Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sulawesi dan daerah sekitarnya terletak pada pertemuan tiga lempeng yang saling

bertabrakan; Lempeng Benua Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat

dan Lempeng Australia-Hindia yang bergerak ke utara, sehingga kondisi tektoniknya sangat

kompleks, dimana kumpulan batuan dari busur kepulauan, batuan bancuh, ofiolit, dan

bongkah dari mikrokontinen terbawa bersama proses penunjaman, tubrukan, serta proses

tektonik lainnya. Adapun struktur geologi yang berkembang didominasi sesar-sesar mendatar,

dimana mekanisme pembentukan struktur geologi Sulawesi bisa dijelaskan dengan model

simple shear.

Pulau Sulawesi adalah pulau di negara Indonesia yang mempunyai batuan penyusun paling

kompleks diantara batuan penyususun pulau-pulau yang lain. Dari beberapa provinsi di wilayah

Sulawesi itu sendiri , salah satu daerah yang memiliki struktur geologi yang kompleks adalah

Sulawesi tenggara. Daerah Sulawesi tenggara merupakan bagian dari kepingan benua

kepulauan. Meski demikian ada beberapa daerah yang temasuk dalam Sulawesi tenggara yang

struktur geologinya masih berkaitan erat dengan proses-proses geologi yang ada di mandala

timur yang terkenal dengan kompleks ofiolitnya.

Telah banyak para ilmuan baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri yang memiliki rasa

ingin tahu yang besar tentang batuan penyusun daerah Sulawesi Tenggara. Hal ini tidak terlepas

dari pengetahuan awal dari asumsi bahwa daerah-daerah yang dilalui atau dekat dengan jalur

ring of fire pasti memiliki batuan penyusun serta kandungan mineral ekonomis yang beragam.

Olehnya itu, mahasiswa kebumian yang baru harus pula mengikuti jejak para peneliti terdahulu

1
salah satunya dengan meneliti langsung batuan penyusun daerah Sulawesi Tenggara.

Dilakukannya praktikum lapangan supaya mahasiswa kebumian dapat mengamati sendiri

singkapan batuan, dan dapat menegetahui mineral apa saja yang terkandung dalam batuan

sehingga dapat menjelaskan genesa dan karakteristik batuan dengan benar berdasarkan

pengematan yang dilakukan dilapangan.

1.2 Maksud dan Tujuan


1.2.1. Maksud

Maksud dari praktikum lapangan Geomorfologi adalah untuk mengetahui kondisi

Morfologi Daerah Amarilis Kota Kendari Provinsi Sulawesi tenggara

1.2.2. Tujuan

tujuan dari praktikum lapangan Geomorfologi adalah sebagai berikut :

- Untuk mengetahui pola aliran dan tipe genetik sungai daerah Amarilis

- Untuk mengetahui jenis morfologi daerah Amarilis

1.3 Letak, Waktu dan Kesampaian daerah


Praktikum lapangan Geomorfologi dilaksanakan pada hari sabtu tanggal 17Desember

2016. Perjalanan ke lapangan di Daerah Amarilis Kota Kendari, dimulai dari pelataran Kampus

Lama, Universitas Halu Oleo. Yang berada di Kamaraya. Start pada pukul 07.00 WITA berjalan

kaki sampai pada stasiun pertama membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Kemudian untuk

mencapai stasiun kedua membutuhkan waktu 30 menit. Kemudian stasiun ketiga waktu yang di

tempuh 30 menit, kemudian berjalan lagi menuju stasiun keempat selama 3 jam dan sebagai

tempat istirahat, kemudian pukul 13:00 WITA di lanjutkan lagi perjalanan menuju stasiun kelima

(terakhir) dengan waktu tempuh 30 menit.Pada stasiun kelima (terakhir) melakukan

pengamatan mengenai penampang geomorfologi 15 menit. Setelah itu, dilakukan perjalanan

pulang ketempat masing-masing.


1.4. Alat dan bahan
1.4.1 Tabel alat dan bahan

2
Adapun alat dan bahan yang di gunakan pada praktikum lapangan di daerah

Amarilis adalah sebagai berikut:

1. Kompas Sebagai alat penunjuk arah, penentuan aliran suungai,

dan mengukur slop


2. Pensil warna Sebagai alat untuk mewarnai penampang geomorfologi
3. GPS Sebagai alat untuk menentukan titik koordinat
4. Pensil Sebagai alat untuk menulis data geomorfologi
5. Kantong Sampel Wadah untuk menyimpan barang
6. Buku Lapangan Untuk menulis hasil data geomorfologi
7. Klip Board Sebagai penyangga
8 Tali Sebagai Alat bantu
9 Rol mteter Sebagai alat untuk mengukur tingkat pelapukan atau

erosi

1.5 Peneliti Terdaluhu

Adapun nama-nama peneliti terdahulu adalah sebagai berikut :

1. Rusman, E Sukido, Sukarna. D. Haryono, E, Simanjuntak T.O 1993. Keterangan Peta

Geologi lembar Lasusua-Kendari, Sulawesi Tenggara, skala 1 : 250.000


2. Surono dan Bachri S., 2001 Stratigraphy, Sedimentation, and Paleogeographic

Significance of the Triassic Meluhu pormation, southeast arm of Sulawesi, eastern

Indonesia Geological research and development center.


3. Sukamto, R. 1975. Struktural of Sulawesi in the light of Plate Tektonik. Dept. of Mineral

and Energi.
4. Surono, 2013. Geologi lengan Tenggara Sulawesi. Badan geologi. Kementrian energi dan

sumber daya mineral.


1.6. Manfaaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah agar mahasiswa dapat menambah wawasan dalam

menentukan pola aliran sungai dan tipe genetik sungai di daerah Amarilis.

3
BAB II

GEOLOGI REGIONAL

2.1 Geomorfologi Regional

Pulau Sulawesi yang luasnya sekitar 172.000 km2 (van Bemmelen, 1949), dikelilingi laut

yang cukup dalam. Sebagian daratannya dibentuk oleh pegunungan yang ketinggiannya

mencapai 3.440 m (Gunung Latimojong). Pulau Sulawesi berbentuk huruf K, dengan empat

lengan : Lengan Timur memanjang Timur Laut Barat Daya, Lengan Utara memanjang barat

timur dengan ujung baratnya membelok kearah Utara Selatan, Lengan tenggara memanjang

barat laut tenggara, dan lengan Selatan membujur utara selatan. Keempat lengan tersebut

4
bertemu ditengah Sulawesi.

Pulau sulawesi dan daerah sekitarnya merupakan pertemuan tiga lempeng yang aktif

bertabrakan. Akibat tektonik aktif ini, pulau sulawesi dan sekitarnya dipotong sesar regional yang

masih aktif sampai sekarang. Kenampakan morfologi di kawasan ini merupakan cerminan sistem

sesar regional yang memotong pulau ini serta batuan penyusunnya. Bagian tengah sulawesi,

Lengan Tenggara, dan Lengan Selatan dipotong oleh sesar regional yang umumnya berarah

timur laut barat daya. Sesar aktif sekarang ini umumnya merupakan sesar geser mengiri.

Van Bemmelen (1949) membagi lengan tenggara Sulawesi menjadi tiga bagian: Ujung Utara,

bagian tengah, dan ujung selatan. Ujung utara Lengan Tenggara Sulawesi dicirikan dengan

munculnya Kompleks danau Malili yang terdiri atas Danau Matano, danau Towuti dan tiga danau

kecil disekitarnya (Danau Mahalona, danau lantoa, dan Danau Masapi). Morfologi bagian tengah

Lengan Tenggara Sulawesi didominasi pegunungan yang umumnya memanjang hampir sejajar

berarah barat laut tenggara. Pegunungan tersebut diantaranya Pegunungan Mengkoka,

Pegunungan Tangkelamboke dan Pegunungan Matarombeo. Ujung Selatan Lengan Tenggara

Sulawesi didominasi morfologi dataran dan perbukitan. Pada beberapa bagian muncul

pegunungan, seperti pegunungan Rumbia dan Mendoke.

Satuan morfologi perbukitan tinggi menempati bagian selatan Lengan tenggara, terutama di

Selatan Kendari. Satuan ini terdiri atas bukit-bukit yang mencapai ketinggian 500 m dpl dengan

morfologi kasar. Batuan penyusun morfologi ini berupa batuan sedimen klastika mesozoikum dan

Tersier. Satuan morfologi perbukitan rendah melampar luas di Utara Kendari dan ujung Selatan

Lengan Tenggara. Satuan ini terdiri atas bukit kecil dan rendah dengan morfologi yang

bergelombang. Batuan penyusun satuan ini terutama batuan sedimen klastika Mesozoikum dan

Tersier.

Satuan morfologi dataran rendah dijumpai di bagian tengah ujung selatan Lengan

5
Tenggara. Tepi selatan Dataran Wawotobi dan Dataran Sampara berbatasan langsung dengan

satuan morfologi pegunungan. Penyebaran satuan dataran rendah ini tampak sangat dipengaruhi

sesar geser mengiri (Sesar Kolaka dan system Sesar Konaweha). Kedua system sesar ini diduga

masi aktif, yang ditunjukkan dengan adanya torehan pada endapan alluvial dalam kedua dataran

tersebut (Surono dkk., 1997), sehingga sangat mungkin kedua dataran tersebut terus mengalami

penurunan. Penurunan ini terntu berdampak buruk pada dataran tersebut, diantaranya

pemukiman dan pertanian dikedua dataran itu akan diterjang banjir yang semakin parah setiap

tahunnya.

2.2 Stratigrafi Regional

Penyelidikan geologi pertama di Lengan Tenggara Sulawesi dilakukan oleh Koolhoven

pada tahun 1923, dalam rangka pencarian bijih nikel sepanjang sungai Lasolo. Kemudian Bothe

(1927) yang melakukan beberapa lintasan geologi dan melakukan pengambilan contoh batuan.

Contoh batuan malihannya kemudian dianalisis de Rover (1956). Penelitian lebih rinci dilakukan

oleh Bothe dan Hetzel (1936), yang meneliti geologi di daerah Poleang dan Rumbia (sekarang

termasuk Kabupaten Bombana) serta sekitar Kolaka.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi telah selesai memetakan geologi Lengan Tenggara

dengan skala 1 : 1.000.000 dan 1 : 250.000, dan penulis terlibat langsung dalam proyek

pemetaan geologi itu. Peta geologi yang meliputi Lengan Tenggara dan Lengan Timur berskala

1 : 1.000.000 Lembar Ujungpandang disusun oleh Sukamto (1975). Sedangkan peta geologi

berskala 1 : 250.000 dengan para penyusunnya yang meliputi lengan Tenggara adalah :

1. Lembar Kolaka (Simandjuntak dkk.,1993)

2. Lembar Kendari dan Lasusua (Rusmana dkk, 1993)

3. Lembar Malili (Simandjuntak dkk,1993)

4. Lembar Bungku (Simandjuntak dkk,1993)

6
Kepingan benua di Lengan Tenggara Sulawesi dinamai Mintakat Benua Sulawesi Tenggara

(Southeast Sulawesi Continental Terrane) dan Mintakat Matarombeo oleh Surono (1994). Kedua

lempeng dari jenis yang berbeda ini bertabrakan dan kemudian ditindih oleh endapan Molasa

Sulawesi.

Kota Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara, secara geografis

terletak dibagian selatan garis katulistiwa berada diantara 3o5430 - 4o311 Lintang Selatan dan

terbentang dari barat ke timur diantara 120o236 Bujur Timur.

Berdasarkan stratigrafi dan perkembangan tektoniknya, Sulawesi dapat dibagi menjadi

empat mendala geologi: Lajur Gunung Api Sulawesi Barat, Lajur Malihan Sulawesi Tengah, Lajur

Ofiolit Sulawesi Timur dan Kepingan Benua Renik. Ke empat mendala tersebut terbentuk dan

berkembang secara terpisah. Lajur Gunung Api Sulawesi Barat membentang mulai Lengan

Selatan sampai ke Lengan Utara Sulawesi. Tektonostratigrafi lajur ini dapat dibagi menjadi

empat: prapemekaran, selama pemekaran, setelah pemekaran, dan selama orogenesa. Lajur

Malihan Sulawesi Tengah diduga terbentuk karena subduksi pada Kapur. Lajur Ofiolit Sulawesi

Timur merupakan hasil pemekaran Samodra Pasifik pada Kapur Eosen. Sedangkan kepingan

benua yang tersebar di bagian timur Sulawesi merupakan pecahan tepi utara Australia. Setelah

keempat mendala geologi tersebut bertemu, terjadilah perenggangan yang membentuk cekungan

dimana diendapkan Molasa Sulawesi, pada Miosen Awal Miosen Tengah. Kompresi akibat

bergeraknya kepingan benua di bagian timur Sulawesi yang berlangsung terus sampai saat ini,

menyebabkan sesar aktif dan pengangkatan beberapa bagian Pulau Sulawesi dan daerah

sekitarnya. Pembahasan dalam makalah ini dibatasi pada tektonostratigrafi bagian timur

Sulawesi yang terdiri atas kepingan ofiolit dan benua. Keduanya ditutupi Molasa Sulawesi.

Secara administratif batas-batas wilayah Kota Kendari adalah sebagai berikut:

Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Soropia.

7
Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Moramo.

Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Ranomeeto dan Kecamatan Sampara.

Sebelah timur berbatasan dengan Laut Kendari.

Wilayah Kota Kendari yang terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi. Wilayah

daratnya sebagian besar terdapat didaratan Pulau Sulawesi mengelilingi Teluk Kendari dan

terdapat satu pulau yaitu Pulau Bungkutoko. Luas wilayah daratan Kota Kendari 267,98 km2 atau

0,70 % dari luas daratan Propinsi Sulawesi Tenggara.

Luas wilayah menurut kecamatan sangat beragam, Kecamatan Poasia merupakan wilayah

kecamatan yang paling luas yaitu 131.76 km2 (44,53 %), menyusul Kecamatan Mandonga 65, 35

km2 (22,09 %), Kecamatan Baruga 63,28 km2 (21,39 %) dan Kecamatan Kendari 33,50 km2

(12,00 %). Kota Kendari dengan keadaan topografinya mulai dengan gunung rendah sekitar 49

%, tanah bukit 25 % dan dataran rendah 26 %, serta berdasarkan gelogisnya 67 % sedimen,

metamorfosis 20 % dan batuan beku 13 %, dengan jenis tanahnya adalah didominasi podzolik

59,24 % dan alluvial 40,76 %. secara Topografi wilayah Kota Kendari pada dasarnya bervariasi

antar datar dan berbukit, dimana untuk daerah datar hanya terdapat di bagian barat dan selatan

Teluk Kendari sedangkan daerah perbukitan terletak di sebelah utara Teluk Kendari yang dikenal

dengan pegunungan Nipa nipa. Ketinggian pengunungan tersebut mencapai kurang lebih 459 m

dari garis pantai, sedangkan kearah selatan tingkat kemiringan antara 5 % sampai 30 %.

Selanjutnya pada bagian barat yaitu di kecamatan Mandonga dan pada bagian Selatan Kota

yaitu di kecamatan Poasia memiliki karakteristik wilayah yang berbukit bergelombang rendah

dengan kemiringan kearah teluk Kendari. Peta geologi Kota Kendari terkelompok dalam dua

lembar peta. Bagian Utara berada pada Peta Geologi Lembar Lasusua-Kendari, Sulawesi

(Rusmana dkk., 1993) dan bagian Selatan berada pada Peta Geologi Lembar Kolaka, Sulawesi

(Simandjuntak dkk,1994). Berdasarkan kedua lembar peta geologi tersebut, maka stratigrafi Kota

8
Kendari dapat dibagi dalam lima formasi batuan berikut :

Aluvium (Qa)

Satuan Aluvium tersusun oleh jenis batuan kerikil, kerakal, pasir lempung dan lumpur.

Satuan ini berasal dari endapan sungai, rawa dan pantai sebagai endapan permukaan.

Sebarannya terdapat di daerah dataran sekitar muara sungai besar dan pantai. Umur satuan

aluvium ini diperkirakan Holosen.

Formasi Alangga (Qpa)

Jenis batuan penyusun formasi Alangga adalah batu pasir dan konglomerat. Tidak

didapat fosil dalam satuan ini. Berdasarkan kesamaan litologi dengan formasi yang sama pada

Peta Geologi Lembar Kolaka, umur formasi ini diduga Plistosen Akhir. Lingkungan

pengendapannya adalah darat sampai payau, dengan ketebalan diperkirakan mencapai puluhan

meter yang menindih secara tak selaras batuan yang lebih tua.

Formasi Meluhu (Trjm)

Formasi ini terdiri dari berbagai jenis batuan seperti batu pasir, kuarsit, serpih hitam,

serpih merah, filit, batu sabak, batu gamping, dan batu lanau. Formasi ini berdasarkan fosil

Halobia sp. dan Daonella sp. yang dikandungnya diduga berumur Trias Tengah hingga Trias

Akhir, dan terbentuk dalam lingkungan laut dangkal hingga laguna. Tebal seluruhnya diperkirakan

mencapai 1000 m bahkan lebih. Satuan ini menindih secara tak selaras Batuan Malihan

Mekongga dan Batuan Malihan Tamosi. Hubungannya dengan batuan ofiolit berupa sesar.

Terumbu Koral Kuarter (Ql)

Jenis batuan penyusun satuan ini adalah batu gamping terumbu. Fosil yang dijumpai

dalam satuan ini adalah koral, ganggang, dan cangkang moluska, yang semuanya sulit

ditentukan umurnya. Berdasarkan pada kesamaan litologi dengan formasi yang sama pada Peta

Geologi Lembar Kolaka, formasi ini berumur Plistosen hingga Holosen. Lingkungan

9
pengendapannya adalah laut dangkal, tebalnya diperkirakan dari beberapa meter sampai

puluhan meter. Sebarannya terutama terdapat didaerah pantai.

Formasi Langkolawa (Tml)

Formasi ini terdiri dari batu pasir, serpih, dan konglomerat. Fosil tidak dijumpai dalam

Formasi Langkolawa. Formasi ini tertindih secara tak selaras oleh Formasi Boepinang yang

berumur Miosen Akhir-Pliosen. Satuan ini paling tidak berumur awal Miosen Akhir atau akhir

Miosen Tengah. Lingkungan pengendapannya diduga pada laut dangkal hingga darat. Tebal

formasi mencapai 450 meter. Khusus untuk geologi daerah penelitian (Kota Kendari), terdapat

dua jenis formasi batuan yang menyusun wilayah ini yakni Formasi Meluhu (Trjm) dan Aluvium

(Qa).

2.3 Struktur Geologi Regional

Hasil pengukuran gaya berat di daerah Kendari, Sulawesi Tenggara, yang

sebagian besar daerahnya ditutupi oleh batuan ofiolit, menunjukan perkembangan tektonik dan

geologi daerah ini mempunyai banyak persamaan dengan daerah Lengan Timur Sulawesi

dengan ditemukannya endapan hidrokarbon didaerah Batui. Struktur lipatan hasil analisis data

gaya berat daerah ini menunjukkan potensi sumber daya geologi yang sangat besar, berupa:

panas bumi dan endapan hidrokarbon.

Panas bumi berada di sekitar daerah Tinobu, Kecamatan Lasolo, sepanjang sesar Lasolo.

Cebakan hidrokarbon di sekitar pantai dan lepas pantai timur daerah ini, seperti: daerah

Kepulauan Limbele, Teluk Matapare (Kepulauan Nuha Labengke) Wawalinda Telewata Singgere

pantai Labengke), Wawalinda, Telewata, Singgere, utara Kendari, dan lain sebagainya.

Sulawesi merupakan pulau yang khas dan terletak di tengah-tengah kawasan Wallacea.

Kawasan ini merupakan wilayah yang terletak di antara dua benua yaitu Asia dan Australia.

Karena posisinya di tengah, maka kawasan ini memiliki tingkat endemisitas yang tinggi dalam hal

10
flora dan fauna, serta memiliki perbedaan yang sangat jelas dengan Kalimanta n yang hanya

dipisahkan oleh Selat Makassar yang tidak terlalu luas.

Hal ini pertama kali dilaporkan oleh Alfred Wallace yang melakukan perjalanan keliling Indonesia

pada tahun 1856 sampai 1862. Agar kita dapat lebih memahami keberadaan dan keistimewaan

pulau Sulawesi maka disusunlah suatu essai yang akan menjelaskan bagaimana sejarah geologi

terbentuknya pulau Sulawesi.

Alfred Russel Wallace adalah seorang berkebangsaan Inggris yang melakukan

perjalanan mengelilingi Indonesia dimulai dari Borneo sampai Irian termasuk Sulawesi. Wallace

mengemukakan pandangannya bahwa kepulauan Indonesia dihuni oleh dua fauna yang

berbeda, satu di bagian timur dan yang lainnya di bagian barat. Wilayah ini ditentukan atas dasar

agihan jenis-jenis burung dengan menempatkan batasnya antara Lombok dan Bali antara

Kalimantan dan Sulawesi. Kalimantan dan Sulawesi memiliki burung yang berbeda, padahal tidak

terpisahkan oleh perintang fisik atau iklim yang berarti. Wallace berpendapat bahwa Kalimantan,

Jawa dan Sumatra pernah merupakan bagian Asia dan bahwa Timor, Maluku, Irian dan

barangkali Sulawesi merupakan bagian benua Pasifik Australia. Fauna Sulawesi tampak

demikian khas, sehingga diduga Sulawesi itu pernah bersambung baik dengan benua Asia

maupun benua Pasifik Australia. Di Sulawesi Wallace melakukan perjalanannya yang dimulai dari

Ujung Pandang (Makassar) pada bulan September Desember 1856, kemudian pada bulan Juni

September 1859 berada di Manado dan bagian Minahasa serta pulau pulau kecil di sekitarnya.

Dari hasil perjalanannya ini Wallace menyatakan bahwa pulau Sulawesi terletak di tengah-tengah

kepulauan yang sebelah utaranya berbatasan dengan Filipina, sebelah barat dengan Borneo,

sebelah timur dengan pulau Maluku dan sebelah selatan dengan kelompok Timor. Dengan

demikian posisi Sulawesi dapat lebih mudah menerima imigran dari semua sisi jika dibandingkan

dengan pulau Jawa. Pemicu terbentuknya sesar-sesar di Sulawesi adalah gabungan

11
antara mikrokontinen Benua Australia dan mikro kontinen Sunda yang terjadi sejak Miosen. Per

gerakan dari pecahan lempeng Benua Australia tersebut relatif ke arah barat. Adanya sesar

utama seperti Sesar Palu-Koro dan Sesar Walanae juga memberikan peranan dalam

pembentukan sesar-sesar kecil di sekitarnya. Data dan hasil analisis struktur geologi,

seperti pola kelurusan dan arah pergerakan relatifsesar, mengindikasikan bahwa deformasi

di daerah Sulawesi dipengaruhi oleh aktivitas Sesar Mendatar Palu-Koro dan terusan

Sesar Mendatar Walanae, dimana mekanisme pembentukan struktur geologi Sulawesi bisa

dijelaskan dengan model simple shear.

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Morfografi

Morfografi adalah aspek geomorfologi dskriptif pada suatu area daratan, perbukitan,

pegunungan dan plateau. Pencarian karakteristik morfometri ini sangat berkaitan erat dengan

orde-orde sungai, panjang sungai, keliling sungai dan luas sungai. Berdasarkan orde-orde sungai

kita data mengetahui nilai indeks percabangan dari data panjang segmen sungai dan luas

sungai, kita dapat mengetahui kerapatan aliran. Morfografi dapat pula di definisikan sebagai

suatu bentuk lahan yang dinyatakan dalam kuantitatif.

3.2 Morfometri

12
Morfometri merupakan penilaian kuantitaif terhadap bentuk lahan, sebagai aspek

pendukung morfografi dan morfogenetik sehingga klasifikasi semakin tegas dengan angka-angka

yang jelas.

Tabel pembagian kemiringan lereng berdasarkan klasifikasi USSSM dan USLE

Kemiringan Kemiringan Klasifikasi Klasifikasi

lereng ( ) lereng ( % ) Keterangan USSSM USLE

( %) (%)

<1 02 Datar- hampir datar 02 12

13 37 Sangat landai 26 27

36 8 13 Landai 6 13 7 12

69 14 - 20 Agak curam 13 25 12 18

9 25 21 55 Curam 25 55 18 24

25 26 56 140 Sangat curam >55 > 24

>65 > 140 Terjal

Terlihat di atas pembagian kemiringan lereng dan bentuk lahan secara kuantitatif melalui

perhitungan dikelompokkan berdasarkan jumlah persen dan besar sudut lereng. Untuk

mengetahui jumlah tersebut melalui perhitungan dari perbandingan perbedaan ketinggian dengan

jarak datar yang

S terbentuk. Perhitungan ini dapat dilihat pada rumus dibawah ini :

Rumus kemiringan lereng dari peta topografi dan foto udara :

=(Ih/D)X100%

Keterangan ;

13
S = Kemiringan lereng (%)

Ih = perbedaan ketinggian (m)

D = jarak titik tertinggi dengan titik terendah (m)

3.3 morfogenesa

Morfogenetik adalah asal-usul bentuk lahan dan proses terjadinya bentuk lahan.

Termasuk tenaga eksogen dan tenaga endongen, yaitu meliputi endapan, erosi, jenis batuan,

lipatan patahan, aktivitas vulkanik, dll. Bentuk lahan adalah suatu kenampakan medan yang

terbentuk oleh proses alami yang memiliki komposisi tertentu dan karakteristik fisikal dan visual

dengan julat tertentu yang terjadi dimanapun bentuklahan tersebut terdapat. Bentuk lahan

struktural yaitu bentuk lahan yang terjadi akibat pengaruh geologis yang sangat kuat, struktur,

lapisan, lipatan dan patahan. Bentuk lahan ini terbentuk oleh adanya tenaga endogen sebagai

akibat proses tektonik (orogenesis dan epirogenesis), yang menghasilkan struktur, lipatan, dan

patahan, dengan berbagai perkembangannya. Perkembangan struktur lipatan dan patahan

tersebut, akan menghasilkan bentuk lahan structural.

Pola pengaliran. Variasinya biasanya dikontrol oleh variasi struktur geologi dan litologi

pada daerah tersebut. kelurusan-kelurusan (lineament) dari punggungan (ridge), puncak bukit,

lembah, lereng dan lain-lain. Bentuk bentuk bukit, lembah dll.

Perubahan aliran sungai, misalnya secara tiba-tiba, kemungkinan dikontrol oleh struktur

kekar, sesar atau lipatan. Macam-macam Bentang Alam Struktural adalah : Bentang Alam

dengan Struktur Mendatar (Lapisan Horizontal) Dataran rendah, adalah dataran yang memiliki

elevasi antara 0- 500 kaki dari muka air laut. Dataran tinggi (plateau), adalah dataran yang

menempati elevasi lebih dari 500 kaki di atas muka air laut, berlereng sangat landai atau datar

berkedudukan lebih tinggi daripada bentanglahan di sekitarnya Bentang Alam dengan Struktur

14
Miring Cuesta, kemiringan antara kedua sisi lerengnya tidak simetri dengan sudut lereng yang

searah perlapisan batuan kurang dari 30o (Tjia, 1987). Hogback : sudut antara kedua sisinya

relatif sama, dengan sudut lereng yang searah perlapisan batuan lebih dari 30o (Tjia, 1987).

Hogback memiliki kelerengan scarp slope dan dip slope yang hampir sama sehingga terlihat

simetri.

Bentang Alam Dengan Struktur Lipatan Lipatan terjadi karena adanya lapisan kulit bumi

yang mengalami gaya kompresi (gaya tekan). Pada suatu lipatan yang sederhana, bagian

punggungan disebut dengan antiklin, sedangkan bagian lembah disebut dengan sinklin. Struktur

antiklin dan sinklin menunjak. Struktur ini merupakan kelanjutan atau perkembangan dari

pegunungan lipatan satu arah (cuesta dan hogback) dan dua arah (sinklin dan antiklin). Bila tiga

fore slope saling berhadapan maka disebut sebagai lembah antiklin menunjam. Sedangkan bila

tiga back slope saling berhadapan maka disebut sebagai lembah sinklin menunjam Secara

umum bentang alam yang dikontrol oleh struktur patahan sulit untuk menentukan jenis

patahannya secara langsung. Ciri umum dari kenampakan morfologi bentang alam struktural

patahan, yaitu :beda tinggi yang relatif menyolok pada daerah yang sempit. resisitensi terhadap

erosi yang sangat berbeda pada posisi/elevasi yang hampir Mempunyai sama. Adanya

kenampakan dataran atau depresi yang sempit memanjang. Dijumpai sistem gawir yang lurus

(pola kontur yang panjang lurus dan rapat). Adanya batas yang curam antara perbukitan /

pegunungan dengan dataran yang rendah. Adanya kelurusan sungai melalui zona patahan, dan

membelok dengan tiba-tiba dan menyimpang dari arah umum

15
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Stasiun 1

Data Singkapan :

Dijumpai singkapan batuan pada Koordinat

S:1223154,6/E:035128,3.

Data Geomorfologi :

Dijumpai relief landai, dengan tingkat pelapukan yang rendah sampai

tinggi. Tata guna lahan dari area sungai pada stasiun satu ini digunakan sebagai

permukiman dan stadia daerahnya termaksud dalam stadia muda.

Data Struktur :

16
Strike 105E/65S dengan arah penggambaran 289 dengan slope 27

dan memiliki kedudukan 96.

Tabel.1.1 Pencatatan Deskripsi Geomorfologi

Aspek Geomorfologi Satuan

Alluvial Perbukitan

Relief Persentase Kemiringan Lereng 1 - 2% 37%

Beda Tinggi Rata-Rata <5m 5 50 m

Bentuk Lembah U V

Bentuk Puncak

Keadaan Lereng Landai Bergelombang

Tingkat Pelapukan Rendah - Tinggi Sedang

Jenis Pelapukan Fisika/Kimia Fisika

Tipe Erosi Gully Gully

Jenis Gerakan Tanah - -

Jenis Material Soil Soil dan Batuan

Soil Jenis Residual Residual

Warna Cokelat Cokelat

Ketebalan 5m 5m

Sungai Jenis Residual Residual

Profil Lembah

Stadia Muda Muda

Pola Aliran Dendritik Subsekuen

Tipe Genetik Subsekuen Dendritik

Litologi Batupasir Batupasir

Struktur Geologi - -

Tata Guna Lahan Permukiman Permukiman

17
Stadia Daerah Muda Muda

Tabel.1.2 Penampang Geomorfologi

Deskripsi No.Stasiun : 1

Jenis Bentang Alam Denudasional

Relief Landai

Proses Geomorfologi Pelapukan

Tata Guna Lahan Permukiman

Profil Melintang

Soil -

Material Penyusun Batuan Sedimen

Situasi Hidrologi Tidak Deras

Stasiun 2

Data Singkapan :

Dijumpai singkapan pada koordinat E 035724,8/S 1223152,6.

Data Geomorfologi :

18
Dijumpai Relief landai dengan tingkat pelapukan yang rendah dan

memiliki tata guna lahan sebagai kebun. Stadia daerahnya termaksud dalam stadia

muda-dewasa.

Data Struktur :

Strike Dengan arah penggambaran 60 dengan slope 32.

Kedudukannya yaitu N 152E/43S dengan arah aliran sungai 162.

Tabel.2.1 Pencatatan Deskripsi Geomorfologi

Aspek Geomorfologi Satuan

Alluvial

Relief Persentase Kemiringan Lereng 1 - 2%

Beda Tinggi Rata-Rata <5m

Bentuk Lembah U

Bentuk Puncak

Keadaan Lereng Landai

Tingkat Pelapukan Rendah

Jenis Pelapukan Fisika

Tipe Erosi Vertikal

Jenis Gerakan Tanah -

Jenis Material Soil - Batuan

Soil Jenis Residual

19
Warna Cokelat

Ketebalan 3m

Sungai Jenis Permanen

Profil Lembah

Stadia Muda

Pola Aliran Rectangular

Tipe Genetik Subsekuen

Litologi Slate

Struktur Geologi Kekar

Tata Guna Lahan Kebun

Stadia Daerah Muda - Dewasa

Tabel.2.2 Penampang Geomorfologi

Deskripsi No.Stasiun : 2

Jenis Bentang Alam Alluvial

Relief Landai

Proses Geomorfologi Pelapukan

Tata Guna Lahan Kebun

20
Profil Melintang

Soil -

Material Penyusun Batuan Sedimen

Situasi Hidrologi Tidak Deras

Stasiun 3

Data Singkapan :

Dijumpai singkapan dengan koordinat E 035724,8/S 1203150.

Data Geomorfologi :

Dijumpai relief yang terjal dengan tingkat pelapukan yang tinggi dan tata

guna lahan yaitu hutan dengan vegetasi pepohonan. Stadia daerahnya yaitu termaksud

stadia tua.

Data Struktur :

Strike 220E/60S dengan arah penggambaran 171 dengan slope 54.

Tabel.3.1 Pencatatan Deskripsi Geomorfologi

Aspek Geomorfologi Satuan

Alluvial

Relief Persentase Kemiringan Lereng 1 - 2%

Beda Tinggi Rata-Rata

Bentuk Lembah

Bentuk Puncak

Keadaan Lereng Rendah

21
Tingkat Pelapukan Rendah

Jenis Pelapukan Fisika

Tipe Erosi Vertikal

Jenis Gerakan Tanah -

Jenis Material Soil-Batuan

Soil Jenis Residual

Warna Cokelat

Ketebalan 3m

Sungai Jenis Permanen

Profil Lembah

Stadia Muda

Pola Aliran Rectangular

Tipe Genetik Subsekuen

Litologi Slate

Struktur Geologi Kekar

Tata Guna Lahan Kebun/Hutan

Stadia Daerah Mudan-Dewasa

Tabel.3.2 Penampang Geomorfologi

Deskripsi No.Stasiun : 3

Jenis Bentang Alam Alluvial

Relief Landai

Proses Geomorfologi Pelapukan

Tata Guna Lahan Hutan

22
Profil Melintang

Soil -

Material Penyusun Batuan Sedimen

Situasi Hidrologi Tidak Deras

Stasiun 4

Tabel.4.1 Pencatatan Deskripsi Geomorfologi

Aspek Geomorfologi Satuan

Alluvial

Relief Persentase Kemiringan Lereng 1 - 2%

Beda Tinggi Rata-Rata <5m

Bentuk Lembah U

Bentuk Puncak

Keadaan Lereng Landai

Tingkat Pelapukan Rendah

Jenis Pelapukan Fisika/Biologi

23
Tipe Erosi Vertikal

Jenis Gerakan Tanah -

Jenis Material Soil - Batuan

Soil Jenis Residual

Warna Cokelat

Ketebalan 3m

Sungai Jenis Permanen

Profil Lembah

Stadia Muda

Pola Aliran Rectangular

Tipe Genetik Subsekuen

Litologi -

Struktur Geologi Kekar

Tata Guna Lahan Hutan

Stadia Daerah Muda - Dewasa

Tabel.4.2 Penampang Geomorfologi

Deskripsi No.Stasiun :4

Jenis Bentang Alam Alluvial

Relief Terjal

Proses Geomorfologi Pelapukan

Tata Guna Lahan Hutan

24
Profil Melintang

Soil -

Material Penyusun Batuan Sedimen

Situasi Hidrologi Tidak Deras

Stasiun 5

Tabel.5.1 Pencatatan Deskripsi Geomorfologi

Aspek Geomorfologi Satuan

Alluvial

Relief Persentase Kemiringan Lereng 2 - 2%

Beda Tinggi Rata-Rata <5m

Bentuk Lembah U

Bentuk Puncak

Keadaan Lereng Landai

Tingkat Pelapukan Rendah

Jenis Pelapukan Fisika/Biologi

Tipe Erosi Vertikal

25
Jenis Gerakan Tanah -

Jenis Material Soil - Batuan

Soil Jenis Residual

Warna Cokelat

Ketebalan 3m

Sungai Jenis Permanen

Profil Lembah

Stadia Muda

Pola Aliran Rectangular

Tipe Genetik Subsekuen

Litologi -

Struktur Geologi Kekar

Tata Guna Lahan Hutan

Stadia Daerah Muda - Dewasa

Tabel.5.2 Penampang Geomorfologi

Deskripsi No.Stasiun : 5

Jenis Bentang Alam Perbukitan Alluvial

Relief Dataran Tinggi Datar

Proses Geomorfologi Erosi dan Pelapukan Fluvial

Tata Guna Lahan Tempat Rekreasi

26
Profil Melintang

Soil -

Material Penyusun -

Situasi Hidrologi -

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pola Aliran Dan Tipe Genetik Sungai

Pola aliran sungai pada daerah penelitian yaitu pola aliran dendritik. Pola aliran dendritik

adalah pola aliran yang cabang-cabang sungainya menyerupai struktur pohon. Pada umumnya

pola aliran sungai dendritik dikontrol oleh litologi batuan yang homogen. Pola aliran dendritik

dapat memiliki tekstur/kerapatan sungai yang dikontrol oleh jenis batuannya. Sebagai contoh

sungai yang mengalir diatas batuan yang tidak/kurang resisten terhadap erosi akan membentuk

tekstur sungai yang halus (rapat) sedangkan pada batuan yang resisten (seperti granit) akan

membentuk tekstur kasar (renggang).

Tekstur sungai didefinisikan sebagai panjang sungai per satuan luas. Hal ini dapat

dijelaskan bahwa resistensi batuan terhadap erosi sangat berpengaruh pada proses

pembentukan alur-alur sungai, batuan yang tidak resisten cenderung akan lebih mudah di-erosi

membentuk alur-alur sungai. Jadi suatu sistem pengaliran sungai yang mengalir pada batuan

27
yang tidak resisten akan membentuk pola jaringan sungai yang rapat (tekstur halus), sedangkan

sebaliknya pada batuan yang resisten akan membentuk tekstur kasar.

Tipe genetik sungai pada daerah penelitian yaitu subsekuen. Sungai Subsekuen adalah

sungai yang berkembang disepanjang suatu garis atau zona yang resisten. sungai ini umumnya

dijumpai mengalir disepanjang jurus perlapisan batuan yang resisten terhadap erosi, seperti

lapisan batupasir. Mengenal dan memahami genetika sungai subsekuen seringkali dapat

membantu dalam penafsiran geomorfologi.

4.2.2 Jenis Morfologi

Jenis morfologi di daerah amarilis yaitu alluvial dan perbukitan. Sungai ( alluvial)

adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu

(sumber) menuju hilir (muara) sedangkan Perbukitan adalah rangkaian bukit yang berjajar di

suatu daerah yang cukup luas. Bukit adalah suatu bentuk wujud alam wilayah bentang alam yang

memiliki permukaan tanah yang lebih tinggi dari permukaan tanah di sekelilingnya namun dengan

ketinggian relatif rendah dibandingkan dengan gunung

28
BAB V

TEMA DISKUSI

sungai permanen

Kelompok kami tertarik mengangkat suatu tema diskusi mengenai sungai di daerah yang kita

lalui tepatnya di daerah amarilis, sungai ini merupakan ciri dari kenampakan sungai permanen , Sungai

Permanen merupakan Sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap. Sesuai dengan namanya

Permanen memiliki arti tidak berubah sepanjang waktu. Artinya Air pada sungai permanen ini tidak

dipengaruhi oleh musim, baik musim kemarau maupun musim hujan debit airnya tidak berubah atau

sungainya tidak mengering. Sungai memiliki banyak kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia.

peranan penting sungai amarilis bagi kehidupan manusia dan lingkungan sekitarnya yang dapat

digunakan sebagai sumber air bersih, masyarakat memanfaatkan air bersih dari sungai yang telah di

buatkan pipa sebagai pengalir dari aliran sungai tersebut , manfaatnya telah di rasakan oleh masyarakat

dan sngat membantu dalam penghidupan masyarakat untuk memperoleh air bersih.

29
BAB VI

PENUTUP

6.1 KESIMPULAN

1. Pola Aliran Sungai terbagi menjadi beberapa bagian yaitu pola aliran Dendritik mirip sebuah

gambaran batang pohon dengan cabang-cabangnya, mengalir kesemua arah dan akhirnya

menyatu diinduk sungai; Pola aliran Rektangular Dibentuk oleh cabang cabang sungai

yang berkelok, berliku-liku, dan menyambung secara membentuk sudut-sudut tegak lurus

banyak dikendalikan oleh pola kekar atau sesar yang juga berpola berpotongan secara

tegak lurus; Pola aliran Trelis Berbentuk mirip panjang panjang atau pola trali pagar; Pola

aliran Radial Terjadi dari banyak sungai jenis konsekuen yang sentrifugal daru suatu puncak,

misalnya pegunungan kubah; Pola aliran Annular Aliran yang terbentuk pada daerah kubah

struktural yang telah terkikis dewasa sehingga sungaisungai besarnya mengalir melingkar

mengikuti struktur dan batuan yang lunak Sungai-sungai ini jenis subsekuen

2. Tipe Genetik Sungai Tipe genetik sungai subsekuen adalah sungai yang arah alirannya

searah dengan jurus lapisan batuannya, contohnya Sungai Rambatan; Tipe genetik

obsekuen adalah sungai yang arah alirannya berlawanan arah kemiringan lapisan dan

bermuara ke sungai subsekuen, anak sungai Rambatan di sebelah barat daerah penelitian

adalah contoh sungai tipe obsekuen; sedangkan sungai resekuen adalah sungai yang arah

30
alirannya searah kemiringan lapisan batuan dan bermuara ke sungai subsekuen, Sumgai

Cikeusal merupakan contoh tipe resekuen di daerah penelitian .sedangkan jenis

morfologinya yaitu morfologi biologi,linguistik dan morfologi geomorfologi.

3. Jenis morfologi di daerah amarilis yaitu alluvial dan perbukitan. Sungai ( alluvial)

adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari

hulu (sumber) menuju hilir (muara) sedangkan Perbukitan adalah rangkaian bukit yang

berjajar di suatu daerah yang cukup luas. Bukit adalah suatu bentuk wujud alam wilayah

bentang alam yang memiliki permukaan tanah yang lebih tinggi dari permukaan tanah di

sekelilingnya namun dengan ketinggian relatif rendah dibandingkan dengan gunung.

6.2 Saran

Adapun saran yang dapat kami sampaikan yaitu semoga praktikum lapangan selanjutnya

dapat lebih baik dari praktikum yang sudah dilakukan dengan tempat-tempat yang belum pernah

dikunjungi agar menambah pengalaman dan pengetahuan yang lebih baik kedepannya

31
DAFTAR PUSTAKA

Aji Saputra, Chandra.2013.Geologi Dan Identifikasi Sungai Purba Berdasarkan Pendekatan

Geomorfologi Daerah Gunem Dan Sekitarnya, Kecamatan Gunem, Kabupaten

Rembang, Provinsi Jawa Tengah.Yogyakarta.Universitas Pembangunan Nasional

Ardiansyah Nugraha, Dkk.2015.Geomorfologi Daerah Majalangu Dan Sekitarnya, Kecamatan

Watukumpul, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah.Padjajaran.Universitas Padjajaran

Arisanty Deasy.2015.Nilai Karakter Pada Materi Geomorfologi.Banjarmasin.Universitas Lambung

Mangkurat

Lihawa Fitryane.2009.Jurnal Pelangi Iimu Volume 2 No. 5,Pendekatan Geomorfologi Dalam

Survei Kejadian Erosi.Gorontalo.Universitas Negeri Gorontalo

Sari Puspita,Ika.2012.Analisis Ekologi Bentanglahan Untuk Penentuan Potensi Sumberdaya Air

(Studi Kasus: Das Cimadur, Banten).Banten.Institut Pertanian Bogor

32
33

Anda mungkin juga menyukai