Anda di halaman 1dari 14

EKOLOGI WILAYAH INTERTIDAL

Yunita Luhulima (C551160171)1


1
Sekolah Pasca Sarjana Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, IPB
1
yunitaluhulima@yahoo.co.id

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Wilayah pesisir atau zona intertidal adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan
laut yang dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di darat dan di laut (UU No.27/2007 jo UU
No.1/2014 tentang pengelolahan pesisir dan pulau-pulau kecil). Zona intertidal terdiri dari
wilayah daratan (teresterial) dan wilayah perairan yang mempunyai karakteristik wilayah yang
dinamis, dimana antara wilayah teresterial dan perairan saling mempengaruhi satu dengan yang
lain baik secara ekologi maupun sosial (Habtemariam, 2016). Zona intertidal sangat sempit jika
dibandingkan dengan zona laut lainnya (Nyabakken, 1992) terletak antara pasang tertinggi dan
surut terendah. Luas dan sempitnya zona intertidal umunya ditentukan oleh pantai itu sendiri.
Semakin landai suatu pantai maka zona intertidalnya akan semakin luas, dan semakin terjal suatu
pantai maka zona intertidalnya akan semakin sempit. Walaupun daerah intertidal hanya kecil
atau sempit namun daerah intertidal ini memiliki variasi faktor lingkungan yang sangat besar.
Zona intertidal memiliki lingkungan yang sangat ekstrim yang diakibatkan oleh adanya pengaruh
pasang surut, sehingga dapat berubah dengan cepat karena sifat pasang surut yang menyebabkan
daerah intertidal terendam, proses ini terjadi dalam satu sampai dua kali dalam sehari (Yuliandra
2009).

Hanya organisme yang memiliki kemampuan adaptasi khusus terhadap tekanan akibat
perubahan fisik dan kimia yang terjadi pada lingkungan intertidal ini yang dapat hidup pada
daerah ini (Nyabakken, 1992). Biota yang hidup di daerah intertidal memiliki keanekaragaman
yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan daerah subtidal (daerah laut) kerana letaknya yang
berdekatan dengan pantai, yang landai, dengan substrat yang beraneka ragam menyebabkan biota
yang hidup didalamnya pun sangat beraneka ragam. Beragamnya ekosistem yang terdapat pada
wilayah pesisir atau zona intertidal ini secara fungsional saling berkaitan dan berinteraksi satu
sama lain sehingga membentuk suatu sistem ekologi yang unik (Tuwo, 2011). Struktur
kehidupan di ekosistem intertidal terdiri dari komunitas utama dan biota berasosiasi. Komunitas
utama intertidal terdiri dari karang, lamun, alga, dan fauna lainnya, sedangkan biota intertidal
yang berasosiasi dengan habitat pasang surut terdiri dari kelompok moluska, echinodermata,
krustase, cacing, dan ikan (Yulianda et al 2012)
Letak zona intertidal yang sangat dekat dengan berbagai macam aktifitas manusia
menjadikan daerah ini sangat rentan terhadap gangguan sehingga akan sangat mempengaruhi
seluruh rantai kehidupan didalamnya (Syahid, 2012). Biota intertidal cendrung mengalami
penurunan keanekargaman dan populasi di beberapa daerah yang diakibatkan adanya faktor alam
dan juga faktor manusia. Faktor alam yang mempengaruhi adalah adanya pasang surut yang
mengakibatkan perubahan kualitas air yang terjadi dalam jangka beberapa jam. Sedangkan faktor
dari manusia yaitu berasal dari Perusahan-perusahan, kerajinan yang memanfatkan biota-biota
ekositem intertidal yang sangat beragam untuk dijadikan souvenir, serta masyarakat yang sering
sekali mengambil biota-biota pada zona intertidal ini untuk dikonsumsi tanpa memikirkan
dampak keberlanjutan dari biota-biota tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Tania
(2014) dan Luhulima (2015) yang menemukan bahwa aktifitas pengambilan oraganisme ini
mengakibatkan berkurangnya komunitas biota intertidal.

Pada era moderen dengan segala perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang
terus berkembang sudah banyak sekali penelitian-penelitian yang dilakukan untuk mengkaji
tentang beragam kehidupan pada zona intertidal maupun estuari, namun hal ini masih terasa
kurang karena banyak organisme-organisme serta kehidupan yang terjadi dengan beragam faktor
fisik dan kimia dari perairan serta daratan itu sendiri, disini penulis mencoba untuk melihat
bagaimana pengaruh faktor fisik (pasang surut, gelombang) terhadap kelangsungan kehidupan
organisme zona intertidal serta bagaimana cara mereka dapat bertahan hidup.

Tujuan

Tujuan dari penulisan paper ini adalah menguraikan kehidupan yang terjadi pada zona
intertidal serta bagaimana biota-biota pada daerah intertidal mampu bertahan pada perubahan
yang terjadi.

PEMBAHASAN

Zona intertidal sangat dipengaruhi oleh pasang dan surut air laut, hal ini dikarenakan
pasang surut merupakan gerakan naik turunnya muka laut secara berirama yang disebabkan oleh
adanya gaya tarik antara bulan dan matahari. Pasang surut atau yang biasanya disingkat pasut
merupakan gejala alam yang selalu nyata terlihat di laut berupa suatu gerakan vertikal dari
seluruh partikel massa air laut di permukaan sampai bagian dalam dari dasar laut yang
disebabkan oleh pengaruh gaya tarik bumi dengan matahari dan bulan (Hutabarat dan Eveans
(1985). Gaya gravitasi bumi dan bulan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan gaya gravitasi
antara bumi dan matahari walaupun ukuran matahari jauh lebih besar daripada bulan. Hal ini
disebabkan karena jarak bulan yang lebih dekat dengan bumi dibandingkan dengan jarak bumi
dengan matahari akibatnya gaya tarik antara bumi dan bulan sebesar 54 % sedangkan gaya tarik
antara bumi dan matahari hanya sebesar 46% akibatnya fenomena pasang surut di bumi lebih
dipengaruhi oleh gaya tarik bulan, dan mengakibatkan daerah pesisir atau zona intertidal
mengalami dua kali pasang dan dua kali surut. Fenomena pasang surut ini akan berberbeda pada
setiap daerah atau setiap belahan bumi.

Gambar 1. Fenomena yang terjadi pada zona intertidal (Sumber: pantai Wikipedia)

Posisi bulan terhadap bumi sangat mempengaruhi posisi pasang surut seperti pada saat
bulan purnama (full moon) akan terjadi rata-rata pasang tertinggi (spring tide) dan pada saat
pasang perbani (neap tide). Pada saat kondisi bumi bulan dan matahari berada pada satu garis
lurus maka akan terjadi pasang surut puranama yang akan menghasilkan pasang tinggi yang
sangat tinggi dan pasang rendah yang sangat rendah.

Gambar 2. Proses terjadinya pasang surut akibat pengaruh pergerakan bulan mengelilingi
matahari (Sumber: Alben 2009, Teori Pasang Surut.)
Ketika letak bumi, bulan, dan matahari membentuk sudut tegak lurus maka akan terjadi
pasang surut perbani (neap tide) kondisi ini akan menghasilkan pasang tinggi yang rendah dan
pasang rendah ynag tinggi (Gambar 2). Waktu periode pasang surut bervariasi antara 12 jam 25
menit hingga 24 jam 50 menit. Akibatnya akan terjadi perubahan secara temporal membuat
kondisi fisik pantai akan berbeda dalam rentang waktu jam, hari, bulan bahkan tahun. Faktor
yang menyebabkan terjadinya pasang surut berdasarkan teori kesetimbangan adalah rotasi bumi
pada sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari, dan revolusi bumi terhadap matahari.
Sedangkan berdasarkan teori dinamis faktor yang mempengaruhi pasang surut adalah
kedalaman, luas perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis) dan gesekan dasar.

Suhu di daerah intertidal biasanya mempunyai kisaran yang berbeda secara harian
maupun musiman. Jika laut surut maka zona intertidal akan berada dalam keadaan udara terbuka
yang secara langsung akan menerima cahaya matahari, ketika keadaan ini terjadi maka
organisme-organisme pada ekosistem zona intertidal akan berada pada kisaran suhu yang
maksimum. Meningkatnya suhu akan menyebabkan terjadinya penguapan sehingga
mengakibatkan kekeringan atau kehilangan air. Hal ini membuat organisme-organisme menjadi
lemah sehingga tidak dapat melakukan aktifitas metabolismenya. Suhu yang sangat ekstrim
akan berperan secara tidak langsung menyebabkan kematian organisme karena kekurangan atau
bahkan kehabisan air. Selain suhu gerakan ombak juga berperan penting pada daerah intetidal
pengaruh ini dapat terlihat secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara langsung
gelombang atau ombak dapat menghancurkan dan menghayutkan benda atau apapun yang
terkena. Pada pantai dengan substrat berbatu, berpasir dan berlumpur ombak dapat membongkar
substrat dan membentuk zona yang bermanfaat bagi oraganisme dengan demikian organisme laut
dapat hidup di daerah air yang lebih tinggi di dearah terkena terpaan ombak. Selain itu dengan
adanya gelombang maka akan terjadi pengkayaan nutrient yang berada pada dasar perairan
terangkat keatas sehingga menjadikan zona intertidal ini tetap stabil untuk menjadi tempat
mencari makan dan tempat hidup bagi organisme-organisme bentik. Pengaruh tidak langsung
yaitu gelombang dapat mengaduk gas-gas atmosfer sehingga akan meningkatkan oksigen. Selain
suhu salinitas juga merupakan parameter yang penting karena suhu dan salinitas saling
berhubungan. Salinitas pada zona intertidal biasa dapat berubah melalui dua cara, yang pertama
pada zona intertidal terbuka pada saat surut dan bersamaan dengan itu terjadi hujan lebat maka
salinitas akan turun dan jika melewati batas toleransi bagi organisme maka organisme akan mati.
Yang kedua adalah pada daerah intertidal berbatu yang memiliki banyak cekungan daerah ini
dapat digenangi oleh air tawar yang masuk ketika hujan deras sehingga menurunkan salinitas
atau bahkan menaikan salinitas pada saat terjadinya penguapan yang sangat tinggi pada siang
hari.
Beragam oraganisme yang ditemukan hidup pada zona intertidal:

1. Intertidal berbatu

Naik turunnya permukaan laut yang disebabkan oleh pasang dan surut menciptakan
lingkungan yang sangat menekan atau stress (stressfuk evironments) bagi organisme laut
intertidal. Ketika terjadinya keadaan perairan surut maka kita akan banyak menjumpai
kehidupan zontai intertidal pantai berbatu yang kering dengan beberapa oraganisme bertahan
pada kolam kolam air yang tertinggal bahkan cela-cela batu untuk menghindari kekurangan
air (Gambar 3). Keadaan ini menjelaskan bahwa sekalipun keadaan surut namun beberapa
organisme memanfaatkan lubang-lubang atau cela-cela batu besar yang masih terdapat air laut
untuk menopang kelangsungan kehidupan mereka. Pantai berbatu memiliki substrat yang
stabil dan permanen, sehingga merupakan permukaan yang aman bagi kehidupan berbagai
organisme, seperti algae, molusca, dan crustasea. Pada umunya pantai yang berkarang
memiliki oraganisme beragam dan berada dalam jumlah yang tinggi dikarenakan keadaan air
yang selalu mengandung oksigen serta terdapat beraneka tumbuhan yang hidup sehingga
dapat menyuplai makanan terus-menerus dari kolam-kolam kecil (Tait 1981). Salah satunya
adalah Echinodermata hewan kulit berduri ini memiliki kemampuan autonomi serta
regenerasi bagian tubuh yang hilang, putus, atau rusak. Echinodermata juga merupakan salah
satu hewan yang sangat penting dalam ekosistem karena bermanfaat sebagai salah satu
komponen dalam rantai makanan pemakan sampah organik dan hewan kecil lainnya. Habitat
Echinodermata dapat ditemui pada hampir semua ekosistem laut namun ekosistem yang
tertinggi terdapat pada terumbu karang di zona intertidal, hal ini dipengaruhi oleh faktor fisik
kimia pada masing-masing daerah. Untuk organisme Bivalvia mereka mempunyai adaptasi
khusus ketika terjadi perubahan suhu. Ketika perubahan suhu maka bilvalvia akan
meningkatkan filtrasi untuk mengantisipasi keadaan yang kurang menguntungkan baginya.
Nybakken (1987:226) mengemukakan bahwa Dari semua pantai intertidal, pantai berbatu
yang tersusun dari bahan keras merupakan daerah paling padat mikroorganismenya dan
mempunyai keanekargaman terbesar baik untuk spesies hewan maupun tumbuhan.

Gambar 3. Suatu adaptasi organisme pantai berbatu untuk mempetahankan diri ketika terjadinya
air surut
2. Pantai berpasir

Pantai berpasir pada umumnya banyak dimanfaatkan oleh manusia sebagai tempat
rekreasi dan tidak banyak organisme yang dapat ditemukan pada pantai berpasir, hal ini
dikarenakan substrat jenis sediment berpasir tidak terkkandung banyak nutrient atau miskin
nutrient, memang pada pantai berpasir ini kaya akan oksigen akan tetapi dengan miskinnya
nutrient maka kehidupan yang tercipta pada pantai berpasir ini sangat kecil atau sedikit hal ini
berbeda jika dibandingkan dengan substrat yang halus. Oksigen pada substtrat halus memang
terbatas saja akan tetapi nutrient dapat ditemukan dalam jumlah yang sangat melimpah (Wood
1987). Adaptasi organisme pantai berpasir dilakukan dengan dua cara yang pertama adalah
menggali atau melubangi substrat yang cukup dalam, biasanya dilakukan oleh kerang Tivela
stultorum, beberapa jenis hewan bercangkang juga mengembangkan cangkang yang berat
agar tetap berada didalam substrat. Yang kedua adalah kemampuan menggali substrat dengan
sangat cepat setelah gelombang atau ombak datang dan memindahkan hewan- hewan tertentu
dari substratnya seperti cacing anelida , kerang kecil, kepeting kecil, dan crustaceae ketika
hempasan gelombang selesai maka oraganisme-organisme ini akan menggali kembali
substratnya dengan cepat untuk kemudian berlindung didalamnya.

Gambar 4. Organisme yang hidup pada pantai berbatu dan pantai berpasir

3. Pantai Berlumpur
Pantai lumpur merupakan pantai dengan tipe ukuran butiran yang sangat halus diameter
ukurannya kurang dari 0.002 mm (Nybakken, 1992). Umumnya organisme yang yang dapat
ditemukan hidup pada pantai berlumpur ini adalah bakteri, cacing, gastropoda, udang, dan
kepiting. Hewan-hewan ini mampu mentolerasi kondisi anaerobik mereka melakukannya
dengan memasukan oksigen kedalam substrat yang telah dibuat dengan cara ini sekalipun
mereka hidup dalam substrat berlumpur mereka akan tetap mendapatkan oksigen.

Adaptasi yang dilakukan oleh organisme-organisme intertidal baik hewan maupun tumbuhan
pada umumnya mencakup adaptasi structural, adaptasi fisiologi, dan adaptasi tingkah laku.
Adaptasi struktural merupakan cara hidup untuk menyesuaikan dirinya dengan mengembangkan
struktur tubuh atau alat tubuhnya kearah yang lebih sesuai dengan keadaan lingkunagan yang
cocok untuk kehidupannya. Adaptasi fisiologi adalah cara mnyesuaikan diri dengan lingkungan
dengan cara penyesuaian proses fisiologis dalam tubuhnya, dan adaptasi tingkah laku adalah
respon dari organisme terhadap ligkungan dalam bentuk perubahan tingkah laku. Beberapa
adaptasi yang dilakukan untuk tetap bertahan hidup dengan perubahan lingkungan:

1. Daya tahan terhadap kehilangan panas


Organisme yang hidup pada daerah intertidal memiliki kemampuan untuk menyesuaikan
diri terhadap kehilangan air yang cukup besar selama berada pada udara terbuka. Seperti
yang ditunjukan oleh hewan-hewan bergerak seperti kepiting, cito, dan anemone yang
akan dengan mudah berpindah dari daerah terbuka di intertidal kedalam lubang, celah
atau galian yang basah atau bersembunyi di bawah algae sehingga dapat terus bertahan
dengan konsisi air yang sesuai.
2. Keseimbangan panas
Organisme intertidal memiliki keterbukaan terhadap perubahan suhu yang ekstrim
dengan adaptasi tingkah laku dan struktur tubuh untuk menjaga keseimbangan panas
internal, beberapa cara dilakukan yaitu memperbesar ukuran tubuh relatif Dengan
memperbesar ukuran tubuh maka perbandingan antara luas permukaan dengan volume
tubuh menjadi lebih kecil sehingga luas daerah tubuh yang mengalami peningkatan suhu
menjadi lebih kecil, selain itu memperbanyak ukiran pada cangkang dapat membatu
menghilangkan panas. Sehingga jika diperhatikan dengan baik kita akan banyak
menemukan kelas gastropoda atau bivalvia dengan ukiran cangkang yang sangat cantik
dan unik. Tidak jarang byang dijadikan koleksi hiasan.
3. Tekanan mekanik
Tekanan mekanik yang dilakukan oleh organisme pada daerah intertidal dapat dilakukan
dengan melekatkan dirinya sangat kuat pada substrat, melekatkan dirinya pada dasar
perairan melalui algae, memiliki kaki yang kuat dan sangat kokoh sperti yang dimiliki
oleh citon dan limpet, dan mempertebal ukuran cangkang.

Spesies limpet merupakan salah satu yang paling unik. Beberapa Limpet mempunyai
goresan rumah (home scar) dimana cangkangnya dapat dengan pas atau sesuai menempati rumah
tersebut. Pada waktu surut limpet akan kembali ke rumahnya untuk menempati lubang tersebut
sehigga dapat terus hidup dengan cadangan air yang ada pada rumahnya. Sedangkan limpet yang
tidak mempunyai goresan rumah akan menempel rapat pada batu-batu sehingga tidak ada satu
jaringanpun yang terbuka kecuali cangkang. Gastropoda seperti siput (Littorina) mempunyai
opercula yang menutup celah cangkang. Ketika terjadinya surut mereka akan masuk kedalam
cangkangnya kemudian menutup operculum sehingga dapat bertahan dari kekeringan atau
kehilangan air. Beberapa bivalvia seperti Mytilus edulis dapat hidup pada daerah intertidal
karena memiliki kemampuan menutup rapat valvalnya untuk mencegah kehilangan air. Seain itu
organisme lain seperi anemone Acinia dan hydroid Clava aquamata menghasilkan lender atau
yang biasanya dikenal dengan nama mucus untuk mencegah kehilangan air. Tanjung (2013)
menyatakan organisme yang hidup di pantai berpasir biasanya adalah organisme yang
mempunyai kemampuan lebih baik untuk membuat lobang, membenamkan diri, dan
menempelkan diri dengan gundukan pasir. Hal ini disebabkan oleh hempasan gelombang yang
selalu terjadi dengan secara kontinu dengan waktu tertentu sehingga oraganisme mempunyai
waktu atau kesempatan untuk menyelamatkan diri.

Estuari

Estuari adalah suatu perairan semi tertutup yang berada di bagian hilir sunagi dan masih
berhubungan dengan laut, sehingga memungkinkan terjadi percampuran antara air tawar dan air
laut. Bentuk estuari sangat bervariasi dan sangat tergantung pada besar kecilnya aliran sungai
(Gambar 5). Kisaran pasang surut dan bentuk garis pantai. Estuari juga merupakan ekosistem
penting karena menyediakan tempat tinggal dan lokasi mencari makan bagi berbagai hewan
akuantik selain itu estuari berperan dalam menjaga kesehatan lingkungan laut melalui
penyaringan sedimen dan polutan dari aliran sungai sebelum masuk ke laut serta menyediakan
aliran air bersih bagi kehidupan laut (UNSEPA, 1993) Pola pasang surut air laut di estuari
bergantung pada lokasi geografis, bentuk garis panti, dasar laut, kedalaman air dan angin lokal
yang bertiup (Yin and Harrison, 2000).

Gambar 5. Proses Pasang surut yang tejadi pada daerah estuari


Waktu terjadinya pasang surut pada daerah estuary umumnya tidak sama (asimetris). Hal
ini dikarenakan ketika pasang terdapat masukan air dari laut dan hulu sungai yang
mengakibatkan terjadinya penumpukan massa air dan kenaikan muka air dalam waktu yang
cepat pada wilayah estuari, dan ketika surut massa air akan keluar dari wilayah estuari menuju
laut, namun waktu yang diperlukan lebih lama karena pada saat bersamaan terjadi pemasukan
massa air dari hulu sungai (Surbakti,2012).

Gambar 6. Penampang horizontal dan vertical Estuari

Menurut simanjuntak 2010 estuari memiliki beberapa sifat penting :

1. Salinitas
Estuari memiliki salinitas yang sangat bervariasi karena akan sangat tergantung
pada permukaan air tawar dari sungai dan air laut malalui pasang surut. Pasang surut
yang besar mendorong mendorong kembali isohaline ke hilir akibatnya daerah yang sama
pada estuary mamiliki salinitas berbeda pada waktu berbeda sesuai dengan keadaan
pasang atau volume air tawar. Variasi salinitas ini membuat tekanaan bagi organisme
tertentu, namun menguntugkan bagi biota-biota yang tidak terlalu menyukai perairan
dengan salinitas rendah. Berdasarkan beberapa faktor fisik dan kimia terhadap
tebentuknya perbedaan salinitas secara horizontal maupun secara vertikal ekosistem
estuari terbentuk 3 zona yaitu zona air tawar, air payau, dan air laut (Gambar 5).
Organisme yang dapat melewati pemisahan zona ini adalah organisme yang memiliki
kemampuan adaptasi tertentu.
2. Substrat
Pada umunya estuari didominasi oleh substrat berlumpur yang berasal dari
sedimen yang diibawa melalui air tawar (sungai) dan air laut (asin). Partikel-pertikel
lumpur tersebut sebagian besar bersifat organik sehingga menjadi cadangan makanan
yang sangat penting bagi organisme estuari.
3. Suhu
Suhu pada estuari juga sangat bervariasi, hal ini dikarenakan di daerah estuari
volume air lebih kecil jika dibandingkan dengan luas permukaan yang besar. Dengan
kondisi ini air pada daerah estuari lebih cepat dingin, dan lebih ceat panas dibandingkan
perairan disekitarnya. Suhu estuari akan lebih rendah pada usim dingin dan lebh tinggi
pada musim panas
4. Pasang surut
Arus pasang surut sangat berperan penting sebagai pengangkut zat hara dan
plankton. Selain peran penting itu, arus pasang surut juga berperan dalam mengencerkan
dan mengelontorkan limbah yang masuk ke estuari
5. Sirkulasi air
Selang waktu mengalirnya air dari sungai kedalam estuari dan masuknya air laut
melalaui arus pasang-surut akan menciptakan suatu gerakan yang sanagt bermanfaat bagi
biota estuari, khususnya plankton yang hidupnya tersupsensi dalam air.
6. Kekeruhan air
Daerah estuari terdapat banyak sekali partikel yang tersupsensi sehingga menjadi
penyebab kekeruhan air. Kekeruhan air akan menjadi tinggi pada aliran sungai
maksimum. Kekerungan akan sangat mengganggu penitrasi cahaya untuk masuk kedalam
perairan. Hal ini akan menghambat fotosintesis dan tumbuhan bentik yang akan
mengakibatkan turunya produktivitas.
7. Oksigen
Jumlah oksigen dalam air akan sangat bervariasi sesuai dengan air tawar dan air
laut yang masuk kedalam estuari. Kelaurutan oksigen akan berkurang dengan naiknya
suhu dan salinitas.
8. Penyimpanan zat hara
Estuari berperan sangat besar dalam penyimpanan zat hara, hal ini dikarenakan
pohon mangrove, lamun, dan ganggang dapat mengkonversi zat hara dan menyimpan
sebagai bahan organik yang yang akan digunakan kemudian oleh organisme hewani.

Salinitas pada daerah estuary sangat berbeda mulai dari laut daerah bercampurnya air
tawar dan air llaut sampai kepada badan sungai itu sendiri (Gambar 7). Komponen fauna yang
terbesar pada estuari didominasi oleh fauna laut yang stenohalin yang mampu mentoleransi
perubahan salinitas sampai 30 dan hewan-hewan eurihalin yang sangat unik karena mampu
mentoleransi penurunan salinitas hingga 30 jumlah organisme yang hidup pada perairan
estuari sangat sedikit jika dibanding dengan oraganisme yang hidup pada perairan tawar ataupun
perairan laut hal ini disebabkan terjadinya fluatuasi kondisi lingkungan terutama salinitas dan
suhu ketika terjadinya pasang dan surut. Sehingga organisme yang hidup pada daerah estuari
merupakan organisme yang mampu beradaptasi dengan kondisi fluktuasi ini (Dahuri 2003).
Gamber 7. Longitudinal distribution of the salinity for a stratified estuary (a), a partially mixed
estuary (b), and a well-mixed estuary (c).

Biota estuari

Fauna utama penghuni estuari yaitu fauna laut, fauna air tawar dan fauna khas estuary.
Dari ketiganya fauna laut merupakan yang terbesar dalam jumlah spesies dan individunya karena
sebagian besar fauna lait ini besifat eurihalin sehingga mampu masuk ke dareah estuary dan
menembus hingga salinitas 3 seperti Anguila sp. Fauna khas air payau terdiri dari oraganisme
yang mampu bertahan pada kisaran salinitas 5 - 30 seperti tiram (Crassostrea ostrea).
Fauna air tawar umumnya bersifat stenohalin sehingga tidak mampu hidup pada estuary dengan
salinitas diatas 5 . Selain itu terdapat juga fauna-fauna yang yang menghabiskan sebagian daur
hidupnya di estuari, seperti juvenile beberapa jenis udang Penaidae. Selain itu juga beberapa
oraganisme yang memasuki daerah ini untuk mencari makan yaitu beberapa jenis ikan dan
burung.

Estuary terdiri dari substrat lumpur halus sehingga tidak cocok bagi makroalga dengan
substrat demikian maka dapat dikatakan kekeruhan pada daerah estuary sanngat tinggi sehingga
menyebabkan terbatasnya daya tembus cahaya matahari. Hanya beberapa jenis alga yang dapat
ditemukan pada substrat estuari aantara lai: Ulva, Enteromorpha, Chaetomorpha dan
Cladophora namun alga-alga inihanya bersifat musiman.
Adaptasi organisme estuari

Organismeorganisme yang hidup pada daerah estuari harus mampu beradaptasi terhadap segala
perubahan yang terjadi baik secara fisik maupun kimia karena daerah estuari selalu berubah
disetiap waktunyanya. Beberapa adaptasi yang umunya dijumpai dan dilakukan oleh orgnisme
estuari antara lain:

1. Adaptasi Morfologis
Adaptasi morfologis seperti dilakukan oleh organisme substrat berlumpur yang
beradaptasi dengan membentuk rumbai-rmbai halus atau rambut atau setae yang menjaga
jalan masuk ke ruang pernapasan agar permukaan ruang pernapasan tidak tersumbat oleh
partikel-partikel lumpur contoh organisme yang beradaptasi dengan cara ini adalah
kepiting estuari dan beberapa jenis gastropoda
2. Adaptasi Fisiologi
Adaptasi fisiologi dilakukan untuk kelangsungan hidup organisme estuari berhubungan
dengan keseimbangan ion cairan tubuh menghadapi fluktuasi salinitas eksternal sehingga
kemampuan osmoregulasi diperlukan contoh oraganisme Copepoda, cacing dan molusca.
3. Adaptasi tingkah laku
Salah satu bentuk adapatasi tingkah laku yang dilakukan oleh oraganisme estuari adalah
membuat lubang kedalam lumpur keadaan ini akan membawa dua keuntungan untuk
oraganisme yang pertama yaitu dalam pengaturan osmosis keberadaan di dalam lubang
mempunyai kesempatan untuk berhubungan dengan air interstitial yang mempunyai
variasi salinitas dan suhu lebih kecil daripada air di atasnya dan yang kedua dengan
membenamkan diri di dalam substrat akan mengecilkan kemungkinan organisme ini
dimakan oleh pemangasa yang hidup di permukaan substrat atau di kolom air. Adaptasi
tingkah laku lainnya adalah bergerak dari hulu ke hilir. Tingkah laku ini akan menjaga
organisme tetap berada pada daerah dengankisaran toleransinya seperi contoh ikan
belanak Mungil mungil.

Kehidupan baik di zona intertidal maupun daerah estuari yang sangat ekstrim tidaklah
mudah namun organisme-organisme ini mampu melakukannya dan bertahan terus hidup dengan
segala perubahan yang tak menentu, namun kadang pula menyebabkan kematian karena diambil
untuk dimanfaatkan oleh masyarakat serta pengrajin-pengarajin kerajinan untuk dijadikan
kerajinan yang memiliki nilai jual tinggi tanpa melihat dampak berkelanjutan. Setiap ekosistem
baik yang hidup pada zona intertidal maupun yang hidup pada daerah estuari memiliki suatu
hubungan dalam rantai kehidupan di laut. Ketika satu bagian dari rantai kehidupan ini terganggu
maka rantai kehidupan selanjutnyapun akan ikut terganggu. Selain oragnisme-organisme
tersebut, alga, lamun, serta mangrove sebagai sumber nutrisi atau makanan bagi organisme-
organisme tersebut sangatlah penting dan dibutuhkan kehadirannya terus ada untuk mendukung
kelangsungan kehidupan. Serasa-serasa dedaunan yang dimanfaatkan jika suatu saat tidak ada
maka organisme-organisme daerah intertidal maupun derah estuari akan sangat sulit untuk hidup
(Gambar 8).
Gambar 8. Habitat pada estuari (Sumber:http://www.ozcoasts.gov.au, 2015)

KESIMPULAN

Kehidupan oraganisme yang hidup pada zona intertidal sangatlah bergam dengan kemampuan
adaptasi baik secara tingkah laku, fisiologi, maupun structural yang dimiliki menjadikan
orgnisme-organisme tersebut dapat terus bertahan hidup walau berbagai macam perubahan fisik
maupun kimia yang terjadi secara spasial maupun temporal. Sama halnya dengan organisme
organisme pada daerah estuari yang kaya akan zat hara, berbagai oraganisme melakukan adaptasi
untuk dapat terus hidup dan menjauhkan diri dari predator dan faktor-faktor lain yang dapat
mnegancam kehidupnya. Walaupun organisme-organisme tersebut memiliki adaptasi-adaptasi
khusus namun tak selamnya menjamin terus hidup. Terkadang perubahan yang terjadi secara
tiba-tiba seperti gelombang panjang yang terjadi pasang selama 1 minggu bahkan badai dan
faktor manusiapun dapat benar-benar membunuh oraganisme-organisme tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Alben, 2009. Teori Pasang Surut. http://placeducation.wordpress.com/category/ uncategorized

Dahuri, Rokhmin. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Dahuri,
Rokhmin. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

http://www.ozcoasts.gov.au, 2015

Hutabarat dan Steward, M. E. 2008 pengantar oseanografi. Universitas Indonesia. Jakarta

Luhulima. 2015. Aspek Biologi Strombus luhuanus Di Perairan Panrai Sila Negeri Oma Pulau Haruku.
Skripsi (tidak dipublikasikan)

Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut. Pt Gramedia. Jakarta


Nybakken, J.W., 1992. Marine Biology An Ecological Apprach. 3 rd edition. Harper Collins College
Publishers, New York

Tania, A., L Kajian Dampak kegiatan Madak terhadap ekosistem intertidal di daerah pasang surut pesisir
Batu Hijau, Sumbawa Barat. 2014

UU No.27/2007 jo UU No.1/2014 tentang pengelolahan pesisir dan pulau-pulau kecil

World Resource Institute. 2012. "Coastal and Marine Ecosystems Marine Jurisdictions: Coastline
length". World Resources Institute. Archived from the original on 2012-04-19. Retrieved 2012-03-18.

Yulianda F, Yusuf MS, Prayogo W. 2013. Zonasi dan Kepadatan Komunitas Intertidal di Daerah Pasang
Surut, Pesisir Batu Hijau, Sumbawa. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 5 (2): 409-416.

Anda mungkin juga menyukai