Anda di halaman 1dari 18

Sepsis Neonatorum

Definisi
Sepsis neonatorum adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasif dan ditandai
dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, sumsum tulang atau air kemih
pada bayi dalam 28 hari pertama setelah kelahiran.
Sejak adanya kosensus dari American College of Chest Physicians/Society of Critical
Care Medicine (ACCP/SCCM) telah timbul berbagai istilah dan definisi di bidang infeksi
yang banyak pula dibahas pada kelompok bayi baru lahir dan penyakit anak. Istilah/definisi
tersebut antara lain:
-Sepsis merupakan sindrom respons inflamasi sistemik (Systemic inflammatory respons
syndrome-SIRS) yang terjadi sebagai akibat infeksi bakteri, virus, jamur ataupun parasit.
-Sepsis berat adalah keadaan sepsis yang disertai disfungsi organ kardiovaskuler dan
gangguan napas akut atau terdapat gangguan dua organ lain (seperti neurologi,
hematologi, urogenital, dan hepatologi).
-Syok sepsis terjadi apabila bayi masih dalam keadaan hipotermi walaupun telah
mendapatkan cairan adekuat.
-Sindroma disfungsi multi organ terjadi apabila bayi tidak mampu lagi mempertahankan
homeostasis tubuh sehingga terjadi perubahan fungsi dua atau lebih organ tubuh.1
Dalam PBL blok 17 ini mahasiswa diharapkan dapat menguasai dari segala aspek mengenai
sepsis neonatorum berdasarkan kasus yang telah diberikan.

PEMERIKSAAN

Pemeriksaan fisik

Cara pendekatan: untuk mengurangi ketegangan


< 4 bulan: pendekatan mudah (belum membedakan orang di sekitarnya)
> 4 bulan:
-Pendekatan mulai saat dalam gendongan
-Lambat laun ke meja periksa dengan diajak bicara manis dan dipegang-pegang
Anak yg agak besar:

1
-Beri salam, tanya nama, umur, sekolah, dan lain-lain
-Dipuji
Inspeksi
-Inspeksi umum: dilihat anak secara umum apa ada perubahan
(kesan: keadaan umum pasien)
-Inspeksi lokal: pemeriksaan setempat
Dilihat perubahan sampai sekecil-kecilnya.1
Palpasi
-Meraba dengan telapak tangan dan jari-jari tangan
-Ditentukan bentuk, besar, tepi, permukaan dan konsistensi organ:
-Besar dinyatakan dengan satuan tertentu
-Permukaan: licin/ benjol-benjol
-Konsistensi: lunak, keras, kenyal, kistik, fluktuasi
-Tepi: tajam, tumpul
-Bebas/ melekat
-Palpasi abdomen dilakukan dengan:
-Fleksi sendi pinggul dan lutut
-Abdomen diraba dengan telapak tangan mendatar dan jari-jari II III IV
rapat
-Bila ada bagian yang sakit, dimulai dari bagian yang tidak sakit
-Dengan 2 tangan untuk mengetahui adanya cairan atau ballotement
Perkusi
-Untuk mengetahui perbedaan suara ketuk ditentukan batas suatu organ: paru,
jantung, hati atau mengetahui batas-batas massa abnormal dalam rongga abdomen.
-Cara langsung: dengan jari II/ III (jarang)
-Cara tidak langsung:
Jari II atau III diletakkan lurus di bagian tubuh sebagai landasan ketuk
-Diketuk pada phalange bagian distal proximal kuku dengan jari II/ III tangan kanan
yang membengkok
-Suara perkusi:
-Sonor (suara paru normal)
-Pekak (pada perkusi otot)

2
-Timpani (perkusi abdomen bagian lambung)
-Redup (di antara sonor dan pekak)
-Hiper sonor (antara sonor dan timpani).1,2
Auskultasi
-Alat stetoskop
-Pediatrik (neonatus dan anak)
-Diameter membran 3 3.5 cm
-Diameter mangkok 3 cm
-Nada rendah pada
-Bising presistolik
-Mid diastolik
-Bising jantung I, II, III, IV
-Nada tinggi pada
-Bising sistolik
-Friksi pericard

Manifestasi klinis
-Keadaan umum : Panas, hipotermia, tampak tidak sehat, malas minum,
letargi, sklerema.
-Saluran cerna : Distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare,
hepatomegali.
-Saluran nafas : Apneu, dispneu, takipneu, retraksi, nafas tidak teratur,
merintih,sianosis.
-Kardiovaskuler : Pucat, sianosis, kutis marmorata, kulit lembab, hipotensi,
takikardia,
bradikardia.
-Sistem saraf pusat : Iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, aktivitas
menurun-letargi, koma, peningkatan atau penurunan tonus, gerakan mata
abnormal, ubun-ubun membonjol.
-Hematologi : Pucat, ptekie, purpura, perdarahan, ikterus.1,2,3
-Sistem sirkulasi : pucat, sianosis, kulit dingin, hipotensi, edema, denyut
jantung tidak teratur.

3
Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium

Kultur dari darah, cairan LCS dan urin.


-Kultur bakteri aerob dan anaerob adalah tindakan yang paling tepat bagi mamastikan etiologi
sepsis neonatorum. Kultur kuman anaerob diutamakan bagi sepsis neonatus yang disertai
abses, gangguan GIT, holisis masif dan pneumonia.
-Pemeriksaan gram dilakukan bagi mengenalpasti bakteri secara umum sebelum dilakukan
pemeriksaan yang lain.
-Kultur bakteri seharusnya dapat menunjukkan etiologi sepsis neonatorum yang menginfeksi
dalam 36-48 jam.
-Kultur dari urin dapat membantu dalam menegakkan diagnosis sepsis neonatorum awitan
lambat.2
-Kultur dari darah dan cairan LCS dapat membantu menegakkan diagnosa sepsis neonatorum
bagi awitan cepat maupun awitan lambat.

Pemeriksaan hematologi
-Pertanda hematologik yang digunakan adalah hitung sel darah putih total, hitung neutrofil,
neutrofil imatur, rasio neutrofil imatur dengan neutrofil total (I:T), mikro Erytrocyte
Sedimentation Rate (ESR), dan hitung trombosit. Tes laboratorium yang dikerjakan adalah
CRP, prokalsitonin, sitokin IL-6, GCSF, tes cepat (rapid test) untuk deteksi antigen, dan panel
skrining sepsis.
-Sel darah putih dianggap lebih sensitif dalam menunjang diagnosis berbanding hitung
trombosit. Enam puluh persen pasien sepsis biasanya disertai perubahan hitung neutrofil.
Rasio antara neutrofil imatur dan neutrofil total (rasio I/T) sering dipakai sebagai penunjang
diagnosa sepsis neonatorum. Sensitifitas rasio I/T ini 60-90 %, karenanya untuk diagnosis,
perlu disertai kombinasi dengan gambaran klinik dan pemeriksaan penunjang lain.
-C-reactive protein (CRP), yaitu protein yang timbul pada fase akut kerusakan jaringan.
Peninggian kadar CRP ini terjadi 24 jam setelah terjadi sepsis, meningkat pada hari ke 2-3
sakit dan menetap tinggi sampai infeksi teratasi. Nilai CRP akan lebih bermanfaat bila

4
dilakukan secara serial karena dapat memberikan informasi respons pemberian antibiotik
serta dapat pula dipergunakan untuk mentukan lamanya pemberian pengobatan dan kejadian
kekambuhan pada pasien dengan sepsis neonatal.3,4
-Saat ini, kombinasi petanda terbaik untuk mendiagnosis sepsis adalah sebagai berikut: IL6,
dan IL1-ra untuk 1-2 hari setelah munculnya gejala; IL6 (atau IL1-ra 0, IL8, G-CSF, TNF,
CRP, dan hematological indices) pada hari ke-0; CRP, IL6 (atau GCSF dan hematological
indices) pada hari ke-1; dan CRP pada hari-hari berikutnya untuk memonitor respons
terhadap terapi.

Pemeriksaan radiologi
-Pemeriksaan foto toraks mungkin akan menunjukkan gambaran infiltrat segmental atau lobar
namun lebih sering menunjukkan gambaran yang difus, retikulogranulasi seperti yang terlihat
pada Respiratory Distress Syndrom (RDS). Efusi pleura juga mungkin dapat terobservasi.
-Pemeriksaan CT-scan atau MRI mungkin diperlukan apabila disyaki timbulnya neonatal
meningitis kompleks.
-Pemeriksaan USG pada kepala neonatus dapat menunjukkan gambaran ventrikulitis, cairan
ekstrasel dan dapat menunjukkan progresivitas komplikasi sepsis.

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Sepsis pada Neonatus

5
Variabel klinis
Suhu tidak stabil
Denyut Jantung >180 kali/menit, <100 kali/menit
Frekuensi napas >60 kali/menit ditambah merintih/retraksi atau desatusari
Letargis atau penurunan kesadaran
Intoleransi glukosa (glukosa plasma >10 mmol/L)
Intoleransi minum
Variabel hemodinamik
Tekanan darah <2 SD di bawah nilai normal untuk usia
Tekanan darah sistolik <50 mmHg (neonatus usia 1 hari)
Tekanan darah sistolik <65 mmHg (bayi < 1 bulan)
Variabel perfusi jaringan
Waktu pengisian kembali kapiler >3 detik
Laktat plasma >3 mmol/L
Variabel inflamasi
Leukositosis (hitung leukosit >34.000/mL)
Leukopenia (hitung leukosit <5.000/mL)
Neutrofil imatur >10%
Immature : total neutrophil (IT) ratio >0,2
Trombositopenia <100.000/mL
CRP >10 mg/dL atau >2 SD di atas nilai normal
Prokalsitonin >8,1 mg/dL atau >2 SD di atas nilai normal
IL-6 atau IL-8 > 70 pg/mL
16 s PCR positif

EPIDEMIOLOGI
Insidens sepsis neonatorum beragam menurut definisinya, dari 1-5/1000 kelahiran
hidup di negara maju dan fluktuasi yang besar sepanjang waktu dan tempat geografis. 4
Keragaman insidens dari rumah sakit ke rumah sakit lainnya dapat dihubungkan dengan
angka prematuritas, perawatan prenatal, pelaksanaan persalinan, dan kondisi lingkungan di
ruang perawatan. Angka sepsis neonatorum meningkat secara bermakna pada bayi dengan
berat badan lahir rendah dan bila ada faktor resiko ibu (obstetrik) atau tanda-tanda
korioamnionitis.
ETIOLOGI

Sepsis pada neonatus dapat disebabkan oleh infeksi virus, parasit, jamur dan bakteri
namun kebanyakan kasus sepsis neonatorum adalah disebabkan oleh bakteri iaitu Escherichia

6
coli dan Staphylococcus aureus. Pada kasus yang berlaku di rumah sakit pula, Klebsiella
ozaenae sering menjadi etiologi bagi sepsis neonatorum. Namun etiologi sepsis neonatorum
dapat juga dibagikan kepada dua kelompok iaitu bakteri yang menyebabkan awitan cepat (72
jam selepas kelahiran) dan bakteri yang menyebabkan awitan lambat (selepas 72 jam
kelahiran).
Kuman penyebab sepsis awitan dini berturut-turut adalah GBS, A. calcoaceticus, S.
epidermidis, Klebsiella sp., Pseudomonas sp., dan E. coli. Sedangkan penyebab sepsis awitan
lambat berturut-turut adalah A. calcoaceticus, E. aerogenes, Staphylococcus sp., Klebsiella
sp., S. marcescens, dan Pseudomonas sp.3,5

PATOFISIOLOGI

Imunitas seluler
Pada neonatus, sel neutrofil dan sel PMN yang sepatutnya mempertahankan tubuh
dengan membunuh bakteri yang efektif menyebabkan infeksi masih kekurangan kapasitas
kemotaksis dan membunuh. Kekurangan faktor adherensi pada lapisan kapiler pembuluh
darah menyebabkan sel-sel ini tidap dapat bermigrasi ke dalam jaringan tubuh. Meskipun ada
sel neutrofil dan sel PMN yang berjaya menembus ke jaringan, proses degranulasi sel
terhadap respons faktor kemotaktik mungkin tidak berhasil.
Selain itu, sel PMN pada neonatus juga kurang mampu deformasi, menyebabkan
kurang mampu bergerak melalui jaringan matriks ekstraselluler untuk mencapai lokasi
peradangan dan infeksi. Kemampuan terbatas sel PMN neonatal untuk fagositosis dan
membunuh bakteri ini lebih nyata bila bayi secara klinis sakit. Cadangan neutrofil yang
mudah habis karena respon yang berkurang dari sumsum tulang juga menyumbang kepada
rentannya neonatus terhadap infeksi.
Konsentrasi monosit neonatal berada pada tingkat manusia dewasa yang normal,
namun kemotaksis makrofag terganggu dan terus menunjukkan penurunan fungsi pada awal
kehidupan neonatus. Jumlah mutlak makrofag mengalami penurunan di paru-paru dan
cenderung menurun di hati dan juga limpa. Kemotaksis dan aktivitas bacteriocidal dan
presentasi antigen oleh sel-sel ini juga tidak sepenuhnya kompeten saat lahir. Produksi sitokin

7
oleh makrofag menurun, yang mungkin terjadi sehubungan dengan penurunan nilai produksi
T-sel.2,4
Meskipun sel T ditemukan di awal kehamilan dalam sirkulasi janin dan semakin
meningkat jumlahnya dari lahir sampai sekitar usia 6 bulan, sel-sel ini merupakan sel yang
belum matang sepenuhnya. Sel-sel ini tidak berploriferasi seperti sel-T dewasa ketika
diaktifkan dan tidak efektif menghasilkan sitokin yang membantu stimulasi diferensiasi sel-B,
granulosit dan proliferasi monosit. Keterlambatan tersebut terjadi dalam pembentukan fungsi
memori antigen spesifik berikutan infeksi primer, dan fungsi sel T sitotoksik neonatal adalah
50-100% kurang efektif berbanding sel T dewasa. Saat lahir, neonatus kekurangan memori T
sel. Pada sebagian neonatus yang terkena rangsangan antigenik, jumlah sel T memori ini
meningkat.
Natural killer sel (NK) ditemukan dalam jumlah kecil dalam darah perifer
neonatus. Sel-sel ini juga secara fungsional masih belum matang, dan menghasilkan gama
interferon yang jauh lebih rendah terhadap rangsangan antigen berbanding sel NK dewasa.
Imunitas humoral
Janin memiliki beberapa imunoglobulin yang berperan, terutama yang diperoleh
melalui transfer plasenta spesifik dari ibu. Kebanyakan dari transfer ini terjadi pada akhir
kehamilan, sehingga tingkat terendah ditemukan dengan meningkatnya usia neonatus.
Kemampuan neonatus untuk menghasilkan imunoglobulin dalam menanggapi
rangsangan antigenik masih belum sempurna, namun besarnya respon yang pada awalnya
kurang, cepat meningkat dengan bertambahnya usia pascakelahiran. Neonatus juga mampu
mensintesis imunoglobulin M (IgM) di dalam rahim pada kehamilan 10 minggu, namun
tingkat IgM umumnya rendah saat lahir, kecuali bayi itu terkena agen infeksi selama
kehamilan, sehingga merangsang peniingkatan produksi IgM. Imunoglobulin G (IgG) dan
imunoglobulin E (IgE) dapat disintesis di dalam rahim. Sebagian besar IgG tersebut diperoleh
dari ibu selama kehamilan akhir. neonatus dapat menerima imunoglobulin A (IgA) dari ASI
tetapi tidak mensekresikan IgA sampai 2-5 minggu setelah kelahiran. Respon untuk antigen
polisakarida bakteri juga masih kurang dan mula berfungsi sempurna setelah tahun ke dua
kehidupan.5
Produksi komplemen protein dapat dideteksi sedini kehamilan 6 minggu, namun
konsentrasi berbagai komponen sistem komplemen luas bervariasi antara individu
neonatus. Meskipun beberapa bayi telah melengkapi tingkat sebanding dengan mereka yang

8
dewasa, kekurangan tampak lebih besar di jalur alternatif daripada di jalur klasik. Komponen
komplemen sitotoksik terminal kaskade yang mengarah ke pembunuhan organisme, terutama
bakteri gram-negatif masih belum terbentuk sempurna. Kekurangan ini lebih ditandai pada
bayi prematur. Aktivitas komplemen yang sempurna tidak akan terbentuk sehingga berumur
6-10 bulan yang menyebabkan berkurangnya efisiensi opsonisasi terhadap GBS, E coli,dan S
pneumoniae karena tingkat penurunan fibronektin, suatu protein serum yang membantu
keberkesanan fungsi neutrofil dan memiliki sifat opsonisasi.
Barier fisik
Hambatan fisik dan kimia untuk infeksi pada bayi yang baru lahir adalah disebabkan
kekurangan fungsional. Kulit dan selaput lendir mudah abrasi pada neonatus menyebabkan
rentan terhadap infeksi. Selain itu, neonatus yang sakit dan / atau tambahan prosedur invasif
juga menyumbang ke arah mudahnya terkena infeksi.
4)Infeksi
Baik sendirian ataupun kombinasi, produk-produk bakteri dan sitokin proradang
memicu respons fisiologis untuk menghentikan invasi mikroba. Respons ini adalah:
(1) Aktivasi system komplemen
(2) Aaktivasi faktor Hageman (faktor XII), yang kemudian mencetuskan
(3) Pelepasan hormon adrenokortikotropin dan beta-endorfin
(4) Rangsangan neutrofil polimorfonuklear
(5) Rangsangan sistem kalikrein-kinin
TNF dan mediator radang lain meningkatkan permeabilitas vascular, menimbulkan kebocoran
kapiler difus, mengurangi tonus vaskuler, dan terjadi ketidakseimbangan antara perfusi dan
kenaikan kebutuhan metabolik jaringan.

Perubahan sistem imun penderita sepsis menimbulkan perubahan pula pada sistem
koagulasi. Pada sistem koagulasi tersebut terjadi peningkatan pembentukan Tissue Factor
(TF) yang bersamaan dengan faktor VII darah akan berperan pada proses koagulasi. Kedua
faktor tersebut menimbulkan aktivasi faktor IX dan X sehingga terjadi proses hiperkoagulasi
yang menyebabkan pembentukan trombin yang berlebihan dan selanjutnya meningkatkan
produksi fibrin dari fibrinogen.
Pada pasien sepsis, respon fibrinolisis yang biasa terlihat pada bayi normal juga
terganggu. Supresi fibrinolisis terjadi karena pembentukan plasminogen-activator inhibitor-1

9
(PAI-1) yang dirangsang oleh mediator proinflamasi (TNF-). Demikian pula pembentukan
trombin yang berlebihan berperan dalam aktivasi thrombin-activatable fibrinolysis inhibitor
(TAFI) yaitu faktor yang menimbulkan supresi fibrinolisis. Kedua faktor yang berperan dalam
supresi ini mengakibatkan akumulasi fibrin darah yang dapat menimbulkan mikrotrombin
pada pembuluh darah kecil sehingga terjadi gangguan sirkulasi. Gangguan tersebut
mangakibatkan hipoksemia jaringan dan hipotensi sehingga terjadi disfungsi berbagai organ
tubuh. Manifestasi disfungsi multiorgan ini secara klinis dapat memperlihatkan gejala-gejala
sindrom distres pernapasan, hipotensi, gagal ginjal dan bila tidak teratasi akan diakhiri
dengan kematian pasien.3,4,6

DIAGNOSIS

Working diagnosis

Working diagnosis pada kasus ini adalah sepsis neonatorum. Merupakan suatu penyakit
infeksi berat yang bisa menyebar ke seluruh tubuh bayi. Ada lebih dari 50% kasus, sepsis
mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi lahir, tetapi kebanyakan muncul dalam waktu 72
jam setelah lahir.

Differential diagnosis

Jaundice neonatorum
-Kondisi munculnya warna kuning di kulit dan selaput mata pada bayi baru lahir karena
adanya bilirubin (pigmen empedu) pada kulit dan selaput mata sebagai akibat peningkatan
kadar bilirubin dalam darah (hiperbilirubinemia)
-Jenis ikterus
a)Ikterus neonatus fisiologis (hiperbilirubin karena faktor fisiologis)
-Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi lahir, dan akan menghilang pada hari ke-7.
-Penyebabnya organ hati yang belum sempurna dalam memproses bilirubin.
b) Ikterus neonatus patologis (hiperbilirubin karena faktor penyakit atau infeksi)
-Misalnya akibat virus hepatitis, toksoplasma, sifilis, malaria, penyakit/kelainan di
saluran empedu atau ketidakcocokan golongan darah (rhesus).

10
-Ditandai dengan tingginya kadar bilirubin walau bayi sudah berusia 14 hari.
-Parameter icterus
-Bayi yang lahir cukup bulan, batas aman kadar bilirubinnya adalah 12,5 mg/dl
-Bayi yang lahir kurang bulan, batas aman kadar bilirubinnya adalah 10 mg/dl.3,7
-Patofisiologi
-Bilirubin merupakan zat hasil pemecahan hemoglobin yang dalam waktu tertentu
selalu mengalami destruksi. Proses pemecahan tersebut menghasilkan zat heme dan
globin. Dalam proses berikutnya, zat-zat ini akan berubah menjadi bilirubin indirect.
-Dalam kadar tinggi bilirubin indirect ini bersifat racun; sulit larut dalam air dan sulit
dibuang. Untuk menetralisirnya, organ hati akan mengubah bilirubin indirect menjadi
direct yang larut dalam air.
-Tetapi organ hati sebagian bayi baru lahir belum dapat berfungsi optimal dalam
mengeluarkan bilirubin indirect tersebut. Barulah setelah beberapa hari, organ hati
mengalami pematangan dan proses pembuangan bilirubin bisa berlangsung lancar.7
-Pengobatan
-Terapi sinar
-Terapi transfusi
-Medika mentosa : fenobarbital
Atresia bilier
-Atresia bilier adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak
berkembang secara normal.
-Fungsi dari sistem empedu adalah membuang limbah metabolik dari hati dan mengangkut
garam empedu yang diperlukan untuk mencerna lemak di dalam usus halus.
-Pada atresia bilier terjadi penyumbatan aliran empedu dari hati ke kandung empedu. Hal ini
bisa menyebabkan kerusakan hati dan sirosis hati, yang jika tidak diobati bisa berakibat fatal.
-Penyebab penyakit atresia bilier adalah karena adanya perkembangan abnormal dari saluran
empedu di dalam maupun diluar hati. Tetapi penyebab terjadinya gangguan perkembangan
saluran empedu ini tidak diketahui.8
-Atresia bilier ditemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran.

-Gejala klinis :
-Air kemih bayi berwarna gelap

11
-Tinja berwarna pucat
-Kulit berwarna kuning
-Berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung lambat
-Hepatomegali
-Diagnosa :
-Pemeriksaan darah (terdapat peningkatan kadar bilirubin)
-USG perut
-Rontgen perut (tampak hati membesar)
-Kolangiogram
-Biopsi hati
-Laparotomi (biasanya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan).
-Terapi:
-Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu
ke usus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita.
-Untuk melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus,
dilakukan pembedahan yang disebut prosedur Kasai. Pembedahan akan berhasil jika
dilakukan sebelum bayi berusia 8 minggu. Biasanya pembedahan ini hanya
merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu dilakukan pencangkokan
hati.8

Breast milk jaundice


-Ditandai dengan indirek hiperbilirubinemia pada hari ke empat-tujuh kelahiran, kuning yang
lebih lama dari icterus fisiologis dan tidak ditemukan punca lain dari ikterus.9
-Patofisiologi
-Adanya metabolit progesteron (pregnane alpha-3-20 beta-diol), suatu zat dalam ASI
yang menghambat asam diphosphoglucuronic uridina (UDPGA) glukoronil
transferase
-Peningkatan konsentrasi asam lemak bebas nonesterified yang menghambat
glucuronyl transferase hati

-Peningkatan sirkulasi enterohepatic bilirubin karena:

12
(1)Peningkatan aktivitas beta glucuronidase di dalam ASI
(2)Kelewatan pertumbuhan flora normal GIT pada bayi yang menyusui
-Hambatan pada aktivitas urinida glukoronil transferase (UGT1A1) pada bayi yang
homozigot atau heterozigot untuk varian dari promotor sindrom Gilbert
-Berkurangnya serapan hati bilirubin indirek karena mutasi pada protein pembawa a
nion organik SLCO1B1.
-Kandungan sitokin yang tinggi dalam ASI terutama IL 1 dan IL6 yang mengurangi
penyerapan, metabolisme dan ekskresi bilirubin.

Sindroma kolestatik
Merupakan suatu penyakit progressif dimana berlaku colestatic pada intrahepatic. Terdapat
beberapa jenis sindroma kolestatik yang menyerang neonatus antaranya aagenaes syndrome
dan neonatal dubin johnson syndrome.
Aagenaes syndrome adalah suatu penyakit inherited (keturunan) dimana berlaku hipoplasia
pada kelenjar limfe sehingga menyebabkan cholestatis pada infancy dan pembentukan secara
perlahan ke sirossis hepatic dan giant cell hepatic disertai oleh fibrosis pada portal hepar.
Berdasarkan kasus, dari anamnesa tidak menyebut tentang penyakit keturunan Aagenaes
syndrome pernah dihidapi oleh pasien, maka penyakit ini bisa di ketepikan
Neonatal Dubin-Johnson Syndrome pula merupakan suatu penyakit defek autosomal
recessive dimana akan berlaku peningkatan bilirubin tanpa peningkatan enzyme liver (ALT,
AST). Kondisi ono diikuti oleh ketidak mampuan hepatosit untuk merembeskan conjugated
bilirubin ke kantung hempedu. Penyakit ini bersifat asimptoma

PENATALAKSANAAN

Medika mentosa
a)Antibiotika
Eliminasi kuman merupakan pilihan utama dalam manajemen sepsis neonatal. Pada
kenyataannya menentukan kuman spesifik pasti tidak mudah dan membutuhkan waktu. Untuk
memperoleh hasil yang optimal pengobatan sepsis harus cepat dilaksanakan. Sehubungan

13
dengan hal tersebut pemberian antibiotika secara empiris terpaksa cepat diberikan untuk
menghindarkan berlanjutnya perjalanan penyakit. Pemberian pengobatan pasien biasanya
dengan memberikan antibiotik kombinasi yang bertujuan untuk memperluas cakupan
mikroorganisme patogen yang mungkin diderita pasien. Diupayakan kombinasi antibiotik
tersebut mempunyai sensitifitas yang baik terhadap kuman gram positif ataupun gram negatif.
Selain pola kuman hendaknya diperhatikan pula resistensi kuman. Namun lama pemberian
antibiotik begantung pada hasil kultur darah, dan segera setelah didapatkan hasil kultur darah,
jenis antibiotika yang dipakai disesuaikan dengan kuman penyebab dan pola reistensinya. 2,4

Tabel 2. Waktu/durasi pemberian antibiotik pada sepsis neonatal.


Diagnosis Durasi
Meningitis 21 hari
Kultur darah (+), tanda-tanda sepsis (+) 10 14 hari
Kultur darah (-), komponen skrining sepsis (+) 7 10 hari
Kultur darah (-), komponen skrining sepsis (-) 5 7 hari

Tabel 3. Antibiotik untuk sepsis neonatal


Antibiotik Dosis Frekuensi Pemberian Durasi

< 7 hari < 7 hari


Ampicillin 50 mg/kgBB/x 12 jam 8 jam IV, IM 7 10 hari
atau
Cloxallin 50 mg/kgBB/x 12 jam 8 jam IV, IM 7 10 hari
Dan
Gentamicin 2,5 mg/kgBB/x 2 jam 8 jam IV, IM 7 10 hari
atau
Amikacin 7,5 mg/kgBB/x 12 jam 8 jam IV, IM 7 10 hari

Mempertimbangkan pola kuman yang tersering ditemukan, obat golongan Ceftasidim


dijadikan sebagai antibiotik pilihan pertama dengan dosis yang dianjurkan 50-100
mg/kgBB/hari, 2 kali sehari. Beberapa kuman Gram negatif saat ini hanya sensitif terhadap
imipenem atau meropenem dengan dosis 25 mg/kgBB/dosis, 2 kali sehari.
Streptokokus Grup B dan kuman Gram positif lainnya masih sensitif terhadap
penisilin (dosis 100.000-200.000 U/kgBB/hari) atau ampisilin (dosis 100-200 mg/kgBB/hari).

14
Sedangkan kuman Listeria masih sensitif terhadap kombinasi antibiotik ampisilin dan
aminoglikosid, serta golongan Pseudomonas umumnya sensitif terhadap sefalosporin.
Lamanya pengobatan sangat bergantung kepada jenis kuman penyebab. Pada penderita yang
disebabkan oleh kuman Streptococcus dan Listeria, pemberian antibiotik dianjurkan selama
10-14 hari, sedangkan penderita yang disebabkan oleh kuman Gram negatif pengobatan
kadang-kadang diteruskan sampai 2-3 minggu.
b)Pengobatan suportif
-Transfusi exchange telah digunakan untuk sepsis berat pada neonatus untuk meningkatkan
tingkat sirkulasi imunoglobulin, menurunkan sirkulasi endotoksin, meningkatkan kadar Hb
(dengan tingkat 2,3-diphosphoglycerate lebih tinggi), dan meningkatkan perfusi.
-Plasma segar beku (FFP) dapat membantu membaik pulih gangguan koagulasi darah pada
neonatus.6

Non medika mentosa

-Perhatikan keadaan umum, tanda-tanda vital


-Perhatikan keseimbangan nutrisi dan cairan
-Evaluasi keadaan hematologi

PREVENTIF
Sepsis neonatarum adalah penyebab kematian utama pada neonatus, tanpa pengobatan
yang memadai, gangguan ini dapat menyebabakan kematian dalam waktu singkat. Oleh
karena itu, tindakan pencegahan mempunyai arti penting karena dapat mencegah terjadinya
kesakitan dan kematian. Tindakan pencegahan itu dapat dilakukan dengan cara :
Pada masa antenatal
Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, iminisais,
pengobatan terhadap infeksi yang diderita ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera
terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin, rujukan segera ketempat
pelayanan yang memadai bila diperlukan.
Pada saat persalinan

15
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, dalam arti persalinan diperlukan
sebagai tindakan operasi, tindakan intervensi pada ibu dan bayi seminimal mungkin
dilakukan. Mengawasi keaadan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan, melakukan
rujukan secepatnya bila diperlukan, dan menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.5
Pada masa sesudah persalinan
Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI
secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan agar tetap bersih, setiap bayi
menggunakan peralatan sendiri. Tindakan invasif harus dilakukan dengan memperhatikan
prinsip-prinsip aseptik. Sebelum dan sesudah memegang bayi harus mencuci tangan terlebih
dahulu. Dan bayi yang berpenyakit menular harus diisolasi, dan pemberian antibotik secara
rasional, sedapat mungkin melalui pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi.

KOMPLIKASI
-Syok karena lepasnya toksin kedalam cairan darah, yang dimana gejalanya sukar untuk
dideteksi.
-Meningitis
-Gangguan metabolic
-Pneumonia
-Infeksi saluran kemih
-Gagal jantung kongestif
-Kematian

PROGNOSIS
Prognosis pada sepsis neonatorum umumnya baik.
Namun hal ini juga tergantung pada masa gestasi, jenis kuman, sensitifitas kuman dan lama
penyakit, dan 25% bayi meninggal meskipun telah diberikan antibiotik dan perawatan
intensif. Angka kematian pada bayi prematur yang kecil adalah 2 kali lebih besar. Dan kira-
kira angka kematian dari kasus sepsis neonatorum adalah 30-60%.2,3

16
KESIMPULAN
Sepsis neonatorum merupakan infeksi pada bayi yang terjadi dalam 28 hari pertama
kelahiran. Sepsis neonatorum dapat disebabkan oleh pelbagai jenis bakteri, yang menginfeksi
karena kerentanan tubuh neonatus berhubungan sistem imun yang belum sempurna pada awal
kehidupan.
Sepsis neonatorum tidak menimbulkan gejala yang khas, bahkan mempunyai
pelbagai manifestasi klinis sehingga diagnosanya sulit untuk ditegakkan. Hal ini
menyumbang kepada banyaknya jumlah kematian neonatus yang disebabkan oleh sepsis
neonatorum iaitu hampir 20.5% di Indonesia.
Pencegahan sespsis neonatorum, yang merangkumi pelbagai instalasi masyarakat
maupun instalasi medis adalah amat perlu karena haruslah diingat bahawa mencegah
adalah lebih baik daripada mengobati.

DAFTAR PUSTAKA
1. David H. Dasar-dasar pediatri. Edisi 3. Jakarta (INA) : Penrbit Buku Kedokteran
EGC; 2008.p.4-9
2. Musrifatul U. Keterampilan dasar praktik klinik untuk kebidanan. Edisi 2. Jakarta
(INA) : Penerbit Salemba Medika; 2008.p.140-53
3. Ida A. Buku ajar patologi obstetri untuk mahasiswa kebidanan. Edisi. Jakarta
(INA) : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.p.138-41
4. Michael C. Oskis essential pediatrics. Edisi 2. Philadelphia (USA) : Lippincot
Williams & Wilkins; 2004.p.68-75
5. William W, Myron J, Judith M, et all. Lange : current diagnosis and treatment in
pediatrics. Edisi 18. New York (USA) : Mcgrawhill Companies; 2007.p.1165-89
6. Mhairi G, Martha D, Mary M. Averys neonatology: pathophysiology and
management of the newborn. Edisi 6. Philadelphia (USA) : Lippincot Williams &
Wilkins; 2005.p.1236-49
7. Constance S. Buku saku kebidanan. Edisi 1. Jakarta (INA) : Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2003.p.358-62

17
8. Carole K. Comprehensive neonatal care. Edisi 1. Missouri (USA) : Elsevier
Saunders; 2007.p.467-89
9. Jan R. Breastfeeding and human lactation. Edisi 3. London (UK) : Jones and
Barlett Publisher 2005.p.310-20

18

Anda mungkin juga menyukai