Anda di halaman 1dari 10

https://muslimah.or.

id/category
/aqidah

Memahami Tawassul
Kita diperbolehkan melakukan tawassul yang syar'i karena ini
merupakan suatu bentuk ibadah kepada Allah yang sesuai
dengan apa yang diajarkan Nabi kita shallallahu'alaihi wa
sallam. Namun jelas kita juga dilarang dari melakukann
berbagai bentuk tawassul yang bid'ah apalagi syirik yang ini
pun juga sudah tersebar dan menjadi kebiasan bagi sebagian
orang. Mereka menganggap dirinya sedang beribadah dan
memohon ridha-Nya namun ternyata sebaliknya, murka
Allah-lah baginya. Waliyyadzubillah. Dengan itu maka kita
akan mulai mengkaji apa sebenarnya makna tawassul itu dan
bagaimana yang disyari'atkan serta yang bagaimana yang
terlarang. Tentunya agar kita tidak terjerumus ke dalamnya
tanpa kita sadari karena kejahilan pada diri kita.

By Redaksi Muslimah.Or.Id July 20, 2010


20 5490 64
Pembaca muslimah yang semoga dirahmati
Allah, tawassul adalah mendekatkan diri kepada Allah
dengan melaksanakan ketaatan kepada-Nya, beribadah
kepada-Nya, mengikuti petunjuk Rasul-Nya dan
mengamalkan seluruh amalan yang dicintai dan di ridhai-
Nya, lebih jelasnya adalah kita melakukan suatu ibadah
dengan maksud mendapatkan keridhaan Allah dan surga-
Nya. Tentu saja ini merupakan bentuk ibadah kepada Allah
yang sering kali kita lakukan dalam kehidupan kita namun
perlu diketahui bahwa tidak sedikit pula orang yang
terjerumus kedalam tawassul yang itu sama sekali tidak di
syariatkan di dalam agama Islam. Ada sebagian orang yang
mentakwil hadits-hadits tentang tawassul dengan
berdasarkan akal pemikiran dan hawa nafsu belaka.
Sehingga muncullah berbagai bentuk tawassul yang sama
sekali tidak ada tuntunannya dalam syariat Islam bahkan
merupakan kesyirikan yang besar.

Untuk itulah disini kita akan membahas tentang berbagai


macam bentuk tawassul yang sudah tersebar bahkan di
lingkungan sekitar kita. Kita diperbolehkan melakukan
tawassul yang syari karena ini merupakan suatu bentuk
ibadah kepada Allah yang sesuai dengan apa yang diajarkan
Nabi kita shallallahualaihi wa sallam. Namun jelas kita juga
dilarang dari melakukann berbagai bentuk tawassul yang
bidah apalagi syirik yang ini pun juga sudah tersebar dan
menjadi kebiasan bagi sebagian orang. Mereka menganggap
dirinya sedang beribadah dan memohon ridha-Nya namun
ternyata sebaliknya, murka Allah-lah
baginya.Waliyyadzubillah.
Dengan itu maka kita akan mulai mengkaji apa sebenarnya
makna tawassul itu dan bagaimana yang disyariatkan serta
yang bagaimana yang terlarang. Tentunya agar kita tidak
terjerumus ke dalamnya tanpa kita sadari karena kejahilan
pada diri kita.

Pengertian Tawassul

Tawassul adalah mengambil sarana/wasilah agar doa atau


ibadahnya dapat lebih diterima dan dikabulkan. Al-
wasilah menurut bahasa berarti segala hal yang dapat
menyampaikan dan mendekatkan kepada sesuatu. Bentuk
jamaknya adalah wasaa-il (An-Nihayah fil Gharibil Hadiit wal
Atsar :v/185 Ibnul Atsir). Sedang menurut istilah syariat, al-
wasilah yang diperintahkan dalam al-Quran adalah segala
hal yang dapat mendekatkan seseorang kepada Allah Taala,
yaitu berupa amal ketaatan yang disyariatkan. (Tafsir Ath-
Thabari IV/567 danTafsir Ibnu Katsir III/103)

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah


dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diti
kepadaNya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya agar
kamu beruntung. (Qs.Al-Maidah:35)
Mengenai ayat diatas Ibnu
Abbas radhiyallahuanhu berkata,Makna wasilah dalam ayat
tersebut adalah al-qurbah (peribadatan yang dapat
mendekatkan diri kepada Allah).

Demikian pula yang diriwayatkan dari Mujahid, Ibnu Wail, al-


Hasan, Abdullah bin Katsir, as-Suddi, Ibnu Zaid, dan yang
lainnya. Qatadah berkata tentang makna ayat
tersebut,Mendekatlah kepada Allah dengan mentaati-Nya
dan mengerjakan amalan yang di ridhoi-Nya. (Tafsir Ibnu
Jarir ath-Thabari IV/567 dan Tafsir Ibnu Katsir III/103).

Adapun tawassul (mendekatkan diri kepada Allah dengan


cara tertentu) ada tiga macam: tawassul sunnah, tawassul
bidah, dan tawassul syirik.

Tawassul Sunnah

Pertama: Bertawassul dengan menyebut asmaul husna


yang sesuai dengan hajatnya ketika berdoa. Allah Taala
berfirman,

Hanya milik Allah-lah asmaul husna, maka bermohonlah


kepadaNya dengan menyebut asmaul husna itu dan
tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran
dalam menyebut nama-namaNya. Nanti mereka akan
mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka
kerjaan. (Qs.Al-Araf:180)
Nabi shallallahualaihi wa sallam bersabda dalam doanya,

Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan seluruh nama-


Mu, yang Engkau menamakan diriMu dengan nama-nama
tersebut, atau yang telah Engkau ajarkan kepada salah
seorang hambaMu, atau yang telah Engkau turunkan dalam
kitab-Mu, atau yang masih tersimpan di sisi-
Mu. (HR.Ahmad :3712)

Kedua: Bertawassul dengan sifat-sifat Allah Taala.


Nabi shallallahualaihi wa sallam bersabda dalam doanya,

Wahai Dzat Yag Maha Hidup lagi Maha Berdiri sendiri,


hanyadengan RahmatMu lah aku ber istighatsah, luruskanlah
seluruh urusanku, dan janganlah Engkau serahkan aku
kepada diriku sendiri walaupun sekejap mata. (HR. An-
Nasai, Al-Bazzar dan Al-Hakim)

Ketiga: Bertawassul dengan amal shalih

Sebagaimana yang disebutkan dalam kitab shahih muslim,


sebuah riwayat yang mengisahkan tentang tiga orang yang
terperangkap dalam gua. Lalu masing-masing bertawassul
dengan amal shalih mereka. Orang pertama bertawassul
dengan amal shalihnya berupa memelihara hak buruh. Orang
ke dua bertawassul dengan baktinya kepada kedua orang
tuanya. Sedangkan orang ke tiga bertawassul dengan
takutnya kepada Allah Taala, sehingga menggagalkan
perbuatan keji yang hendak dia lakukan. Akhirnya Allah Taala
membukakan pintu gua itu dari batu besar yang
menghaanginya, hingga mereka bertiga pun akhirnya
selamat. (HR.Muslim 7125)

Keempat: Bertawassul dengan meminta doanya orang


shalih yang masih hidup. Dalam sebuah hadits diceritakan
bahwa ada seorang buta yang datang menemui
Rasulullahshallallahualaihi wa sallam.

Orang itu berkata, Wahai Rasulullah, berdoalah kepada


Allah agar menyembuhkanku (sehingga aku bisa melihat
kembali).

Rasulullah shallallahualaihi wa sallam menjawab, Jika


Engkau menghendaki aku akan berdoa untukmu. Dan jika
engkau menghendaki, bersabar itu lebih baik bagimu.

Orang tersebut tetap berkata,Doakanlah.

Lalu Rasulullah shallallahualaihi wa sallam menyuruhnya


berwudhu secara sempurna lalu shalat dua rakaat,
selanjutnya beliau menyuruhnya berdoa dengan
mengatakan,

Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dan aku


menghadap kepada-Mu bersama dengan nabi-Mu,
Muhammad, seorang nabi yang membawa rahmat. Wahai
Muhammad, sesungguhnya aku menghadap bersamamu
kepada Tuhanku dalam hajatku ini, agar Dia memenuhi
untukku. Ya Allah jadikanlah ia pelengkap bagi (doa)ku, dan
jadikanlah aku pelengkap bagi (doa)nya. Ia (perawi hadits)
berkata,Laki-laki itu kemudian melakukannya, sehingga dia
sembuh. (HR.Ahmad dan Tirmidzi)

Kelima: Bertawassul dengan keimanannya kepada Allah


Taala. Allah Taala berfirman,

Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan)


yang menyeru kepada iman (yaitu),Berimanlah kamu
kepada Tuhanmu. Maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami,
ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari
kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami
beserta orang-orang yang berbakti. (Qs.Ali-Imran:193)

Keenam: Bertawassul dengan ketauhidannya kepada Allah.


Allah Taala berfirman,

Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi


dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa kami tidak
akan mempersemptnya (menyulitkannya). Maka ia menyeru
dalam keadaan yang sangat gelap,bahwa tidak ada
sesembahan (yang berhak disebah) selain Engkau, maha
Suci Engkau. Sesungguhnya aku adalah termasuk orang-
orang yang zalim. Maka Kami telah memperkenankan
doanya dan menyelamatkannya dari kedukaan. Dan
demikian Kami selamatkan orang-orang yang
beriman. (Qs.Al-Anbiya:87-88)

***

Tawassul Bidah

Pertama: Tawassul dengan kedudukan


Nabi shallallahualaihi wa sallam atau kedudukan orang
selain beliau.

Dalam shahih Bukhari terdapat hadits, Dari Anas bin Malik,


bahwasannya Umar bin Khaththab radhiyallahuanhu jika
terjadi kekeringan, maka beliau berdoa agar diturunkan
hujan dengan bertawassul melalui perantaraan (doa)
Al-Abbas bin Abdul Muthallib. Umar berkata,Ya Allah dahulu
kami bertawassul dengan nabi kami hingga Engkau
menurunkan hujan kepada Kami. Dan sekarang kami
bertawassul dengan paman nabi kami, maka turunkanlah
hujan kepada kami. Kemudian turunlah hujan. (HR.Bukhari:
1010)

Maksud bertawassul dengan Nabi shallallahualaihi wa


sallam bukanlah Bertawassul dengan menyebut nama
Nabi shallallahualaihi wa sallam atau dengan kedudukannya
sebagaimana persangkaan sebagian orang. Akan tetapi
maksudnya adalah bertawassul dengan doa
Nabishallallahualaihi wa sallam. Oleh karena itu ketika
Nabi shallallahualaihi wa sallam telah wafat, para sahabat
tidak bertawassul dengan nama atau keddukan Nabi, akan
tetapi bertawassul dengan doa paman Nabi shallallahualaihi
wa sallam yaitu Abbas- yang saat itu masih hidup.

Kedua: Bertawassul dengan cara menyebutkan nama atau


kemuliaan orang shalih ketika berdoa kepada Allah Taala.

Ini adalah bidah bahkan perantara menuju kesyirikan.


Contoh,Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan
kemuliaan Syaikh Abdul Qadir Jailani, ampunilah aku.

Ketiga: Bertawassul dengan cara beribadah kepada Allah


Taala di sisi kubur orang shalih. Ini merupakan bidah yang
diada-adakan, dan bahkan merupakan perantara menuju
kesyirikan.

***

Tawassul Syirik

Tawassul yang syirik adalah menjadikan orang yang sudah


meninggal sebagai perantara dalam beribadah seperti
berdoa kepada mereka, meminta hajat, atau memohon
pertolongan kepada mereka. Contoh,Ya Sayyid Al-Badawi,
mohonlah kepada Allah untuk kami.
Perbuatan ini merupakan syirik akbar dan dosa besar yang
paling besar, meskipun mereka menamakannya dengan
tawassul. Hukum syirik ini dilihat dari hakikatnya yaitu
berdoa kepada selain Allah.

Penulis: Ummu Yusuf Nur Indah Sari


Murojaah: Abu Rumaysho Muhammad Abduh Tuasikal

Maraji:
Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah, Yazid bin
Abdul Qadir Jawas.
Mutiara Faedah Kitab Tauhid, Abu Isa Abdullah bin Salam.
Khudz Aqidataka minal Kitabi wa Sunnatis Shahihi,
Muhammad bin Jamil Zainu.
Buletin At-Tauhid, Jogjakarta.

Anda mungkin juga menyukai