Anda di halaman 1dari 50

Clinical Science Session

Kurang Energi Protein (KEP)

Nurhayati Nufus
12100114105

Preseptor :
Rini Sulviani, dr., Sp.A., M.Kes.

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


SMF ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH R. SYAMSUDIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNISBA
SUKABUMI
2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Malnutrisi energi protein merupakan salah satu dari empat masalah
gizi utama di Indonesia. Berdasarkan laporan World Health Organization
(WHO) tahun 2004 menyebutkan bahwa di negara berkembang, setiap empat anak
terkena Protein Energy Malnutrition di seluruh dunia: 26,7% underweight dan
32,5% stunted. Ada empat terbesar masalah nutrisi yaitu Protein Energy
Malnutrition, Iron Deficiency Anemia, Vitamin A Deficiency, dan Iodine
Deficiency Disorders.1
Di Indonesia secara nasional masalah gizi pada balita terjadi peningkatan
prevalensi gizi kurang (berat badan menurut umur). Hasil Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang dari
13,0% pada tahun 2010 meningkat menjadi 13,9% pada tahun 2013, dan gizi
buruk dari 4,9% pada tahun 2010 meningkat menjadi 5,7% pada tahun 2013.
Artinya sasaran menurunkan prevalensi pada tahun 2014 untuk gizi kurang
sebesar 15,0% sudah dapat dicapai namun untuk provinsi Jawa Barat angka
prevalensi gizi kurang mengalami peningkatan dari 9,9% pada tahun 2010
menjadi 16% pada tahun 2013. Untuk mencapai sasaran pada tahun 2014, upaya
perbaikan gizi masyarakat yang dilakukan adalah peningkatan program air susu
ibu (ASI) eksklusif, upaya penanggulangan gizi mikro melalui pemberian vitamin
A, tablet besi bagi ibu hamil, dan iodisasi garam, serta memperkuat penerapan tata
laksana kasus gizi buruk dan gizi kurang di fasilitas kesehatan.2
Balita merupakan salah satu kelompok yang rawan gizi selain ibu
hamil, ibu menyusui dan usia lanjut. Pada masa ini pertumbuhan sangat
cepat diantaranya pertumbuhan fisik dan perkembangan psikomotorik,
mental dan sosial. Anak balita mempunyai risiko yang tinggi dan harus
mendapatkan perhatian yang lebih.3 Balita memerlukan asupan gizi yang
tinggi untuk kebutuhan pertumbuhan dan perkembangannya.

Status gizi pada anak dinilai dengan menggunakan antropometri.


Indeks antropometri yang umum digunakan adalah berat badan menurut
umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut
tinggi badan (BB/TB). Berdasarkan standar baku Harvard melalui
pemeriksaan antropometri maka status gizi diklasifikasikan menjadi gizi
lebih (over weight), gizi baik, gizi kurang yang mencakup mild dan
moderate Protein Calori Malnutrition (PCM) dan gizi buruk untuk
severe PCM termasuk marasmus, marasmik-kwasiorkor dan kwasiorkor.4

1
Keadaan gizi kurang dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan,
perkembangan, khususnya pada perkembangan otak, penurunan kecerdasan serta
penurunan intelligence quotient (IQ), gangguan perkembangan mental, gangguan
perilaku seperti anak menjadi apatis, gangguan bicara, serta kerentanan terhadap
penyakit. Hal ini dapat berpengaruh pada kehadiran dan prestasi anak di
sekolah.1,5,6,7,8 Selain itu dapat berdampak buruk pada banyak organ dan
sistem yang pada dasarnya membutuhkan gizi karena gizi diperlukan dalam
metabolisme serta proses-proses yang terjadi di dalam tubuh.9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Status Gizi


Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari
keseimbangan antara zat gizi yang masuk kedalam tubuh dan
penggunaannya.10 Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan
keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari
nutriture dalam bentuk variabel tertentu.4

2
Menurut United Nations of Childrens Fund (UNICEF) banyak
faktor yang menyebabkan gizi kurang, yaitu:11
1. Penyebab langsung
Makanan dan penyakit dapat menyebabkan gizi kurang secara
langsung. Anak yang mendapatkan cukup makanan tetapi sering sakit,
pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang
tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya melemah dan
terserang penyakit.
2. Penyebab tidak langsung
Ada tiga penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang,
yaitu ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai, pola pengasuhan
anak kurang memadai dan pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang
memadai.

2.2 Penilaian Status Gizi


Penilaian status gizi perlu dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit-
penyakit yang erat kaitannya dengan asupan gizi. Menurut Gibson dalam
bukunya Nutritional Status, penilaian status gizi adalah upaya
menginterpretasikan semua informasi yang diperoleh melalui penilaian
antropometri, konsumsi makanan, biokimia, dan klinik. Sistem penilaian
status gizi dapat dilakukan dalam bentuk survei, surveilen, atau skrining.12

Sistem penilaian status gizi dalam bentuk survei, status gizi


masyarakat atau individu dinilai saat dilakukan survei terhadap seluruh
populasi di suatu daerah. Pada skala yang lebih kecil, survei gizi dapat
dilakukan dengan cara cross sectional terhadap masyarakat yang tinggal
di daerah yang diduga merupakan daerah risiko terjadinya masalah gizi.
Surveilen adalah proses yang dilakukan secara terus-menerus untuk
memonitor status gizi penduduk di suatu daerah.12

Penilaian status gizi terdiri atas 2 cara, yaitu langsung dan tidak
langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi
antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik sedangkan penilaian status gizi

3
secara tidak langsung dapat dibagi menjadi survei konsumsi makanan,
statistik vital, dan faktor ekologi.4
Penilaian status gizi secara langsung dan tidak langung akan dibahas
secara umum sebagai berikut.

A. Antropometri
1. Pengertian
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari
sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi.
2. Penggunaan
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan
fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropomteri disajikan dalam
bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah
sebagai berikut :
Umur.
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan
penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil
penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak
berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang
sering muncul adalah adanya kecenderunagn untuk memilih angka yang
mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur
anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12
bulan, 1 bulan adalah 30 hari.

Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran
massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap
perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi
makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks
BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat
perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam

4
penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling
banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja
tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan
kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu.
Tinggi Badan
Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat
dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk
melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan
berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan
dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U ( tinggi badan menurut umur), atau
juga indeks BB/TB ( Berat Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan
karena perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan
setahun sekali. Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter
penting untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang
berhubungan dengan status gizi.

Cara Menentukan status Gizi Menggunakan Indeks


Antropometri
BB/U: Berat badan menurut umur, tidak dapat
menggambarkan ada atau tidaknya kurang gizi
(akut/kronik).
PB/U atau TB/U: Panjang atau Tinggi badan menurut umur,
menggambarkan ada atau tidaknya kurang gizi kronik
(stunted atau pendek).
BB/PB atau BB/TB: Berat badan menurut tinggi badan,
menggambarkan ada tidaknya kurang gizi akut (wasted atau
kurus).
IMT/U: Indeks massa tubuh menurut umur, merupakan
indeks yang paling baik untuk menilai ada tidaknya
kelebihan gizi.

5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Tabel 1. Indikator Pertumbuhan menurut Z-score
Z-score Indikator pertumbuhan

PB/U atau BB/U BB/PB atau IMT/U


TB/U BB/TB
Di atas 3 Lihat Lihat Sangat Sangat
catatan 1 catatan 2 gemuk gemuk
(obes) (obes)
Diatas 2 Gemuk Gemuk
(overweight (overweight
) )
Diatas 1 Risiko Risiko
gemuk gemuk
(lihat (lihat
catatan 3) catatan 3)
0 (Angka
median)
Dibawah
-1
Dibawah Pendek BB kurang Kurus Kurus
-2 (stunted) (underweig (wasted) (wasted)
(Lihat ht) (Lihat (Lihat
catatan 4) catatan 6) catatan 6,7)
Dibawah Sangat BB sangat Sangat kurus Sangat
-3 pendek kurang ( (Severe kurus
(severe severe wasted) (Severe
stunted) underweigh (Lihat catatan wasted)
(Lihat catatan t) (Lihat 5,6,7)
4) catatan 6)

Catatan :
1. Seorang anak pada kategori ini termasuk sangat tinggi dan
biasanya tidak menjadi masalah kecuali anak yang sangat
tinggi mungkin mengalami gangguan endokrin seperti
adanya tumor yang memproduksi hormon pertumbuhan.
Rujuk anak tersebut, jika diduga mengalami endokrin
(misalnya anak tinggi sekali menurut umurnya, sedangkan
tinggi orang tua normal)
2. Seorang anak berdasarkan BB/U berdasarkan kategori ini,
kemungkinan mempunyai masalah pertumbuhan, tetapi
akan lebih baik bila anak ini dinilai berdasarkan indikator
PB/U atau TB/U, BB/TB atau BB/PB atau IMT/U.

16
3. Hasil ploting diatas 1 menunjukan kemungkinan risiko. Bila
kecenderungannya menuju garis z score 2 berarti risiko lebih
pasti.
4. Anak yang pendek atau sangat pendek kemungkinan akan
menjadi gemuk bila mendapatkan intervensi gizi yang salah.
5. Anak yang dinilai berdasarkan BB/PB atau TB sebagai
sangat kurus dan terlihat tanda-tanda klinis
marasmus,maka disebut marasmus.
6. Anak yang dinilai berdasarkan indeks BB/U atau indeks
lainnya bila dittemukan edema pada kedua punggung kaki
dan tidak ditemukan penyebab lain (penyebab jantung,
ginjal dan hati maka disebut kwasiorkor atau marasmic
kwashai kurus iorkor).
7. Anak yang dinilai berdasarkan indeks BB/PB atau TB sebagai
kurus disebut juga gizi kurang, dan sangat kurus disebut
juga gizi buruk.

Lingkar Lengan Atas


Lingkar lengan atas merupakan indicator nutrisi yang paling unggul
untuk seleksi kasus pederita gizi buruk dibandingka antroprometri lain seperti
BB/U, PB/BB,LILA/U. LILA berada di bagian pita berwarna merah (LILA
<15mm) disebut severe acute malnutrition, sedangkan jika LILA berada di
pita kuning disebut global acute malnutrition. Kelebihan LILA yaitu,
sederhana, penerimaan (acceptable), biaya murah, ketepatan dan akurasi, serta
sensitivitas, spesifisitas dan nlai prediksi terbaik. Namun kelemahan hanya
dapat digunakan pada umur 6-59 bulan dan mempunyai PB atau TB antara 65-
100cm karena pada kondisi tersebut nilai LILA relative sama.

B. Klinis
1. Pengertian
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai
status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang
terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat
pada jaringan epitel (superficial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan

17
mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti
kelenjar tiroid.
2. Penggunaan
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid
clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda
klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu
digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan
pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit.

C. Blokimia
1. Pengertian
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang
diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.
Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja dan juga beberapa
jaringan tubuh seperti hati dan otot.
2. Penggunaan
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan
terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi, Banyak gejala klinis yang kurang
spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk
menentukan kekurangan gizi yang spesifik.

D. Biofisik
1. Pengertian
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan
struktur dari jaringan.
2. Penggunaan
Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta
senja epidemik (epidemic of night blindnes), Cara yang digunakan adalah tes
adaptasi gelap.

E. Survei Konsumsi Makanan


1. Pengertian
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara
tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi

2. Penggunaan

18
Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran
tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu.
Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.

F. Statistik Vital
1. Pengertian
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis
data beberpa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka
kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang
berhubungan dengan gizi.
2. Penggunaan
Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak
langsung pengukuran status gizi masyarakat.

G. Faktor Ekologi
1. Pengertian
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi
sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya.
Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti
iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.
2. Penggunaan
Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui
penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program
intervensi gizi.

BAB III
KURANG ENERGI PROTEIN

3.1 Definisi
KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi
energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka

19
Kecukupan Gizi.13 KEP adalah suatu kondisi patologis yang diakibatkan
kegagalan kronis dan kumulatif terpenuhinya kebutuhan fisiologis energi dan
protein.14

3.2 Epidemiologi
KEP merupakan bentuk malnutrisi yang terdapat terutama pada anak-anak
di bawah umur 5 tahun dan kebanyakan di negara-negara sedang
berkembang.15
Di Indonesia terjadi peningkatan prevalensi gizi kurang (berat badan
menurut umur). Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013
menunjukkan prevalensi gizi kurang dari 13,0% pada tahun 2010
meningkat menjadi 13,9% pada tahun 2013, dan gizi buruk dari 4,9% pada
tahun 2010 meningkat menjadi 5,7% pada tahun 2013.2
Di Jawa Barat angka prevalensi gizi kurang mengalami peningkatan dari
9,9% pada tahun 2010 menjadi 16% pada tahun 2013.2
Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2004 menyebutkan
bahwa di negara berkembang, setiap empat anak terkena Protein Energy
Malnutrition di seluruh dunia: 26,7% underweight dan 32,5% stunted.1

3.3 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya KEP dapat dibagi menjadi 2, yaitu:14
1. KEP Primer
Kekurangan konsumsi karena tidak tersedianya bahan makanan
Faktor-faktor penyebab KEP akibat dari asupan makanan yang kurang
atau asupan makanan dengan kualitas nutrisi protein yang rendah
diantaranya:
a. Faktor Sosial dan Ekonomi
Kemiskinan menyebabkan ketersediaaan makanan yang
rendah, kepadatan penduduk dan kondisi pemukiman yang tidak
sehat, serta perawatan anak yang tidak layak, kesalahpahaman
tentang kegunaan makanan tertentu, ketidakcukupan pemberian
makan selama sakit, dan distribusi makanan yang tidak tepat.

20
Kebiasaan budaya dan sosial yang menentukan makanan
tabu, beberapa makanan dan kebiasaan makan terutama populer
diantara dewasa dan wanita, dan perpindahan dari daerah desa ke
kota dapat menyebabkan atau mempercepat pemunculan KEP.
b. Faktor Biologis
Malnutrisi maternal sebelum dan/atau selama kehamilan
lebih sering menyebabkan berat badan bayi baru lahir yang rendah.
Penyakit infeksius adalah penyumbang utama sebagai penyebab
KEP, seperti diare, campak, AIDS, tuberkulosis yang menyebabkan
keseimbangan negatif protein dan energi karena anoreksia
(pengurangan asupan makanan), muntah, penurunan absorpsi
(kehilangan nutrien), dan proses katabolik (peningkatan kebutuhan
dan kehilangan metabolik).
c. Faktor Lingkungan
Kondisi pemukiman padat/tidak sehat menimbulkan
infeksi, yang juga merupakan penyebab KEP yang sangat penting,
terutama diantara orang dengan kejadian diare yang berat dan
sering. Pola pertanian, kekeringan, banjir, perang, dan perpindahan
darurat akan mengalami kekurangan makanan dan dapat
menyebabkan KEP di semua populasi.
d. Umur
KEP dapat mempengaruhi semua tingkat umur, namun lebih
sering pada bayi dan anak-anak yang sedang tumbuh dengan
peningkatan kebutuhan nutrisi (mereka tidak mendapat makanan
sendiri dan biasanya tinggal pada kondisi higienis di bawah
rendah), sehingga sering menjadi diare atau infeksi lainnya. Bayi
yang disapih lebih awal dari ASI atau yang diberi susu formula
untuk jangka panjang tanpa pemberian makanan komplemen yang
cukup akan menjadi malnutrisi karena kekurangan asupan energi
dan protein yang adekuat.

2. KEP Sekunder

21
Kekurangan kalori-protein akibat penyakit (misalnya penyakit ginjal, hati,
jantung, paru, dan lain-lain)

3.4 Faktor Resiko


Orang yang beresiko menderita penyakit kurang energi protein (KEP)
adalah orang yang kehilangan berat badan ketika terjadi :
Intake atau asimilasi gastrointestinal untuk menghasilkan kalori tidak
mencukupi kebutuhan gizi
Kebutuhan energi lebih besar dibandingkan konsumsi makanan dan
asimilasinya dalam tubuh
Metabolisme nutrisi yang tidak berfungsi baik karena adanya proses
penyakit intrinsik

3.5 Klasifikasi KEP


Berdasarkan lama dan beratnya, diklasifikasikan sebagai KEP ringan-
sedang (gizi kurang) dan KEP berat (gizi buruk).15
KEP ringan :
Bila berat badan menurut umur (BB/U) 70-80% baku median WHO-
NCHS dan/atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 80-90% baku
median WHO-NCHS;
KEP sedang :
Bila BB/U 60-70% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB 70-80%
baku median WHO-NCHS;
KEP berat/gizi buruk :
Bila BB/U <60% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB <70% baku
median WHO-NCHS.

Catatan :
KEP berat/gizi buruk secara klinis terdapat dalam 3 (tiga) tipe, yaitu
Kwashiorkor, Marasmus, dan Marasmik-Kwashiorkor;
Tanpa melihat berat badan, bila disertai edema yang bukan karena
penyakit lain adalah KEP berat/gizi buruk tipe Kwashiorkor;

Tabel 2 Klasifikasi Kurang Energi Protein14

22
KEP sedang KEP Berat
Edema Simetris Tidak Ya (Kwashiorkor)
BB/TB (Z skor) -2 s/d -3 SD (kurus) <-3 SD marasmus (sangat kurus)
TB/U (Z-skor) -2 s/d -3 SD (pendek) <-3 SD (sangat pendek)
Catatan : untuk anak >5 tahun, sebagai pembanding digunakan referensi kurva
pertumbuhan WHO 2007 dan menggunakan indeks antropometri BMI untuk usia
(BMI/U) sebagai ganti BB/TB

3.6 Manifestasi Klinis


Sebagian besar penyakit KEP terdapat dalam bentuk ringan. Gejala
penyakit KEP ringan ini tidak jelas, hanya terlihat bahwa berat badan anak lebih
rendah jika dibandingkan dengan anak seumurnya.
A. KEP Ringan
Sering ditemukan gangguan pertumbuhan:15
- Anak tampak kurus
- Pertumbuhan linier berkurang atau terhenti
- Berat badan tidak bertambah, adakala bahkan turun
- Ukuran lingkar lengan atas lebih kecil dari normal
- Maturasi tulang terhambat
- Rasio berat badan terhadap tinggi badan normal/menurun
- Tebal lipatan kulit normal atau berkurang
- Anemia ringan
- Aktivitas dan perhatian berkurang jika dibandingan anak sehat
B. KEP Berat
Bentuk KEP berat memberi gambaran klinis yang khas, misalnya bentuk
kwashiorkor, bentuk marasmus atau bentuk campuran kwashiorkor-marasmus.15,16

1. Kwashiorkor

23
- Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki
(dorsum pedis). Diawali dengan edema pada kedua punggung kaki +,
tungkai dan lengan bawah ++ , dan seluruh tubuh (wajah dan perut) +
++ .
- Penampilan seperti anak gendut
- Wajah membulat dan sembab
- Pandangan mata sayu
- Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut
tanpa rasa sakit, dan rontok. Pada kwashiorkor yang lanjut terlihat
rambut kusam, kering, halus, jarang. Warna hitam menjadi merah,
coklat, kelabu sampai putih.
- Perubahan status mental (rewel, banyak menangis, pada pada stadium
lanjut sangat apatis)
- Pembesaran hati
- Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri
atau duduk
- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah
warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement
dermatosis). Dimulai dengan titik merah menyerupai petekie, berpadu
menjadi bercak yang lambat laun menghitam, yang kemudian akan
mengelupas maka terdapat bagian yang merah dikelilingi oleh batas-
batas yang masih hitam. Bagian tubuh yang sering basah disebabkan
terjadinya keringat atau air kencing dan terus-menerus berupa bercak
merah muda yang meluas dan berubah warna mendapat tekanan
merupakan predileksi terjadinya crazy pavement dermatosis.

- Pertumbuhan terganggu, berat badan dibawah 60% menurut welcome-


trust, begitu pula dengan tinggi badannya bila KEP sudah berlangsung
lama
- Sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut, anemia, dan
diare

2. Marasmus

24
- Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti orang tua
- Perubahan status mental (cengeng, rewel, apatis)
- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada
(pada daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/baggy
pants) sehingga turgor kulit berkurang. Kulit juga tampak kering dan
dingin.
- Perut cekung
- Tulang rusuk menonjol (Iga gambang,:piano sign)
- Sering disertai: - penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
- diare
- Otot-otot atrofi
- Tekanan darah rendah dan tidak jarang terdapat bradikardi
- Frekuensi nafas berkurang
- Anemia

3. Marasmik-Kwashiorkor

25
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klnik
Kwashiorkor dan Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-
NCHS disertai edema yang tidak mencolok.

Tabel 3 Perbedaan Marasmus dan Kwashiorkor

Tabel 4 Perbedaan Marasmus dan Kwashiorkor

26
3.7 Kriteria Diagnosis
Diagnosis KEP didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.14 Di dalam anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai
berikut :
a. Asupan makanan (Intake makanan dan cairan saat ini, diet sebelum sakit,
menyusui/ASI, hilangnya nafsu makan)
b. Aktivitas
c. Penyakit yang mendasari (durasi dan frekuensi diare dan muntah, tipe diare
(berair/berdarah), batuk kronis, diketahui atau suspek menderita HIV, kontak
dengan penderita tuberkulosis, kontak dengan penderita campak)
d. Lingkungan keluarga untuk mengetahui latar belakang sosial anak
e. Riwayat selama postnatal (berat badan lahir)
f. Riwayat tumbuh kembang: ditimbang setiap bulan, duduk, berdiri, bicara dan
lain-lain
g. Riwayat imunisasi

Pada pemeriksaan fisik dilihat adanya:


a. Tanda-tanda klinis defisiensi makro dan mikronutrien, seperti defisiensi
vitamin A pada mata : konjungtiva atau kornea kering (Bitots spot) ulkus
kornea, dan keratomalasia.

27
b. Antropometri
(BB/TB)
c. Pitting Edema

d. Perubahan kulit pada kwashiorkor; hipo


atau hiperpigmentasi, deskuamasi,
ulserasi, lesi eksudatif yang sering dengan infeksi sekunder (candida).
e. Tanda dehidrasi: tampak haus, mata cekung, turgor buruk (hati-hati
menentukan status dehidrasi pada gizi buruk).
f. Adakah tanda syok (tangan dingin, capillary refill time yang lambat, nadi
lemah dan cepat), kesadaran menurun.
g. Demam (suhu aksilar 37.5 C) atau hipotermi (suhu aksilar < 35.5 C).
h. Frekuensi dan tipe pernapasan: pneumonia atau gagal jantung
i. Sangat pucat
j. Pembesaran hati dan ikterus
k. Adakah perut kembung,bising usus melemah/meninggi, tanda asites, atau
adanya suara seperti pukulan pada permukaan air (abdominal splash)

Pemeriksaan Penunjang
Darah : Hb, Leukosit, Eritrosit, Nilai Absolut Eritrosit, Hematokrit, Apus
Darah Tepi, Albumin, Protein Total, Ureum, Kreatinin, Kolesterol, HDL,
Trigliserida, Fe, TIBC, Transthyretin Serum, Elektrolit, Glukosa, Bilirubin,
Indeks Protrombin dan Biakan
Urin : rutin, kultur
Apus Rektal

28
Foto Rontgen toraks

Tabel 5 Pemeriksaan Penunjang

Jenis pemeriksaan Hasil dan kepentingannya

Glukosa darah Kadar glukosa < 54 mg% (3 mol) menunjukkan


hipoglikemia
Darah tepi Hb < 4 g% atau Hct < 12% menunjukkan anemia
Hemoglobin atau berat
hematokrit
Pemeriksaan dan kultur Adanya bakteri/leukosit > 10 /LP menunjukkan
urine adanya infeksi saluran kemih
Pemeriksaan tinja Darah menunjukkan disentri, kista atau tropozoit
mikroskopik giardia menunjukkan infeksi giardia lamblia
Foto rontgen dada Pneumonia pada gizi buruk tidak menunjukkan
pengabutan yang jelas seperti halnya anak gizi baik
Pelebaran gambaran pembuluh darah menujukkan
gagal jantung
Uji mantoux untuk TB Sering negatif pada anak dan juga bila telah
diberikan BCG sebelumnya

3.8 Penatalaksanaan
3.8.1 KEP Ringan
Diberikan penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di rumah dan
pemberian vitamin. Dianjurkan untuk memberikan ASI eksklusif (Bayi <4 bulan)
dan terus memberikan ASI sampai 2 tahun. Pada pasien KEP ringan yang dirawat
inap untuk penyakit lain, diberikan makanan sesuai dengan penyakitnya dengan
tambahan energi sebanyak 20% agar tidak jatuh pada KEP sedang atau berat, serta
untuk meningkatkan status gizinya. Selain itu obati penyakit penyerta.

3.8.2 KEP sedang


Kebutuhan kalori ditentukan berdasarkan berat badan ideal dikalikan RDA
(recommended Dietary Allowances) menurut usia tinggi (height age). Usia tinggi
adalah usia bila tinggi badan anak tersebut merupakan P50 pada grafik. Kebutuhan
nutrien tertentu secara khusus dihitung pada kondisi klinis tertentu.
Berdasarkan perhitungan target BB-ideal:

29
BB ideal x RDA menurut usia tinggi
Pemberian kalori awal sebesar 50-75% dari target untuk menghindari
refeeding .
a. Penderita rawat jalan (di RS/Puskesmas):
Diberikan nasehat pemberian makanan dengan tambahan energi 2050% dan
vitamin serta teruskan ASI bila anak <2 tahun. Pantau kenaikan berat
badannya setiap 2 minggu dan obati penyakit penyerta.
b. Penderita rawat inap:
Diberikan makanan tinggi energi dan protein, secara bertahap sampai dengan
energi 20-50% di atas kebutuhan yang dianjurkan (Angka Kecukupan
Gizi/AKG) dan diet sesuai dengan penyakitnya, berat badan dipantau setiap
hari, selain itu diberi vitamin dan penyuluhan gizi. Setelah penderita sembuh
dari penyakitnya, tapi masih menderita KEP ringan atau sedang, rujuk ke
puskesmas untuk penanganan masalah gizinya.

3.8.3 KEP berat/gizi buruk


Bila ditemukan anak dengan KEP berat/gizi buruk harus dirawat inap.
Pada tata laksana rawat inap penderita KEP berat/Gizi buruk di Rumah Sakit
terdapat 5 (lima) aspek penting, yang perlu diperhatikan: 14,16
A. Prinsip dasar pengobatan rutin KEP berat/Gizi buruk (10 langkah utama)
B. Pengobatan penyakit penyerta
C. Kegagalan pengobatan
D. Penderita pulang sebelum rehabilitasi tuntas
E. Tindakan pada kegawatan.

Dalam proses pengobatan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase
stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Tatalaksana ini digunakan baik pada
penderita kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-kwashiorkor. Bagan dan jadwal
pengobatan sebagai berikut:14,16

Tabel 6 Bagan dan Jadwal Pengobatan Kurang Energi Protein Berat


No FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASI
Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke 3-7

30
1 Hipoglikemia
2 Hipotermia
3 Dehidrasi
4 Elektrolit
5 Infeksi
6 MulaiPemberian
Makanan
7 Tumbuh
kejar/peningkatan
pemberian makanan
8 Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe
9 Stimulasi
10 Tindak lanjut

Pengobatan rutin yang dilakukan di rumah sakit berupa 10 langkah penting


yaitu:14,16
1. Atasi/cegah hipoglikemia
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5. Obati/cegah infeksi
6. Koreksi defisiensi nutrien mikro
7. Mulai pemberian makanan
8. Fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth)
9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.

A. SEPULUH LANGKAH UTAMA PADA TATA LAKSANA KEP


BERAT/GIZI BURUK
LANGKAH KE-1: PENGOBATAN/PENCEGAHAN HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemia dan hipotermia biasanya terjadi bersama-sama, seringkali sebagai
tanda adanya infeksi. Periksa kadar gula darah bila ada hipotermia (suhu ketiak
<36C/suhu dubur <36C). Pemberian makanan yang sering penting untuk
mencegah kedua kondisi tersebut. Hipoglikemia seringkali merupakan penyebab

31
kematian pada 2 hari pertama perawatan. Hipoglikemi dapat terjadi karena adanya
infeksi berat atau anak tidak mendapat makanan selama 4-6 jam.
Bila kadar gula darah dibawah 54 mg/dl atau 3 mmol/dl, berikan:
Bila anak sadar :
1 Glukosa 10% atau larutan sukrosa 10% sebanyak 50 ml bolus (pemberian
sekaligus). (1 sdt gula dalam 5 sdm air) secara oral atau pipa naso-gastrik.
2 Selanjutnya berikan larutan tersebut setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali
berikan bagian dari jatah untuk 2 jam)
3 Berikan antibiotika (lihat langkah 5)
4 Secepatnya berikan makan setiap 2 jam, siang dan malam (lihat langkah 6)
Bila anak tidak sadar
1. Glukosa 10% IV 5 mg/kgBB diikuti dengan glukosa atau larutan sukrosa 10%
sebanyak 50 ml melalui NGT.
2. Bila anak mulai sadar segera berikan F75 (lihat langkah 6)

Pemantauan :
- Bila kadar glukosa darah rendah, ulangi pemeriksaan gula darah dengan darah
dari ujung jari atau tumit setelah 2 jam.
- Sekali diobati, kebanyakan anak akan stabil dalam 30 menit
- Bila gula darah turun lagi sampai <50 mg/dl, ulangi pemberian 50 ml (bolus)
larutan glukosa 10% atau sukrosa, dan teruskan pemberian setiap 30 menit
sampai stabil.
- Ulangi pemeriksaan gula darah bila suhu aksila <36C dan/atau kesadaran
menurun.
Pencegahan :
- Mulai segera pemberian makan setiap 2 jam (langkah 6), sesudah dehidrasi
yang ada dikoreksi.
- Selalu memberikan makanan sepanjang malam.
Catatan :

32
Bila tidak dapat memeriksa kadar glukosa darah, anggaplah setiap anak KEP
berat/gizi buruk menderita hipoglikemia dan atasi segera dengan ditatalaksana
seperti tersebut di atas.

LANGKAH KE-2: PENGOBATAN/PENCEGAHAN HIPOTERMIA


Bila suhu ketiak <36C :
Periksalah suhu dubur dengan menggunakan termometer suhu rendah. Bila tidak
tersedia termometer suhu rendah dan suhu anak sangat rendah pada pemeriksaan
dengan termometer biasa, anggap anak menderita hipotermia.
Bila suhu dubur <36C :
- Segera beri makanan cair/formula khusus (mulai dengan rehidrasi bila perlu)
- Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala,
letakkan dekat lampu atau pemanas (jangan gunakan botol air panas) atau
peluk anak di dada ibu, selimuti (skin to skin metoda kanguru).
- Berikan antibiotika (lihat langkah 5).
Pemantauan:
- Periksa suhu dubur setiap 2 jam sampai suhu mencapai >36,5C, bila memakai
pemanas ukur setiap 30 menit
- Pastikan anak selalu terbungkus selimut sepanjang waktu, terutama malam hari
- Raba suhu anak
- Bila ada hipotermia, periksa kemungkinan hipoglikemia.
Pencegahan:
- Segera beri makan/formula khusus setiap 2 jam (lihat langkah 6).
- Sepanjang malam selalu beri makan
- Selalu diselimuti dan hindari keadaan basah (segera ganti popok, baju,
selimut, alas tempat tidur)
- Hindari paparan langsung dengan udara (mandi atau pemeriksaan medis
terlalu lama).

LANGKAH KE-3: PENGOBATAN/PENCEGAHAN DEHIDRASI


Jangan menggunakan jalur intravena / i.v. untuk rehidrasi kecuali pada keadaan
syok/renjatan. Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati, tetesan perlahan-

33
lahan untuk menghindari beban sirkulasi dan jantung. (Lihat penanganan
kegawatan).
Cairan rehidrasi oral standar WHO mengandung terlalu banyak natrium dan
kurang kalium untuk digunakan pada penderita KEP berat/gizi buruk. Sebagai
pengganti, berikan larutan garam/elektrolit khusus yaitu Resomal (Rehydration
Solution for Malnutrition atau penggantinya)
Diagnosis pasti adanya dehidrasi adalah dengan pengukuran berat jenis urin
(>1.030), selain tanda dan gejala klinis khas bila ada antara lain rasa haus dan
mukosa mulut kering. Tidak mudah untuk memperkirakan status dehidrasi pada
KEP berat/gizi buruk dengan menggunakan tanda-tanda klinis saja. Jadi, anggap
semua anak KEP berat/gizi buruk dengan diare encer mengalami dehidrasi
sehingga harus diberi:
- Cairan Resomal / pengganti sebanyak 5 ml/KgBB setiap 30 menit selama 2
jam secara oral atau lewat pipa nasogastrik.
- Selanjutnya beri 510 ml/kg/jam untuk 410 jam berikutnya; jumlah tepat
yang harus diberikan tergantung berapa banyak anak menginginkannya dan
banyaknya kehilangan cairan melalui tinja dan muntah.
- Ganti Resomal/cairan pengganti pada jam ke-6 dan ke-10 dengan formula
khusus sejumlah yang sama bila keadaan rehidrasi menetap/stabil.
- Selanjutnya mulai beri formula khusus (langkah 6).
- Selama pengobatan, pernafasan cepat dan nadi lemah akan membaik dan anak
mulai kencing.
Pemantauan
Penilaian atas kemajuan proses rehidrasi setiap -1 jam selama 2 jam pertama,
kemudian setiap jam untuk 6-12 jam selanjutnya.dengan memantau:
- denyut nadi
- pernafasan
- frekuensi kencing
- frekuensi diare/muntah.
Adanya air mata, mulut basah, kecekungan mata dan ubun-ubun besar yang
berkurang, perbaikan turgor kulit, merupakan tanda bahwa rehidrasi telah
berlangsung, tetapi pada KEP berat/gizi buruk perubahan ini seringkali tidak

34
terlihat, walaupun rehidrasi sudah tercapai. Pernafasan dan denyut nadi yang cepat
dan menetap selama rehidrasi menunjukkan adanya infeksi atau kelebihan cairan.
Tanda kelebihan cairan: frekwensi pernafasan dan nadi meningkat, edema dan
pembengkakan kelopak mata bertambah. Bila ada tanda-tanda tersebut, hentikan
segera pemberian cairan dan nilai kembali setelah 1 jam.
Pencegahan:
- Bila diare encer berlanjut: teruskan pemberian formula khusus (langkah 6)
- Ganti cairan yang hilang dengan Resomal / pengganti (jumlah + sama)
Sebagai pedoman, berikan Resomal/pengganti sebanyak 50-100 ml setiap
kali buang air besar cair
- Bila masih mendapat ASI, teruskan.

LANGKAH KE-4: KOREKSI GANGGUAN KESEIMBANGAN


ELEKTROLIT
Pada semua KEP berat terjadi kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na
plasma rendah. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) sering terjadi dan
paling sedikit perlu 2 minggu untuk pemulihan.
Ketidakseimbangan elektrolit ini ikut berperan pada terjadinya edema (jangan
obati edema dengan pemberian diuretikum)
Berikan :
- Tambahan Kalium 2-4 mEq/kg BB/hari (= 150-300 mg KCl/kgBB/hari)
- Tambahkan Mg 0.3-0.6 mEq/kg BB/hari (= 7.5-15 mg MgCl2 /kgBB/hari)
- Untuk rehidrasi, berikan cairan rendah natrium (Resomal/pengganti)
- Siapkan makanan tanpa diberi garam/rendah garam.
Tambahan K dan Mg dapat disiapkan dalam bentuk larutan yang ditambahkan
langsung pada makanan. Penambahan 20 ml larutan tersebut pada 1 liter formula,
dapat memenuhi kebutuhan K dan Mg. (Lihat lampiran 6 untuk cara pembuatan
larutan).

LANGKAH KE-5: PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN INFEKSI


Pada KEP berat/gizi buruk, tanda yang biasanya menunjukkan adanya infeksi
seperti demam seringkali tidak tampak.

35
Karenanya pada semua KEP berat/gizi buruk beri secara rutin :
- Antibiotik spektrum luas
- Vaksinasi Campak bila umur anak >6 bulan dan belum pernah diimunisasi,
bila keadaan anak sudah memungkinkan (paling lambat sebelum anak
dipulangkan)
- Ulangi pemberian vaksin setelah keadaan gizi anak menjadi baik.
- Beberapa ahli memberikan metronidazol (7.5 mg/kg, setiap 8 jam selama 7
hari) sebagai tambahan pada antibiotik spektrum luas guna mempercepat
perbaikan mucosa usus dan mengurangi resiko kerusakan oksidatif dan infeksi
sistemik akibat pertumbuhan bakteri anaerobik dalam usus halus.
Pilihan antibiotik spektrum luas:
Bila tanpa penyulit:
Kotrimoksasol 5 ml suspensi pediatri secara oral, 2 x/hari selama 5 hari (2,5 ml
bila berat badan < 4 Kg)
Bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada penyulit (hipoglikemia: hipotermia,
infeksi kulit, saluran nafas atau saluran kencing), beri :
Ampisilin 50 mg/kgBB/i.m./i.v. setiap 6 jam selama 2 hari, dilanjutkan dengan
Amoksisilin secara oral 15 mg/KgBB setiap 8 jam selama 5 hari. Bila amoksisilin
tidak ada, teruskan ampisilin 50mg/kgBB setiap 6 jam secara oral.
Dan
Gentamicin 7.5 mg /Kg/BB/i.m./i.v. sekali sehari, selama 7 hari.
Bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan klinis, tambahkan kloramfenikol 25
mg/kg/BB/i.m./i.v. setiap 6 jam selama 5 hari.
Bila terdeteksi infeksi kuman yang spesifik, tambahkan antibiotik spesifik yang
sesuai. Tambahkan obat anti malaria bila pemeriksaan darah untuk malaria
positif.
Bila anoreksia menetap setelah 5 hari pengobatan antibiotik, lengkapi pemberian
hingga 10 hari. Bila masih tetap ada, nilai kembali kadaan anak secara lengkap,
termasuk lokasi infeksi, kemungkinan adanya organisme yang resisten serta
apakah vitamin dan mineral telah diberikan dengan benar.

LANGKAH KE-6: KOREKSI DEFISIENSI MIKRO NUTRIEN

36
Semua KEP berat menderita kekurangan vitamin dan mineral. Walaupun anemia
biasa dijumpai, jangan terburu-buru memberikan preparat besi (Fe), tetapi tunggu
sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya setelah minggu
ke-2). Pemberian besi pada masa awal dapat memperburuk keadaan infeksinya.
Berikan setiap hari:
- Suplementasi multivitamin
- Asam folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama)
- Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari
- Tembaga (Cu) 0.2 mg/kgBB/hari
- Bila BB mulai naik: Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferrosus 10 mg/kgBB/hari
- Vitamin A oral pada hari 1 :
umur > 1 tahun : 200.000 SI, 6-12 bulan : 100.000 SI, 0-5 bulan : 50.000 SI
(jangan berikan bila sebelumnya anak sudah pasti mendapat vit. A).

LANGKAH KE-7: MULAI PEMBERIAN MAKANAN


- Pada awal fase stabilisasi, perlu pendekatan yang sangat berhati-hati karena
keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.
- Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang
sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi
metabolisme basal.
- Formula khusus seperti F-WHO 75 yang dianjurkan dan jadwal pemberian
makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut
di atas.
- Berikan formula dengan cangkir/gelas. Bila anak terlalu lemah, berikan
dengan sendok / pipet.
- Pada anak dengan selera makan baik dan tanpa edema, jadwal pemberian
makanan pada fase stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1 hari
untuk setiap tahap). Bila asupan makanan mencapai kurang dari 80 Kkal/kg
BB/hari, berikan sisa formula melalui pipa nasogastrik. Jangan beri makanan
lebih 100 Kkal/kgBB/hari pada fase stabilisasi ini.
Pantau dan catat :

37
- Jumlah yang diberikan dan sisanya
- Muntah
- Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja
- BB (harian).
Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan berkurang dan BB mulai naik, tetapi
pada penderita dengan edema BB-nya akan menurun dulu bersamaan dengan
menghilangnya edema, baru kemudian BB mulai naik.
Bila diare berlanjut atau memburuk walaupun pemberian nutrisi sudah berhati-
hati. (lihat bab diare persisten).

LANGKAH KE-8: PERHATIKAN TUMBUH KEJAR


Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar agar
tercapai masukan makanan yang tinggi dan pertambahan berat badan
>10g/kgBB/hari. Awal fase rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan,
biasanya 1-2 minggu setelah dirawat.
Transisi secara perlahan dianjurkan untuk menghindari risiko gagal jantung dan
intoleransi saluran cerna yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan
dalam jumlah banyak secara mendadak.
Pada periode transisi, dianjurkan untuk merubah secara perlahan-lahan dari
formula khusus awal ke formula khusus lanjutan :
- Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml)
dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per
100 ml) dalam jangka waktu 48 jam.
- Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan
kandungan energi dan protein yang sama.
- Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula
tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali (=200
ml/kgBB/hari).
Pemantauan pada masa transisi:
frekuensi nafas
frekuensi denyut nadi

38
Bila terjadi peningkatan detak nafas >5x/menit dan denyut nadi >25x/menit dalam
pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula. Setelah
normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas.
Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi:
- Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering.
- Energi : 150-220 Kkal/kgBB/hari
- Protein 4-6 gram/kgBB/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula, karena
energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.
Pemantauan setelah periode transisi:
Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan berat badan :
- Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
- Evaluasi kenaikan BB setiap minggu (g/kgBB/minggu)
Bila kenaikan BB:
- Kurang ( <5 g/kgBB/hari ), perlu re-evaluasi menyeluruh :
Sedang (5-10 g/kgBB/haris), evaluasi apakah masukan makanan mencapai
target atau apakah infeksi telah dapat diatasi.

LANGKAH KE-9: BERIKAN STIMULASI SENSORIK DAN


DUKUNGAN EMOSIONAL
Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku,
karenanya berikan:
- Kasih sayang
- Lingkungan yang ceria
- Terapi bermain terstruktur selama 15 30 menit/hari
- Aktifitas fisik segera setelah sembuh
- Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb).

LANGKAH KE-10: TINDAK LANJUT DI RUMAH


Bila gejala klinis sudah tidak ada dan BB anak sudah mencapai 80% BB/U, dapat
dikatakan anak sembuh.

39
Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan dirumah
setelah penderita dipulangkan.
Peragakan kepada orangtua :
- pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang
padat
- terapi bermain terstruktur.
Sarankan:
- Membawa anaknya kembali untuk kontrol secara teratur:
- Pemberian suntikan/imunisasi dasar dan ulangan (booster)
- Pemberian vitamin A setiap 6 bulan.

TATALAKSANA DIET PADA BALITA KEP BERAT


Tatalaksana diet pada balita KEP berat ditujukan untuk memberikan makanan
tinggi energy, protein, dan cukup vitamin mineral secara bertahap guna mencapai
status gizi optimal.

Pemberian Diet
Pemberian diet pada KEP berat harus memenuhi syarat sebagai berikut:
- Melalui 3 fase yaitu fase stabilisasi, transisi, dan rehabilitasi
- Kenutuhan energi : 100 200 kal/kgBB/hari
- Kebutuhan protein : 1 6 g/kgBB/hari
- Pemberian suplementasi vitamin dan mineral bila ada defisiensi atau
pemberian bahan makanan sumber mineral tertentu sebagai berikut:
Sumber Zn : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah, telur ayam
Sumber Cu : tiram, daging, hati
Sumber Mn : beras, kacang tanah, kedelai
Sumber Mg : daun seledri, bubuk coklat, kacang-kacangan, bayam
Sumber K : jus tomat, pisang, kacang-kacangan, kentang, apel, alpukat, bayam,
daging tanpa lemak.
- Jumlah cairan 150-200 ml/kgBB/hari, bila edema dikurangi
- Cara pemberian per oral atau lewat NGT
- Porsi makan kecil dan frekuensi sering
- Makanan fase stabilisasi harus hiperosmolar, rendah laktosa, dan rendah serat
(Lihat tabel 7 Formula WHO dan Modifikasi)
- Teruskan pemberian ASI
- Jenis makanan berdasarkan berat badan
- BB <7kg diberikan kembali makanan bayi
- BB >7kg dapat langsung diberikan makanan anak secara bertahap

40
- Mempertimbangkan hasil anamnesis riwayat gizi

Tabel 7 Formula WHO dan Modifikasi


Bahan Per 1000 F 75 F 100 F 135
ml
FORMULA WHO
Susu skim bubuk g 25 85 90
Gula pasir g 100 50 65
Minyak sayur g 30 60 75
Larutan elektrolit ml 20 20 27
Tambahan air s/d ml 1000 1000 1000
NILAI GIZI per
100ml
Energi Kalori 75 100 135
Protein G 0,9 2,9 3,3
Lactosa G 1,3 4,2 4,8
Potasium mmol 3,6 5,9 6,3
Sodium mmol 0,6 1,9 2,2
Magnesium mmol 0,43 0,73 0,8
Seng mg 2,0 2,3 3,0
Copper mg 0,25 0,25 0,34
% energi protein - 5 12 10
% energi lemak - 36 53 57
Osmolality mosm/l 413 419 508
MODIFIKASI Modifikas Modifika Modifikas
FORMULA WHO i F75 si F100 i F135
Susu full cream g 35 110 25
Gula pasir g 100 50 75
Tepung beras/tapioka g - - 50
Tepung tempe g - - 150
Minyak kelapa/kacang g 20 30 60
Larutan elektrolit ml 20 20 27
NILAI GIZI per 100 ml
Energi kal 75 109,8 132,8
Protein g 0,9 3,0 3,8
Laktosa g 1,3 5,2 1,3
% energi protein - 5 12 11
%energi lemak - 36 53 48
Osmolaritas mosm/ml 413 419 508
Keterangan :
Fase stabilisasi diberikan formula WHO F75 atau modifikasi
Fase transisi diberikan formula WHO F75 sampai F100 atau modifikasi

Fase rehabilitasi diberi secara bertahap dimulai dari pemberian formula


WHO F135 sampai makanan biasa.

41
F75 : Setiap 100 ml mengandung 75 kalori
F100 : Setiap 100 ml mengandung 100 kalori
F135 : Setiap 100 ml mengandung 135 kalori

CARA MEMBUAT Formula F75 dan F10013

Larutan Formula WHO7513


Campurkan susu skim, gula, tepung sereal dan minyak ke dalam air dan aduk.
Rebus selama 5-7 menit. Lalu biarkan dingin, lalu tambahkan larutan mineral dan
vitamin. Aduk kembali. Tambahkan lagi air mineral sampai 1000ml.
*Jika tepung sereal tidak ada atau tidak bisa digunakan dan tidak ada alat untuk
mendidihkan, formula lainnya yang dapat digunakan adalah 25gram susu skim
kering, 100 gram gula, 27 gram minyak, 20 ml larutan mineral, 140 mg larutan
vitamin dan air hingga mencapai 1000ml. Formula ini memiliki osmolaritas yang
tinggi, dan mungkin tidak bisa ditoleransi oleh anak kecil terutama penderita
diare. Formula yang tepat dapat menggunakan 110 gram susu kering, 50 gram
gula, 30 gram minyak, 20 ml larutan mineral, 140 mg larutan vitamin dan air
hingga mencapai 1000ml. alternatif lainnya dapat menggunakan 880 ml susu sapi
segar, 75 gram gula, 20 gram minyak, 20 ml larutan mineral, 140 mg larutan
vitamin dan air hingga mencapai 1000ml.

Larutan Formula WHO 10013


Campurkan susu skim, gula, dan minyak ke dalam air hangat dan aduk.
Tambahkan larutan mineral dan vitamin. Aduk kembali. Tambahkan lagi air
mineral sampai 1000ml.

Jika hanya sedikit yang disiapkan maka tidak layak untuk menyiapkan vitamin
karena jumlah yang sedikit. Dalam kasus ini tambahkan suplemen multivitamin,

42
alternatifnya campurkan mineral dan vitamin untuk anak yang kekurangan gizi
bisa menggunakan diet ini. Formula lainnya dapat dibuat dengan 35gram susu
kering, 70 gram gula, 35 gram tepung sereal, 17 gram minyak, 20ml larutan
mineral, 140 mg larutan vitamin dan air sampai 1000ml. alternatif lainnya dapat
menggunakan 300 ml susu sapi segar, 70 gram gula, 35 gram tepung sereal, 17
gram minyak, 20 ml larutan mineral, 140 mg larutan vitamin, dan tambahkan air
sampai 1000ml.

CAIRAN RESOMAL
Terdiri atas :
Air 2L
Bubuk WHO-ORH untuk 1L (*) 1 pak
Gula pasir 50 g
Larutan eletrolit/mineral (**) 40g
Setiap 1L cairan resomal mengandung Na 45 mEq, K 40 mEq, dan Mg 1,5 mEq.
(*) Bubur WHO-ORH untuk 1L mengandung NacL 3,5 g, trisodium citrate
dihidrat 2,9 g, KCl 1,5 g, dan glukosa 20 g.
(**) Larutan elektrolit mineral, terdiri atas :
KCL 224 g
Tripotassium Citrat 81 g
MgCL2.6H2O 76 g
Zn asetat 2H2O 8,2 g
Cu SO4.5H2O 1,4 g
Air sampai larutan menjadi 2500 ml (2,5 L)

Bila tidak memungkinkan untuk membuat larutan elektrolit/mineral seperti di


atas, sebagai alternatif atau pengganti resomal dapat dibulat larutan sebagai
berikut:
Air 2L
Bubuk WHO-ORS untuk 1L (*) 1 pak
Gula pasir 50g
Bubuk KCl 4g
Atau bila sudah ada WHO-ORS yang siap pakai (sudah dilarutkan), dapat dibuat
larutan pengganti sebagai berikut:
Larutan WHO-ORS 1L
Air 1L

43
Gula pasir 50g
Bubuk HCl 4g
Oleh karena larutan pengganti tidak mengandung Mg, Zn, dan Cu, maka berikan
makanan yang merupakan sumber mineral tersebut. Dapat pula diberikan MgSo4 50%
IM 1x dengan dosis 0,3ml/kgBB (maks. 2ml).

Evaluasi dan Pemantauan Pemberian Diet


BB sekali seminggu.
Bila tidak naik, kaji penyebab antara lain : masukan zat gizi tidak adekuat,
defisiensi zat gizi tertentu, misalnya iodium, ada infeksi, da nada masalah
psikologis.
Pemeriksaan laboratorium : Hb, gula darah, feses (ada cacing), dan urin.
Masukan zat gizi: bila kurang modifikasi diet
Kejadian diare: gunakan formula rendah atau bebas laktosa dan hiperosmolar
misalnya susu rendah laktosa, tempe, dan tepung-tepungan.
Kejadian hipoglikemia: beri minum air gula atau makan per 2 jam.

Penyuluhan Gizi di Rumah Sakit


Menggunakan leaflet khusus yang berisi jumlah, jenis, dan frekuensi pemberian
bahan makanan.
Selalu memberikan contoh menu.
Mempromosikan ASI.
Memerhatikan riwayat gizi.
Mempertimbangkan sosioekonomi keluarga.
Memberikan demonstrasi/praktik memasak makanan balita untuk ibu.

Tindak Lanjut
Merujuk ke Puskesmas
Merencanakan dan mengikuti kunjungan rumah
Merencakan pemberdayaan keluarga

44
B. PENGOBATAN PENYAKIT PENYERTA
Pengobatan ditujukan pada penyakit yang sering menyertai KEP berat, yaitu:
1. Defisiensi vitamin A
Bila terdapat tanda defisiensi vitamin A pada mata, beri anak vitamin A
secara oral pada hari ke-1, 2 dan 14 atau sebelum pulang dan bila terjadi
perburukan keadaan klinis dengan dosis:
umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali
umur 6-12 bulan : 100.000 SI/kali
umur 0-5 bulan : 50.000 SI/kali
Bila ada ulserasi pada mata, beri tambahan perawatan lokal untuk mencegah
prolaps lensa :
beri tetes mata kloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-3 jam
selama 7-10 hari
teteskan tetes mata atropin, 1 tetes, 3 kali sehari selama 3-5 hari
tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali.

2. Dermatosis
Dermatosis ditandai adanya :
hipo/hiperpigmentasi
deskuamasi (kulit mengelupas)
lesi ulserasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai infeksi
sekunder, antara lain oleh Candida; umumnya terdapat defisiensi Zn.
Sesudah splementasi Zn dan dermatosis membaik, penyembuhan akan
lebih cepat bila diberikan
Kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4 (K-
permanganat) 1% selama 10 menit
Beri salep/krim (Zn dengan minyak kastor)
Usahakan agar daerah perineum tetap kering.

45
3. Parasit/cacing
Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari.

4. Diare melanjut
Diare biasa menyertai KEP berat, tetapi akan berkurang dengan sendirinya
pada pemberian makanan secara berhati-hati
Intoleransi laktosa tidak jarang sebagai penyebab diare.Diobati hanya bila
diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum.
Berikan formula bebas / rendah laktosa.
Metronidazol 7.5 mg/kgBB per oral setiap 8 jam selama 7 hari.
Sering kerusakan mukosa usus dan Giardiasis merupakan penyebab lain dari
melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik.

5. Tuberkulosis
Bila dugaan kuat menderita TB, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (seringkali
alergi) dan Ro-foto toraks. Bila positif atau sangat mungkin TB, obati sesuai
pedoman pengobatan TB.

C. KEGAGALAN PENGOBATAN
Kegagalan pengobatan tercermin pada angka kematian dan kenaikan berat
badan:
1 Perhatikan saat terjadi kematian
Dalam 24 jam pertama: kemungkinan hipoglikemia, hipotermia, sepsis
yang terlambat atau tidak terdeteksi, atau proses rehidrasi kurang tepat.
Dalam 72 jam: cek apakah volume formula terlalu banyak atau
pemilihan formula tidak tepat.
Malam hari: kemungkinan terjadi hipotermia karena selimut kurang
memadai, tidak diberi makan, perubahan konsentrasi formula terlalu
cepat.
Kenaikan BB tidak adekuat pada fase rehabilitasi.
2. Penilaian kenaikan berat-badan
Penilaian kenaikan BB: - baik : >10 gram/kgBB/hari

46
- sedang : 5-10 gram/kgBB/hari
-kurang <5 gram/kgBB/hari
Kemungkinan penyebab kenaikan BB <5 gram/kgBB/hari antara lain:
Pemberian makanan tidak adekwat
Defisiensi nutrien tertentu; vitamin, mineral
Infeksi yang tidak terdeteksi, sehingga tidak diobati (HIV/AIDS)
Masalah psikologik.

D. PENANGANAN PASIEN PULANG SEBELUM REHABILITASI TUNTAS


Rehabilitasi dianggap lengkap dan anak siap dipulangkan bila gejala klinis
sudah menghilang, berat badan/umur mencapai minimal 80% atau berat badan/tinggi
badan mencapai minimal 90%.
Anak KEP berat yang pulang sebelum rehabilitasi tuntas, dirumah harus diberi
makanan tinggi energi (150 Kkal/kgBB/hari) dan tinggi protein (4-6 gram/kgBB/hari):
beri anak makanan yang sesuai (energi dan protein) dengan porsi paling
sedikit 5 kali sehari
beri makanan selingan diantara makanan utama
upayakan makanan selalu dihabiskan
beri suplementasi vitamin dan mineral/elektrolit
teruskan ASI.

E. TINDAKAN PADA KEGAWATAN


1 Syok (renjatan):
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit
membedakan keduanya secara klinis saja.
Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan
intravena, sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap
terjadinya overhidrasi.
Pedoman pemberian cairan:
Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaC1 0.9% (1:1) atau larutan Ringer dengan
kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam 1 jam pertama.

47
Evaluasi setelah 1 jam :
- Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekwensi nadi dan pernafasan)
dan status hidrasi syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan
seperti diatas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan
pemberian Resomal/pengganti, per oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam
selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula khusus (F-
75/pengganti).
- Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik. Dalam
hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan
transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3
jam). Kemudian mulailah pemberian formula (F-75/pengganti).
2. Anemia berat
Transfusi darah segar 10ml/kgBB dalam 3 jam diperlukan bila:
Hb <4 g/dl atau
Hb 4-6 g/dl disertai distres pernafasan atau tanda gagal jantung.
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cells untuk transfusi
dengan jumlah yang sama.
Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v. pada saat transfusi dimulai.
Amati reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok).
Anak dengan distres nafas setelah transfusi Hb tetap <4 g/dl atau antara
4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah.

DAFTAR PUSTAKA

48
1. Fatmah E. Baseline survey on nutritional and health status of underfive
children at poor communities in DKI Jakarta, Tangerang and Bogor year
2004. Makara Kesehatan.2005; 9 (2): 41-48
2. Departemen Kesehatan RI. Penyajian pokok-pokok hasil riset kesehatan
dasar 2013. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2013
3. Kurniawati E. Hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dengan
status gizi balita di Kelurahan Baledono, Kecamatan Purworejo,
Kabupaten Purworejo. 2011: 22-31
4. Nyoman D S, Bakri B F, Ibnu. Penilaian status gizi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran ECG; 2012.
5. Sinaga A. Upaya kader posyandu dalam peningkatan status gizi balita di
kelurahan Margasuka kota Bandung. Jurnal Darma Agung: 2013: 18-26
6. Gunawan G, Fadlyana E, Rusmil K. Hubungan status gizi dan perkembangan
anak usia 1 2 tahun. Sari Pediatri. 2011; 13 (2): 142-146
7. Masloman N, Gunawan S. The association between nutritional status and
motor development in children under five years old. Paediatrica Indonesiana.
2005; 45 (5-6): 107-110
8. Khomsan A. Ekologi masalah gizi, pangan, dan kesehatan. Bandung:
Alfabeta; 2012.
9. Hadi W S. 2013. Hubungan asupan gizi dengan status gizi balita gizi
buruk menurut respons perkembangan status gizinya di wilayah kerja
puskesmas III Pakuan Baru kota Jambi tahun 2013: 1-11
10. Mustika C D. Bahan pangan, gizi dan kesehatan. Bandung: Alfabeta;
2012.
11. Alamsyah D. Pemberdayaan gizi teori dan aplikasi. Yogyakarta: Nuha
Medika; 2013.
12. Almaitsier S, Soetardjo S, Soekarti M. Gizi seimbang dalam daur
kehidupan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2011.
13. Berhman. Nelson textbook of Pediatrics. 19th Edition. Chapter 43
Undernutrition. Philadelphia : WB Saunders; 2011.
14. Herry Garna, Heda Melina Nataprawira. Pedoman Diagnosis dan Terapi.Ilmu
Kesehatan Anak.Edisi ke-5. Bandung: SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr.
Hasan Sadikin; 2014; 847-860
15. Antonius H Purdjadi, Badriul Hegar, Setyo Handryastuti,dkk.Pedoman
Pelayanan Medis.Ikatan Dokter Anak Indonesia.Jilid I. 2010; 183-188.
16. Damayanti RS, Endang DL, dkk. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit
Metabolik. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid I. Cetakan Pertama. 2011;
129-148

49

Anda mungkin juga menyukai