Nico Adhitia Minggu 4
Nico Adhitia Minggu 4
Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak
berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah
melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-
undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat
sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati
dalam perjanjian. Contohnya; perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yang
sangat tinggi sehingga menutupi sinar matahari atau sebuah perjanjian agar
memotong rambut tidak sampai botak
B. Dasar hukum perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah
sebagai berikut:
ASAS KONSENSUALISME
Pasal 1320 KUHPdt : untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat sarat :
Asas pacta sun servanda berkaitan dengan akibat suatu perjanjian. Pasal 1338
ayat (1) KUHPdt:
Pasal 1338 KUHPdt : semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undangundang bagi mereka yang membuatnya
Di samping ketiga asas utama tersebut, masih terdapat beberapa asas hukum
perikatan nasional, yaitu :
I. Asas kepercayaan;
II. Asas persamaan hukum;
III. Asas keseimbangan;
IV. Asas kepastian hukum;
V. Asas moral;
VI. Asas kepatutan;
VII. Asas kebiasaan;
VIII. Asas perlindungan;
D.Hapusnya Perikatan
Dalam KUHpdt (BW) tidak diatur secara khusus apa yang dimaksud
berakhirnya perikatan, tetapi yang diatur dalam Bab IV buku III BW hanya
hapusnya perikatan. Pasal 1381 secara tegas menyebutkan sepuluh cara
hapusnya perikatan. Cara-cara tersebut adalah:
1. Pembayaran.
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
(konsignasi).
3. Pembaharuan utang (novasi).
4. Perjumpaan utang atau kompensasi.
5. Percampuran utang (konfusio).
6. Pembebasan utang.
7. Musnahnya barang terutang.
8. Batal/ pembatalan.
9. Berlakunya suatu syarat batal.
10.Dan lewatnya waktu (daluarsa).
Pembayaran
Berakhirnya kontrak karena pembayaran dijabarkan lebih lanjut dalam
Pasal 1382 BW sampai dengan Pasal 1403 BW. Pengertian pembayaran dapat
ditinjau secara sempit dan secara yuridis tekhnis.
Pembayaran dalam arti sempit adalah pelunasan utang oleh debitur
kepada kreditur, pembayaran seperti ini dilakukan dalam bentuk uang atau
barang. Sedangkan pengertian pembayaran dalam arti yuridis tidak hanya dalam
bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk jasa seperti jasa dokter, tukang bedah,
jasa tukang cukur atau guru privat.
Konsignasi
Konsignasi terjadi apabila seorang kreditur menolak pembayaran yang
dilakukan oleh debitur, debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai
atas utangnya, dan jika kreditur masih menolak, debitur dapat menitipkan uang
atau barangnya di pengadilan.
Novasi
Novasi diatur dalam Pasal 1413 Bw s/d 1424 BW. Novasi adalah sebuah
persetujuan, dimana suatu perikatan telah dibatalkan dan sekaligus suatu
perikatan lain harus dihidupkan, yang ditempatkan di tempat yang asli. Ada tiga
macam jalan untuk melaksanakan suatu novasi atau pembaharuan utang yakni:
Kompensasi
Kompensasi atau perjumpaan utang diatur dalam Pasal 1425 BW s/d
Pasal 1435 BW. Yang dimaksud dengan kompensasi adalah penghapusan masing-
masing utang dengan jalan saling memperhitungkan utang yang sudah dapat
ditagih antara kreditur dan debitur (vide: Pasal 1425 BW). Contoh: A
menyewakan rumah kepada si B seharga RP 300.000 pertahun. B baru
membayar setengah tahun terhadap rumah tersebut yakni RP 150.000. Akan
tetapi pada bulan kedua A meminjam uang kepada si B sebab ia butuh uang
untuk membayar SPP untuk anaknya sebanyak Rp 150.000. maka yang
demikianlah antara si A dan si b terjadi perjumpaan utang.
v Konfusio
Konfusio atau percampuran utang diatur dalam Pasal 1436 BW s/d Pasal
1437 BW. Konfusio adalah percampuran kedudukan sebagai orang yang berutang
dengan kedudukan sebagai kreditur menjadi satu (vide: Pasal 1436). Misalnya si
debitur dalam suatu testamen ditunjuk sebagai waris tunggal oleh krediturnya,
atau sidebitur kawin dengan krediturnya dalam suatu persatuan harta kawin.
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan
Pasal 1248 KUH Perdata.
3. Peralihan resiko
Adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar
kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi objek perjanjian
sesuai dengan Pasal 1237 KUH Perdata.
Daftar pustaka
https://aramayudho.wordpress.com/2012/04/07/dasar-hukum-perikatan/
http://budipratiko9.blogspot.co.id/2015/04/hukum-perikatan-hukum-perjanjian-
dan.html