan bedah. Namun,
tindakan non bedah tertentu mungkin dapat membantu, dalam keadaan khusus.
Beberapa penelitian seperti penggunaan vitamin C dan E dapat memperlambat
pertumbuhan katarak, namun belum efektif untuk menghilangkan katarak. (Astari,
2018)
Tujuan tindakan bedah katarak adalah untuk mengoptimalkan fungsi
penglihatan. Keputusan melakukan tindakan bedah tidak spesifik tergantung dari
derajat tajam penglihatan, namun lebih pada berapa besar penurunan tersebut
mengganggu aktivitas pasien. (Astari, 2018)
Indikasi lainnya adalah bila terjadi gangguan stereopsis, hilangnya
penglihatan perifer, rasa silau yang sangat mengganggu, dan simtomatik
anisometrop.Indikasi medis operasi katarak adalah bila terjadi komplikasi antara lain:
glaukoma fakolitik, glaukoma fakomorfik, uveitis fakoantigenik, dislokasi lensa ke
bilik depan, dan katarak sangat padat sehingga menghalangi pandangan gambaran
fundus karena dapat menghambat diagnosis retinopati diabetika ataupun glaukoma.
Beberapa jenis tindakan bedah katarak :
1. Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK)
EKIK adalah jenis operasi katarak dengan membuang lensa dan kapsul secara
keseluruhan. EKIK menggunakan peralatan sederhana dan hampir dapat dikerjakan
pada berbagai kondisi. Terdapat beberapa kekurangan EKIK, seperti besarnya ukuran
irisan yang mengakibatkan penyembuhan luka yang lama, menginduksi astigmatisma
pasca operasi, cystoid macular edema (CME), dan ablasio retina. Meskipun sudah
banyak ditinggalkan, EKIK masih dipilih untuk kasus kasus subluksasi lensa, lensa
sangat padat, dan eksfoliasi lensa. Kontraindikasi absolut EKIK adalah katarak pada
anak-anak, katarak pada dewasa muda, dan ruptur kapsul traumatik, sedangkan
kontraindikasi relatif meliputi miopia tinggi, sindrom Marfan, katarak Morgagni, dan
adanya vitreus di kamera okuli anterior. (Astari, 2018)
2. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK)

37
EKEK adalah jenis operasi katarak dengan membuang nukleus dan korteks
lensa melalui lubang di kapsul anterior. EKEK meninggalkan kantong kapsul
(capsular bag) sebagai tempat untuk menanamkan lensa intraokuler (LIO). teknik ini
mempunyai banyak kelebihan seperti trauma irisan yang lebih kecil sehingga luka
lebih stabil dan aman, menimbulkan astigmatisma lebih kecil, dan penyembuhan luka
lebih cepat. Pada EKEK, kapsul posterior yang intak mengurangi risiko CME, ablasio
retina, edema kornea, serta mencegah penempelan vitreus ke iris, LIO, atau kornea.
(Astari, 2018)

3. Small Incision Cataract Surgery(SICS)


Teknik EKEK telah dikembangkan menjadi suatu teknik operasi dengan irisan
sangat kecil (7-8 mm) dan hampir tidak memerlukan jahitan, teknik ini dinamai SICS.
Oleh karena irisan yang sangat kecil, penyembuhan relatif lebih cepat dan risiko
astigmatisma lebih kecil dibandingkan EKEK konvensional. SICS dapat
mengeluarkan nukleus lensa secara utuh atau dihancurkan. Teknik ini populer di
negara berkembang karena tidak membutuhkan peralatan fakoemulsifikasi yang
mahal, dilakukan dengan anestesi topikal, dan bisa dipakai pada kasus nukleus yang
padat. Beberapa indikasi SICS adalah sklerosis nukleus derajat II dan III, katarak
subkapsuler posterior, dan awal katarak kortikal. (Astari, 2018)

4. Fakoemulsifikasi
Teknik operasi fakoemulsifikasi menggunakan alat tip ultrasonik untuk
memecah nukleus lensa dan selanjutnya pecahan nukleus dan korteks lensa diaspirasi
melalui insisi yang sangat kecil. Dengan demikian, fakoemulsifikasi mempunyai
kelebihan seperti penyembuhan luka yang cepat, perbaikan penglihatan lebih baik,
dan tidak menimbulkan astigmatisma pasca bedah. Teknik fakoemulsifikasi juga
dapat mengontrol kedalaman kamera okuli anterior serta mempunyai efek pelindung
terhadap tekanan positif vitreus dan perdarahan koroid. Teknik operasi katarak jenis
ini menjadi pilihan utama di negara-negara maju. (Astari, 2018)

38
Tabel 3.5 Kelebihan dan Kekurangan tindakan bedah katarak (Astari, 2018)

3.14 Komplikasi Katarak


Komplikasi operasi katarak dapat terjadi sebelum, selama operasi maupun
setelah operasi. Pemeriksaan periodik pasca operasi katarak sangat penting untuk
mendeteksi komplikasi operasi. (Astari, 2018)
Komplikasi sebelum operasi :
3.14.1 uveitis
fakoanafilaksis.
Katarak hipermaturdapat membocorkan protein lensa ke ruang anterior.
Protein ini dapat bertindak sebagai antigen dan menginduksi reaksi antigen
antibodi yang menyebabkan uveitis.
3.14.2 Glaukoma akibat lensa.
Ini mungkin terjadi dengan mekanisme yang berbeda misalnya karena lensa
intumescent (glaukoma phacomorphic) dan kebocoran protein ke ruang
anterior dari katarak hipermatur (glaukoma phacolytic).
3.14.3 Subluksasi atau dislokasi lensa.
39
Terjadi karena degenerasi zonula di tahap hypermature.

Komplikasi selama operasi :


1. Pendangkalan kamera okuli anterior
Pada saat operasi katarak, pendangkalan kamera okuli anterior (KOA) dapat terjadi
karena cairan yang masuk ke KOA tidak cukup, kebocoran melalui insisi yang terlalu
besar, tekanan dari luar bola mata, tekanan vitreus positif, efusi suprakoroid, atau
perdarahan suprakoroid. Jika saat operasi ditemukan pendangkalan KOA, hal pertama
yang harus dilakukan adalah mengurangi aspirasi, meninggikan botol cairan infus,
dan mengecek insisi. Bila insisi terlalu besar, dapat dijahit jika perlu. Tekanan dari
luar bola mata dapat dikurangi dengan mengatur ulang spekulum kelopak mata. Hal
berikutnya adalah menilai tekanan vitreus tinggi dengan melihat apakah pasien
obesitas, bull-necked, penderita PPOK, cemas, atau melakukan manuver Valsava.
Pasien obesitas sebaiknya diposisikan antitrendelenburg.

2. Posterior Capsule Rupture (PCR)


PCR dengan atau tanpa vitreous loss adalah komplikasi intraoperatif yang sering
terjadi. Studi di Hawaii menyatakan bahwa 0,68% pasien mengalami PCR dan
vitreous loss selama prosedur fakoemulsifikasi.Beberapa faktor risiko PCR adalah
miosis, KOA dangkal, pseudoeksfoliasi, floppy iris syndrome, dan zonulopati.
Apabila terjadi PCR, sebaiknya lakukan vitrektomi anterior untuk mencegah
komplikasi yang lebih berat. PCR berhubungan dengan meningkatnya risiko cystoid
macular edema, ablasio retina, uveitis, glaukoma, dislokasi LIO, dan endoftalmitis
postoperatif katarak.

3. Nucleus drop
Salah satu komplikasi teknik fakoemulsifikasi yang paling ditakutkan adalah nucleus
drop, yaitu jatuhnya seluruh atau bagian nukleus lensa ke dalam rongga vitreus. Jika
hal ini tidak ditangani dengan baik, lensa yang tertinggal dapat menyebabkan
peradangan intraokular berat, dekompensasi endotel, glaukoma sekunder, ablasio

40
retina, nyeri, bahkan kebutaan. Sebuah studi di Malaysia melaporkan insidensi
nucleus drop pasca fakoemulsifikasi sebesar 1,84%. Faktor risiko nucleus drop
meliputi katarak yang keras, katarak polar posterior, miopia tinggi, dan mata dengan
riwayat vitrektomi.

Komplikasi setelah operasi :


1. Edema kornea
Edema stromal atau epitelial dapat terjadi segera setelah operasi katarak.
Kombinasi dari trauma mekanik, waktu operasi yang lama, trauma kimia, radang,
atau peningkatantekanan intraokular (TIO), dapat menyebabkan edema kornea. Pada
umumnya, edema akan hilang dalam 4 sampai 6 minggu. Jika kornea tepi masih
jernih, maka edema kornea akan menghilang. Edema kornea yang menetap sampai
lebih dari 3 bulan biasanya membutuhkan keratoplasti tembus.
2. Perdarahan
Komplikasi perdarahan pasca operasi katarak antara lain perdarahan retrobulbar,
perdarahan atau efusi suprakoroid, dan hifema. Pada pasien-pasien dengan terapi
antikoagulan atau antiplatelet, risiko perdarahan suprakoroid dan efusi suprakoroid
tidak meningkat. Sebagai tambahan, penelitian lain membuktikan bahwa tidak
terdapat perbedaan risiko perdarahan antara kelompok yang menghentikan dan yang
melanjutkan terapi antikoagulan sebelum operasi katarak.
3. Glaukoma sekunder
Bahan viskoelastik hialuronat yang tertinggal di dalam KOA pasca operasi
katarak dapat meningkatkan tekanan intraokular (TIO), peningkatan TIO ringan bisa
terjadi 4 sampai 6 jam setelah operasi, umumnya dapat hilang sendiri dan tidak
memerlukan terapi anti glaukoma, sebaliknya jika peningkatan TIO menetap,
diperlukan terapi antiglaukoma. Glaukoma sekunder dapat berupa glaukoma sudut
terbuka dan tertutup. Beberapa penyebab glaukoma sekunder sudut terbuka adalah
hifema, TASS, endoftalmitis, serta sisa masa lensa. Penyebab glaukoma sekunder
sudut tertutup adalah blok pupil, blok siliar, glaukoma neovaskuler, dan sinekia
anterior perifer.

41
4. Uveitis kronik
Inflamasi normal akan menghilang setelah 3 sampai 4 minggu operasi katarak
dengan pemakaian steroid topikal. Inflamasi yang menetap lebih dari 4 minggu,
didukung dengan penemuan keratik presipitat granulomatosa yang terkadang disertai
hipopion, dinamai uveitis kronik. Kondisi seperti malposisi LIO, vitreus inkarserata,
dan fragmen lensa yang tertinggal, menjadi penyebab uveitis kronik. Tatalaksana
meliputi injeksi antibiotik intravitreal dan operasi perbaikan posisi LIO, vitreus
inkarserata, serta pengambilan fragmen lensa yang tertinggal dan LIO.
5. Edema Makula Kistoid (EMK)
EMK ditandai dengan penurunan visus setelah operasi katarak, gambaran
karakteristik makula pada pemeriksaan oftalmoskopi atau FFA, atau gambaran
penebalan retina pada pemeriksaan OCT.Patogenesis EMK adalah peningkatan
permeabilitas kapiler perifovea dengan akumulasi cairan di lapisan inti dalam dan
pleksiformis luar. Penurunan tajam penglihatan terjadi pada 2 sampai 6 bulan pasca
bedah. EMK terjadi pada 2-10% pasca EKIK, 1-2% pasca EKEK, dan < 1% pasca
fakoemulsifikasi. Angka ini meningkat pada penderita diabetes mellitus dan uveitis.
Sebagian besar EMK akan mengalami resolusi spontan, walaupun 5% diantaranya
mengalami penurunan tajam penglihatan yang permanen.
6. Ablasio retina
Ablasio retina terjadi pada 2-3% pasca EKIK, 0,5-2% pasca EKEK, dan <1%
pasca fakoemulsifikasi. Biasanya terjadi dalam 6 bulan sampai 1 tahun pasca bedah
katarak. Adanya kapsul posterior yang utuh menurunkan insidens ablasio
retina pasca bedah, sedangkan usia muda, miopia tinggi, jenis kelamin lakilaki,
riwayat keluarga dengan ablasio retina, dan pembedahan katarak yang sulit dengan
rupturnya kapsul posterior dan hilangnya vitreus meningkatkan kemungkinan
terjadinya ablasio retina pasca bedah.
7. Endoftalmitis
Endoftalmitis termasuk komplikasi pasca operasi katarak yang jarang, namun
sangat berat.1 Gejala endoftalmitis terdiri atas nyeri ringan hingga berat,hilangnya
penglihatan, floaters, fotofobia, inflamasi vitreus, edem palpebra atau periorbita,

42
injeksi siliar kemosis, reaksi bilik mata depan, hipopion, penurunan tajam
penglihatan, edema kornea, serta perdarahan retina. Gejala muncul setelah3 sampai
10 hari operasi katarak. Penyebab terbanyak adalah Staphylococcus epidermidis,
Staphylococcus aureus, dan Streptococcus. Penanganan endoftalmitis yang cepat dan
tepat mampu mencegah infeksi yang lebih berat. Tatalaksana pengobatan meliputi
kultur bakteri, antibiotik intravitreal spektrum luas, topikal sikloplegik, dan topikal
steroid.
8. Toxic Anterior Segment Syndrome
TASS merupakan inflamasi pasca operasi yang akut dan non-infeksius. Tanda
dan gejala TASS dapat menyerupai endoftalmitis, seperti fotofobia, edema kornea,
penurunan penglihatan, akumulasi leukosit di KOA, dan kadang disertai
hipopion.TASS memiliki onset lebih akut, yaitu dalam 24 jam pasca operasi katarak,
sedangkan endoftalmitis terjadi setelah 3 sampai 10 hari operasi. TASS juga
menimbulkan keluhan nyeri minimal atau bahkan tanpa nyeri. Beberapa penyebab
TASS adalah pembilasan alat-alat operasi yang tidak adekuat, penggunaan pembersih
enzimatik, salah konsentrasi detergen, ultrasonic bath, antibiotik, epinefrin yang
diawetkan, alat singleuse yang digunakan berulang kali saat pembedahan. Meskipun
kebanyakan kasus TASS dapat diobati dengan steroid topikal atau NSAIDs topikal,
reaksi inflamasi terkait TASS dapat menyebabkan kerusakan parah jaringan
intraokular, yang dapat mengakibatkan kehilangan penglihatan.
9. Posterior Capsule Opacification (PCO) / kekeruhan kapsul posterior
PCO merupakan komplikasi pasca operasi katarak yang paling sering. 1 Sebuah
penelitian melaporkan PCO rata-rata terjadi pada 28% pasien setelah lima tahun
pasca operasi katarak. Insidensi PCO lebih tinggi pada anak-anak. Mekanisme PCO
adalah karena tertinggalnya sel-sel epitel lensa di kantong kapsul anterior lensa, yang
selanjutnya berproliferasi, lalu bermigrasi ke kapsul posterior lensa. Berdasarkan
morfologi, terdapat 2 jenis PCO, jenis fibrosis (fibrosis type) dan jenis mutiara (pearl
type). Jenis kedua lebih sering menyebabkan kebutaan. PCO dapat efektif diterapi
dengan kapsulotomi Nd:YAG laser; beberapa komplikasi prosedur laser ini seperti
ablasio retina, merusak LIO, cystoid macular edema, peningkatan tekanan

43
intraokular, perdarahan iris, edema kornea, subluksasi LIO, dan endoftalmitis.
Pencegahan PCO lebih ditekankan. Teknik operasi pada anak-anak menggunakan
kapsuloreksis posterior (posterior continuous curvilinear capsulorrhexis) dan
vitrektomi anterior telah terbukti menurunkan kejadian PCO.18 Pemakaian LIO
dengan sisi tajam (sharp-edge optic) yang terbuat dari akrilik dan silikon, serta
penggunaan agen terapeutik seperti penghambat proteasome, juga menurunkan
kejadian PCO.
10. Surgically Induced Astigmatism (SIA)
Operasi katarak, terutama teknik EKIK dan EKEK konvensional, mengubah
topografi kornea dan akibatnya timbul astigmatisma pasca operasi. Risiko SIA
meningkat dengan besarnya insisi (> 3 mm), lokasi insisi di superior, jahitan, derajat
astigmatisma tinggi sebelum operasi, usia tua, serta kamera okuli anterior dangkal.
AAO menyarankan untuk membuka jahitan setelah 6-8 minggu postoperatif untuk
mengurangi astigmatisma berlebihan.
11. Dislokasi LIO(Lensa Intra Okuler)
Angka kejadian dislokasi LIO dilaporkan sebesar 0,19-3,00%.20 Dislokasi LIO
dapat terjadi di dalam kapsul (intrakapsuler) atau di luar kapsul (ekstrakapsuler).
Penyebab dislokasi LIO intrakapsuler adalah satu atau kedua haptik terletak di sulkus,
sedangkan beberapa penyebab dislokasi LIO ekstrakapsuler mencakup
pseudoeksfoliasi, gangguan jaringan ikat, uveitis, retinitis pigmentosa, miopia tinggi,
dan pasien dengan riwayat operasi vitreoretina.21 Tatalaksana kasus ini adalah dengan
reposisi atau eksplantasi LIO.

3.15 Prognosis Katarak


Prognosis penglihatan pasien katarak anak-anak yang memerlukan pembedahan tidak
sebaik prognosis pasien katarak terkait-usia. Adanya ambliopia dan terkadang
anomali pada nervus opticus atau retina membatasi tingkat pencapaian penglihatan
pada kelompok pasien tersebut. Prognosis untuk perbaikan ketajaman penglihatan
pascaoperasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling baik pada
katarak kongenital bilateral inkomplit yang progresif lambat. (Khurana, 2007)

44
3.16 Edukasi Pada Pasien
- Penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit kataraknya
- Menginformasikan pada pasien untuk tidak banyak terkena sinar
matahari secara langsung dengan melindunginya oleh kacamata
- Edukasi terkait kontrol teratur ke dokter
- Edukasi terkait tindakan operasi katarak sebagai penatalaksanaan penyakit

45
46

Anda mungkin juga menyukai