Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Cuci Tangan

1.1. Definisi cuci tangan

Menurut Tim Depkes (1987) mencuci tangan adalah membersihkan

tangan dari segala kotoran, dimulai dari ujung jari sampai siku dan lengan

dengan cara tertentu sesuai dengan kebutuhan. Sementara itu menurut Perry

& Potter (2005), mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling

penting dalam pencegahan dan pengontrolan infeksi. Cuci tangan adalah

proses membuang kotoran dan debu secara mekanik dari kulit kedua belah

tangan dengan memakai sabun dan air (Tietjen, et.al., 2004). Sedangkan

menurut Purohito (1995) mencuci tangan merupakan syarat utama yang

harus dipenuhi sebelum melakukan tindakan keperawatan misalnya:

memasang infus, mengambil spesimen. Infeksi yang di akibatkan dari

pemberian pelayanan kesehatan atau terjadi pada fasilitas pelayanan

kesehatan.Infeksi ini berhubungan dengan prosedur diagnostik atau

terapeutik dan sering termasuk memanjangnya waktu tinggal di rumah sakit

(Perry & Potter, 2000).

Mencuci tangan adalah membasahi tangan dengan air mengalir

untuk menghindari penyakit, agar kuman yang menempel pada tangan

benar-benar hilang. Mencuci tangan juga mengurangi pemindahan mikroba

ke pasien dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang berada pada

kuku, tangan , dan lengan (Schaffer, et.al., 2000).

Universitas Sumatera Utara


Cuci tangan harus dilakukan dengan baik dan benar sebelum dan sesudah

melakukan tindakan perawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat

pelindung lain. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi

mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran penyakit dapat di

kurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi.Tangan harus di cuci sebelum

dan sesudah memakai sarung tangan.Cuci tangan tidak dapat digantikan

oleh pemakaian sarung tangan.

1.2. Tujuan cuci tangan

Menurut Susiati (2008), tujuan dilakukannya cuci tangan yaitu untuk

Mengangkat mikroorganisme yang ada di tangan, Mencegah infeksi silang

(cross infection), Menjaga kondisi steril, Melindungi diri dan pasien dari

infeksi, Memberikan perasaan segar dan bersih.

1.3. Indikasi cuci tangan

Indikasi untuk mencuci tangan menurut Depkes RI. (1993) adalah :

Sebelum melakukan prosedur invasif misalnya : menyuntik, pemasangan

kateter dan pemasangan alat bantu pernafasan, Sebelum melakukan asuhan

keperawatan langsung, Sebelum dan sesudah merawat setiap jenis luka

Setelah tindakan tertentu, tangan diduga tercemar dengan mikroorganisme

khususnya pada tindakan yang memungkinkan kontak dengan darah, selaput

lendir, cairan tubuh, sekresi atau ekresi, Setelah menyentuh benda yang

kemungkinan terkontaminasi dengan mikroorganisme virulen atau secara

epidemiologis merupakan mikroorganisme penting. Benda ini termasuk

pengukur urin atau alat penampung sekresi Setelah melakukan asuhan

keperawatan langsung pada pasien yang terinfeksi atau kemungkinan

Universitas Sumatera Utara


kolonisasi mikroorganisme yang bermakna secara klinis atau epidemiologis

Setiap kontak dengan pasien-pasien di unit resiko tinggi Setelah melakukan

asuhan langsung maupun tidak langsung pada pasien yang tidak infeksius.

1.4. Keuntungan mencuci tangan

Menurut Puruhito (1995), cuci tangan akan memberikan keuntungan

Dapat mengurangi infeksi nosocomial, Jumlah kuman yang terbasmi lebih

banyak sehingga tangan lebih bersih dibandingkan dengan tidak mencuci

tangan Dari segi praktis, ternyata lebih murah dari pada tidak mencuci

tangan sehingga tidak dapat menyebabkan infeksi nosokomial.

1.5. Macam- macam cuci tangan dan cara cuci tangan

Cuci tangan dalam bidang medis dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu

cuci tangan medical (medical hand washing), cuci tangan surgical (surgical

hand washing) dan cuci tangan operasi (operating theatre hand washing).

Adapun cara untuk melakukan cuci tangan tersebut dapat dibedakan

berbagai cara :

1.5.1. Tehnik mencuci tangan biasa

Teknik mencuci tangan biasa adalah membersihkan tangan

dengan sabun dan air bersih yang mengalir atau yang disiramkan,

biasanya digunakan sebelum dan sesudah melakukan tindakan yang

tidak mempunyai resiko penularan penyakit. Peralatan yang

dibutuhkan untuk mencuci tangan biasa adalah setiap wastafel

dilengkapi dengan peralatan cuci tangan sesuai standar rumah sakit

(misalnya kran air bertangkai panjang untuk mengalirkan air

bersih, tempat sampah injak tertutup yang dilapisi kantung sampah

Universitas Sumatera Utara


medis atau kantung plastik berwarna kuning untuk sampah yang

terkontaminasi atau terinfeksi), alat pengering seperti tisu, lap

tangan (hand towel), sarung tangan (gloves), sabun cair atau cairan

pembersih tangan yang berfungsi sebagai antiseptik, lotion tangan,

serta di bawah wastefel terdapat alas kaki dari bahan handuk.

1.5.1.1. Prosedur kerja cara mencuci tangan biasa

adalah:

a. Melepaskan semua benda yang melekat pada daerah

tangan, seperti cincin atau jam tangan.

b. Mengatur posisi berdiri terhadap kran air agar

memperoleh posisi yang nyaman.

c. Membuka kran air dengan mengatur temperatur airnya.

d. Menuangkan sabun cair ke telapak tangan.

e. Melakukan gerakan tangan, dimulai dari meratakan

sabun dengan kedua telapak tangan, kemudian kedua

punggung telapak tangan saling menumpuk, bergantian,

untuk membersihkan sela-sela jari.

f. Membersihkan ujung-ujung kuku bergantian pada telapak

tangan.

g. Membersihkan kuku dan daerah sekitarnya dengan ibu

jari secara bergantian kemudian membersihkan ibu jari

dan lengan secara bergantian .

Universitas Sumatera Utara


h. Membersihkan (membilas) tangan dengan air yang

mengalir sampai bersih sehingga tidak ada cairan sabun

dengan ujung tangan menghadap ke bawah.

i. Menutup kran air menggunakan siku, bukan dengan jari,

karena jari yang telah selesai kita cuci pada prinsipnya

bersih.

j. Pada saat meninggalkan tempat cuci tangan, tempat

tersebut dalam keadaan rapi dan bersih. Hal yang perlu

diingat setelah melakukan cuci tangan yaitu

mengeringkan tangan dengan hand towel.

1.5.2. Tehnik mencuci tangan aseptik

Mencuci tangan aseptik yaitu cuci tangan yang

dilakukan sebelum tindakan aseptik pada pasien dengan

menggunakan antiseptik. Mencuci tangan dengan larutan

disinfektan, khususnya bagi petugas yang berhubungan

dengan pasien yang mempunyai penyakit menular atau

sebelum melakukan tindakan bedah aseptik dengan antiseptik

dan sikat steril.

Prosedur mencuci tangan aseptik sama dengan

persiapan dan prosedur pada cuci tangan higienis atau cuci

tangan biasa, hanya saja bahan deterjen atau sabun diganti

dengan antiseptik dan setelah mencuci tangan tidak boleh

menyentuh bahan yang tidak steril.

1.5.3. Tehnik mencuci tangan steril

Universitas Sumatera Utara


Teknik mencuci tangan steril adalah mencuci tangan

secara steril (suci hama), khususnya bila akan membantu

tindakan pembedahan atau operasi. Peralatan yang

dibutuhkan untuk mencuci tangan steril adalah menyediakan

bak cuci tangan dengan pedal kaki atau pengontrol lutut,

sabun antimikrobial (non-iritasi, spektrum luas, kerja cepat),

sikat scrub bedah dengan pembersih kuku dari plastik,

masker kertas dan topi atau penutup kepala, handuk steril,

pakaian di ruang scrub dan pelindung mata, penutup sepatu.

Prosedur kerja cara mencuci tangan steril adalah sebagai

berikut:

1. Terlebih dahulu memeriksa adanya luka terpotong

atauabrasi pada tangan dan jari, kemudian melepaskan

semua perhiasanmisalnya cincin atau jam tangan.

2. Menggunakan pakaian bedah sebagai proteksi

perawatyaitu: penutup sepatu, penutup kepala atau topi,

masker wajah,pastikan masker menutup hidung dan

mulut anda dengan kencang.Selain itu juga memakai

pelindung mata.

3. Menyalakan air dengan menggunakan lutut atau

controldengan kaki dan sesuaikan air untuk suhu yang

nyaman.

Universitas Sumatera Utara


4. Membasahi tangan dan lengan bawah secara bebas,

mempertahankankan tangan atas berada setinggi siku

selama seluruh prosedur.

5. Menuangkan sejumlah sabun (2 sampai 5 ml) ke tangan

dan menggosok tangan serta lengan sampai dengan 5 cm

di atas siku.

6. Membersihkan kuku di bawah air mengalir dengan

tongkat oranye atau pengikir. Membuang pengikir setelah

selesai digunakan.

7. Membasahi sikat dan menggunakan sabun antimikrobial.

8. Menyikat ujung jari, tangan, dan lengan. Menyikat kuku

tangan sebanyak 15 kali gerakan. Dengan gerakan

sirkular, menyikat telapak tangan dan permukaan anterior

jari 10 kali gerakan. Menyikat sisi ibu jari 10 kali gerakan

dan bagian posterior ibu jari 10 gerakan. Menyikat

samping dan belakang tiap jari 10 kali gerakan tiap area,

kemudian sikat punggung tangan sebanyak 10 kali

gerakan. Seluruh penyikatan harus selesai sedikitnya 2

sampai 3 menit (AORN, 1999 sebagaimana dikutip oleh

Perry& Potter, 2000).

9. kemudian bilas sikat secara seksama. Dengan tepat

mengingat, bagi lengan dalam tiga bagian. Kemudian

mulai menyikat setiap permukaan lengan bawah lebih

bawah dengan gerakan sirkular selama 10 kali gerakan;

Universitas Sumatera Utara


menyikat bagian tengah dan atas lengan bawah dengan

cara yang samasetelah selesai menyikat buang sikat yang

telah dipakai. Dengan tangan fleksi, mencuci keseluruhan

dari ujung jari sampai siku satu kali gerakan, biarkan air

mengalir pada siku.

10. Mengulangi langkah 8 sampai 10 untuk lengan yang lain.

11. Mempertahankan lengan tetap fleksi, buang sikat kedua

dan mematikan air dengan pedal kaki. Kemudian

mengeringkan dengan handuk steril untuk satu tangan

secara seksama, menggerakan dari jari ke siku dan

mengeringkan dengan gerakan melingkar.

12. Mengulangi metode pengeringan untuk tangan yang lain

dengan menggunakan area handuk yang lain atau handuk

steril baru.

13. Mempertahankan tangan lebih tinggi dari siku dan jauh

dari tubuh anda. Perawat memasuki ruang operasi dan

melindungi tangan dari kontak dengan objek apa pun.

1.5.4. Kewaspadaan untuk perawat dalam melakukan cuci tangan

steril

Pakaian atau seragam scub perawat harus tetap

kering. Air mengalir berdasarkan gravitasi dari ujung jari ke

siku. Jadi mempertahankan tangan tetap tinggi sehingga

memungkinkan air mengalirdari area yang kurang ke yang

paling terkontaminasi. Bila perawat ingin menggunakan

Universitas Sumatera Utara


sarung tangan steril di areareguler, perawat tidak perlu

menyikat atau mengeringkan tangan dengan handuk steril.

Dengan penyabunan dan penggosokan yang dilakukan

duakali sesuai prosedur akan menjamin tangan bersih. Pada

situasi ini perawat dapat menggunakan handuk kertas untuk

pengeringan. Pengeringan dimulai dari area yang paling

bersih ke area yang kurang bersih. Pengeringan mencegah

kulit kering dan memudahkan penggunaan sarung tangan

(perry & potter, 2005).

1.5.5. Perilaku cuci tangan tenaga kesehatan

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu

sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara

lain berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah,

menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat

disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah

semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati

langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar

(Notoatmodjo, 2003).

Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh

Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku

merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus

atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi

melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan

kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner

Universitas Sumatera Utara


ini disebut teori S-O-R atau Stimulus Organisme

Respon.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka

perilaku menurut Notoatmodjo (2003) dapat dibedakan

menjadi dua yaitu perilaku tertutup (covert behavior) dan

perilaku terbuka (overt behavior).Perilaku tertutup (convert

behavior) merupakan respon seseorang terhadap stimulus

dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon

atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada

perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang

terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan

belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Sedangkan

perilaku terbuka (overt behavior) merupakan respon

seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata

atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas

dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah

dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

Menurut teori Green dalam Notoatmodjo (2003),

menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan, dimana

kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2

faktor pokok, yakni faktor perilaku (behaviocauses) dan

faktor diluar perilaku (nonbehavior causes). Selanjutnya

perilakun itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor

yaitu faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang

Universitas Sumatera Utara


terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan,

nilai-nilai, dan sebagainya; faktor-faktor pendukung enabling

factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau

tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana

kesehatan, misalnya fasilitas untuk cuci tangan; dan faktor-

faktor pendorong (reinforcing factors) yang dalam sikap dan

perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang

merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh Musadad,

et.al.(1993) ditulis dalam CDK (Cermin Dunia Kedokteran)

yaitu perilaku cuci tangan oleh tenaga kesehatan baik dokter

maupun perawat menunjukkan bahwa sebagian besar petugas

tersebut tidak melaksanakan cuci tangan. Hal ini terlihat pada

waktu petugas akan memeriksa pasien, baik saat pertama kali

atau pergantian dari pasien satu ke pasien lainnya. Mereka

pada umumnya mencuci tangan setelah selesai melakukan

pemeriksaan pasien keseluruhannya. Kondisi seperti ini dapat

memicu terjadinya Infeksi nosokomial yang dikenal dengan

Healthcare Associated Infections (HAIs) yang dapat terjadi

melalui penularan dari pasien kepada petugas, dari pasien ke

pasien lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga

maupun dari petugas kepada pasien (Depkes RI, 2009).

Salah satu tahap kewaspadaan standar yang efektif

dalam pencegahan dan pengendalian infeksi adalah hand

Universitas Sumatera Utara


hygiene (kebersihan tangan) karena kegagalan dalam

menjaga kebersihan tangan adalah penyebab utama infeksi

nosokomial dan mengakibatkan penyebaran mikroorganisme

multi resisten di fasilitas pelayanan kesehatan (Menkes dalam

Depkes RI, 2009).

Menjaga kebersihan tangan dengan cara mencuci

tangan menurut Tietjen, et.al. (2004) adalah metode paling

mudah, murah dan efektif dalam pencegahan infeksi

nosokomial dengan strategi yang telah tersedia, yaitu:

1. Menaati praktek pencegahan infeksi yang diajurkan,

terutama kebersihan dan kesehatan tangan (cuci tangan)

serta pemakaian sarung tangan.

2. Memperhatikan dengan seksama proses yang telah terbukti

bermanfaat untuk dekontaminasi dan pencucian peralatan

dan benda lain yang kotor, diikuti dengan sterilisasi atau

disinfeksi tingkat tinggi.

3. Meningkatkan keamanan dalam ruang operasi dan area

beresiko tinggi lainnya di mana kecelakaan perlukaan

yang sangat serius dan paparan pada agen penyebab

infeksi sering terjadi.

Kewaspadaan universal perawat dalam mencegah

infeksi nosocomial menurut Panitia Pengendalian Infeksi

Nosokomial Rumah Sakit Elisabeth Medan (2008) dapat

dilakukan dengan cara antara lain mencuci tangan dengan

Universitas Sumatera Utara


sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah melakukan

tindakan perawatan, menggunakan alat pelindung yang

sesuai untuk setiap tindakan seperti misalnya: sarung tangan,

gaun pelindung, celemek, masker, kacamata pelindung oleh

setiap kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh lain,

pengelolaan dan pembuangan alat-alat tajam dengan hati-

hati, pengelolaan limbah yang tercemar oleh darah atau

cairan tubuh dengan aman, pengelolaan alat kesehatan bekas

pakai dengan melakukan dekontaminasi, desinfeksi dan

sterilisasi dengan benar, dan pengelolaan linen yang tercemar

dengan benar.

1.5.6. Faktor- faktor yang mempengaruhi kepatuhan cuci

tangan perawat

Lankford, Zembover, Trick, Hacek, Noskin, & Peterson

(2003) bahwa faktor yang berpengaruh pada tindakan cuci

tangan adalah tidak tersedianya tempat cuci tangan, waktu

yang digunakan untuk cuci tangan, kondisi pasien, efek

bahan cuci tangan terhadap kulit dan kurangnya pengetahuan

terhada standar. Sementara itu Tohamik (2003) menemukan

dalam penelitiannya bahwa kurang kesadaran perawat dan

fasilitas menyebabkan kurang patuhnya perawat untuk cuci

Universitas Sumatera Utara


tangan.Kepatuhan cuci tangan juga dipengaruhi oleh tempat

tugas.

Menurut Saefudin, et.al. (2006), tingkat kepatuhan

untuk melakukan KU (Kewaspadaan Universal), khususnya

berkaitan dengan HIV / AIDS, dipengaruhi oleh faktor

individu (jenis kelamin, jenis pekerjaan, profesi, lama kerja

dan tingkat pendidikan), faktor psikososial (sikap terhadap

HIV dan virus hepatitis B, ketegangan dalam suasana kerja,

rasa takut dan persepsi terhadap resiko), dan faktor organisasi

manajemen (adanya kesepakatan untuk membuat suasana

lingkungan kerja yang aman, adanya dukungan dari rekan

kerja dan adanya pelatihan).

Beberapa ahli sebagaimana dikemukakan oleh Smet

(1994), mengatakan bahwa kepatuhan dipengaruhi oleh

faktor internal dan factor eksternal. Faktor internal yang

mempengaruhi kepatuhan dapat berupa tidak lain merupakan

karakteristik perawat itu sendiri. Karakteristik perawat

merupakan ciri-ciri pribadi yang dimiliki seseorang yang

memiliki pekerjaan merawat klien sehat maupun sakit

(Adiwimarta, et.al. 1999 dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia).Karakteristik perawat meliputi variabel demografi

(umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa dan tingkat

pendidikan), kemampuan, persepsi dan motivasi.

Universitas Sumatera Utara


1.6. Tempat dan penyebab infeksi nasokomial khusus di

ruangan ICU dengan ketidakpatuhan dalam melakukan

cuci tangan dan menjaga kebersihan tangan

1.6.1. Traktus urinarius

Pemasangan kateter urine :

a. Sistem drainase terbuka.

b. Kateter dan selang tidak tersambung

c. Kantung drainase menyentuh permukaan yang

terkontaminasi.

d. Tehnik penampungan yang tidak tepat.

e. Obstruksi atau gangguan pada drainase urine.

f. Urine dalam kateter atau selang drainase masuk kembali

kedalam

kandung kemih (refluk).

g. Tehnik mencuci tangan yang tidak tepat.

h. Mengirigasi ulang kateter dengan larutan.

1.6.2. Luka bedah atau traumatic

a. Persiapan kulit (mencukur dan membersihkan) yang

tidak tepat, sebelum pembedahan.

b. Tehnik mencuci tangan tidak tepat.

c. Tidak membersihkan permukaan kulit dengat tepat.

d. Tidak tepat menggunakan tehnik aseptic selama ganti

balutan.

Universitas Sumatera Utara


e. Menggunakan larutan antiseptic yang sudah

terkontaminasi.

1.6.3. Traktur respiratorius

a. Peralatan terapi pernapasan yang terkontaminasi.

b. Tidak tepat menggunakan tehnik aseptic saat pengisapan

pada jalan napas.

c. Pembuangan sekresi mukosa dengan cara yang tidak

tepat.

d. Tehnik mencuci tangan yang tidak tepat.

1.6.4. Aliran darah

a. Kontaminasi cairan intravena melalui pergantian selang

atau jarum.

b. Memasukkan obat tambahan ke cairan intravena.

c. Penambahan selang penyambung atau stopcocks pada

system intravena.

d. Perawatan area tusukan yang tidak tepat.

e. Jarum atau kateter yang terkontaminasi.

f. Gagal untuk mengganti tempat akses intravena ketika

tampak pertama kali ada imflamasi.

g. Tehnik yang tidak tepat selama pemberian bermacam

produk darah.

h. Perawatan yang tidak tepat terhadap pirau peritoneal

atau hemodialisis.

i. Tehnik mencuci tangan yang tidak tepat.

Universitas Sumatera Utara


1.7. Tahapan infeksi nasokomial

1. Tahap pertama, mikroba pathogen bergerak menuju ke

pejamu/penderita dengan mekanisme penyebaran (mode of

transmission) terdiri dari penularan langsung dan tidak langsung

(Darmadi 2008).

a. Penularan langsung

Melalui droplet nuclei yang berasal dari petugas,

keluarga/pengunjung, dan penderita lainnya. Kemungkinan

lain berupa darah saat transfuse darah.

b. Penularan tidak langsung

i. Vehicle-borne yaitu penyebaran/penularan mikroba

pathogen melalui benda-benda mati seperti peralatan

medis atau peralatan lainnya. Tindakan invasif seperti

pemasangan kateter, vena pungsi, tindakan pembedahan,

proses, dan tindakan medis lain beresiko untuk terjadinya

infeksi nasokomia.

ii. Food borne yaitu penyebaran atau penularan

makanan/minuman yang disajikan penderita.

iii. Water borne penyebaran atau penularan pathogen

melalui air, namum kemungkinan kecil air rumah sakit

sudah ter uji baku.

Universitas Sumatera Utara


iv. Air borne yaitu penyebaran atau penularan pathogen

melalui udara, ini disebabkan karena ruang dan bangsa

yang tertutup secara teknis kurang baik ventilasi, dan

pencahayaannya.

2. Tahap kedua, upaya dari mikroba pathogen untuk menginvasi ke

jaringan/organ pejamu (pasien) dengan cara mencari akses

masuk seperti adanya kerusakan, lesi/kulit atau mukosa dari

rongga hidung, mulut, orifisium uretra, dan sebagainya.

a. Hal ini dapat terjadi sewaktu melakukan insisi bedah atau

jarum suntik. Mikroba pathogen yang dimaksud antara lain

virus hepatitis B.

b. Mikroba masuk melalui kerusakan/lesi mukosa saluran

urogenital karena tindakan invasive seperti tindakan

kateterisasi, sistoskopi, pemeriksaan dan tindakan ginekologi,

pertolongan persalin pervaginam patologis, baik dengan

bantuan alat instrument medis maupun tanpa bantuan

instrumen medis.

c. Dengan cara inhalasi, mikroba pathogen masuk melalui

rongga hidung menuju saluran napas.lansung terjadi melalui

percikan ludah apabila terdapat individu yang mengalami

infeksi saluran napas melakukan ekshalasi paksa seperti

batuk atau bersin. Dari penularan tidak langsung juga dapat

terjadi apabila udara dalam ruangan terkontaminasi. Lama

Universitas Sumatera Utara


kontak terpapar antara sumber penularan dan penderita akan

meningkatkan risiko penularan.

1.8. Dampak Infeksi Nasokomial akibat kekurangan perawat

dalam melakukan tindakan proses keperawatan dengan

kebersihan tangan

Infeksi nasokomial dapat mengakibatkan beberapa dampak

antara lain:

a. Menyebabkan cacat fungsional, serta stress emosional, dan

dapat menyebabkan cacat yang permanen serta kematian.

b. Dampak tertinggi pada Negara berkembang dengan

prevalensi HIV/AID yang tinggi.

c. Meningkatkan biaya kesehatan di berbagai Negara yang tidak

mampu dengan meningkatkan lama perawatan di rumah sakit,

pengobatan dengan obat obat mahal, dan penggunaan

pelayanan lainnya.

d. Morbilitas dan mortalitas semakin tinggi.

e. Adanya tuntutan secara hukum.

f. Penurunan citra rumah sakit

1.9. Pengelolaan infeksi nasokomial

Terjadi infeksi nasokomial dipengaruhi oleh:

a. Banyaknya pasien yang dirawat dapat menjadi sumber infeksi

bagi lingkungan, dan pasien lainnya .

b. Kontak langsung antara pasien yang menjadi sumber infeksi

dengan pasien lainnya

Universitas Sumatera Utara


c. Kontak langsung antara petugas rumah sakit yang tercemar

kuman dengan pasien

d. Penggunaan alat/peralatan medis yang tercemar oleh kuman

e. Kondisi pasien yang lemah akibat yang dideritanya

Seperti yang diketahui, penderita yang terindikasi harus

menjadi proses asuhan keperawatan, yaitu penderita harus

menjalani proses asuhan keperawatan seperti observasi, tindakan

medis akut, atau pengobatan yang berkesinambungan. daya tahan

tubuh yang lemah sangat rentan terkena infeksi. Masuknya

mikroba ke penderita tentunya berasala dari sekitar penderita,

dimana penderita menjalani proses asuhan keparawatan, seperti

penderita lain yang juga dalam proses keprawatan, petugas

pelaksana seperti dokter, dan terkusus perawat, peralatan medis,

tempat ruangan dimaan penderita dirawat, tempat dan kamar

penderita menjalani tindakan medis akut seperti kamar operasi,

kamar persalinan, makanan dan minuman yang disajikan rumah

sakit,serta lingkungan rumah sakit. Untuk dapat mengendalikannya

diperlukan adanya mekanisme kerja atau system yang bersifat

lintas sektoral dan diperlukan kerja sama sesama tim kesehatan

khusus nya bagi perawat untuk menerapkan kepatuhan penerapan

infeksi nasokomial

1.10. Pengendalian dan pencegahan infeksi nasokomial

Universitas Sumatera Utara


Dalam mengendalikan infeksi nasokomial di rumah sakit, ada

tiga hal yang perlu dalam program penerapan infeksi

nasokomial.

a. Adanya system surveilan yang mantap.

b. Surveilan suatu penyakit adalah tindakan pengamatan yang

sistemik dan dilakukan terus-menerus terhadap penyakit

tersebut yang terjadi pada suatu populasi tertentu dengan

tujuan untuk dapat melakukan penerapan infeksi nasokomial,

dan menurunkan risiko terjadinya infeksi

nasokomial.keberhasilan seorang perawat dalam penerapan

infeksi nasokomial bukan karena cangihnya peralatan rumah

sakit, tetapi ditentukan oleh kesempurnaan perilaku petugas

dalam melaksanakan perawatan penderita secara benar.dalam

pelaksanaan surveilan ini perawat sebagai petugas lapangan

di garis paling depan mempunyai peran yang sangat

menentukan.

c. Adanya peraturan yang jelas, dan tegas serta dapat

dilaksanakan dengan tujuan untuk mengurangi terjadinya

resiko infeksi nasokomial. peraturan ini merupakan

merupakan standar yang harus dilaksanakan petugas setelah

dimengerti semua petugas. Disini lah peran perawat sangat

besar dalam penerapan infeksi nasokomial. Adanya program

pendidikan yang terus-menerus bagi semua petugas rumah

Universitas Sumatera Utara


sakit dengan tujuan mengembalikan sikap mental yang benar

dalam merawat penderita.

Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi

dengan hygiene dari tangan.Tetapi pada kenyataan, hal ini

sangat sulit untuk dilakukan dengan benar. Hal ini karena

banyaknya alasan seperti kurangnya peralatan, alergenik

pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan tentang pentingnya

hal ini, selain itu penggunaan sarung tangan sangat

dianjurkan apabila melakukan tindakan atau pemeriksaan

pada pasien yang menderita penyakit-penyakit infeksi. Hal

ini diingatkan kepada perawat memakai sarung tangan saat

menyentuh darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin,

membrane mukosa, dan bahan yang kita aggap telah

terkontaminasi, dan segera mencuci tangan setelah melepas

sarung tangan, untuk mencegah penyebaran melalui jarum

suntik maka diperlukan : (1) pengurangan penyuntikan yang

kurang diperlukan, (2) pergunakan jarum steril (3)

penggunaan alat suntik yang disposable. (Numed, 2012)

1.11. Kegiatan di ruangan ICU dengan kepatuhan mencuci tangan

Selain darah secara kontak langsung tertusuknya bagian dari

tubuh oleh benda tajam, merupakan kecelakaan yang harus

dicegah.Oleh karena itu instumen yang tajam jangan diberikan

secara langsung ke operator atau dari operator oleh asisten atau

instrumentator.Untuk memudahkan hal ini menggunakan nampan

Universitas Sumatera Utara


untuk menyerahkan instrument tajam tersebut ataupun

mengembalikannya. Operator bertanggung jawab untuk

menempatkan benda tajam secara aman dalam pemasangan infus,

intubasi.

1.12. Tindakan invasif

Tindakan invasif sederhana adalah suatu tindakan

memasukkan alat kesehatan ke dalam tubuh, dan menyebar ke

jaringan.Contoh : suntikan, pemasangan kateter, dan lain-lain.

Tindakan invasif di ruangan ICU dalam perawatan luka,

perawat tidak memperhatikan hygiene perorangan, tidak mencuci

tangan, bekerja tanpa memperhatikan tehnik aseptic, dan

antiseptic, tidak memahami cara penularan/penyebaran kuman

pathogen Menderita penyakit menular/infeksi/karier. Tidak

mematuhi tata tertib tentang peraturan yang dibuat oleh manager

Rumah Sakit tentang protap dalam perawatan di ruangan ICU,

bekerja ceroboh, dan masa bodoh terhadap lingkungan. Petugas

khusus tidak memperhatikan kebersihan perorangan, mempunyai

penyakit infeksi/menular/karier,t idak memperhatikan tehnik

aseptic/antiseptic, ceroboh dalam bekerja, kuku panjang, mencuci

tangan dengan cara yang tidak benar.

1.13. Tindakan prosedur keperawatan di ruangan ICU

Menurut Nursalam ( 2007) misi manajemen keperawatan

adalah menyediakan asuhan keperawatan yang efektif dan efisien

dalam membantu kesehatan pasien yang optimal setelah pulang

Universitas Sumatera Utara


dari rumah sakit, membantu mengembangkan dan mendorong

suasana yang kondusif bagi pasien dan staf keperawatan

mengajarkan, mengarahkan dan membantu dalam kegiatan

professional keperawatan, turut serta dan bekerja sama dengan

semua anggota tim kesehatan yang ada di rumah sakit dan tempat

kerja.

Tindakan invasif adalah suatu tindakan medis dengan

menggunakan alat kesehatan tanpa memasukkan ke dalam tubuh

pasien yang memungkinkan mikroorganisme masuk ke dalam

jaringan contoh: prosedur tindakan keperawatan di ruangan ICU

seperti memasang infus, mengganti balutan infus, memasang

kateter, memasang NGT, pemberian jalan napas dengan suction,

perawatan luka decubitus, mencuci tangan di ruangan sebelum

dan sesudah melakukan tindakan keperawatan. Sumber infeksi

pada tindakan keperawatan baik dari perawat maupun dari pasien

tersebut.Pasien yang menderita penyakit infeksi/menular/karier

dapat menularkan penyakit yang diderita kepada pasien lain.

Akibat kurangnya personal hagiene tangan petugas saat

melakukan asuhan keperawatan.Dan menularkan secara tidak

langsung bagi klien lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai