Anda di halaman 1dari 8

Tugas Tertulis Mini Cex

Kejang

Disusun oleh :

Kartika Hajarani (0806451416)

Modul Kegawatdaruratan

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - RSCM

Januari 2012
Definisi dan Etiologi

Kejang merupakan gangguan fungsi otak sementara yang disebabkan arus listrik
neuron yang abnormal1. Kejang dapat bersifat primer yang murni dari disfungsi sistem saraf
pusat atau gangguan metabolic yang bersifat sistemik. Membedakan dua kondisi ini sangat
penting karena tatalaksana untuk kejang adalah koreksi penyebabnya1.
Penyebab primer:
1. Kejang demam pada anak-anak, terjadi pada 2-4% pada anak berusia 3-5 tahun,
biasanya terjadi pada hari pertama demam karena penyakit tertentu tanpa adanya
infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam bersifat sembuh sendiri tanpa obat dan bila
durasi lebih dari 15 menit maka perlu resusitasi berupa diazepam 0.3 mg/kg secara
oral, IM, IV atau 0.6 mg/kg lewat rectal.
2. Idiopathic, berjumlah dua per tiga dari seluruh jumlah populasi umum.
3. Trauma kepala, penyebab utama epilepsy, biasanya terjadi pada saat trauma perinatal
atau bersamaan dengan fraktur penekanan yang berakibat hematoma subdural dan
hematoma intraserebral.
4. Stroke, yang mempengaruhi korteks serebral menghasilkan kejang 5-15% dari pasien
dan terjadi akibat thrombus atau embolus atau perdarahan intraserebral.
5. Lesi massa, seperti tumor otak atau abses dapat menimbulkan kejang. Glioblastoma,
astrositoma, dan meningioma penyebab tumor utama yang bersamaan dengan kejang
yang menggambarkan prevalesi pada serebral hemisfer yang tinggi.
6. Meningitis atau ensefalitis: penyebab nya adalah bakteri, virus, fungi, atau parasit.
7. Kotikal disgenesis dan gangguan migrasi neuron yang menjadi factor predisposisi
pada epilepsy.
Penyebab sistemik1
1. Hipoglikemia dapat menyebabkan kejang terutama bila level serum 20-30 mg/dl.
2. Hiponatremia terkait dengan kejang bila level serum di bawah 120 mEq/ l
3. Hiperosmolar termasuk hiperglikemia non ketotik, dan hipernatremia dapat
menyebabkan kejang ketika serum osmolaritas sampai diatas 330 mOsm/l
4. Hipocalcemia, dengan serum level 4.3-9.2 mg/dl dapat mengkibatkan kejang tanpa
tetanus.
5. Uremia
6. Hepatic ensephalopathy
7. Porfiria, menyebabkan neuropati dan kejang, hanya beberapa obat yang dapat
menyelesaikan kasus ini: gabapentin, oxcarbazepine, levetiracetam
8. Overdosis obat, seperti antidepresan, antipsikosis, kokain, insulin, isoniazid,
lidocaine, metilxantin.
9. Putus obat, putus dari alcohol dan obat yang bersifat sedative, putus obat terjadi pada
48 jam setelah menghentikan konsumsi.
10. Iskemia cerebral global, akibat henti jantung, aritmia, atau hipotensi.
11. Hipertensi ensefalopati
12. Eclampsia, terjadi pada kehamilan dengan hipertensi, proteinuria, dan edema.

Patofisiologi
Sel saraf, seperti juga sel pada umumnya, memiliki potensial membran.potensial intrasel
lebih negarif dibandingkan dengan ekstrasel. Dalam keadaan istirahat, potensial membran
berkisar antara 30-100mV, selisih potensial membran ini akan tetap sama selama sel tidak
mendapatkan rangsangan. Potensial membran ini terjadi akibat perbedaan letak dan jumlah
ion-ion teruatama ion Na+, K+, dan Ca2+. Bila sel saraf mengalami stimulasi, misalnya
stimulasi listrik akan mengakibatkan menurunnya potensial membran. Potensial membran ini
akan menyebabkan permeabilitas membran terhadap ion Na+ akan meningkat segingga Na+
akan lebih banyak masuk ke dalam sel. Selama serangan ini lemah, perubahan potensial
membran masih dapat dikompensasi oleh transport aktif ion Na+ dan K+, sehingga selisih
potensial kembali ke keadaan istirahat. Perubahan potensial yang demikian sifatnya tidak
menjalar. Bila rangsangan cukup kuat, perubahan potensial dapat mencapai ambang tetap
(firing level) sehingga permeabilitas membran terhadap Na + akan meningkat cukup besar
akan terjaid potensial aksi. Potensial aksi ini akan dihantarkan ke sel saraf berikutnya melalui
sinaps dengan perantara zat kimia yang disebut neurotransmiter.
Bila peangsangan telah selesai, maka permeabilitas membran kembali ke keadaan istirahat
dengan pompa Na-K-ATPase yang membutuhkan ATP sehingga Na + akan kembali ke luar sel
dan K+ akan masuk ke dalam sel.
Selain permeabilitas membran sel, neurotransmiter juga memegang peranan penting proses
penghantaran impuls. Dalam keadaan normal, lalu-lintas impuls antar neuron berlangsung
dengan baik dan lancar. Apabila mekanisme yang mengatur lalu-lintas antar neuron menjadi
kacau dikarenakan breaking system pada otak terganggu maka neuron-neuron akan bereaksi
secara abnormal. Neurotransmiter yang berperan dalam mekanisme pengaturan ini adalah:2
Glutamat, yang merupakan brains excitatory neurotransmitter
GABA (Gamma Aminobutyric Acid), yang bersifat sebagai brains inhibitory
neurotransmitter.
Golongan neurotransmiter lain yang bersifat eksitatorik adalah aspartat dan asetil kolin,
sedangkan yang bersifat inhibitorik lainnya adalah noradrenalin, dopamine, serotonin (5-HT)
dan peptida.

Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori:3


a. Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K-ATPase, misalnya
pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangka pada kejang sendiri dapat terjadi
pengurangan ATP dan hipoksemia.
b. Perubahan permeabilitas membran sel saraf, misalnya pada hipokalsemia dan
hipomagnesemia.
c. Keadaan dimana fungsi neuron penghambat (inhibitorik) kurang optimal sehingga terjadi
pelepasan impuls epileptik secara berlebihan, disebabkan konsentrasi GABA yang kurang.
Pada penderita epilepsi terkaandung konsentrasi GABA yang rendah di otaknya (lobus
oksipitalis). Hambatan oleh GABA ini dalam bentuk inhibisi potensial post sinaptik.

d. Keadaan dimana fungsi neuron eksitatorik berlebihan sehingga terjadi pelepasan impuls
epileptik yang berlebihan. Disini fungsi neuron penghambat normal tapi sistem pencetus
impuls (eksitatorik) yang terlalu kuat. Keadaan ini ditimbulkan oleh meningkatnya
konsentrasi glutamat di otak. Pada penderita epilepsi didapatkan peningkatan kadar glutamat
pada berbagai tempat di otak.

Area di otak dimana ditemukan sekelompok sel neuron yang abnormal, bermuatan listrik
berlebihan dan hipersinkron dikenal sebagai fokus epileptogenesis (fokus pembangkit
serangan kejang). Fokus epileptogenesis dari sekelompok neuron akan mempengaruhi neuron
sekitarnya untuk bersama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang.
Berbagai macam kelainan atau penyakit di otak (lesi serebral, trauma otak, stroke, kelainan
herediter dan lain-lain) sebagai fokus epileptogenesis dapat terganggu fungsi neuronnya
(eksitasi berlebihan dan inhibisi yang kurang) dan akan menimbulkan kejang bila ada
rangsangan pencetus seperti hipertermia, hipoksia, hipoglikemia, hiponatremia, stimulus
sensorik dan lain-lain yang telah dijelaskan di atas.

Klasifikasi
1. Kejang umum: tonic - clonic, absence, tonic, mioclonic- juvenile, mioclonic epilepsy
2. Kejang parsial: parsial sederhana dan parsial kompleks

Kejang Umum

Ada enam jenis kejang umum4.


1. Kejang tonik-klonik ,yang paling umum dan dramatis, dan karena itu yang paling
terkenal, adalah kejang umum, juga disebut kejang grand-mal. Dalam hal ini jenis
kejang, pasien kehilangan kesadaran dan biasanya runtuh. Hilangnya kesadaran
umum diikuti oleh tubuh kaku (disebut "tonik" fase kejang) selama 10 sampai 30
detik, fase ini menghasilkan fleksi pertama dan ekstensi dari leher dan punggung,
kontraksi tonik pada otot napas akan menghasilkan suara menangis atau mengerang
dan sianosis serta kontraksi otot masseter yang menyebabkan cedera lidah, pada fase
ini juga pasien jatuh ke tanah dan terluka; maka dengan kekerasan menyentak (fase
"klonik") untuk 30 sampai 60 detik, pada fase ini pasien mnyentakan ekstremitasnya
secara simetris, usaha napas kembali berjalan setelah berhenti pada fase tonik, mulut
penuh dengan saliva kemudian frekuensi turun dan gerakan otot berhenti pada fase ini
juga dapat terjadikontraksi otot detrusor yang menyebabkan inkontinensia urin;
setelah itu pasien masuk ke tidur yang dalam. Orinetasi kembali penuh pada 10 -30
menit berikutnya.

2. Absans menyebabkan kehilangan kesadaran singkat (hanya beberapa detik) dengan


sedikit atau tanpa gejala. Pasien, yang paling sering anak dan sangat jarang bertahan
hingga remaja, biasanya mengganggu aktivitas dan menatap kosong. Kejang ini
berduarasi 5-10 detik, mulai dan akhir tiba-tiba dan dapat terjadi beberapa kali sehari
tanpa kehilangan tonus postural. Manifestasi dapat berupa kedipan mata atau
gelengan kepala. Pasien biasanya tidak menyadari bahwa mereka mengalami kejang,
kecuali bahwa mereka mungkin menyadari "kehilangan waktu". Kejang berakhir
ketika pasien kembali mendapatkan kesadarannya yang penuh. Sering kali pasien
anak dengan kejang jenis ini diduga retardasi mental.

3. Kejang mioklonik terdiri dari tersentak sporadis, biasanya pada kedua sisi
tubuh. Pasien kadang-kadang menggambarkan tersentak sebagai sengatan listrik
singkat. Ketika kekerasan, kejang ini dapat mengakibatkan tanpa sengaja
menjatuhkan atau melempar benda. Kejang dapat dimulai dari satu otot atau beberapa
otot. Juvenile Myoclonic Epilepsy merupakan kejang yang dimulai pada usia remaja.
Kejang jenis ini dapat bersifat idiopathic atau berupa penyakit yang mendasarinya
berupa: Unverricht-Lundenborg disease, Lavora Body Disease, neuronal ceroid
lipofuscinosis, silaidosis, mitochondrial encephalomyopathy.
4. Kejang klonik yang berulang, tersentak berirama yang melibatkan kedua sisi tubuh
pada waktu yang sama.

5. Kejang tonik ditandai dengan kaku dari otot-otot yang berkontraksi dan memfiksasi
ekstremitas pada posisi fleksi atau ekstensi dan menyebabkan drop attacks
(berhentinya otot-otot napas disertai dengan sianosis).

6. Kejang lemah terdiri dari dan umum tiba-tiba kehilangan otot, terutama di lengan
dan kaki, sering yang menyebabkan jatuh. Sering merupakan bagian dari kelainan
sindrom Lennox-Gastaut.

Kejang Parsial
Kejang parsial dibagi menjadi sederhana, kompleks dan yang berkembang menjadi kejang
umum sekunder. Perbedaan antara sederhana dan kejang kompleks adalah bahwa selama
kejang parsial sederhana, pasien mempertahankan kesadaran; selama kejang parsial
kompleks, mereka kehilangan kesadaran4.
1. kejang parsial sederhana lebih lanjut dibagi menjadi empat kategori sesuai dengan
sifat gejala: motor, otonom, indera atau psikologis bergantung area kortikal yang
dilibatkan. Motor gejala termasuk gerakan seperti menyentak dan kaku. Sensory
gejala yang disebabkan oleh kejang melibatkan sensasi luar biasa yang mempengaruhi
salah satu dari lima indera (penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa atau
sentuhan). Ketika kejang parsial sederhana menyebabkan gejala sensorik saja (dan
bukan gejala motor), mereka disebut "aura."gejala otonom mempengaruhi sistem
saraf otonom, yang merupakan kelompok saraf yang mengontrol fungsi organ-organ
kita, seperti jantung, perut, kandung kemih, usus. Oleh karena itu gejala otonom
adalah hal-hal seperti balap detak jantung, sakit perut, diare, kehilangan kontrol
kandung kemih. Pada kondisi post-ictal, defisit neurologis focal dapat berupa
hemiparesis (Todd paralisis) yang pulih dalam waktu 30 menit sampai 36 jam.
2. kejang parsial kompleks, menurut definisi, termasuk penurunan kesadaran. Pasien
tampaknya menjadi "out of touch," keluar "itu" atau "menatap ke ruang angkasa"
selama kejang. Inisiasi biasanya berasal dari lobus temporal atau lobus medial frontal
namun dapat berasal dari tempat lain. Kejang berlangsung dalam waktu kurang dari
30 menit dengan rata-rata 1-3 menit. Mungkin juga ada beberapa "kompleks" gejala
disebut Otomatisasi. Otomatisasi terdiri dari gerakan tak terkendali tetapi
terkoordinasi yang cenderung menjadi tujuan dan berulang-ulang. Otomatisasi umum
termasuk memukul bibir, mengunyah, gelisah dan berjalan. Jenis ketiga kejang parsial
adalah salah satu yang mulai sebagai kejang fokus dan berevolusi menjadi kejang
umum ("grand-mal") kejang.

Generalized Kejang Gejala


(Diproduksi oleh otak seluruh)
1. "Grand Mal" atau Generalized tonik-klonik Pingsan, kejang, kekakuan otot
2. Ketiadaan Singkat kehilangan kesadaran
3. Myoclonic Sporadis (terisolasi), gerakan menyentak
4. Klonik Berulang, menyentak gerakan
5. Tonik Kekakuan otot, kekakuan
6. Lemah Kehilangan otot
Bagan diambil dari Merritts Neurology2

Diagnosis
Diagnosis kejang dapat ditentukan dengan gejala klinis dari kejang yang ditentukan oleh
klasifikasi di atas. EEG dapat menguatkan diagnosis untuk membedakan kejang dengan
kondisi lain yang menyebabkan tidak sadar. Walaupun demikian EEG yang normal tidak
membuat diagnosis kejang dapat disingkirkan. Gambaran EEG yang spesifik dari epilepsy
dapat berupa abnormal spikes, polyspikes discharge, dan spikewave complexes. Kelainan
metabolic dan toksik harus disingkirkan karena kondisi ini tidak membutuhkan obat
antikejang.

Tata Laksana Kejang


Jika pasian anak datang dengan kejang, maka langkah pertama adalah tata laksana jalan napas
pada pasien. Setelah itu dapat diberika diazepam per rekatl dengan dosis 0,1 mg/kgBB. Jika
kejang masih berlanjut setelah 10 menit, berikan dosis kedua secara rektal atau berikan
diazepam IV 0,05 mg/kgBB. Jika kejang masih berlanjut setelah 10 menit kemudian, berikan
dosis ketiga diazepam atau berikan fenitoin IV 15 mg/kgBB (maksimal kecepaan pemberian
50mg/menit) atau fenobarbital IV atau IM 15 mg/kgBB dan rujuk ke RS dengan kemampuan
lebih tinmggi bila dalam 10 menit kemudian masih kejang untuk mendapatkan tata laksana
lebih lanjut.5

Daftar Pustaka
1. Simon RP, Greenberg DA, Aminoff MJ. Clinical Neurology. 7th ED. 2009. San
Fransisco: Mc Graw Hill LANGE.

2. Gram L, Dam M. Epilepsi explained. 1st edition. 1995. Munksgaard, Copenhagen.


3. Shorvon S. Handbook of Epilepsi Treatment. 2000. USA:Blackwell Science.
4. Rowland LP. Merritts Neurology. 11th ED. 2005. USA: Lippincott Williams &
Wilkins.
5. WHO. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. 2009. Jakarta: WHO.

Anda mungkin juga menyukai