PENDAHULUAN
Sulawesi dan daerah sekitarnya terletak pada pertemuan tiga lempeng yang saling
bertabrakan; Lempeng Benua Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat
dan Lempeng Australia-Hindia yang bergerak ke utara, sehingga kondisi tektoniknya sangat
kompleks, dimana kumpulan batuan dari busur kepulauan, batuan bancuh, ofiolit, dan
bongkah dari mikrokontinen terbawa bersama proses penunjaman, tubrukan, serta proses
tektonik lainnya. Adapun struktur geologi yang berkembang didominasi sesar-sesar mendatar,
dimana mekanisme pembentukan struktur geologi Sulawesi bisa dijelaskan dengan model
simple shear.
Pulau Sulawesi adalah pulau di negara Indonesia yang mempunyai batuan penyusun paling
kompleks diantara batuan penyususun pulau-pulau yang lain. Dari beberapa provinsi di wilayah
Sulawesi itu sendiri , salah satu daerah yang memiliki struktur geologi yang kompleks adalah
Sulawesi tenggara. Daerah Sulawesi tenggara merupakan bagian dari kepingan benua
kepulauan. Meski demikian ada beberapa daerah yang temasuk dalam Sulawesi tenggara yang
struktur geologinya masih berkaitan erat dengan proses-proses geologi yang ada di mandala
Telah banyak para ilmuan baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri yang memiliki rasa
ingin tahu yang besar tentang batuan penyusun daerah Sulawesi Tenggara. Hal ini tidak terlepas
dari pengetahuan awal dari asumsi bahwa daerah-daerah yang dilalui atau dekat dengan jalur
ring of fire pasti memiliki batuan penyusun serta kandungan mineral ekonomis yang beragam.
Olehnya itu, mahasiswa kebumian yang baru harus pula mengikuti jejak para peneliti terdahulu
1
salah satunya dengan meneliti langsung batuan penyusun daerah Sulawesi Tenggara.
singkapan batuan, dan dapat menegetahui mineral apa saja yang terkandung dalam batuan
sehingga dapat menjelaskan genesa dan karakteristik batuan dengan benar berdasarkan
1.2.2. Tujuan
- Untuk mengetahui pola aliran dan tipe genetik sungai daerah Amarilis
2016. Perjalanan ke lapangan di Daerah Amarilis Kota Kendari, dimulai dari pelataran Kampus
Lama, Universitas Halu Oleo. Yang berada di Kamaraya. Start pada pukul 07.00 WITA berjalan
kaki sampai pada stasiun pertama membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Kemudian untuk
mencapai stasiun kedua membutuhkan waktu 30 menit. Kemudian stasiun ketiga waktu yang di
tempuh 30 menit, kemudian berjalan lagi menuju stasiun keempat selama 3 jam dan sebagai
tempat istirahat, kemudian pukul 13:00 WITA di lanjutkan lagi perjalanan menuju stasiun kelima
2
Adapun alat dan bahan yang di gunakan pada praktikum lapangan di daerah
erosi
and Energi.
4. Surono, 2013. Geologi lengan Tenggara Sulawesi. Badan geologi. Kementrian energi dan
menentukan pola aliran sungai dan tipe genetik sungai di daerah Amarilis.
3
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
Pulau Sulawesi yang luasnya sekitar 172.000 km2 (van Bemmelen, 1949), dikelilingi laut
yang cukup dalam. Sebagian daratannya dibentuk oleh pegunungan yang ketinggiannya
mencapai 3.440 m (Gunung Latimojong). Pulau Sulawesi berbentuk huruf K, dengan empat
lengan : Lengan Timur memanjang Timur Laut Barat Daya, Lengan Utara memanjang barat
timur dengan ujung baratnya membelok kearah Utara Selatan, Lengan tenggara memanjang
barat laut tenggara, dan lengan Selatan membujur utara selatan. Keempat lengan tersebut
4
bertemu ditengah Sulawesi.
Pulau sulawesi dan daerah sekitarnya merupakan pertemuan tiga lempeng yang aktif
bertabrakan. Akibat tektonik aktif ini, pulau sulawesi dan sekitarnya dipotong sesar regional yang
masih aktif sampai sekarang. Kenampakan morfologi di kawasan ini merupakan cerminan sistem
sesar regional yang memotong pulau ini serta batuan penyusunnya. Bagian tengah sulawesi,
Lengan Tenggara, dan Lengan Selatan dipotong oleh sesar regional yang umumnya berarah
timur laut barat daya. Sesar aktif sekarang ini umumnya merupakan sesar geser mengiri.
Van Bemmelen (1949) membagi lengan tenggara Sulawesi menjadi tiga bagian: Ujung Utara,
bagian tengah, dan ujung selatan. Ujung utara Lengan Tenggara Sulawesi dicirikan dengan
munculnya Kompleks danau Malili yang terdiri atas Danau Matano, danau Towuti dan tiga danau
kecil disekitarnya (Danau Mahalona, danau lantoa, dan Danau Masapi). Morfologi bagian tengah
Lengan Tenggara Sulawesi didominasi pegunungan yang umumnya memanjang hampir sejajar
Sulawesi didominasi morfologi dataran dan perbukitan. Pada beberapa bagian muncul
Satuan morfologi perbukitan tinggi menempati bagian selatan Lengan tenggara, terutama di
Selatan Kendari. Satuan ini terdiri atas bukit-bukit yang mencapai ketinggian 500 m dpl dengan
morfologi kasar. Batuan penyusun morfologi ini berupa batuan sedimen klastika mesozoikum dan
Tersier. Satuan morfologi perbukitan rendah melampar luas di Utara Kendari dan ujung Selatan
Lengan Tenggara. Satuan ini terdiri atas bukit kecil dan rendah dengan morfologi yang
bergelombang. Batuan penyusun satuan ini terutama batuan sedimen klastika Mesozoikum dan
Tersier.
Satuan morfologi dataran rendah dijumpai di bagian tengah ujung selatan Lengan
5
Tenggara. Tepi selatan Dataran Wawotobi dan Dataran Sampara berbatasan langsung dengan
satuan morfologi pegunungan. Penyebaran satuan dataran rendah ini tampak sangat dipengaruhi
sesar geser mengiri (Sesar Kolaka dan system Sesar Konaweha). Kedua system sesar ini diduga
masi aktif, yang ditunjukkan dengan adanya torehan pada endapan alluvial dalam kedua dataran
tersebut (Surono dkk., 1997), sehingga sangat mungkin kedua dataran tersebut terus mengalami
penurunan. Penurunan ini terntu berdampak buruk pada dataran tersebut, diantaranya
pemukiman dan pertanian dikedua dataran itu akan diterjang banjir yang semakin parah setiap
tahunnya.
pada tahun 1923, dalam rangka pencarian bijih nikel sepanjang sungai Lasolo. Kemudian Bothe
(1927) yang melakukan beberapa lintasan geologi dan melakukan pengambilan contoh batuan.
Contoh batuan malihannya kemudian dianalisis de Rover (1956). Penelitian lebih rinci dilakukan
oleh Bothe dan Hetzel (1936), yang meneliti geologi di daerah Poleang dan Rumbia (sekarang
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi telah selesai memetakan geologi Lengan Tenggara
dengan skala 1 : 1.000.000 dan 1 : 250.000, dan penulis terlibat langsung dalam proyek
pemetaan geologi itu. Peta geologi yang meliputi Lengan Tenggara dan Lengan Timur berskala
1 : 1.000.000 Lembar Ujungpandang disusun oleh Sukamto (1975). Sedangkan peta geologi
berskala 1 : 250.000 dengan para penyusunnya yang meliputi lengan Tenggara adalah :
6
Kepingan benua di Lengan Tenggara Sulawesi dinamai Mintakat Benua Sulawesi Tenggara
(Southeast Sulawesi Continental Terrane) dan Mintakat Matarombeo oleh Surono (1994). Kedua
lempeng dari jenis yang berbeda ini bertabrakan dan kemudian ditindih oleh endapan Molasa
Sulawesi.
Kota Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara, secara geografis
terletak dibagian selatan garis katulistiwa berada diantara 3o5430 - 4o311 Lintang Selatan dan
empat mendala geologi: Lajur Gunung Api Sulawesi Barat, Lajur Malihan Sulawesi Tengah, Lajur
Ofiolit Sulawesi Timur dan Kepingan Benua Renik. Ke empat mendala tersebut terbentuk dan
berkembang secara terpisah. Lajur Gunung Api Sulawesi Barat membentang mulai Lengan
Selatan sampai ke Lengan Utara Sulawesi. Tektonostratigrafi lajur ini dapat dibagi menjadi
empat: prapemekaran, selama pemekaran, setelah pemekaran, dan selama orogenesa. Lajur
Malihan Sulawesi Tengah diduga terbentuk karena subduksi pada Kapur. Lajur Ofiolit Sulawesi
Timur merupakan hasil pemekaran Samodra Pasifik pada Kapur Eosen. Sedangkan kepingan
benua yang tersebar di bagian timur Sulawesi merupakan pecahan tepi utara Australia. Setelah
keempat mendala geologi tersebut bertemu, terjadilah perenggangan yang membentuk cekungan
dimana diendapkan Molasa Sulawesi, pada Miosen Awal Miosen Tengah. Kompresi akibat
bergeraknya kepingan benua di bagian timur Sulawesi yang berlangsung terus sampai saat ini,
menyebabkan sesar aktif dan pengangkatan beberapa bagian Pulau Sulawesi dan daerah
sekitarnya. Pembahasan dalam makalah ini dibatasi pada tektonostratigrafi bagian timur
Sulawesi yang terdiri atas kepingan ofiolit dan benua. Keduanya ditutupi Molasa Sulawesi.
7
Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Moramo.
Wilayah Kota Kendari yang terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi. Wilayah
daratnya sebagian besar terdapat didaratan Pulau Sulawesi mengelilingi Teluk Kendari dan
terdapat satu pulau yaitu Pulau Bungkutoko. Luas wilayah daratan Kota Kendari 267,98 km2 atau
Luas wilayah menurut kecamatan sangat beragam, Kecamatan Poasia merupakan wilayah
kecamatan yang paling luas yaitu 131.76 km2 (44,53 %), menyusul Kecamatan Mandonga 65, 35
km2 (22,09 %), Kecamatan Baruga 63,28 km2 (21,39 %) dan Kecamatan Kendari 33,50 km2
(12,00 %). Kota Kendari dengan keadaan topografinya mulai dengan gunung rendah sekitar 49
metamorfosis 20 % dan batuan beku 13 %, dengan jenis tanahnya adalah didominasi podzolik
59,24 % dan alluvial 40,76 %. secara Topografi wilayah Kota Kendari pada dasarnya bervariasi
antar datar dan berbukit, dimana untuk daerah datar hanya terdapat di bagian barat dan selatan
Teluk Kendari sedangkan daerah perbukitan terletak di sebelah utara Teluk Kendari yang dikenal
dengan pegunungan Nipa nipa. Ketinggian pengunungan tersebut mencapai kurang lebih 459 m
dari garis pantai, sedangkan kearah selatan tingkat kemiringan antara 5 % sampai 30 %.
Selanjutnya pada bagian barat yaitu di kecamatan Mandonga dan pada bagian Selatan Kota
yaitu di kecamatan Poasia memiliki karakteristik wilayah yang berbukit bergelombang rendah
dengan kemiringan kearah teluk Kendari. Peta geologi Kota Kendari terkelompok dalam dua
lembar peta. Bagian Utara berada pada Peta Geologi Lembar Lasusua-Kendari, Sulawesi
(Rusmana dkk., 1993) dan bagian Selatan berada pada Peta Geologi Lembar Kolaka, Sulawesi
(Simandjuntak dkk,1994). Berdasarkan kedua lembar peta geologi tersebut, maka stratigrafi Kota
8
Kendari dapat dibagi dalam lima formasi batuan berikut :
Aluvium (Qa)
Satuan Aluvium tersusun oleh jenis batuan kerikil, kerakal, pasir lempung dan lumpur.
Satuan ini berasal dari endapan sungai, rawa dan pantai sebagai endapan permukaan.
Sebarannya terdapat di daerah dataran sekitar muara sungai besar dan pantai. Umur satuan
Jenis batuan penyusun formasi Alangga adalah batu pasir dan konglomerat. Tidak
didapat fosil dalam satuan ini. Berdasarkan kesamaan litologi dengan formasi yang sama pada
Peta Geologi Lembar Kolaka, umur formasi ini diduga Plistosen Akhir. Lingkungan
pengendapannya adalah darat sampai payau, dengan ketebalan diperkirakan mencapai puluhan
meter yang menindih secara tak selaras batuan yang lebih tua.
Formasi ini terdiri dari berbagai jenis batuan seperti batu pasir, kuarsit, serpih hitam,
serpih merah, filit, batu sabak, batu gamping, dan batu lanau. Formasi ini berdasarkan fosil
Halobia sp. dan Daonella sp. yang dikandungnya diduga berumur Trias Tengah hingga Trias
Akhir, dan terbentuk dalam lingkungan laut dangkal hingga laguna. Tebal seluruhnya diperkirakan
mencapai 1000 m bahkan lebih. Satuan ini menindih secara tak selaras Batuan Malihan
Mekongga dan Batuan Malihan Tamosi. Hubungannya dengan batuan ofiolit berupa sesar.
Jenis batuan penyusun satuan ini adalah batu gamping terumbu. Fosil yang dijumpai
dalam satuan ini adalah koral, ganggang, dan cangkang moluska, yang semuanya sulit
ditentukan umurnya. Berdasarkan pada kesamaan litologi dengan formasi yang sama pada Peta
Geologi Lembar Kolaka, formasi ini berumur Plistosen hingga Holosen. Lingkungan
9
pengendapannya adalah laut dangkal, tebalnya diperkirakan dari beberapa meter sampai
Formasi ini terdiri dari batu pasir, serpih, dan konglomerat. Fosil tidak dijumpai dalam
Formasi Langkolawa. Formasi ini tertindih secara tak selaras oleh Formasi Boepinang yang
berumur Miosen Akhir-Pliosen. Satuan ini paling tidak berumur awal Miosen Akhir atau akhir
Miosen Tengah. Lingkungan pengendapannya diduga pada laut dangkal hingga darat. Tebal
formasi mencapai 450 meter. Khusus untuk geologi daerah penelitian (Kota Kendari), terdapat
dua jenis formasi batuan yang menyusun wilayah ini yakni Formasi Meluhu (Trjm) dan Aluvium
(Qa).
sebagian besar daerahnya ditutupi oleh batuan ofiolit, menunjukan perkembangan tektonik dan
geologi daerah ini mempunyai banyak persamaan dengan daerah Lengan Timur Sulawesi
dengan ditemukannya endapan hidrokarbon didaerah Batui. Struktur lipatan hasil analisis data
gaya berat daerah ini menunjukkan potensi sumber daya geologi yang sangat besar, berupa:
Panas bumi berada di sekitar daerah Tinobu, Kecamatan Lasolo, sepanjang sesar Lasolo.
Cebakan hidrokarbon di sekitar pantai dan lepas pantai timur daerah ini, seperti: daerah
Kepulauan Limbele, Teluk Matapare (Kepulauan Nuha Labengke) Wawalinda Telewata Singgere
pantai Labengke), Wawalinda, Telewata, Singgere, utara Kendari, dan lain sebagainya.
Sulawesi merupakan pulau yang khas dan terletak di tengah-tengah kawasan Wallacea.
Kawasan ini merupakan wilayah yang terletak di antara dua benua yaitu Asia dan Australia.
Karena posisinya di tengah, maka kawasan ini memiliki tingkat endemisitas yang tinggi dalam hal
10
flora dan fauna, serta memiliki perbedaan yang sangat jelas dengan Kalimanta n yang hanya
Hal ini pertama kali dilaporkan oleh Alfred Wallace yang melakukan perjalanan keliling Indonesia
pada tahun 1856 sampai 1862. Agar kita dapat lebih memahami keberadaan dan keistimewaan
pulau Sulawesi maka disusunlah suatu essai yang akan menjelaskan bagaimana sejarah geologi
perjalanan mengelilingi Indonesia dimulai dari Borneo sampai Irian termasuk Sulawesi. Wallace
mengemukakan pandangannya bahwa kepulauan Indonesia dihuni oleh dua fauna yang
berbeda, satu di bagian timur dan yang lainnya di bagian barat. Wilayah ini ditentukan atas dasar
agihan jenis-jenis burung dengan menempatkan batasnya antara Lombok dan Bali antara
Kalimantan dan Sulawesi. Kalimantan dan Sulawesi memiliki burung yang berbeda, padahal tidak
terpisahkan oleh perintang fisik atau iklim yang berarti. Wallace berpendapat bahwa Kalimantan,
Jawa dan Sumatra pernah merupakan bagian Asia dan bahwa Timor, Maluku, Irian dan
barangkali Sulawesi merupakan bagian benua Pasifik Australia. Fauna Sulawesi tampak
demikian khas, sehingga diduga Sulawesi itu pernah bersambung baik dengan benua Asia
maupun benua Pasifik Australia. Di Sulawesi Wallace melakukan perjalanannya yang dimulai dari
Ujung Pandang (Makassar) pada bulan September Desember 1856, kemudian pada bulan Juni
September 1859 berada di Manado dan bagian Minahasa serta pulau pulau kecil di sekitarnya.
Dari hasil perjalanannya ini Wallace menyatakan bahwa pulau Sulawesi terletak di tengah-tengah
kepulauan yang sebelah utaranya berbatasan dengan Filipina, sebelah barat dengan Borneo,
sebelah timur dengan pulau Maluku dan sebelah selatan dengan kelompok Timor. Dengan
demikian posisi Sulawesi dapat lebih mudah menerima imigran dari semua sisi jika dibandingkan
11
antara mikrokontinen Benua Australia dan mikro kontinen Sunda yang terjadi sejak Miosen. Per
gerakan dari pecahan lempeng Benua Australia tersebut relatif ke arah barat. Adanya sesar
utama seperti Sesar Palu-Koro dan Sesar Walanae juga memberikan peranan dalam
pembentukan sesar-sesar kecil di sekitarnya. Data dan hasil analisis struktur geologi,
seperti pola kelurusan dan arah pergerakan relatifsesar, mengindikasikan bahwa deformasi
di daerah Sulawesi dipengaruhi oleh aktivitas Sesar Mendatar Palu-Koro dan terusan
Sesar Mendatar Walanae, dimana mekanisme pembentukan struktur geologi Sulawesi bisa
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1 Morfografi
Morfografi adalah aspek geomorfologi dskriptif pada suatu area daratan, perbukitan,
pegunungan dan plateau. Pencarian karakteristik morfometri ini sangat berkaitan erat dengan
orde-orde sungai, panjang sungai, keliling sungai dan luas sungai. Berdasarkan orde-orde sungai
kita data mengetahui nilai indeks percabangan dari data panjang segmen sungai dan luas
sungai, kita dapat mengetahui kerapatan aliran. Morfografi dapat pula di definisikan sebagai
3.2 Morfometri
12
Morfometri merupakan penilaian kuantitaif terhadap bentuk lahan, sebagai aspek
pendukung morfografi dan morfogenetik sehingga klasifikasi semakin tegas dengan angka-angka
yang jelas.
( %) (%)
13 37 Sangat landai 26 27
36 8 13 Landai 6 13 7 12
69 14 - 20 Agak curam 13 25 12 18
9 25 21 55 Curam 25 55 18 24
Terlihat di atas pembagian kemiringan lereng dan bentuk lahan secara kuantitatif melalui
perhitungan dikelompokkan berdasarkan jumlah persen dan besar sudut lereng. Untuk
mengetahui jumlah tersebut melalui perhitungan dari perbandingan perbedaan ketinggian dengan
=(Ih/D)X100%
Keterangan ;
13
S = Kemiringan lereng (%)
3.3 morfogenesa
Morfogenetik adalah asal-usul bentuk lahan dan proses terjadinya bentuk lahan.
Termasuk tenaga eksogen dan tenaga endongen, yaitu meliputi endapan, erosi, jenis batuan,
lipatan patahan, aktivitas vulkanik, dll. Bentuk lahan adalah suatu kenampakan medan yang
terbentuk oleh proses alami yang memiliki komposisi tertentu dan karakteristik fisikal dan visual
dengan julat tertentu yang terjadi dimanapun bentuklahan tersebut terdapat. Bentuk lahan
struktural yaitu bentuk lahan yang terjadi akibat pengaruh geologis yang sangat kuat, struktur,
lapisan, lipatan dan patahan. Bentuk lahan ini terbentuk oleh adanya tenaga endogen sebagai
akibat proses tektonik (orogenesis dan epirogenesis), yang menghasilkan struktur, lipatan, dan
Pola pengaliran. Variasinya biasanya dikontrol oleh variasi struktur geologi dan litologi
pada daerah tersebut. kelurusan-kelurusan (lineament) dari punggungan (ridge), puncak bukit,
Perubahan aliran sungai, misalnya secara tiba-tiba, kemungkinan dikontrol oleh struktur
kekar, sesar atau lipatan. Macam-macam Bentang Alam Struktural adalah : Bentang Alam
dengan Struktur Mendatar (Lapisan Horizontal) Dataran rendah, adalah dataran yang memiliki
elevasi antara 0- 500 kaki dari muka air laut. Dataran tinggi (plateau), adalah dataran yang
menempati elevasi lebih dari 500 kaki di atas muka air laut, berlereng sangat landai atau datar
berkedudukan lebih tinggi daripada bentanglahan di sekitarnya Bentang Alam dengan Struktur
14
Miring Cuesta, kemiringan antara kedua sisi lerengnya tidak simetri dengan sudut lereng yang
searah perlapisan batuan kurang dari 30o (Tjia, 1987). Hogback : sudut antara kedua sisinya
relatif sama, dengan sudut lereng yang searah perlapisan batuan lebih dari 30o (Tjia, 1987).
Hogback memiliki kelerengan scarp slope dan dip slope yang hampir sama sehingga terlihat
simetri.
Bentang Alam Dengan Struktur Lipatan Lipatan terjadi karena adanya lapisan kulit bumi
yang mengalami gaya kompresi (gaya tekan). Pada suatu lipatan yang sederhana, bagian
punggungan disebut dengan antiklin, sedangkan bagian lembah disebut dengan sinklin. Struktur
antiklin dan sinklin menunjak. Struktur ini merupakan kelanjutan atau perkembangan dari
pegunungan lipatan satu arah (cuesta dan hogback) dan dua arah (sinklin dan antiklin). Bila tiga
fore slope saling berhadapan maka disebut sebagai lembah antiklin menunjam. Sedangkan bila
tiga back slope saling berhadapan maka disebut sebagai lembah sinklin menunjam Secara
umum bentang alam yang dikontrol oleh struktur patahan sulit untuk menentukan jenis
patahannya secara langsung. Ciri umum dari kenampakan morfologi bentang alam struktural
patahan, yaitu :beda tinggi yang relatif menyolok pada daerah yang sempit. resisitensi terhadap
erosi yang sangat berbeda pada posisi/elevasi yang hampir Mempunyai sama. Adanya
kenampakan dataran atau depresi yang sempit memanjang. Dijumpai sistem gawir yang lurus
(pola kontur yang panjang lurus dan rapat). Adanya batas yang curam antara perbukitan /
pegunungan dengan dataran yang rendah. Adanya kelurusan sungai melalui zona patahan, dan
15
BAB IV
Stasiun 1
Data Singkapan :
S:1223154,6/E:035128,3.
Data Geomorfologi :
tinggi. Tata guna lahan dari area sungai pada stasiun satu ini digunakan sebagai
Data Struktur :
16
Strike 105E/65S dengan arah penggambaran 289 dengan slope 27
Alluvial Perbukitan
Bentuk Lembah U V
Bentuk Puncak
Ketebalan 5m 5m
Profil Lembah
Struktur Geologi - -
17
Stadia Daerah Muda Muda
Deskripsi No.Stasiun : 1
Relief Landai
Profil Melintang
Soil -
Stasiun 2
Data Singkapan :
Data Geomorfologi :
18
Dijumpai Relief landai dengan tingkat pelapukan yang rendah dan
memiliki tata guna lahan sebagai kebun. Stadia daerahnya termaksud dalam stadia
muda-dewasa.
Data Struktur :
Alluvial
Bentuk Lembah U
Bentuk Puncak
19
Warna Cokelat
Ketebalan 3m
Profil Lembah
Stadia Muda
Litologi Slate
Deskripsi No.Stasiun : 2
Relief Landai
20
Profil Melintang
Soil -
Stasiun 3
Data Singkapan :
Data Geomorfologi :
Dijumpai relief yang terjal dengan tingkat pelapukan yang tinggi dan tata
guna lahan yaitu hutan dengan vegetasi pepohonan. Stadia daerahnya yaitu termaksud
stadia tua.
Data Struktur :
Alluvial
Bentuk Lembah
Bentuk Puncak
21
Tingkat Pelapukan Rendah
Warna Cokelat
Ketebalan 3m
Profil Lembah
Stadia Muda
Litologi Slate
Deskripsi No.Stasiun : 3
Relief Landai
22
Profil Melintang
Soil -
Stasiun 4
Alluvial
Bentuk Lembah U
Bentuk Puncak
23
Tipe Erosi Vertikal
Warna Cokelat
Ketebalan 3m
Profil Lembah
Stadia Muda
Litologi -
Deskripsi No.Stasiun :4
Relief Terjal
24
Profil Melintang
Soil -
Stasiun 5
Alluvial
Bentuk Lembah U
Bentuk Puncak
25
Jenis Gerakan Tanah -
Warna Cokelat
Ketebalan 3m
Profil Lembah
Stadia Muda
Litologi -
Deskripsi No.Stasiun : 5
26
Profil Melintang
Soil -
Material Penyusun -
Situasi Hidrologi -
4.2 Pembahasan
Pola aliran sungai pada daerah penelitian yaitu pola aliran dendritik. Pola aliran dendritik
adalah pola aliran yang cabang-cabang sungainya menyerupai struktur pohon. Pada umumnya
pola aliran sungai dendritik dikontrol oleh litologi batuan yang homogen. Pola aliran dendritik
dapat memiliki tekstur/kerapatan sungai yang dikontrol oleh jenis batuannya. Sebagai contoh
sungai yang mengalir diatas batuan yang tidak/kurang resisten terhadap erosi akan membentuk
tekstur sungai yang halus (rapat) sedangkan pada batuan yang resisten (seperti granit) akan
Tekstur sungai didefinisikan sebagai panjang sungai per satuan luas. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa resistensi batuan terhadap erosi sangat berpengaruh pada proses
pembentukan alur-alur sungai, batuan yang tidak resisten cenderung akan lebih mudah di-erosi
membentuk alur-alur sungai. Jadi suatu sistem pengaliran sungai yang mengalir pada batuan
27
yang tidak resisten akan membentuk pola jaringan sungai yang rapat (tekstur halus), sedangkan
Tipe genetik sungai pada daerah penelitian yaitu subsekuen. Sungai Subsekuen adalah
sungai yang berkembang disepanjang suatu garis atau zona yang resisten. sungai ini umumnya
dijumpai mengalir disepanjang jurus perlapisan batuan yang resisten terhadap erosi, seperti
lapisan batupasir. Mengenal dan memahami genetika sungai subsekuen seringkali dapat
Jenis morfologi di daerah amarilis yaitu alluvial dan perbukitan. Sungai ( alluvial)
adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu
(sumber) menuju hilir (muara) sedangkan Perbukitan adalah rangkaian bukit yang berjajar di
suatu daerah yang cukup luas. Bukit adalah suatu bentuk wujud alam wilayah bentang alam yang
memiliki permukaan tanah yang lebih tinggi dari permukaan tanah di sekelilingnya namun dengan
28
BAB V
TEMA DISKUSI
sungai permanen
Kelompok kami tertarik mengangkat suatu tema diskusi mengenai sungai di daerah yang kita
lalui tepatnya di daerah amarilis, sungai ini merupakan ciri dari kenampakan sungai permanen , Sungai
Permanen merupakan Sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap. Sesuai dengan namanya
Permanen memiliki arti tidak berubah sepanjang waktu. Artinya Air pada sungai permanen ini tidak
dipengaruhi oleh musim, baik musim kemarau maupun musim hujan debit airnya tidak berubah atau
sungainya tidak mengering. Sungai memiliki banyak kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia.
peranan penting sungai amarilis bagi kehidupan manusia dan lingkungan sekitarnya yang dapat
digunakan sebagai sumber air bersih, masyarakat memanfaatkan air bersih dari sungai yang telah di
buatkan pipa sebagai pengalir dari aliran sungai tersebut , manfaatnya telah di rasakan oleh masyarakat
dan sngat membantu dalam penghidupan masyarakat untuk memperoleh air bersih.
29
BAB VI
PENUTUP
6.1 KESIMPULAN
1. Pola Aliran Sungai terbagi menjadi beberapa bagian yaitu pola aliran Dendritik mirip sebuah
gambaran batang pohon dengan cabang-cabangnya, mengalir kesemua arah dan akhirnya
menyatu diinduk sungai; Pola aliran Rektangular Dibentuk oleh cabang cabang sungai
yang berkelok, berliku-liku, dan menyambung secara membentuk sudut-sudut tegak lurus
banyak dikendalikan oleh pola kekar atau sesar yang juga berpola berpotongan secara
tegak lurus; Pola aliran Trelis Berbentuk mirip panjang panjang atau pola trali pagar; Pola
aliran Radial Terjadi dari banyak sungai jenis konsekuen yang sentrifugal daru suatu puncak,
misalnya pegunungan kubah; Pola aliran Annular Aliran yang terbentuk pada daerah kubah
struktural yang telah terkikis dewasa sehingga sungaisungai besarnya mengalir melingkar
mengikuti struktur dan batuan yang lunak Sungai-sungai ini jenis subsekuen
2. Tipe Genetik Sungai Tipe genetik sungai subsekuen adalah sungai yang arah alirannya
searah dengan jurus lapisan batuannya, contohnya Sungai Rambatan; Tipe genetik
obsekuen adalah sungai yang arah alirannya berlawanan arah kemiringan lapisan dan
bermuara ke sungai subsekuen, anak sungai Rambatan di sebelah barat daerah penelitian
adalah contoh sungai tipe obsekuen; sedangkan sungai resekuen adalah sungai yang arah
30
alirannya searah kemiringan lapisan batuan dan bermuara ke sungai subsekuen, Sumgai
3. Jenis morfologi di daerah amarilis yaitu alluvial dan perbukitan. Sungai ( alluvial)
adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari
hulu (sumber) menuju hilir (muara) sedangkan Perbukitan adalah rangkaian bukit yang
berjajar di suatu daerah yang cukup luas. Bukit adalah suatu bentuk wujud alam wilayah
bentang alam yang memiliki permukaan tanah yang lebih tinggi dari permukaan tanah di
6.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan yaitu semoga praktikum lapangan selanjutnya
dapat lebih baik dari praktikum yang sudah dilakukan dengan tempat-tempat yang belum pernah
dikunjungi agar menambah pengalaman dan pengetahuan yang lebih baik kedepannya
31
DAFTAR PUSTAKA
Mangkurat
32
33