oleh
Teddy Triandiza, Yunita, Yudho Andika
Pendahuluan
Lamun (seagrass) adalah kelompok tumbuhan berbunga yang beradaptasi
untuk hidup dan tumbuh di lingkungan perairan laut. Istilah lamun untuk seagrass
sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Hutomo (1985) kepada masyarakat ilmiah
melalui Disertasi dokternya di IPB, Bogor. Hutomo menemukan istilah lamun ini
berdasarkan istilah yang di pakai masyarakat nelayan untuk seluruh jenis seagrass.
Di beberapa tempat istilah seagrass diberikan dengan nama berbeda, seperti di
Teluk Kotania Pulau seram di beri istilah lalamong atau alang-alang laut, di
Kepulauan Kei Kecil sendiri di kenal nama ubun-ubun.
Kehadiran komunitas lamun di suatu perairan turut menyumbangkan
produktivitas organik, sehingga mampu mendukung kelangsungan hidup berbagai
macam biota yang hidup didalamnya (Duarte dan Chiscano, 1999). Hubungan inilah
yang membentuk suatu ekosistem yang kompleks di Padang lamun (Dahuri, 2003).
Padang lamun secara ekologis memiliki peranan yang sangat penting yaitu sebagai
habitat yang menyediakan sumber makanan, tempat mencari makan, area
pemijahan dan bertelur, daerah asuhan dan perlindungan terhadap predator
berbagai jenis biota laut, baik invertebrata maupun vertebrata (Adams, 1976; Heck
and Thoman, 1984; Orth et al., 1984). Sebagian dari biota tersebut memiliki nilai
komersial yang tinggi (Pratiwi et al, 1997).
Pulau Sangiang, adalah sebuah pulau kecil yang terletak di Selat Sunda.
Secara administratif, pulau ini termasukdalam wilayah Kabupaten Serang, Banten.
terletak di titik kordinat antara 1054930 - 10552 Bujur Timur 556 - 55850
Lintang Selatan (Wikipedia, 2017). Pulau ini sangat spesial karena wilayahnya yang
tepat berada diperairan antara pulau Jawa dan Sumatera. Disekitar pulau ini dapat
dilihat juga Gunung Krakatau dan Anak Gunung Krakatau. Jarak tempuhnya hanya
membutuhkan waktu kurang lebih 45 menit dari Anyer, dengan menggunakan kapal
atau perahu bermotor. Keindahan alam Pulau Sangian, berupa terumbu karang dan
pantai. Pulau Sangiang yang sekarang dijadikan Taman Wisata Alam pada awalnya
merupakan Cagar Alam seluas 700,35 Ha. Kemudian pada tahun 1991 perairan di
sekitar kawasan diubah menjadi Taman Wisata Alam Laut seluas 720 ha. Pada
tanggal 8 Februari 1993 melalui SK Menteri Kehutanan No. 55/Kpts-II/1993 kawasan
Cagar Alam diubah fungsinya menjadi Taman Wisata Alam dengan luas 528,15 ha
(Wikipedia, 2017).
Ekosistem padang lamun adalah salah satu ekosistem pesisir yang paling
produktif dan bersentuhan langsung dengan aktivitas masyarakat. Penelitian lamun
di Pulau Sangiang belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk
menginventarisasi tanaman lamun dan melihat biota asosiasinya di Pulau Sangiang.
BAHAN METODE
Waktu dan lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 24 November 2016. Penelitian
lapangan dilakukan pada daerah padang lamun di Pulau Sangiang, Kabupaten
Serang Provinsi Banten.
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Frame transek dari
paralon ukuran 50 x 50 cm, roll meter 100 meter sebanyak 1 buah, Plastik sampel,
label/spidol underwater, kertas new top, Water Quality Cheker, GPS, Kamera
Underwater, dan masker snorkel.
Metode
Biota asosiasi
80 80
70 70
60 60
50 50
50 M
40 40
30 30
20 20
10 10
0 25 M 0
Garis Pantai
adalah enam jenis, dengan komposisi jenis dapat di lihat pada tabel 1. Berdasarkan
kekayaan jenis, maka komunitas lamun di rataan terumbu Pulau Sangiang berupa
vegetasi campuran. Brouns dan Heijs (1991) mengatakan bahwa vegetasi lamun
campuran adalah vegetasi dengan jumlah jenis lamun yang menyusunnya terdiri dari
empat sampai dengan tujuh. Hutomo (1997) menyatakan bahwa tife padang lamun
campuran adalah padang lamun yang terdiri lebih dari satu jenis dan dapat
Indonesia.
dan turbiditas (Kennish dalam Wimbaningrum et al., 2003). Whitten et al. dalam
Wimbaningrum (2003) menambahkan bahwa tife substrat dan kedalaman dasar laut
dalah faktor penting yang menentukan kehadiran suatu jenis lamun. Hasil penelitian
menunjukan bahwa asosiasi lamun di suatu areal tertentu ditentukan keragaman tife
substrat dan kondisi pantai (kedalam air laut). Syringodium isoetifolium merupakan
jenis yang tidak tumbuh pada daerah yang tidak terendam air dalam jangka waktu
yang cukup lama pada kondisi air laut surut. Genus Holudule merupakan tumbuhan
pionir yang umumnya membentuk vegetasi tunggal pada habitat pasir halus dan
kasar di daerah intertidal dan subtida yang terganggu dari timbunan sedimen yang
lamun, Yaitu T. Hemprichii dan C. rotundata. Ke dua jenis lamun ditemukan secara
meluas di semua lokasi sampling, tumbuh dari tife substrat pasir bertekstur halus,
pasir bertekstur kasar, pasir bercampur pecahan karang, sampai pasir berlumpur.
Jenis T. hemprichii dapat ditemukan di semua lokasi karena lamun ini termasuk
sublitoral yang masih terendam air pada saat air surut (Azkab, 2006). Spesies ini
memiliki kisaran karakteristik habitat yang cukup luas, dari tingkat kecerahan air
jernih sampai keruh, dari vegetasi tunggal sampai campuran, dan komposisi substrat
dari jenis lamun di dunia, dan 46,15% dari 13 jenis lamun yang ada di perairan
Indonesia. Keragaman jenis lamun yang ditemukan di Pulau Sangiang sangat sedikit
Maluku Tenggara yaitu tujuh jenis. Demikian juga dengan yang dilaporkan Azkab
(1999), di mana tercatat hanya sembilan jenis lamun di kawasan perairan Maluku
dan Nusa Tenggara. Jumlah jenis lamun ini juga lebih banyak bila dibandingkan
terumbu karang pantai Bama, tujuh jenis di Pulau Talise (Takaendengan dan Azkab,
2010), delapan jenis lamun di Tanjung Merah Selat Lembeh (Susetiono, 2004).