Anda di halaman 1dari 30

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Malaria

Malaria disebut juga dengan paludisme, demam intermitens, panas dingin,

demam Roma, demam Chagres, demam rawa, demam tropik, demam pantai, dan
10
ague. Istilah malaria diambil dari Bahasa Italia Malaria. Mal yang artinya buruk
11
dan aria yang artinya udara.

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh sporozoa genus

plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan

12
ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp betina.

13
2.2. Cara Penularan Penyakit Malaria

Proses penularan penyakit malaria dimulai pada saat nyamuk pembawa parasit

malaria menggigit manusia sehat. Setelah itu, parasit mengalami perubahan bentuk

dan masuk ke dalam saluran darah hingga masuk ke dalam jaringan hati. Parasit ini

berkembang biak dengan cara melakukan pembelahan sel sehingga jumlah parasit

dalam tubuh manusia akan berkembang dalam waktu yang cepat. Parasit tersebut

selanjutnya akan tersebar dalam darah dan di luar darah.

Dalam tubuh manusia, parasit mengalami berbagai perkembangan hingga

menjadi bentuk siap kawin dan seterusnya berubah lagi menjadi bentuk yang siap

dihisap oleh nyamuk. Bentuk ini yang akan ditularkan ke manusia lain melalui

perantaraan nyamuk. Di dalam tubuh nyamuk, parasit mengalami perkembangan dan

menghasilkan bentuk parasit yang siap ditularkan ke tubuh manusia. Apabila nyamuk

Universitas Sumatera
Utara
pembawa parasit malaria tersebut tidak menggigit manusia sehat sepanjang hidupnya,

penularan penyakit malaria tidak akan terjadi dan tingkat infeksi parasit tersebut akan

menurun.

Penyebaran penyakit malaria selain dilakukan dengan perantaraan nyamuk

malaria, dapat pula dilakukan melalui transfusi darah atau suntikan. Apabila darah

yang didonorkan kepada seseorang telah tercemar oleh parasit malaria, maka resipien

darah tersebut telah tertular panyakit malaria. Selain itu, ibu hamil yang menderita

malaria juga dapat menularkan penyakit malaria pada bayinya melalui plasenta

14
(secara kongenital).

14
2.3. Gejala Malaria

Penyakit Malaria ditandai dengan tiga gejala utama yaitu demam,

pembengkakan limpa (splenomegali), dan anemia. Sebelum timbul demam, gejala

awal dimulai dengan mual, muntah, lesu, dan rasa nyeri pada kepala, serta terjadi

penurunan selera makan.

2.3.1. Demam

Demam merupakan gejala paling awal yang diperlihatkan oleh penderita

malaria. Demam secara periodik berhubungan dengan waktu pecahnya sejumlah

skizon matang dan keluarnya merozoit yang masuk dalam aliran darah (sporulasi).

Serangan demam yang khas terdiri dari tiga tahap atau stadium, yaitu :

1. Tahap Pertama (Stadium Dingin)

Tahap pertama, penderita mengalami demam menggigil. Penderita merasa

dingin dan bila diraba di pergelangan tangan denyut nadi terasa cepat, tetapi lemah.
Universitas Sumatera
Utara
Bibir dan jari tangan tampak kebiru-biruan. Kulit kering dan pucat. Kadang-kadang

disertai muntah dan bahkan kejang-kejang. Pada anak-anak proses kejang-kejang ini

lebih sering dialami. Demam tahap ini berlangsung selama 15 menit sampai 1 jam.

2. Tahap Kedua (Stadium Puncak Demam)

Pada tahap kedua dimulai pada saat perasaan dingin sekali berubah menjadi

panas sekali. Gejalanya: wajah merah, kulit kering dan terasa panas seperti terbakar,
sakit kepala makin hebat, mual dan muntah, nadi penuh dan berdenyut keras, dan
selalu merasa haus. Suhu badan dapat mencapai 41. Demam stadium ini
berlangsung selama 2-6 jam.

3. Tahap Ketiga (Stadium Berkeringat)

Tahap ketiga merupakan tahap demam berkeringat yang berlangsung selama

2-4 jam. Berkeringat banyak, suhu badan turun dengan cepat, dan penderita mulai

dapat tidur. Penderita seolah-olah sudah sembuh.

2.3.2. Pembesaran Limpa (Splenomegali)

Penderita dapat mengalami pembengkakan limpa terutama pada penderita

malaria yang sudah lama (menahun). Limpa tersebut dapat menjadi keras dan mudah

pecah. Perubahan pada limpa biasanya disebabkan oleh kongesti kemudian limpa

berubah menjadi hitam karena pigmen yang ditimbun dalam eritrosit yang

mengandung parasit dalam kapiler dan sinusoid.

2.3.3. Anemia

Pada malaria terjadi anemia. Derajat anemia tergantung pada spesies parasit

yang menyebabkannya. Anemia terutama tampak jelas pada malaria falsiparum

Universitas Sumatera
Utara
dengan penghancuran eritrosit yang cepat dan hebat pada malaria menahun. Anemia

disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung

parasit terjadi di dalam limpa. Dalam hal ini, faktor autoimun memegang peranan.

2. Reduced survival time yaitu eritrosit normal yang tidak mengandung parasit tidak

dapat hidup lama.

3. Diseritropoesis yaitu gangguan dalam pembentukan eritrosit karena depresi

eritropoesis dalam sumsum tulang.

10
2.4. Daur Hidup Plasmodium

Dalam daur hidupnya, plasmodium mempunyai dua hospes yaitu vertebrata

dan nyamuk. Di dalam hospes vertebrata melangsungkan daur aseksual yang dikenal

sebagai skizogoni, dan daur seksual membentuk sporozoit di dalam tubuh nyamuk

disebut sporogoni.

2.4.1. Skizogoni (Daur Aseksual)

Sporozoit yang infektif dari kelenjar ludah nyamuk Anopheles ditusukkan ke

dalam aliran darah hospes vertebrata (manusia). Sporozoit dalam waktu 30 menit

memasuki sel parenkim hati untuk memulai stadium ekso-eritrositik karena belum

masuk ke dalam sel darah merah. Dari sel hati, plasmodium kemudian keluar dengan

bebas masuk ke dalam sel darah merah. Sebagian besar difagositosis tetapi sebagian

kecil berhasil memasuki sel hati yang baru untuk mengulangi daur ekso-eritrositik.

Plasmodium yang keluar dari sel hati akan masuk ke sel darah merah disebut stadium

pra-eritrositik.

Universitas Sumatera
Utara
Dalam sel darah merah mulai tampak adanya kromatin kecil yang dikelilingi

sitoplasma tipis plasmodium yang membentuk cincin. Bentuk cincin ini kemudian

berkembang menjadi bentuk ameboid. Bentuk cincin dan ameboid adalah trozoit

dalam sel darah merah tumbuh menjadi skizon merozoit. Sel darah merah yang penuh

dengan merozoit akan pecah.

Parasit yang dapat menghindari fagositosis memasuki sel darah merah

kembali untuk mengulangi daur skizogoni. Merozoit yang masuk ke dalam sel darah

merah baru kemudian membentuk gametosit untuk memasuki stadium seksual.

2.4.2. Sporogoni (Daur Seksual)

Sporogoni merupakan stadium seksual yang terjadi di dalam nyamuk. Pada

saat nyamuk menghisap darah, gametosit ditelan bersama. Berbeda dengan skizon,

gametosit tidak dicernakan bersama sel-sel darah. Pada gamet betina (makrogamet)

titik kromatin membagi diri menjadi 6-8 inti yang bergerak ke pinggir parasit.

Sedangkan dalam gamet jantan (mikrogamet) terbentuk beberapa filamen seperti

cambuk sehingga mempunyai gerakan aktif. Sementara itu, makrogamet menjadi

matang sebagai makrogemetosit. Perkembangan gametosit berlangsung dalam rongga

perut nyamuk.

Fertilisasi (pembuahan) terjadi karena masuknya mikrogamet ke dalam

makrogamet untuk membentuk zigot. Dalam 12-24 jam setelah nyamuk menghisap

darah, zigot berubah menjadi bentuk seperti cacing yang disebut ookinet yang dapat

menembus dinding lambung nyamuk. Selanjutnya tumbuh menjadi ookista yang

berbentuk bulat.

Universitas Sumatera
Utara
Di dalam ookista terbentuk ribuan sporozoit sehingga menyebabkan ookista

pecah. Dengan pecahnya ookista, sporozoit dilepaskan ke dalam rongga badan dan

selanjutnya bergerak ke seluruh jaringan nyamuk. Beberapa sporozoit mencapai

kelenjar ludah nyamuk. Jika nyamuk sedang menusuk kulit manusia, maka sporozoit

masuk ke dalam darah dan jaringan bersama air ludah kemudian mulailah daur pra-

eritrositik.

Daur sporogoni di dalam nyamuk berlangsung tergantung dengan spesies.


15
Pada suhu 28 adalah:
P. vivax = 8-10 hari

P. malariae = 14-16 hari

P. ovale = 12-14 hari

P. falciparum = 9-10 hari.

Universitas Sumatera
Utara
16
Gambar 2.1 Daur Hidup Plasmodium

17
2.5. Komplikasi Malaria

Malaria berat dan berkomplikasi disebabkan oleh infeksi Plasmodium

falciparum. Pasien dengan malaria berat dan berkomplikasi dapat ditemukan dalam

keadaan gangguan kesadaran (tetapi masih dapat dibangunkan), sangat lemah, dan

ikterik (kadar bilirubin darah > 3 mg%) sehingga disebut malaria biliosa. Selain itu,

dapat disertai dengan komplikasi :

Universitas Sumatera Utara


2.5.1. Malaria serebral (otak)

Pada malaria serebral terjadi koma, yaitu bila dalam waktu 30 menit penderita

tidak memberikan respon motorik ataupun respon verbal. Keadaan ini berlangsung

selama 30 menit.

2.5.2. Kejang umum

Kejang timbul sekurang-kurangnya 2 kali dalam 24 jam.

2.5.3. Gagal Ginjal

Yaitu kelainan urin output yang < 400 ml/24 jam pada orang dewasa dan 12

m/kg berat badan/24 jam pada anak. Kreatinin dalam serum meningkat > 3 mg/dl.

2.5.4. Hipoglikemia

Konsentrasi gula darah pada penderita turun yaitu < 40 mg/dl. Hipoglikemia

dapat juga sebagai akibat penggunaan obat kina yang merupakan life saving drug.

2.5.5. Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa.

Komplikasi ini menunjukkan tanda-tanda klinis dehidrasi, yaitu penurunan

tekanan okular dan turgor kulit.

2.5.6. Edema paru.

Petunjuk pertama edema paru yang akan terjadi adalah peningkatan frekuensi

pernapasan, yang terjadi mendahului perkembangan tanda-tanda lain di dada.

Keadaan ini dapat dilihat dengan radiografik.

2.5.7. Kolaps sirkulatorik dan syok.

Yaitu suatu keadaan pasien memiliki tekanan darah sistolik < 80 mm Hg pada

posisi berbaring dan < 50 mm Hg pada anak-anak. Disebut juga dengan malaria algid

bila menyebabkan syok dan hipovolemik.


Universitas Sumatera
Utara
2.5.8. Perdarahan spontan pada gusi dan hidung.

2.5.9. Hiperpireksia/ hipertermia.


Yaitu terjadi peningkatan suhu badan yang tinggi (> 42 ).
2.5.10. Hiperparasitemia.

Merupakan keadaan dimana pasien penderita malaria falsiparum memiliki

kepadatan parasit yang tinggi dalam darahnya (> 5% eritrosit dihinggapi parasit).

2.5.11. Hemoglobinuria malaria.

Disebut juga dengan Black water fever yaitu urin berwarna kehitam-hitaman

yang dikarenakan terjadinya hemolisis (penghancuran) sel darah merah yang banyak.

2.5.12. Anemia berat.

Anemia sering terjadi pada malaria serebral. Tanda-tandanya yaitu kadar

hemoglobin <5 gr% atau hematokrit <15%

Penting untuk diperhatikan bahwa manifestasi berat ini dapat berdiri sendiri,

atau lebih sering dalam bentuk kombinasi pada pasien yang sama. Anak-anak dan

orang dewasa yang non imun merupakan kelompok yang paling berisiko di daerah

endemik.

2.6. Epidemiologi Penyakit Malaria

2.6.1. Distribusi dan Frekuensi Penyakit Malaria

1. Orang

Diperkirakan prevalensi malaria di seluruh dunia berkisar antara 300-500 juta

kasus dengan kematian antara 1 sampai 2 juta setiap tahun dimana lebih dari 80%
13
adalah anak-anak yang berusia kurang dari 5 tahun. Berdasarkan SKRT (Survei

Universitas Sumatera
Utara
Kesehatan Rumah Tangga) tahun 2001, CSDR akibat malaria pada laki-laki 11 per
18
100.000 penduduk dan wanita 8 per 100.000 penduduk.
14
2. Tempat
o
Malaria ditemukan di daerah-daerah mulai 64 lintang utara (Rusia) sampai
o
dengan 32 lintang selatan (Argentina), dari daerah dengan ketinggian 2.666 m

(Bolivia) sampai dengan daerah yang letaknya 433 m di bawah permukaan laut (Laut

Mati). Kini malaria banyak dijumpai di Meksiko, sebagian Karibia, Amerika Tengah

dan Selatan, Afrika Sub-Sahara, Timur Tengah, India, Asia Selatan, Asia Tenggara,

Indo Cina, dan pulau-pulau di Pasifik Selatan.

Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas mulai

dari daerah yang beriklim dingin, subtropis sampai ke daerah tropis, kadang-kadang

dijumpai di Pasifik Barat. Di Indonesia, spesies ini tersebar di seluruh kepulauan.

Plasmodium falciparum terutama menyebabkan malaria di Afrika, Asia, dan daerah-

daerah tropis lainnya. Di Indonesia, parasit ini tersebar di seluruh kepulauan.

Plasmodium malariae meluas meliputi daerah tropis maupun daerah subtropik. Di

Indonesia spesies ini dijumpai di Indonesia Bagian Timur. Plasmodium ovale

terutama terdapat di daerah tropik Afrika bagian barat, di daerah Pasifik Barat dan di

beberapa bagian lain di dunia. Di Indonesia, parasit ini terdapat di Pulau Owi sebelah

selatan Biak di Irian Jaya dan Nusa Tenggara Timur.

3. Waktu

Berdasarkan SKRT tahun 2001, CFR malaria 0,1% (30.000 kematian dari 30

juta kasus). Tahun 2005, CFR malaria 2 % (32.000 kematian dari 1,6 juta kasus).

Universitas Sumatera
Utara
Pada tahun yang sama CFR malaria falsiparum 1,12% (44 kematian dari 3.924
18
kasus).

2.6.2. Determinan Penyakit Malaria

Penyebaran penyakit malaria sangat ditentukan oleh faktor Host, Agent, dan

Environment.

1. Host

a.1. Host Intermediate (Manusia)

Keadaan manusia dapat menjadi pengandung gametosit yang dapat

meneruskan daur hidup nyamuk. Manusia ada yang rentan yaitu yang dapat ditular

14
malaria, tapi ada juga yang kebal dan tidak mudah ditular malaria.

Faktor manusia yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit malaria

yaitu : a.1.1. Umur

Anak-anak lebih rentan terhadap penyakit malaria dibandingkan orang

15
dewasa. Anak-anak usia kurang dari 5 tahun adalah kelompok terbanyak yang

berisiko terhadap malaria. Pertahanan tubuh terhadap malaria yang diturunkan

penting untuk melindungi anak kecil atau bayi karena sifat khusus eritrosit yang

13
relatif resisten terhadap masuk dan berkembang biaknya parasit malaria.

a.1.2. Ras

Berbagai bangsa atau ras mempunyai kerentanan yang berbeda-beda (faktor

14
rasial) terhadap penyakit malaria. Individu yang tidak mempunyai determinan

golongan darah Duffy (termasuk kebanyakan negro Afrika) mempunyai resistensi

13
alamiah terhadap Plasmodium vivax.

Universitas Sumatera
Utara
a.1.3. Jenis Kelamin

Infeksi parasit plasmodium dapat menyerang semua masyarakat dari segala

13
golongan termasuk golongan yang paling rentan seperti wanita hamil. Hasil

penelitian Gomes (2001) menyatakan bahwa ibu hamil yang anemia kemungkinan

8,56 kali menderita malaria falsiparum dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak

19
anemia.

a.1.4. Riwayat malaria

Kekebalan residual adalah kekebalan terhadap reinfeksi yang timbul akibat

infeksi terdahulu dengan strain homolog spesies parasit malaria. Kekebalan ini

14
menetap hanya untuk beberapa waktu.

a.1.5. Cara Hidup

Cara hidup sangat berpengaruh terhadap penularan malaria, seperti tidur tidak

memakai kelambu, tidak menggunakan repelen nyamuk pada saat melakukan

aktivitas di luar rumah dan pada saat sore hari, dan penggunaan insektisida yang tidak

13
teratur di dalam rumah.

Menurut penelitian Dasril (2005) dengan desain penelitian case control

menyatakan bahwa penderita malaria kemungkinan 3,2 kali tidak memakai repelen

20
dibandingkan dengan tidak penderita malaria.

a.1.6. Imunitas

Masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria memiliki kekebalan alami

13
terhadap penyakit malaria. Di daerah endemi dengan transmisi malaria yang tinggi

hampir sepanjang tahun, penduduk nya sangat kebal dan sebagian besar dalam

darahnya terdapat parasit malaria dalam jumlah kecil. Selain itu, di daerah endemis
Universitas Sumatera
Utara
malaria terdapat kekebalan kongenital (atau neonatal) pada bayi yang dilahirkan oleh

14
ibu dengan kekebalan tinggi.

a.1.7. Pekerjaan

Pekerjaan yang tidak menetap atau mobilitas yang tinggi berisiko lebih besar

terhadap penyakit malaria, seperti tugas-tugas dinas di daerah endemis untuk jangka

waktu yang lama sampai bertahun-tahun misalnya petugas medis, petugas militer,

13
misionaris, pekerja tambang, dan lain-lain. Pekerjaan sebagai buruh perkebunan

yang datang dari daerah yang non endemis ke daerah yang endemiss belum

mempunyai kekebalan terhadap penyakit di daerah yang baru tersebut sehingga

berisiko besar untuk menderita malaria. Begitu pula pekerja-pekerja yang

21
didatangkan dari daerah lain akan berisiko menderita malaria.

Menurut penelitian Dasril (2005) dengan desain penelitian case control

penderita malaria kemungkinan 4 kali bekerja di luar rumah malam hari

20
dibandingkan dengan tidak penderita malaria.

a.1.8. Status gizi

Seorang penderita malaria yang mengalami gizi buruk akan mempengaruhi

kerja farmakokinetik obat anti malaria seperti diare dan muntah menurunkan absorpsi

13
obat. Selain itu, disfungsi hati menyebabkan metabolism obat menurun. Anak yang

bergizi baik dapat mengatasi malaria berat dengan lebih cepat dibandingkan anak

22
bergizi buruk.

14
a.2. Host Definitive (Nyamuk Anopheles)

Nyamuk Anopheles di seluruh dunia meliputi kira-kira 2.000 spesies. Yang

dapat menularkan malaria kira-kira 60 spesies. Di Indonesia, menurut pengamatan

Universitas Sumatera
Utara
terakhir ditemukan 80 spesies Anopheles dan yang ditemukan sebagai vektor malaria

adalah 15 spesies dengan tempat perindukan yang berbeda-beda.

Di Jawa dan Bali An. sundaicus dan An. aconitus merupakan vektor utama,

sedangkan An. subpictus dan An. maculates merupakan vektor sekunder. An.

sundaicus dan An. subpictus banyak terdapat di daerah pantai, sedangkan An.

aconitus dan An. maculates ditemukan di daerah pedalaman. Di Sumatera yang

ditemukan sebagai vektor penting adalah An. sundaicus, An. maculates, dan An.

nigerrimus, sedangkan An. sinensis dan An. letifer merupakan vektor yang kurang

penting.

Di Sulawesi, An. sundaicus, An. subpictus dan An. barbirostris merupakan

vektor penting, sedangkan An. sinensis, An. nigerrimus, An. umbrosus, An.

flavirostris dan An. ludlowi merupakan vektor sekunder. Di Kalimantan yang

ditemukan sebagai vektor penting adalah An. balabacensis, sedangkan An. letifer

merupakan vektor sekunder. Vektor utama di Irian Jaya adalah An. farauti, An.

punctuates, dan An. bancrofti, sedangkan An. karwari dan An. koliensis merupakan

vektor sekunder. Di NTT yang pernah ditemukan sebagai vektor utama adalah An.

sundaicus, An. subpictus, dan An. barbirostris.

Hanya nyamuk Anopheles betina yang bisa menularkan penyakit malaria pada

manusia. Kemampuan suatu spesies bertindak sebagai vektor untuk menularkan

malaria ditentukan oleh : keberadaannya di dalam atau dekat kediaman manusia,

kesukaan akan darah manusia atau hewan, dan lingkungan yang menguntungkan

untuk perkembangan dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga Plasmodium

11
dapat menyelesaikan daur hidupnya.

Universitas Sumatera
Utara
Hasil penelitian Barodj dkk (1999) menemukan nyamuk Anopheles subpictus

lebih banyak ditemukan istirahat di dalam rumah (57,4%) dibandingkan di luar rumah
23
(43,6%).
14
2. Agent (Plasmodium)

Berbagai spesies dari genus plasmodium dari kelas Sporozoa merupakan

parasit malaria pada manusia. Plasmodium yang dapat menginfeksi manusia ada

empat jenis, yaitu :

b.1. Plasmodium vivax

Plasmodium vivax akan memberikan intensitas serangan dalam bentuk

demam setiap 3 hari sekali sehingga sering dikenal dengan istilah malaria tertian

(malaria benigna). Jenis malaria ini tersebar di seluruh kepulauan di Indonesia dan

pada umumnya di daerah endemis mempunyai frekuensi tertinggi diantara spesies

yang lain.

Eritrosit yang dihinggapi parasit P. vivax mengalami perubahan yaitu menjadi

besar, berwarna pucat dan tampak titik-titik halus berwarna merah yang bentuk dan

besarnya sama (titik Schuffner). Masa tunas intrinsik berlangsung 12-17 hari.

b.2. Plasmodium malariae

Plasmodium malariae adalah penyebab malaria malariae atau malaria

kuartana karena serangan demam berulang pada tiap hari keempat. Penyakit malaria

kurtana meluas meliputi daerah tropik maupun daerah subtropik. Frekuensi penyakit

ini di beberapa daerah cenderung menurun. Eritrosit yang dihinggapi Plasmodium

malariae tidak membesar atau ukuran dan bentuk eritrosit normal. Masa tunas

intrinsik berlangsung 18 hari dan kadang-kadang sampai 30-40 hari.

Universitas Sumatera
Utara
b.3. Plasmodium ovale

Plasmodium ovale mempunyai waktu demam yang lebih pendek dan biasanya

bisa sembuh spontan. Masa tunas intrinsik sama seperti Plasmodium vivax, yaitu 12-

17 hari. Plasmodium vivax dapat ditemukan di daerah tropik Afrika bagian barat, di

daerah Pasifik Barat dan beberapa lain di dunia. Di Indonesia parasit ini terdapat di

Pulau Owi sebelah selatan Biak Irian Jaya dan di Pulau Timor. Perubahan eritrosit

yang terjadi yaitu eritrosit tampak oval dengan tepi bergerigi. Titik Schuffner menjadi

lebih banyak.

b.4. Plasmodium falciparum

Parasit ini ditemukan di daerah tropik terutama di Afrika dan Asia Tenggara

sehingga disebut dengan penyebab malaria tropika (malaria maligna). Di Indonesia

parasit ini tersebar di seluruh kepulauan. Spesies ini merupakan paling berbahaya

karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat. Pada malaria falciparum,

eritrosit yang terinfeksi tidak membesar selama stadium perkembangan parasit.

Namun, terjadi perubahan yang menyerupai bentuk pisang.

Plasmodium vivax Plasmodium malariae


Universitas Sumatera Utara
Plasmodium ovale Plasmodium falciparum
24
Gambar 2.2 Plasmodium dalam Sediaan Darah

3. Environment (Lingkungan)

Keadaan lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap keadaan

malaria di suatu wilayah. Keadaan lingkungan ini terbagi menjadi empat macam,

yaitu :

c.1. Lingkungan Fisik

c.1.1. Iklim

Pengaruh iklim penting sekali terhadap ada atau tidaknya malaria. Di daerah

14
yang beriklim dingin, transmisi malaria hanya mungkin terjadi pada musim panas.

c.1.2. Curah Hujan

Selama musim kemarau, jumlah kasus malaria umumnya menurun, sedangkan

setelah hujan beberapa minggu jumlah kasus malaria mulai menanjak sampai

mencapai puncaknya. Air hujan yang menyebabkan genangan-genangan air

merupakan tempat perindukan nyamuk sehingga dengan bertambahnya tempat

21
perindukan populasi nyamuk juga akan bertambah penularannya.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian Idram dkk (2002) dengan desain penelitian cross sectional

menyatakan ada hubungan antara curah hujan dengan kepadatan populasi jentik

Anopheles di tempat penelitiannya, yaitu ditemukan jentik terbanyak (1,26

jentik/ciduk) di sawah pada bulan Oktober, sedangkan di kolam ditemukan (1,46

jentik/ciduk) pada bulan Maret dimana curah hujan tinggi antara bulan Oktober

25
sampai Maret.

c.1.3. Temperatur

Parasit malaria berhenti berkembang dalam tubuh nyamuk ketika temperatur

o
di bawah 16 C. Kondisi terbaik untuk perkembangan Plasmodium dalam tubuh

nyamuk Anopheles dan penularan infeksi adalah ketika temperatur berada di antara

o 15
20-30 C.

c.1.4. Kelembaban

Perkembangan Plasmodium dan penularan infeksi terjadi ketika kelembaban

paling rendah 60%. Kelembaban yang relatif tinggi akan memperpanjang hidup

15
nyamuk dan juga akan memperpanjang penularan infeksi ke orang lain.

c.1.5. Angin

Kecepatan angin akan mempengaruhi jarak terbang nyamuk. Nyamuk

Anopheles biasanya tidak ditemukan dalam jumlah besar lebih dari 2-3 km dari

tempat perindukkannya. Normalnya, nyamuk betina menyebar lebih jauh dari

nyamuk jantan dan pengaruh angin bisa membawa nyamuk sejauh 30 km dari tempat

15
perindukan.

Universitas Sumatera
Utara
c.1.6. Sinar Matahari

Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda.

An. sundaicus lebih suka tempat teduh, sebaliknya An. hyrcanus lebih menyukai

tempat terbuka. An. barbirostris dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun di

22
tempat yang terang.

c.1.7. Arus Air

An. barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau mengalir

sedikit. An. minimus menyukai tempat perindukan yang aliran airnya cukup deras dan

22
An. sundaicus di tempat yang airnya tergenang.

c.2. Lingkungan Kimiawi

Lingkungan yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari tempat

perindukan. Jumlah nyamuk pantai mulai bertambah sewaktu genangan air meningkat

21
kadar garamnya, yaitu dengan tertutupnya muara sungai pada musim kemarau.

Hasil penelitian Barodj (2000) dengan desain penelitian cross sectional menemukan

23
jentik An. subpictus dapat hidup pada perairan payau dengan salinitas sampai 42.

c.3. Lingkungan Biologik

Adanya daerah perindukan yang ideal dan tersedia sepanjang tahun bagi nyamuk

An. aconitus di pedalaman, yaitu daerah persawahan di lereng bukit yang terus menerus

ditanami padi karena mendapat aliran air sepanjang tahun dari mata air, merupakan

penyebab malaria bertahan di kecamatan-kecamatan di Jawa. Selain itu juga karena

kepadatan hewan ternak besar di daerah tersebut sangat rendah sehingga vektor

21
An.aconitus yang bersifat zoofilik akan lebih banyak menggigit manusia.

Universitas Sumatera
Utara
Berdasarkan macam darah yang disenangi, nyamuk Anopheles sp dibedakan

atas: antropofilik apabila nyamuk lebih senang darah manusia, zoofilik apabila

nyamuk lebih senang menghisap darah binatang dan golongan nyamuk yang tidak

26
punya pilihan tertentu.

c.4. Lingkungan Sosial Budaya dan Ekonomi

Lingkungan sosial budaya dan ekonomi setempat sangat mempengaruhi besar

kecilnya kontak antara manusia dengan vektor. Berbagai kebiasaan seperti cara

membuat rumah, cara bertani, dan adat kebiasaan lainnya dapat menambah kontak

antara manusia dengan vektor. Di Indonesia bagian timur, orang membangun rumah

dengan dinding yang dibuat dari gaba-gaba yaitu batang daun sagu. Dinding rumah

seperti itu biasanya tidak rapat sehingga nyamuk dengan mudah dapat masuk ke

dalam rumah. Kebiasaan menunggui ladang selama bercocok tanam dan tidur di

21
pondok-pondok yang sangat sederhana sangat menambah pemaparan.

Menurut penelitian Dasril (2005) dengan desain penelitian case control

menyatakan penderita malaria kemungkinan 5,2 kali tidak memasang kawat kasa

20
pada rumah dibandingkan dengan tidak penderita malaria.

27
2.7. Parameter Pengukuran Epidemiologi Malaria

Untuk mengetahui kejadian dan pola suatu penyakit atau masalah kesehatan

yang terjadi dalam masyarakat, kita harus mempunyai alat atau metode pengukuran

yang dapat digunakan untuk mengetahui jumlah dan distribusi penyakit tersebut.

Dalam studi epidemiologi yang paling utama diperlukan adalah alat pengukuran

frekuensi penyakit. Pengukuran frekuensi penyakit tersebut dititikberatkan pada

angka kesakitan dan angka kematian yang terjadi dalam masyarakat.

Universitas Sumatera
Utara
Frekuensi penyakit dalam epidemiologi biasanya dalam perbandingan antara

populasi. Alat yang biasa digunakan adalah rate dan ratio. Adapun ukuran-ukuran

yang dipakai khususnya dalam penyakit malaria adalah sebagai

berikut : 2.7.1. Annual Parasit Incidence (API)

Adalah angka kesakitan per 1.000 penduduk dalam satu tahun, jumlah sediaan

darah positif dibandingkan dengan jumlah penduduk, dinyatakan dalam permil ( 000).

API = Jumlah penderita SD positif dalam satu tahun x 1.000


Jumlah penduduk tahun tersebut

2.7.2. Annual Malaria Incidence (AMI)

Adalah angka kesakitan (malaria klinis) per 1.000 penduduk dalam satu tahun

yang dinyatakan dalam permil (000).


AMI = Jumlah penderita malaria klinis dalam satu tahun x 1.000
Jumlah penduduk tahun tersebut

2.7.3. Case Fatality Rate (CFR)

Adalah ukuran angka kematian (kematian yang disebabkan oleh malaria

falciparum) dibandingkan dengan jumlah penderita penderita malaria jenis parasit P.

falciparum pada periode waktu yang sama.

Jumlah penderita meninggal karena malaria falciparum


pada periode waktu tertentu
CFR = Jumlah penderita malaria falciparum x 100%
pada periode waktu yang sama

2.7.4. Annual Blood Examination Rate (ABER)

Adalah jumlah sediaan darah yang diperiksa terhadap semua penduduk dalam

satu tahun yang dinyatakan dalam persen (%).

ABER = Jumlah SD yang diperiksa dalam satu tahun x 100%


Jumlah penduduk tahun tersebut

Universitas Sumatera
Utara
2.7.5. Slide Positif Rate (SPR)

Adalah persentase dari sediaan darah yang positif dari seluruh sediaan darah

yang diperiksa yang dinyatakan dalam persen (%).

Jumlah sediaan darah positif


SPR = Jumlah seluruh sediaan darah yang diperiksa x 100%
2.7.6. Parasite Rate (PR)
Adalah sama dengan SPR tetapi Parasite Rate (PR) ini digunakan pada
kegiatan survei malariometrik anak berumur 0-9 tahun.
Jumlah sediaan darah positif
PR = Jumlah seluruh sediaan darah yang diperiksa x 100%
2.7.7. Spleen Rate (SR)
Adalah adanya pembesaran limpa pada golongan umur tertentu terhadap
jumlah penduduk yang diperiksa limpanya pada golongan umur yang sama dan tahun
yang sama yang dinyatakan dalam persen (%).
Jumlah anak 2- 9 tahun mengalami pembesaran limpa
yang

SR= Jumlah anak 2- 9 tahun
dip eri ksa limpanya
yang x 100%


27
2.8. Stratifikasi Daerah Malaria

Dalam kegiatan pemberantasan malaria, maka dibuat stratifikasi daerah

malaria berdasarkan :

2.8.1. Stratifikasi Berdasarkan Insidens Malaria

1. AMI

AMI yaitu jumlah penderita malaria klinis di suatu wilayah pada setiap 1.000

penduduk di wilayah tersebut dalam satu tahun. AMI digunakan untuk daerah yang

berada di luar Jawa-Bali. Pembagiannya yaitu :

Universitas Sumatera
Utara
a.1. Low Malaria Incidence, yaitu AMI < 10 kasus per 1.000 penduduk

a.2. Medium Malaria Incidence, yaitu AMI 10-50 kasus per 1.000 penduduk

a.3. High Malaria Incidence, yaitu AMI > 50 kasus per 1.000 penduduk

2. API

API yaitu jumlah penderita malaria berdasarkan hasil pemeriksaan

laboratorium di suatu wilayah pada setiap 1.000 penduduk di wilayah tersebut dalam

satu tahun. API digunakan untuk daerah yang berada di Jawa-Bali. Pembagiannya

yaitu:

b.1. Low Parasite Incidence, yaitu API < 1 kasus per 1.000 penduduk b.2.

Medium Parasite Incidence, yaitu API 1-5 kasus per 1.000 penduduk b.3.

High Parasite Incidence, yaitu API > 5 kasus per 1.000 penduduk

2.8.2. Stratifikasi Berdasarkan Prevalens Malaria

Didapatkan dari hasil pemeriksaan sediaan darah (SD) positif dari kegiatan

survei malariometrik, maka daerah malaria dapat dibagi menjadi :

1. Low Prevalence Area (LPA), yaitu PR < 2%

2. Medium Prevalence Area (MPA), yaitu PR 2-4%

3. High Prevalence Area (HPA), yaitu PR > 4%.

2.9. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Malaria

2.9.1. Pencegahan Penyakit Malaria

1. Pencegahan Primer

Universitas Sumatera
Utara
Adalah upaya untuk mempertahankan orang yang sehat tetap sehat atau
28
mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Kegiatannya sederhana dan dapat
27
dilakukan oleh sebagian besar masyarakat, seperti :

a.1. Menghindari atau mengurangi gigitan nyamuk malaria dengan cara tidur

menggunakan kelambu pada malam hari, tidak berada di luar rumah,

mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk (repelen), memakai obat

nyamuk bakar, memasang kawat kasa pada jendela, dan menjauhkan kandang

ternak dari rumah.

a.2. Membersihkan tempat sarang nyamuk dengan cara membersihkan semak-

semak di sekitar rumah dan melipat kain-kain yang bergantungan, dan

mengalirkan atau menimbun genangan-genangan air serta tempat-tempat yang

dapat menjadi tempat perindukan nyamuk Anopheles.

a.3. Membunuh nyamuk dewasa dengan penyemprotan insektisida. a.4.

Membunuh jentik-jentik dengan menebarkan ikan pemakan jentik. a.5.

Membunuh jentik dengan menyemprot larvasida.

Selain itu, pencegahan primer juga dilakukan terhadap parasit yaitu dengan

pengobatan profilaksis. Pengobatan profilaksis diberikan dengan tujuan mencegah

terjadinya infeksi atau timbulnya gejala. Jenis obat yang digunakan menurut

Departemen Kesehatan RI ada dua jenis, yaitu Klorokuin dan Sulfadoksin atau

Pirimetamin. Klorokuin diberikan satu minggu sekali, dimulai satu minggu sebelum

masuk daerah malaria dan diteruskan sampai 4 minggu setelah meninggalkan daerah

tersebut. Dosis yang diberikan yaitu 14 tablet/hari untuk umur <1 tahun, 12

Universitas Sumatera
Utara
tablet/hari untuk umur 1-4 tahun, 1 tablet/hari untuk umur 5-9 tahun, 1 12 tablet/hari

untuk umur 10-14 tahun, dan 2 tablet/hari untuk umur >15 tahun. 1 tablet klorokuin

mengandung 150 mg basa. Klorokuin tidak boleh diberikan dalam keadaan perut

kosong.

Sulfadoksin atau Pirimetamin diberikan apabila memasuki daerah resisten

klorokuin. Obat ini diberikan satu minggu sekali. Dosis yang diberikan yaitu 14

tablet/hari untuk umur 1-4 tahun, 12 tablet/hari untuk umur 5-9 tahun, 34

tablet/hari untuk umur 10-14 tahun, dan 1 tablet/hari untuk umur >15 tahun. 1 tablet

sulfadoksin/pirimetamin mengandung 500 mg/25 mg. Klorokuin tetap diberikan


14
untuk mencegah infeksi Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae.
2. Pencegahan Sekunder

Adalah upaya untuk mencegah orang yang telah sakit agar sembuh,
28
menghambat progresifitas penyakit dan menghindarkan komplikasi. Kegiatannya

meliputi: pencarian penderita secara aktif melalui skrining dan secara pasif dengan

melakukan pencatatan dan pelaporan kunjungan penderita malaria, diagnosa dini dan

pengobatan yang adekuat, dan memperbaiki status gizi guna membantu proses

27
penyembuhan.

Seringkali diagnosis malaria diperkirakan dan hanya terdapat satu spesimen

darah dalam laboratorium untuk pemeriksaan. Meskipun demikian, satu sediaan atau

satu spesimen tidak dapat dipercayai untuk menyingkirkan diagnosis terutama apabila

telah digunakan pengobatan atau profilaksis parsial. Penggunaan obat malaria secara

parsial dapat menyebabkan berkurangnya jumlah parasit sehingga akibatnya pada

Universitas Sumatera
Utara
pulasan darah hanya dijumpai sedikit parasit, yang menggambarkan parasetemia yang

rendah padahal pasien sedang menderita penyakit yang berat. Jumlah parasit yang

29
sedikit pada sediaan darah hapus juga terjadi pada fase awal atau kambuh.

Dianjurkan untuk membuat sediaan darah tipis dan tebal dan paling sedikit

diperiksa 200 sampai 300 lapangan pandang dengan minyak emersi sebelum

29
melaporkan suatu hasil yang negatif. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negatif

tidak mengenyampingkan diagnosis malaria. Pemeriksaan darah tepi 3 kali dan hasil

30
negatif, maka diagnosis malaria dikesampingkan. Untuk penderita tersangka

malaria berat perlu diperhatikan bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif,

perlu diperiksa ulang setiap 6 jam sampai 3 hari berturut-turut. Bila hasil pemeriksaan

darah tebal selama 3 hari berturut-turut tidak ditemukan parasit, maka diagnosis

31
malaria disingkirkan. Pemeriksaan sediaan darah dilakukan dengan pulasan

Giemsa. Diagnosis spesies yang akurat sangat penting dalam menentukan obat atau

29
kombinasi obat yang akan digunakan.

3. Pencegahan Tertier

Adalah upaya untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan


28
rahabilitasi. Kegiatannya meliputi: penanganan lanjut akibat komplikasi malaria,
27
dan rehabilitasi mental/psikologi.

2.9.2. Pemberantasan Penyakit Malaria

Kegiatan pemberantasan malaria bertujuan untuk memutuskan rantai

penularan penyakit malaria. Kegiatannya yaitu :

1. Pemberantasan Vektor

Universitas Sumatera
Utara
Pemberantasan vektor dilakukan dengan cara membunuh nyamuk dewasa

dengan cara penyemprotan rumah dengan menggunakan insektisida, membunuh

jentik dengan kegiatan anti larva, dan menghilangkan atau mengurangi tempat

perindukan. Dengan dibunuhnya nyamuk, maka parasit yang ada di tubuh

27
pertumbuhannya tidak akan selesai sehingga penyebarannya dapat dihentikan.

b. Penemuan Penderita dan Pengobatan Penderita Malaria

b.1. Mencari Penderita Malaria

Salah satu cara untuk memutuskan penyebaran penyakit malaria adalah

dengan cara menemukan penderita sedini mungkin, baik dilakukan secara aktif oleh

petugas khusus yang mengunjungi rumah secara teratur (Active Case Detection)

maupun dilakukan secara pasif (Passive Case Detection) yaitu memeriksa semua

pasien yang berkunjung ke UPK (Unit Pelayanan Kesehatan) seperti Polindes, Pustu,

Puskesmas, dan Rumah Sakit baik swasta maupun pemerintah yang menunjukkan

27
gejala klinis malaria.

b.2. Pengobatan Penderita Malaria

Pengobatan penderita malaria

meliputi : b.2.1. Pengobatan malaria klinis

Adalah pengobatan yang diberikan berdasarkan gejala klinis dan ditujukan

untuk menekan gejala klinis malaria serta membunuh gamet untuk mencegah

27
terjadinya penularan. Obat yang sering digunakan yaitu kina, klorokuin,

hidroksiklorokuin, dan amodiakuin yang semuanya efektif apabila parasit masuk ke

29
eritrosit melalui hati dan mulai dengan siklus eritrositik.

b.2.1. Pengobatan radikal


Universitas Sumatera
Utara
Adalah pengobatan yang diberikan kepada penderita malaria dengan

pemeriksaan laboratorium positif malaria. Pengobatan ini bertujuan untuk mencegah

27
timbulnya kambuh. WHO merekomendasikan pengobatan malaria secara global

dengan penggunaan regimen obat ACT (Artemisinin Combination Therapy). Komisi

ahli malaria dari Depkes RI sejak tahun 2004 sepakat dan menyetujui penggunaan

obat ACT sebagai obat lini I di seluruh Indonesia. Pengobatan ACT yang

13
direkomendasikan WHO pada tahun 2006 adalah :

1. Kombinasi artemeter lumefantrin

2. Kombinasi artesunate + amodikuin

3. Kombinasi artesunate + meflokuin

4. Kombinasi artesunate + sulfodoksin pirimetamin

b.2.3. Pengobatan masal (Mass Drug Administration = MDA)

Adalah pemberian pengobatan malaria klinis kepada semua penduduk (> 80%

27
penduduk) di daerah KLB sebagai bagian dari upaya penanggulangan KLB malaria.

b.2.4. Pengobatan kepada penderita demam (Mass Fever Treatment = MFT)

Dilakukan untuk mencegah KLB dan melanjutkan penanggulangan KLB,

yaitu diulang setiap 2 minggu setelah pengobatan MDA sampai penyemprotan

27
selesai.

Universitas Sumatera
Utara

Anda mungkin juga menyukai