Anda di halaman 1dari 56

NASKAH AKADEMIK

SISTEM PENDIDIKAN KEBIDANAN


DI INDONESIA

JAKARTA, 2012
IKATAN BIDAN INDONESIA
DAN
ASSOSIASI INSTITUSI PENDIDIKAN KEBIDANAN INDONESIA

2
LEMBAR KESEPAKATAN

Naskah Akademik Sistem Pendidikan Kebidanan ini telah disepakati oleh Ikatan Bidan
Indonesia (IBI) sebagai organisasi profesi dan Asosiasi Institusi Pendidikan Kebidanan
Indonesia (AIPKIND) sebagai wadah institusi pendidikan kebidanan di Indonesia. Isi dari
Naskah Akademik ini ditinjau secara periodik setiap 5 tahun untuk menjamin kesesuaian
dengan kebutuhan dan perkembangan profesi dan pendidikan kebidanan ditingkat
nasional dan global.

Jakarta, Mei 2012

Ketua Ketua Umum


Assosiasi Institusi Pendidikan Ikatan Bidan Indonesia
Kebidanan Indonesia

(Jumiarni Ilyas, Dra, M.Kes) (DR. Harni Koesno, M.K.M)

KATA PENGANTAR

3
Perkembangan situasi global menyebabkan peningkatan kebutuhan dan
kompleksitas permasalahan diberbagai komponen maupun elemen di masyarakat termasuk
bidang kesehatan khususnya kesehatan ibu dan anak. Bidan adalah tenaga kesehatan
professional dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak......ada yg terputus Untuk itu
diperlukan suatu penataan sistem pendidikan kebidanan yang terstandar, sustainable dan
relevan dengan kebutuhan masa kini dan mendatang, maka diperlukan suatu pola
pendidikan yang memberikan arah pada penyelenggaraan pendidikan kebidanan yang
berkualitas.
Sejalan dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan dengan memperhatikan standar global pendidikan kebidanan secara
internasional, maka Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Nasional RI dengan dukungan World Bank (WB) melalui
Health Professional Education Quality Project (HPEQ) telah memfasilitasi pengembangan
dan peningkatan kualitas pendidikan kebidanan sebagai salah satu dari profesi kesehatan
strategis.
Semoga penyusunan Naskah Akademik Sistem Pendidikan Kebidanan dapat
digunakan sebagai referensi dalam merumuskan kebijakan yang berhubungan dengan
Penyusunan sistem dan dan pendidikan kebidanan di Indonesia.
Terima kasih kepada Direktorat Akademik Ditjen Dikti- Pimpinan Proyek HPEQ yang
telah memberikan dukungan dan fasilitasi sehingga Naskah Akademik Sistem Pendidikan
Kebidanan ini dapat diselesaikan tepat waktu. Terima kasih juga kami sampaikan kepada
berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kontribusinya dalam
penyusunan naskah akademik Sistem Pendidikan Kebidanan.

Jakarta, Mei 2012


Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia
Asosiasi Institusi Pendidikan Kebidanan Indonesia

4
DAFTAR ISI

Lembar Kesepakatan 3
Kata Pengantar 4
Daftar Isi 5

BAGIAN I
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang .................................................................................... 7
I.2. Tujuan dan Kegunaan ........................................................................ 8
I.3. Metode / Pendekatan ......................................................................... 9
I.4. Pengorganisasian ................................................................................ 10

BAB II RUANG LINGKUP


2.1 Terminologi ............................................................................................... 12
2.2 Bidan sebagai Profesi .............................................................................. 13
2.3 Sejarah Kebidanan di Indonesia .............................................................. 20
2.4 Situasi terkini Pendidikan Kebidanan di Indonesia .................................. 25

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 27

BAGIAN II

I. KONSIDERANS
II. DASAR HUKUM
III. KETENTUAN UMUM / TERMINOLOGI
IV. MATERI / SUBSTANSI
V. PENUTUP

LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
o Peraturan Per-Undang-undangan yang relevan
o Ringkasan Naskah Akademik Profesi Kebidanan
o Core Document International Confederation of Midwives
o Core Document World Health Organization
o UNFPA
o BKKBN
o Standar Kompetensi Bidan
o Laporan Hasil Peneltian
o Saran-saran Tim Penyusun
o Berita Acara Proses Penyusunan Naskah Akademik

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pembangunan kesehatan, yang merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional, bertujuan mewujudkan derajat kesehatan optimal seperti yang diamanahkan
dalam pembukaan dasar UUD 1945. Pembangunan kesehatan pada dasarnya juga
menyangkut kehidupan fisik, mental, maupun sosial budaya & ekonomi yang dalam
perkembangannya telah terjadi perubahan orientasi, baik tata nilai maupun pemikiran
terutama mengenai upaya pemecahan masalah kesehatan.
Saat ini masalah kesehatan Ibu dan Anak masih merupakan masalah penting karena
masalah tersebut merupakan salah satu indikator kesejahteraan suatu bangsa.
Permasalahan kesehatan ibu dan anak ini juga terjadi ditingkat global sehingga hampir
semua negara terus menerus melakukan berbagai upaya internasional untuk memecahkan
masalah ini. Milleneum Development Goals (MDGs) juga memprioritaskan salah satu tujuan
utamanya untuk menurunkan angka kematian bayi sebesar 2/3, menurunkan angka
kematian ibu sebesar 3/4 dan meningkatkan pencegahan dari penyebaran HIV/AIDS antara
tahun 1990 sampai tahun 2015 1.
Bagian negara di dunia yang masih bermasalah dengan masalah kesehatan ibu dan
anak adalah kawasan Afrika, Asia Tenggara dan Asia Selatan yang menyumbang hampir
sepertiga jumlah kematian ibu dan anak di dunia dengan total kematian Ibu mencapai
170.000 dan kematian bayi baru lahir mencapai 1.300.000 pertahun. India, Bangladesh,
Indonesia, Nepal serta Myanmar adalah negara-negara yang menyumbang sampai 98%
dari seluruh kematian ibu dan anak di kawasan tersebut. Berbeda dengan negara industri
atau negara makmur yang memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) rata-rata sekitar 10 per
100.000 persalinan. Secara global, sebagian besar kematian ibu yang terjadi di negara-
negara ini biasanya dihubungkan dengan faktor kemiskinan dan kurangnya akses terhadap
pelayanan kesehatan dan status sosial perempuan yang masih rendah.
Setiap tahun diperkirakan ada 5 juta ibu hamil di Indonesia, dari jumlah tersebut, dua
ibu meninggal dalam satu jamnya karena komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas. Jadi
setiap tahun ada 15.00017.000 ibu meninggal karena melahirkan. Survey Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menyebutkan bahwa Angka Kematian Ibu ( AKI )
Indonesia masih 228/100.000 kelahiran hidup, sedangkan sedangkan AKB sebesar 34/1000
kelahiran hidup. Jumlah kematian Ibu menurut provinsi di Indonesia diperkirakan mencapai
11.534 pada tahun 2010. Dari seluruh provinsi, Jawa Barat menduduki tempat pertama
untuk jumlah kematian ibu, di ikuti oleh Provinsi Jawa Tengah, NTT, Banten dan Jatim. 2
Jika melihat Target MDG5 tahun 2015 adalah bahwa AKI di Indonesia 102/100.000
kelahiran hidup, dihawatirkan ttarget dalam MDGs pada tahun 2015 dalam pengentasan
kematian ibu sulit dicapai sehingga perlu adanya terobosan guna percepatan penurunan
AKI dan AKB di Indonesia

1
UNDP, 2007
2
BKKBN, 2012 (http://www.bkkbn.go.id/ViewSiaranPers.aspx?SiaranPersID=2)
6
Kematian ibu berdampak negatif terhadap kesejahteraan keluarga dan masyarakat
serta memiliki implikasi sosial yang bermakna terhadap kualitas kesehatan keluarga di
kemudian hari. Hambatan sosial, budaya dan ekonomi yang dihadapi sepanjang hidup
perempuan merupakan akar masalah buruknya kesehatan maternal (sepanjang daur
kehidupan perempan) saat ini. Dengan menggunakan pendekatan siklus hidup diketahui
bahwa masalah mendasar kesehatan perempuan telah terjadi sebelum memasuki usia
reproduksi. Status kesehatan perempuan semasa kanak-kanak dan remaja mempengaruhi
kondisi kesehatannya saat hamil, bersalin dan nifas. Jenis makanan, lingkungan pola
hidup, tingkat pendidikan, nilai dan sikap yang dianut, sistem dan akses kesehatan, situasi
ekonomi, serta kualitas hubungan seksualnya mempengaruhi perempuan dalam
menjalankan masa produksi dan proses reproduksinya.
Jika menyimak lebih dalam, faktor utama penyebab tingginya angka kematian ibu
melahirkan di Indonesia tidak hanya penyebab langsung saja seperti perdarahan, infeksi,
atau pre eklamsi. Terdapat faktor penyebab tidak langsung lainnya yang berkontribusi besar
dalam meningkatkan risiko kematian ibu. Fenomena di negara berkembang termasuk di
Indonesia, perempuan masih belum memiliki otonomi yang memadai terhadap dirinya
terutama dalam kesehatan reproduksinya. Fakta menunjukkan adanya keterbatasan
perempuan dalam mengakses pelayanan kesehatan yang disebabkan berbagai faktor
seperti; kemiskinan, kondisi struktur geografis, penyebaran penduduk yang tidak merata,
social ekonomi yang rendah, praktik budaya yang menghambat dan ketidaksetaraan
gender.3 Kemiskinan menyebabkan ibu-ibu hamil tidak mendapatkan asupan gizi yang
mencukupi untuk menunjang kehamilannya. Faktor budaya, kawin muda dan aborsi akibat
kehamilan yang tidak diinginkan, diskriminasi dan beban ganda yang harus dipikul
perempuan juga turut menjadi faktor yang mempengaruhi status kesehatan para ibu dan
perempuan di Indonesia.
Di Indonesia, berdasarkan data Kemenkes RI tahun 2010 jumlah tenaga bidan adalah
175.124 orang yang tersebar di berbagai tatanan pelayanan kesehatan dan pendidikan
(Rumah sakit, Puskesmas, RSAB, bidan Desa, BPS, institusi pendidikan dan institusi lain).
Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan terdapat 82,2% persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan. diantaranya sebanyak 62,1% (75% persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan dilakukan oleh bidan). Dalam pelayanan KB diketahui bahwa pencapaian peserta
KB baru sebanyak 687.715 peserta, 32,2% diantaranya dilakukan di Bidan Praktik Swasta.
Dari profil ini tampak bahwa bidan berperan penting sebagai mitra perempuan dan tenaga
kesehatan professional strategis dalam peningkatan kesehatan ibu dan anak di Indonesia.
Realita yang ada bidan sebagai mitra perempuan merupakan profesi yang memiliki
pekerjaan dengan kompleksitas dan tanggung jawab yang besar. Untuk menyiapkan bidan
yang tanggap terhadap situasi terkini dan dapat mengatasi berbagai situasi kompleks yang
dihadapi perempuan sepanjang siklus reproduksinya serta bayi dan balita sehat, dibutuhkan
bidan yang mampu berpikir kritis, analisis-sintesis, advokasi dan kepemimpinan yang hanya
dapat dihasilkan oleh sistem pendidikan tinggi kebidanan yang berkualitas dan mampu
berkembang sesuai kebutuhan kemajuan zaman. Dengan demikian bidan tidak hanya
dituntut memiliki kemampuan klinis saja tetapi juga harus memiliki kemampuan menganalisa
permasalahan non klinis dan sosial budaya yang berpengaruh pada kualitas kesehatan
reproduksi perempuan, serta kemampuan pemberdayaan, advokasi dan negosiasi serta
3
Bank dunia. 2000. Rangkuman pembangunan berperpektive gender.
7
kemampuan penelitian dalam pengembangan ilmu dan praktik kebidanan. Dengan
demikian, akses dan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi, memerangi kemiskinan,
meningkatkan pendidikan dan pemberdayaan perempuan atau kesetaraan gender menjadi
persoalan penting untuk dikelola dan diwujudkan.
Sejak dicanangkannya salah satu isu Rencana Strategis Departemen Pendidikan
Nasional pada tahun 2005 tentang Pemerataan Kesempatan belajar dan Perluasan
Kesempatan Belajar, pendidikan kebidanan khususnya level vokasi tumbuh dengan subur.
Pendidikan Kebidanan di Indonesia sebagian besar merupakan pendidikan vokasional
diploma III dengan jumlah institusi penyelenggara (661) institusi (AIPKIND, 2011),
sedangkan pengembangan untuk jenjang Strata satu akademik-profesi kebidanan baru
dimulai tahun 2008 dan strata dua dimulai pada tahun 2006. Pada akhir tahun 2011 jumlah
Strata satu sebanyak 2 institusi dan jumlah strata dua sebanyak 3 institusi.
Fakta adanya pendidikan kebidanan yang sampai saat ini sebagian besar pada level
vokasi menyebabkan pengembangan profesi bidan berjalan sangat lambat karena
terbatasnya jumlah bidan yang memenuhi kualifikasi untuk melakukan penelitian. Selain itu
lulusan yang dihasilkan oleh pendidikan vokasi lebih bersifat trained labour dengan
minimnya keterampilan clinical reasoning dan clinical judgemnent sehingga tidak memenuhi
standar kompetensi dan profil bidan. UU sisdiknas No 20 tahun 2003 menetapkan bahwa
pendidikan profesi diperoleh melalui pendidikan setelah strata satu. Kongres ICM pada
tahun 2008 memutuskan standar global pendidikan profesi bidan minimal strata satu profesi
(S1Profesi) dan diselenggarakan di universitas. Diharapkan dengan meningkatnya
pendidikan bidan baik melalui pendidikan formal maupun non formal , bidan mampu berpikir
lebih kritis dan lebih profisien dan patien safety dalam melaksanakan praktik kebidanan
sehingga mampu memberikan pelayanan yang lebih baik untuk melindungi masyarakat dan
dapat bersaing dalam era pasar bebas.
Mengingat cukup kompleksnya berbagai issue strategis terkait peningkatan mutu
pendidikan bidan, perlu dibentuk suatu sistem pendidikan kebidanan untuk mendasari
pendidikan kebidanan yang bermutu, terakreditasi, akuntabel dan sesuai standar global.
Dalam hal ini, Ditjen-Dikti memberi peluang pada pendidikan kebidanan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan melalui Proyek HPEQ. Peluang ini merupakan tantangan
bagi IBI dan AIPKIND untuk menyusun Naskah Akademik sebagai referensi dan kerangka
pikir dalam merancang Sistem Pendidikan Kebidanan di Indonesia.

1.2 TUJUAN DAN KEGUNAAN

1.2.1 TUJUAN

Naskah Akademik disusun sebagai acuan dalam pengembangan sistem


pendidikan kebidanan, kompetensi bidan, sistem akreditasi pendidikan dan
kredensial tenaga bidan.

8
1.2.2 KEGUNAAN

Naskah Akademik ini digunakan :

1. Untuk memberikan gambaran kepada stake holder dan masyarakat tentang


sistem pendidikan kebidanan dan profesi bidan di Indonesia

2. Sebagai acuan bagi stake holder dalam merumuskan kebijakan yang terkait
dengan sistem pendidikan kebidanan dan profesi bidan di Indonesia

3. Sebagai indikator/tolok ukur pencapaian tujuan penyelenggaraan pendidikan


kebidanan

4. Sebagai acuan dalam pengembangan pendidikan kebidanan dan profesi bidan


di Indonesia.

5. Sebagai acuan organisasi profesi bidan dalam menetapkan kebijakan


pendidikan kebidanan

1.3 METODE PENDEKATAN

Metode pendekatan penyusunan naskah akademik sebagai berikut :

1. Telaah Pustaka (literature study) kebijakan pendidikan nasional Indonesia dan


berbagai negara, kebijakan organisasi kesehatan dunia (WHO) dan organisasi
profesi bidan internasional (ICM).

2. Diskusi Pakar Kebidanan dalam beberapa workshop tentang sistem pendidikan


kebidanan yang diikuti oleh kalangan perguruan tinggi swasta maupun negeri dari
perwakilan wilayah Indonesia, pengurus pusat dan pengurus daerah IBI, pengurus
AIPKIND, para nara sumber, dan organisasi profesi lain yang terkait.

3. Diskusi dan konsultasi dengan konsultan bidan internasional (Presiden ICM dan
ICM Regional Asia Pasifik) .

4. Benchmarking ke berbagai negara penyelenggara pendidikan kebidanan yang


sudah maju (New Zealand, Eropa, Canada, Amerika Serikat, dan Australia).

5. Survey nasional tentang pendidikan kebidanan, pelayanan, dan kinerja bidan


diberbagai tatanan pelayanan kesehatan (pre eliminary survey HPEQ tahun 2010
dan Survey WHO tahun 2011).

6. Hasil Try Out CBT uji kompetensi bidan tahun 2011 oleh komponen 2 HPEQ.

9
1.4 PENGORGANISASIAN

Naskah akademik system pendidikan kebidanan di Indonesia terdiri dari dua bagian yaitu:

1. Bagian Pertama, berisi tentang laporan hasil pengkajian dan penelitian tentang naskah
akademik yang akan disusun. Bagian satu terdiri dari 4 bab
Bab I meliputi : Latar belakang, tujuan dan kegunaan, metode pendekatan dalam
penyusunan naskah akademik dan pengorganisasian dalam naskah akademik.
Bab II meliputi : Ruang lingkup naskah akademik : bidan sebagai profesi, sejarah
pendidikan bidan, dan hasil-hasil riset yang berhubungan dengan pendidikan kebidanan
Bab III meliputi : kesimpulan dan saran
Bab IV meliputi : lampiran

2. Bagian Kedua, berisi tentang konsep awal naskah akademik Sistem Pendidikan
Kebidanan yang akan digunakan di Indonesia : Konsiderans, Dasar hukum, Ketentuan
umum, Materi/substansi, ketentuan pidana, Ketentuan peralihan dan Penutup

10
BAB II
RUANG LINGKUP

2.1 TERMINOLOGI

1. Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang diakui
pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki
kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat
lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan.

2. Kebidanan/Midwifery adalah satu bidang ilmu yang mempelajari keilmuan dan seni
dalam mempersiapkan menjadi orang tua, mempersiapkan kehamilan, menolong
persalinan dan kelahiran, nifas, menyusui, bayi dan balita, pemberdayaan ibu dan
keluarga dalam pengaturan kesuburan, persiapan menghadapi masa interval,
klimakterium dan menopause,serta interaksinya yang kompleks dengan faktor lain
yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi perempuan.

3. Pelayanan Kebidanan (Midwifery Services) adalah bagian integral dari sistem


pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang
diberikan secara mandiri, kolaborasi maupun rujukan.

4. Praktik Kebidanan adalah implementasi ilmu kebidanan didasari etika dan kode etik
bidan secara mandiri oleh bidan kepada perempuan, keluarga dan komunitasnya,.

5. Manajemen Asuhan Kebidanan adalah pendekatan dan proses/kerangka pikir yang


digunakan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan secara sistematis mulai
dari mengumpulkan data, menganalisa data, menegakkan diagnosa kebidanan,
mengidentifikasi masalah dan atau kebutuhan, tindakan segera, menyusun rencana
asuhan, melaksanakan rencana asuhan, mengevaluasi keefektifan pelaksanaan
rencana asuhan dan mendokumentasikan asuhan.

6. Asuhan Kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan tindakan


yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu
dan kiat kebidanan.

7. Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki
oleh seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat untuk
melaksanakan tugas-tugas pekerjaan.

8. Kompetensi Bidan adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang
dimiliki oleh seorang bidan yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk
memberikan pelayanan yang aman / safe di berbagai setting pelayanan kesehatan

11
2.2 BIDAN SEBAGAI PROFESI

2.2.1 DEFINISI BIDAN

Definisi bidan yang ditetapkan International Confederation of Midwives (ICM) diakui


oleh WHO dan Federation of International Gynecologist Obstetrition (FIGO) dianut dan
diadopsi oleh seluruh organisasi bidan di seluruh dunia.

Definisi tersebut secara berkala di review dalam pertemuan Internasional/Kongres


ICM. Definisi bidan yang disempurnakan dalam kongres ICM tahun 2011 di Durban adalah
:

A midwife is a person who has successfully completed a midwifery education program that is duly
recognized in the country where it is located and that is based on the ICM Essential Competencies for
Basic Midwifery Practice and the framework of the ICM Global Standards for Midwifery Education;
who has acquired the requisite qualifications to be registered and/or legally licensed to practice
midwifery and use the title midwife; and who demonstrates competency in the practice of midwifery.
The midwife is recognized as a responsible and accountable professional who works in partnership
with women to give the necessary support, care and advice during pregnancy, labour and the
postpartum period, to conduct births on the midwifes own responsibility and to provide care for the
newborn and the infant.
This care includes preventative measures, the promotion of normal birth, the detection of
complications in mother and child, the accessing of medical care or other appropriate assistance and
the carrying out of emergency measures.
The midwife has an important task in health counseling and education, not only for the woman, but
also within the family and the community. This work should involve antenatal education and
preparation for parenthood and may extend to womens health, sexual or reproductive health and child
care.
A midwife may practice in any setting including the home, community, hospitals, clinics or health units.

(Definisi bidan yang dianut oleh Ikatan Bidan Indonesia mengacu pada definisi
internasional tersebut diatas)

BIDAN adalah profesional yang bekerja dalam kemitraan dengan perempuan untuk
memberikan bantuan yang diperlukan, pelayanan dan selama kehamilan, kelahiran dan
masa post-natal, memimpin persalinan dan memberikan pelayanan kepada bayinya.
Pelayanan kebidanan meliputi pencegahan, persalinan normal, deteksi komplikasi yang
dialami ibu dan anak, membantu memfasilitasi akses pelayanan medis bila diperlukan.
Bidan mempunyai tugas penting dalam kepenasihatan pendidikan dan konseling
kesehatan, tidak hanya bagi perempuan, melainkan juga terhadap keluarga dan
komunitas. Termasuk dalam pelayanan kebidanan adalah pendidikan antenatal,
penyiapan calon ibu menjadi orangtua, bahkan sampai kepada kesehatan perempuan,
seksual dan reproduksi.

Dengan mempertimbangkan aspek sosial-budaya dan kondisi masyarakat Indonesia


serta mengacu kepada definisi bidan ICM yang telah diakui oleh FIGO (The International
Federation of Gynecology and Obstetrics) dan WHO, maka Ikatan Bidan Indonesia
menetapkan Bidan Indonesia adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan
yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta
memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah
mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan. Definisi yang sama disahkan
12

_
dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan.
2.2.2 FILOSOFI BIDAN

Nilai-nilai penting dan keyakinan yang didirikan terkait erat dengan filosofi dari asuhan
kebidanan. Salah satunya filosofi yang diyakini adalah pemenuhan kebutuhan fisik,
psikologis, kebutuhan sosial dan spiritual. Bidan harus berkomitmen untuk dapat berperan
dalam memberikan asuhan yang komprehensif.

Mempunyai bayi secara filosofis adalah peristiwa besar bagi seorang ibu. Kehamilan dan
persalinan bukan sekedar peristiwa klinis tetapi juga peristiwa transisi sosial dan psikologis
yang amat kritis bagi seorang perempuan, maka pelayanan kebidanan harus terpusat
pada kebutuhan perempuan yang unik dan individual dalam memasuki transisi ini 4 .
Dengan dasar itu, seorang Bidan memiliki keyakinan yang dijadikan panduan dalam
memberikan asuhan.

Bidan meyakini bahwa :

a. Perempuan adalah pribadi yang unik, mempunyai kebutuhan, keinginan untuk:


kelangsungan generasi dalam siklus reproduksi, pengambil keputusan utama dalam
asuhannya dan memiliki hak atas informasi untuk meningkatkan kemampuan dalam
mengambil keputusan. Maka, asuhan kebidanan secara aktif mempromosikan dan
melindungi kesejahteraan perempuan dan kesehatan bayi.
b. Proses kelahiran adalah rangkaian pengalaman yang memberikan makna sangat
berarti bagi perempuan, keluarga dan masyarakat. Maka asuhan kebidanan
mempromosikan, melindungi dan mendukung hak-hak reproduksi perempuan dan
menghargai keragaman budaya, suku yang ada.
c. Melahirkan adalah suatu proses fisiologis yang normal. Praktik kebidanan
mempromosikan dan mengadvokasi untuk tidak melakukan intervensi yang tidak
perlu dalam proses kelahiran normal.
d. Bidan merupakan pemberi pelayanan yang tepat untuk mendampingi perempuan
selama masa kehamilan, kelahiran dan nifas. Maka, praktik kebidanan harus mampu
membangun rasa percaya diri perempuan dalam proses kelahiran.
e. Bidan memiliki percaya diri, meyakini, serta menghargai perempuan dalam
kemampuannya untuk melahirkan. Maka asuhan kebidanan harus mampu menjaga
kepercayaan dan saling menghargai antara bidan dan perempuan.
f. Asuhan kebidanan memberdayakan perempuan untuk bertanggung jawab terhadap
kesehatan dirinya dan keluarganya. Maka, bidan menggunakan teknologi dengan
tepat dan melakukan rujukan pada waktu yang tepat jika timbul masalah.
g. Asuhan kebidanan dilakukan secara partnership dengan perempuan, bersifat
individual, berkesinambungan, dan tidak otoriter. Maka, bidan mengupayakan
antisipasi dan asuhan yang fleksibel.
h. Asuhan kebidanan adalah perpaduan dari ilmu dan kiat kebidanan yang bersifat
holistik, didasarkan atas pemahaman sosial, emosional, kultural, spiritual, psikologikal
dan pengalaman fisik perempuan yang didasarkan atas bukti-bukti terbaik yang ada.

4
Royal College of Midwives,2006).

13
Maka, bidan harus mampu memberikan informasi dan konseling yang dibutuhkan
perempuan untuk meningkatkan partisipasi dan memfasilitasi pengambilan
keputusan.

Sebagai hasilnya:

1. Asuhan Kebidanan mempromosikan, melindungi dan mendukung hak-hak reproduksi


perempuan dan menghormati keragaman etnis dan budaya
2. Praktik Kebidanan mempromosikan kelahiran normal dan advokasi untuk meminimalkan
intervensi
3. Praktek kebidanan membangun kepercayaan diri perempuan dalam penanganan
persalinan
4. Bidan menggunakan teknologi tepat guna dan melakukan rujukan tepat waktu ketika
timbul masalah
5. Bidan mengupayakan antisipasi dan asuhan fleksibel
6. Bidan memberikan nasehat dan informasi yang dibutuhkan perempuan untuk
meningkatkan partisipasi dan memfasilitasi dalam pengambilan keputusan.
7. Asuhan kebidanan menjaga kepercayaan dan saling menghormati antara bidan dan
perempuan
8. Asuhan kebidanan secara aktif mempromosikan dan melindungi kesehatan perempuan
dan meningkatkan status kesehatan bayi

Praktik kebidanan berdasarkan prinsip kemitraan dengan perempuan, bersifat


holistik dan menyatukannya dengan pemahaman akan pengaruh sosial, emosional,
budaya, spiritual, psikologis dan fisik dari pengalaman reproduksinya. Maka tujuan
pelayanan kebidanan tidak sekedar melindungi dan mempromosikan kesehatan ibu dan
bayinya, tetapi juga membantu perempuan dan keluarganya untuk memperoleh
penyesuaian emosional menghadapi kehamilan dan persalinan, serta memastikan ibu
memperoleh pengetahuan, keterampilan dan informasi yang cukup untuk memasuki masa
pengasuhan anak (motherhood) dengan peran dan tanggungjawab yang tepat5. Selain itu,
profesionalisme pelayanan bidan harus pula diartikan sebagai pemenuhan kontrak sosial
kepada komunitas untuk menyediakan pelayanan kepada ibu dan keluarganya secara up
to date, evidence-based dan berkualitas sesuai definisi Bidan6, dengan mendasari kepada
3 premis, bahwa :

1) Kehamilan dan persalinan adalah bagian dari proses kehidupan yang normal;

2) Pelayanan bidan terpusat pada diri perempuan (woman centered); dan

3) Dalam pelayanan bidan terkandung akuntabilitas profesional, merekomendasikan


model pelayanan bidan terdiri dari : (1) pemantauan kondisi fisik, psikologis, spiritual
dan kesejahteraan sosial perempuan dan keluarganya sepanjang siklus kehamilan,
persalinan, dan post-natal; (2) memberikan pendidikan, konseling dan pelayanan
antenatal bagi setiap perempuan secara individual; (3) kehadiran secara terus

5
Sally Pairman, Jan Picombe, 1999
6
ICM, 2011
14
menerus selama persalinan, kelahiran, dan periode perinatal; (4) bantuan selama
periode post-natal; (5) menghindari intervensi yang tidak perlu; dan (6)
mengidentifikasi serta merujuk perempuan yang membutuhkan penanganan dari
tenaga profesi lain dengan tepat.

2.2.3 BODY OF KNOWLEDGE

Setiap praktik profesi harus berlandaskan body of knowledge profesi masing-


masing serta bertanggung jawab akan pengembangannya di kemudian hari. Ludovici
(1937:8) and Abraham Van der Mark (1993:173) menuliskan bahwa proses childbirth :

childbirth is a natural process, painless and even pleasurable. Unlike the first theory. This second
theory argues that this abnormality is not essential and can even now be removed. These views
think that labour is the natural process for women. These two different views are related to the feeling
of pain and death that frequently appear in the labour process. Thus, these views are influenced by
the cultural background of the mother, and have different expectations and meaning given to the
labour process.

Kebidanan (midwifery) adalah suatu tinjauan keilmuan yang memandang bahwa


proses childbirth adalah proses fisiologis dan normal, yang tidak hanya berhubungan
dengan aspek biologis saja namun juga berhubungan dengan seluruh aspek lainnya
(sosial, budaya, psikologikal, emosional, spiritual) dalam kehidupan perempuan sebagai
manusia seutuhnya. Whereas today obstetricians see birth as a medical event, the
midwife views it as a normal, physiological process 7 .

Rekomendasi badan dunia yang disusun berdasarkan hasil riset gabungan


berbagai negara di dunia mengenai ilmu kebidanan (midwifery) dan profesi bidan (midwives)
misalnya dikeluarkan oleh WHO dalam 16 Recommendation that birth is not an illness 8

World Health Editorial menuliskan Womens health and well being are of the most importance, both for
women themselves and for the next generation. The recent united nations Conferences in Cairo and
Beijing emphasized the right of women to give birth safely as an indispensable part of reproductive
health...
Pregnancy and childbirth are a natural process but no one is free from risk . In many parts of the world
women still suffer and die unnecessarily because they do not have acces to essential health services ...
...Safe birth does not demand sophisticated technology. The services needed are simple, but making
them available to all women calls for political commitment, high priority in resource allocation, and a
consistent strategy at national and local level... (World Health :50 years No.2, March April 1997).

Untuk mendukung sebuah keilmuan, penelitian tentang proses hamil dan melahirkan
adalah suatu hal yang alamiah dan fisiologis serta tidak hanya menyangkut aspek biologis
saja sudah dilakukan sejak ribuan tahun lalu dan riset keilmuan ini dilakukan oleh kedua
cabang keilmuan eksakta dan non-eksakta. Misalnya Dalam riset-risetnya ilmu anatomi
dan fisiologi melalui penjabaran para ahli anatomi fisiologi, sudah diketahui bahwa proses
hamil dan persalinan terjadi secara fisiologis dan berjalan secara alamiah. Ras manusia
sudah dibekali, sejak penciptaanya, dengan anatomi dan fisiologi tubuh yang luar biasa

7
Seller, 2003
8
WHO, April 1985 : Report on Appropriate Technology for birth
15
untuk menjaga kelangsungan ras manusia (bahkan anatomi dan fisiologi tubuh manusia
adalah penciptaan yang paling sempurna untuk sebuah proses reproduksi dibanding
makhluk hidup lain di muka bumi seperti hewan dan tumbuhan). baran body of knowladge
pendidikan kebidanan sebagai berikut :

CHILDBEARING
DAN
CHILDREARING

Gambar 3.1 : Body of Knowledge dan disiplin Ilmu Kebidanan9


Gambar 3.1, menjelaskan bahwa: asuhan kebidanan berfokus pada siklus kehidupan
perempuan yang normal dan alamiah dengan childbearing dan childrearing sebagai
intinya. Siklus kehidupan perempuan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ekologi
manusia, reproduksi dan perkembangan biologis, ilmu-ilmu sosial dan perilaku. Ketiga
faktor tersebut juga saling berinteraksi dan berkaitan dapat membentuk berbagai interaksi
yang kompleks dalam mempengaruhi proses childbearing dan childrearing.

Bagaimana ilmu pengetahuan melihat fenomena yang terjadi dalam siklus itu serta Ilmu
pengetahuan apa yang terkait dan berkembang secara interaktif antara satu dengan lainnya
hingga mampu menggambarkan proses kajian keilmuan menyangkut siklus dan proses ini
merupakan kajian disiplin-disiplin ilmu tertentu yang kemuadian menjadi sendi dati Disiplin
Ilmu Kebidanan.

Disiplin Ilmu Kebidanan dikembangkan dari ilmu-ilmu dasar yang berperan dalam kajian
interaktif itu antara lain Human Ecology, Reproductive Biology, Development Biology, Serta
Social and Behavioral Sciences. Interaksi yang kompleks antara Human ecology dengan
interaksi eksternal masalah-masala social, ekonomi, lingkungan, dan bahkan politik. Hal ini
menunjukkan bahwa momentum dalam siklus perempuan tak dapat dilihat semata dari
proses kelahiran yang melibatkan bidan, akan tetapi konteks luas yang berinteraksi sebagai
akibat langsung dan tidak langsung dari siklus tersebut. Ketika didalam diri perempuan
terjadi seluruh proses sesuai prinsip-prinsip biologi maka terjadi pula proses eksternal yang
saling berinteraksi secara humanistik.

Reproductive dan Development Biology misalnya, memberikan gambaran interaksi


peristiwa biologis yang terjadi secara internal dalam diri perempuan. Pada saat proses
internal ini terjadi timbul pula proses eksternal yang merupakan kondisi lingkungan saat itu.

9
Mason, John, 2003; Modifikasi Pokja IBI dan AIPKIND, 2009
16
Interaksi human Ecology dan Social serta Behavioral Sciences menunjukkan dengan jelas
bahwa pada kehamilan, persalinan, kelahiran, dan postnatal, terutama sekali pada proses
childbearing dan childrearing terjadi optimalisasi interaksi lingkungan manusia (keluarga
dan masyarakat) dan perilakunya. Bagaimana proses childbearing dan childrearing akan
sangat memepengaruhi pola hidup dan interaksi seorang perempuan yang sebelumnya
belum mempunyai anak, kehidupan keluarga yang belum diwarnai kehadiran bayi dan anak
menjadi keluarga baru dengan kehadiran anak.

Perubahan eksternal menyangkut eko-sistem dan perilaku sosial, serta perubahan


internal dalam diri perempuan menyangkut perubahan biologis dengan segala dampaknya
sangat jelas memberikan gambaran ruang lingkup peran bidan. Disiplin ilmu yang terkait
dengan pengetahuan yang menyangkut interaksi di atas dengan jelas memberikan
gambaran disiplin ilmu kebidanan secara integeral membentuk body of knowledge
kebidanan10

2.2.4 RUANG LINGKUP PRAKTIK KEBIDANAN

Ruang Lingkup praktek kebidanan yang digunakan di seluruh dokumen ini disusun
berdasarkan definisi Bidan Internasional (ICM) yang diakui oleh WHO dan FIGO dengan
mempertimbangkan kebijakan tentang kesehatan reproduksi wanita Indonesia. Fokus
pelayanan kebidanan adalah perempuan sepanjang siklus reproduksinya, bayi dan balita.

Bidan sudah memberi pelayanan kepada perempuan sejak adanya peradaban


manusia dimulai sejak masa pre - konsepsi. Sebagai profesi yang terus berkembang bidan
melakukan pendampingan terhadap perempuan agar dalam tahapan/proses reproduksinya
perempuan tetap sehat, sehingga dapat menjadi calon orang tua yang akan melahirkan dan
membesarkan anak-anak yang sehat dan berkualitas. Persiapan yang baik oleh bidan
sangat dibutuhkan karena akan mempengaruhi kesehatan reproduksi perempuan
selanjutnya.

Asal kata bidan, dalam bahasa Sansekerta, wirdhan yang berarti perempuan
bijaksana, dalam bahasa perancis sage-femme yang berarti wise women, dalam bahasa
Inggris, midwife berarti with-woman i.e. the woman with, the woman assisting.

Sebagai bagian dari tenaga profesional bidang kesehatan, bidan dalam memberikan
pelayanan kebidanan bertanggung jawab dan bekerja dalam kemitraan dengan perempuan
untuk:
Memberikan dukungan, konseling dan pendidikan kesehatan, nasihat dan
pelayanan selama kehamilan dan persiapan untuk menjadi orang tua
Menolong persalinan dengan tanggung jawab sendiri
Memberikan pelayanan kebidanan selama persalinan, baru lahir, bayi dan anak-
anak di bawah lima tahun
Mempromosikan kelahiran normal, termasuk langkah-langkah pencegahan
Menyediakan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi perempuan
Mendeteksi komplikasi pada ibu dan anak

10
www.ourbodiesourblogs.org, 2008
17
Mengakses layanan medis atau bantuan lain yang sesuai sesuai dengan
kewenangan
Melaksanakan pertolongan pertama pada kasus kegawat darurat dan merujuk ke
pelayanan kesehatan yang sesuai.

Bidan bekerja dengan menjunjung tinggi tanggung jawab profesional, hukum, etika dan
moral. Bidan dapat berpraktik diberbagai tatanan pelayanan kesehatan termasuk rumah,
masyarakat, rumah sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya.

2.2.5 KODE ETIK BIDAN

Deskripsi Kode Etik Bidan Indonesia adalah merupakan suatu ciri profesi yang bersumber
dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan
komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan
pengabdian profesi. Dibawah ini adalah kode etik bidan Indonesia yang tertuang dalam
Kepmenkes 369/MENKES/SK/III/2007 :
a. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat
b. Kewajiban bidan terhadap tugasnya
c. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya
d. Kewajiban bidan terhadap profesinya
e. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri
f. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa, bangsa dan tanah air

2.2.6 KOMPETENSI BIDAN

Ciri khusus kompetensi profesi ditentukan oleh defenisi dan body of knowledge dari
profesi tersebut. Menurut Sally Pairman (2008) Competence integrates a combination of
knowledge, attitudes and skills within particular practices context. Competence is context
specific and relational. It brings together the attributes and abilities of the individual and the
performances of task (or midwifery actions) within each practices situation.

Menurut Kepmendiknas No. 045/U/2002 kompetensi adalah seperangkat tindakan


cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap
mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu.

Kompetensi bidan adalah seperangkat tindakan cerdas yang dilandasi oleh


pengetahuan, keterampilan dan sikap penuh tanggung jawab yang dimiliki oleh seorang
bidan dalam melakukan berbagai praktik spesifik yang saling terkait sebagai syarat untuk
dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas sebagai bidan (IBI dan
AIPKIND, 2011).

Bidan tidak hanya harus paham tentang need to know : what to do, when to do,
how to do, tetapi why to do. Bidan menguasai pengetahuan dan keterampilan serta
mengaplikasikannya secara kritis / critically dan member makna yang positip terhadap
kesehatan perempuan dan bayinya.

18
Tabel 2.2.6 diagram hubungan komponen kompetensi

Untuk mencapai kompetensi ini diperlukan suatu standar kompetensi yang ditetapkan
oleh profesi Bidan (IBI dan AIPKIND). Kompetensi bidan di Indonesia dirumuskan oleh
profesi dan stake holder yang terkait dan ditetapkan oleh pemerintah sehingga dapat
menjawab semua kebutuhan masyarakat.

Standar Kompetensi bidan disusun melalui pengorganisasian kompetensi berdasarkan


pendekatan dari yang bersifat umum ke khusus dengan memperhatikan ruang lingkup
praktik dan profil bidan. Profil bidan yang dimaksud adalah bidan yang memiliki 5 aspek
tampilan kinerja (5 stars WHO) yang terdiri dari:

1. Midwifery Care Provider;


2. Decision Maker;
3. Communicator;
4. Community Leader;
5. Manager.

Dibawah ini adalah area kompetensi bidan Indonesia meliputi :


Area Kompetensi 1 : Etik legal dan keselamatan pasien
Area kompetensi 2 : Komunikasi efektif
Area kompetensi 3 : Profesionalisme dan pengembangan diri
Area kompetensi 4 : Landasan ilmiah praktek kebidanan
Area kompetensi 5 : Keterampilan klinis dalam praktik kebidanan
Area kompetensi 6 : Promosi kesehatan dan konseling
Area Kompetensi 7 : Manajemen, kepemimpinan, dan kewirausahaan.
(Kepmenkes 369 tahun 2007)

Untuk menunjang tampilan kinerja ini dibutuhkan professional competence yaitu the
habitual and judicious use of communication, knowledge, technical skills, clinical reasoning,
emotions, values, and reflection in daily practices to improve health of the individual patient
and community (Epstein & Hundert, 2008). Menyikapi professional competence seorang
bidan, maka pengembangan kompetensi Bidan mengacu pada parameter International
Confederation of Midwives yang intinya adalah integrasi kemampuan keilmuan,
keterampilan dan perilaku. Pencapaian kompetensi ini harus melalui proses pendidikan
kebidanan pada university level sesuai dengan keputusan WHO di Geneva 2009.

Untuk mencapai kompetensi bidan yang utuh diperlukan kemampuan bidan untuk
membuat keputusan dengan tepat, termasuk memberikan informasi, menganalisis, dan
19
mengevaluasinya. Untuk membuat keputusan yang tepat bidan harus dibekali cara-cara
berpikir kritis, logis, etis, dan kemampuan membuat assessment dari setiap masalah /
kasus yang dihadapi.

Fokus pelayanan mandiri bidan pada aspek promotif dan preventif sehingga bidan
harus memiliki kemampuan menjaga kondisi kesehatan perempuan sepanjang siklus
reproduksinya termasuk perempuan hamil untuk tetap sehat bahkan kalau bisa ditingkatkan
dan kemungkinan komplikasi bisa dicegah. Kemudian bidan juga harus mampu menemukan
sedini mungkin kemungkinan adanya komplikasi dan dapat mengatasinya dengan tepat.
Jika komplikasi tetap terjadi, maka bidan harus mampu meminimalisir efek, dampak dan
risiko fatalitas, morbidity serta mortalitasnya dan mendampingi dalam proses pemulihan
kesehatan kembali. Bidan harus mampu melakukan kerjasama secara Tim dan rujukan
ketika terjadi kondisi patologis, dalam hal ini bidan harus dibekali dengan kemampuan
komunikasi, advokasi, kemampuan fasilitasi, pengembangan kemitraan/jejaring kerja serta
penggerakan masyarakat untuk mendukung peningkatan kualitas kesehatan ibu dan anak.

2.2.7 MODEL PRAKTIK KEBIDANAN

Bidan sebagai mitra perempuan merupakan tenaga professional yang memberikan


asuhan sesuai dengan filosofi sebagai dasar dalam model praktik kebidanan. Bidan
memberikan asuhan komprehensif, mandiri dan bertanggung jawab terhadap asuhan yang
berkesinambungan sepanjang siklus kehidupan perempuan. Dibawah ini adalah model
praktik asuhan kebidanan :
1. Otonomi : bidan memiliki otonomi dalam mengatur dan menjalankan praktik
profesinya
2. Holistic dan invidual : memandang pasien / klien / perempuan sebagai satu
kesatuan utuh (fisik, psiko, sosio and cultural) dan masing masing keunikan
3. Partnership : bidan dan perempuan kedudukannya setara, fungsi bidan
memberdayakan perempuan dalam pengambilan keputusan tentang kesehatan
dirinya
4. Continuity of care :
5. Evidence based practices
6. Bekerja dalam tim : Pelayanan bidan dibedakan menjadai layanan primer
(layanan yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab bidan), layanan kolaborasi
(layanan yang dilakukan bidan sebagai anggota tim yang pelayanannya
dilakukan secara bersamaan) dan layanan rujukan (layanan yang dilakukan
bidan dalam rangka rujukan ke system pelayanan yang lebih tinggi atau
sebaliknya yaitu pelayanan yang diberikan bidan dalam menerima rujukan dari
dukun yang menolong persalinan, juga layanan yang dilakukan bidan ke tempat
fasilitas kesehatan lain secara horizontal maupun vertical) (kepmenkes,
369/2007)

20
Tabel. 2.2.7.1 Model Asuhan Kebidanan berpusat pada perempuan

Implementasi lainnya dari filosofi bidan yang meyakini setiap perempuan sebagai pribadi
memiliki hak, kebutuhan dan harapan maka bidan memfasilitasi perempuan untuk berpartisipasi
aktif dalam pelayanan yang diperolehnya selama kehamilan, kelahiran dan masa nifas,
membuat pilihan serta keputusan mengenai cara pelayanan yang disediakan untuknya, Ibu dan
bayi penting dan harus dihargai. Namun saat ini kendala besar yang dihadapi perempuan
adalah masih adanya ketidaksetaraan dan ketidak adilan gender yang juga berdampak pada
status kesehatan perempuan.

Tabel 2.2.7.2 Model asuhan kebidanan yang berperspektives gender

Budaya
Perspektif (Agama & Suku)
Gender
dalam Sisi Pandang
Gender
Askeb

Aktualisasi
Penghargaan
Hak-hak perempuan

Sosial sebagai hak asasi manusia; Ekonomi

pandangan hak-hak
reproduksi sebagai hak
perempuan

Sensitif Gender

Politik

21
2.2.8 PERAN BIDAN DALAM PERCEPATAN PENCAPAIAN MDGS

2.2.8.1 Penguatan Organisasi Profesi

Ikatan Bidan Indonesia memiliki Visi Ikatan Bidan Indonesia mewujudkan Bidan
Profesional Berstandar Global. Visi dijabarkan dalam misi Meningkatkan Kekuatan
Organisasi; Meningkatkan Peran IBI dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan bidan;
Meningkatkan Peran IBI dalam meningkatkan Mutu Pelayanan; Meningkatkan
Kesejahteraan Anggota; Mewujudkan Kerja sama dengan Jejaring Kerja.

Struktur organisasi IBI terdiri dari Pengurus Pusat IBI yang berada di Jakarta,
Pengurus Daerah berada di 33 Propinsi, Pengurus cabang di 495 kabupaten/kota, dan
pengurus ranting di 2045 kecamatan/unit kerja. Untuk pembinaan individu anggota di
mulai dari tingkat daerah (propinsi), cabang hingga ranting dengan pembinaan langsung
melalui pembentukan standar pelayanan bidan mandiri (bidan DELIMA), dan
pembinaan tidak langsung misalnya dengan penulisan karya ilmiah dalam majalah
Bidan serta melakukan kegiatan ilmiah lainnya berupa seminar, lokakarya, dan
pelatihan-pelatihan.
1) Pengembangan pendidikan dan pelatihan
Bidan melalui organisasi profesi mendukung pendirian Asossiasi Institusi Pedidikan
Kebidanan Indonesia menjaga mutu pendidikan; Pembentukan komite
pendidikan ( Komite Uji Kompetensi , komite Standar Profesi , Komite Standar
Pendidikan dan Pelayanan), Standarisasi Pendidikan Bidan, Akreditasi Pendidikan
Bidan , berbagai pelatihan seperti penanganan asfeksia dan metode kanguru, APN
dan APK, kontrasepsi update, ABPK dll , Seminar dan Lokakarya tentang KIA/ KB
dan Kespro

2) Pengembangan pelayanan
a. Bidan Delima Standarisasi pelayanan BPS. 15 propinsi, 196 kab/ kota,
jumlah bidan delima 8397, jumlah fasilitator 1602 (dana dari USAID)
b. Pos Bakti Bidan Bidan beserta masyarakat yang ada di lingkungan
bidan meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Tahun 2009: Jumlah
proposal 159. Yang mendapatkan awards : MDGs 4 - 5 bidan
c. Pelayanan Tanggap Darurat, misalnya
- Relawan bidan 124 orang
- Pelayanan KIA/ KB di camp pengungsi
- Pelayanan KIA/ KB relokasi pengungsi
- Pelatihan Kespro dan KKG untuk IBI dan Poltekes NAD (Dana dari
Ford Foundation)

3) Pengabdian masyarakat, mobilisasi masyarakat dan Pemberdayaan


masyarakat

Pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh bidan seperti melakukan Bulan Bakti
IBI HUT IBI Pelayanan gratis (BPS), Pelayanan KIA/KB (IBI,Dinkes & BKKBN),
pelayamanIbu Asuh Pelayanan gratis untuk ibu tidak mampu di BPS (10 % dari
22
jumlah pasien); dan Kakak Asuh Magang bidan-bidan yunior Program Mellenium
Challenge corporation Indonesia/ Immunization program (MCCI/ IP) dengan
Kegiatan Pelatihan imunisasi , Mobilisasi masyarakat , Pelayanan imunisasi (Lokasi
: 7 propinsi, 67 kabupaten).

2.2.7.2 Penguatan Assosiasi Institusi Pendidikan

Assosiasi Institusi Pendidikan Kebidanan Indonesia memiliki Visi .. Visi


dijabarkan dalam misi

Struktur organisasi AIPKIND terdiri dari Pengurus

Program kerja AIPKIND :


Assosiasi Institusi Pendidikan Kebidanan Indonesia berdiri tahun 2008 dengan visi
menjadi assosiasi yang kuat dan memiliki misi
Pelembagaan AIPKIND sebagai assosiasi dan perangkat organisasi (ADART,
logo, npwp,
Pendataan dan pemetaan institusi kebidanan di Indonesia
Mengenalkan tujuan, kegiatan
Menghimpun wadah untuk membantu penguatan institusi melalui :
Penetapan standard kompetensi pendidikan bersama OP
Pedoman-pedoman pelaksanaan Program dan Materi
Penjaminan mutu

2.3 SEJARAH KEBIDANAN DI INDONESIA

2.3.8 Perkembangan Pendidikan Kebidanan


1. Bersama dengan dikembangkannya pendidikan dokter Indonesia pertama (dokter
Jawa), maka pada tahun 1851 Dr Willem Bosch (seorang dokter militer Belanda)
membuka pendidikan bidan bagi perempuan pribumi di Batavia yang berlangsung
singkat karena kurang peminatnya.

2. Pendidikan bidan dibuka kembali pada tahun 1902, untuk perempuan muda pribumi.
Dilaporkan bahwa pada tahun 1907 telah ada 37 orang bidan bekerja di pulau Jawa.

3. Tahun 1904 dibuka pendidikan bidan untuk perempuan keturunan Indo Belanda di
Makassar, disebuah RS Swasta (Zending). Para lulusannya harus mau ditempatkan
dimana saja tenaganya dibutuhkan, termasuk di daerah pedesaan.

4. Tahun 1911 dibuka pendidikan tenaga keperawatan (mantri/juru-rawat) dari HIS (SD 7
tahun) dengan lama pendidikan 4 tahun. Lulusan juru-rawat perempuan dapat
melanjutkan pendidikan bidan selama 2 tahun.

23
5. Tahun 1920 dikeluarkan sebuah peraturan yang menetapkan bahwa pendidikan bidan
ada 2 jalur :
Jalur 1 menerima calon dari Mulo, lama pendidikannya 3 (tiga) tahun (direct entry)
disebut Bidan kelas I (Vroedvrouw, 1st klas).
Jalur 2 menerima calon dari lulusan mantri juru rawat, lama pendidikan bidan 2
(dua) tahun disebut Bidan kelas II (Vroedvrouw, 2de klas).

6. Tahun 1952 1975 dibuka pendidikan bidan dengan calon lulusan dari SMP, lama
pendidikan 3 tahun. Program ini merupakan penataan kembali program pendidikan
bidan sebelumnya (PP tahun 1920).

7. Pada tahun 1950 1953, mengingat kebutuhan tenaga untuk penolong persalinan
cukup tinggi, maka dibuka pendidikan pembantu bidan yang disebut dengan Penjenang
Kesehatan- E (PKE)/Pembantu Bidan. Peserta didik PKE adalah lulusan SMP + 2 tahun
kebidanan dasar. Lulusab pendidikan ini sebagian besar melanjutkan ke pendidikan
bidan selama 2 tahun.

8. Tahun 1953 dibuka kursus tambahan bidan (KTB) untuk pengembangan program KIA
dengan pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan kebidanan diarahkan menjadi
community oriented.

9. Tahun 1954 dibuka pendidikan Guru Bidan bersamaan dengan Guru Perawat dan
Perawat Kesehatan Masyarakat di Bandung. Pada awalnya lama pendidikan 1 tahun,
kemudian menjadi 2 tahun dan terakhir 3 tahun. Pendidikan ini akhirnya ditutup pada
tahun 1975

10. Di Rumah Sakit Sint Carolus Jakarta, tahun 1964 sudah memulai pendidikan bidan
Direct Entry dari SMA dengan lama pendidikan 4 tahun.

11. Pada tahun 1968 pemerintah mengeluarkan Kepmenkes No. 49/1968 tentang Peraturan
Penyelenggaraan Sekolah Bidan.

12. Tahun 1970 dibuka program pendidikan bidan dari lulusan Sekolah Pengatur Rawat
(SPR) disebut Sekolah Perawat Lanjutan Jurusan Kebidanan (SPLJK), lama
pendidikannya 2 tahun.

13. Tahun 1972 dibuka Sekolah Guru Perawat/Bidan/Perawat Kesehatan Masyarakat, lama
pendidikanya 1 tahun yang akhirnya juga ditutup pada tahun 1987.

14. Tahun 1974 karena banyaknya jenis tenaga kesehatan menengah kebawah (24
kategori) maka diadakan penyederhanaan pendidikan, sehingga sekolah bidan ditutup
dan diganti dengan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) yang diharapkan dapat
mengganti tugas bidan dan ternyata terbukti tidak sesuai dengan harapan.

15. Tahun 1975-1984 tidak ada pendidikan bidan, karena seluruh pendidikan Bidan yang
ada di Indonesia ditiadakan.

24
16. Sehubungan dengan AKI & AKB di Indonesia yang sangat tinggi, kebijakan Pemerintah
membuka program pendidikan mahir KIA dari SPK + 1 tahun pada tahun 1985. IBI
menolak nama mahir KIA tetapi harus bidan.

17. Program penyelenggaraan pendidikan bidan pada tahun 1985 diatur dalam dalam
Permenkes No.386/Menkes/SK/VII/1985 tanggal 22 Juli 1985. Pedoman umum
Penyelenggaraan Pendidikan Bidan diatur dalam Kepmenkes
No.2221/Kep/Diknakes/XII/1987, Sedangkan untuk berlakunya kurikulum Pendidikan
Bidan diatur dalam Kepmenkes No.1527/Kep/Diknakes/VII/1985.

18. pada tahun 1989 dibuka Crash program/pendidikan cepat bidan secara nasional dari
lulusan SPK+1 tahun Kebidanan yang disebut Program Pendidikan BidanA (PPB-A),
untuk memenuhi kebijakan menempatkan bidan disetiap desa.

19. Tahun 1993 di buka program Program Pendidikan BidanB (PPB-B), yaitu lulusan dari
Akademi Perawat di tambah 1 tahun kebidanan dan diharapkan menjadi pengajar di
pendidikan bidan. Program ini berlangsung hanya 2 (dua) tahun, karena ternyata
kompetensi yang dicapai sama dengan PPB-A. Atas permintaan beberapa propinsi,
untuk memenuhi kebutuhan tenaga bidan yang mendesak maka masih dibuka Program
Pendidikan BidanC (PPB-C) di 11 propinsi tertentu, dari lulusan SMP dan lama
pendidikan 3 (tiga) tahun.

20. Tahun 1996 dengan SK Menkes No.4118 tahun 1987 dan SK Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No.009/U/1996 dibuka Program DIII Kebidanan.
Tahun ini merupakan awal dari peningkatan pendidikan bidan yang berorientasi pada
pengembangan profesi dan menjawab tantangan perubahan dan perkembagan tuntutan
dan kebutuhan masyarakat.
21. Untuk memenuhi tenaga pendidik pada program Pendidikan D-III Kebidanan dibuka
Program D IV Bidan Pendidik pada tahun 2000 yang berlangsung hingga saat ini. D IV
bidan pendidik ini merupakan Crash programme.

22. Sejalan dengan perubahan peraturan dan perundangan yang berlaku, serta tuntutan
dampak globalisasi telah dikembangkan pendidikan akademik dan profesi kebidanan
pada jenjang Strata I (S1) dan Strata II (S2).

WHO, 1992 menyimpulkan, bila bidan dipersiapkan/dididik dengan baik, maka


morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi dapat diturunkan sampai 2/3 dari sebelumnya
Midwives Guardian of The Future.
ICM, Brisbane Australia, 2005, Dengan peningkatan kualitas pendidikan bidan
diharapkan dapat mencapai Healthy Woman, Healthy Baby, Healthy Nation sehingga ICM
menetapkan thema Hari bidan Internasional (International Day of The Midwife) pada tahun
2008 adalah Healthy Families : The key to the future.

25
2.3.9 Perkembangan Pelayanan Kebidanan

Perkembangan pelayanan kebidanan di Indonesia menurut catatan yang ada


adalah sebagai berikut :
1. Pada tahun 1807, dengan tingginya angka kematian ibu dan bayi, maka pernah para
dukun dilatih dalam pertolongan persalinan, namun hal ini tidak berlangsung lama (pada
zaman Gubernur Jendral Daendles).

2. Pada tahun 1952 bersamaan dengan dikembangkannya pelayanan kesehatan ibu dan
anak secara menyeluruh bidan mengambil peranan penting. Pada mulanya bidan tidak
diperbolehkan memberikan pertolongan klinis, namun dengan dikembangkannya
konsep paripurna kesehatan ibu dan anak, bidan diperbolehkan secara luas
memberikan pelayanan dalam masa kehamilan, persalinan, masa nifas dan bayi baru
lahir serta tindakan medik sederhana.

3. Tahun 1953 dibuka Kursus Tambahan Bidan (KTB). Tujuan program ini adalah
mendidik bidan untuk lebih berorientasi kepada masyarakat (Community Oriented).
Program KTB berlangsung sampai tahun 1972.

4. Melalui Permenkes No.5380/IX/1963 diterbitkan peraturan tentang Wewenang Terbatas


bagi Bidan dalam pertolongan persalinan normal secara mandiri, disamping tugas lain.
5. Permenkes No.363/IX/1980, menentukan wewenang bidan dibagi menjadi Wewenang
Umum dan Khusus dan untuk melaksanakan tindakan tertentu bidan harus dibawah
pengawasan dokter.

6. Karena untuk melakukan tindakan tertentu bidan harus dibawah pengawasan dokter
dan tidak mungkin selalu dilaksanakan, maka dikeluarkan Permenkes 572/VI/1996
dimana semua tindakan bidan sesuai dengan kewenangannya menjadi tanggung jawab
bidan itu sendiri.

7. Kepmenkes No.900/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan. Kepmenkes ini


merupakan penyempurnaan Permenkes 572/VI/1996 sehubungan dengan
diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Otonomi
Daerah).

8. Kepmenkes Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 369/Menkes/SK/III/2007 tentang


Standar Profesi Bidan;

9. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar


Asuhan Kebidanan;

2.3.2. SEJARAH KEBIDANAN DI LUAR NEGERI

Secara singkat perkembangan bidan di luar negeri adalah sebagai berikut:

26
1. Dalam kitab-kitab kuno, catatan tentang bidan dapat ditemukan di kitab Papyrus, Mesir
dan Tao Tse Ching, Cina.

2. Dalam Kitab Suci Agama Kristen yang masih berlaku sampai sekarang jelas dipakai
istilah bidan yaitu : Pada zaman Firaun sebelum Nabi Musa lahir, tercatat di Kitab
Keluaran/Exodus 1:16-21; dimana Firaun yang mendapat mimpi akan lahir seorang
pemimpin dari bangsa Yahudi (Ibrani), maka Firaun memerintahkan bidan-bidan Mesir
untuk membunuh semua bayi laki-laki Ibrani yang mereka tolong. Sikap bermoral tinggi,
saleh (takut akan Allah), serta misi advokasi sudah ditunjukan bidan zaman itu. Tercatat
bidan Mesir bernama Shiprah dan Phoah yang dipanggil Raja Firaun untuk
menanyakan bayi laki-laki yang telah mereka tolong (bunuh), maka dengan berani
mengambil resiko dengan segala konsekuensinya, kedua bidan Mesir itu mengatakan
kepada Firaun bahwa pada waktu mereka datang bayi dari perempuan Ibrani itu sudah
lahir, sehingga mereka tidak mengetahui apakah bayi itu bayi laki-laki atau perempuan.

3. Buku-buku Filsafat Yunani Kuno juga mencatat tentang sejarah bidan. Socrates (470-
399 SM) adalah anak bidan, dia mengakui bidan sebagai profesi yang paling dihormati.
Sebagai perintis Filsafat Yunani dia mengembangkan metode pengajaran, yang
dizaman modern ini dikenal sebagai metode dialektika dan Socrates menamakannya
Maientike Tekhne (Seni Kebidanan). Dia belajar dari ibunya (Phenerete), melihat
peran bidan dalam memberdayakan ibu-ibu pada saat melahirkan. Socrates memakai
seni kebidanan ini dalam membantu murid-muridnya untuk melahirkan ide-ide
cemerlangnya. Selain Socrates, Plato dan Aristoteles juga memberi penghargaan tinggi
kepada profesi bidan ( Plato murid Socrates dan Aristoteles murid Plato).

4. Di Cordoba, Spanyol pada abad ke 12, seorang dokter ahli kandungan bangsa Arab-
Moro (Al-Zahrawi) telah mendidik wanita muda untuk menjadi bidan, karena adat-
istiadat pada waktu itu lebih menerima wanita sebagai pendamping ibu sewaktu
melahirkan.

5. Di Swiss pendidikan bidan secara formal dimulai sejak abad ke 16 dan pada tahun 1569
sudah ada legislasi yang mengatur Praktik Kebidanan. Dengan demikian sejarah
menunjukkan bahwa pendidikan bidan sejak awal sudah terpisah dengan pendidikan
tenaga kesehatan lainnya.

6. Di Spanyol pada tahun 1752 dibuat persyaratan bahwa bidan harus lulus ujian dengan
materi ujiannya diambil dari buku A short Treatise on the Art of Midwifery. Pada
tahun 1789 pendidikan bidan dibuka di ibukota Madrid dan pada tahun 1932 pendidikan
bidan secara resmi menjadi School of Midwives.

7. Negara Belanda merupakan salah satu Negara Eropa yang teguh berpendapat bahwa
pendidikan bidan harus terpisah dari pendidikan perawat (Bidan di Belanda disebut
Verloskundige).

8. Denmark juga berpendapat bahwa bidan merupakan profesi tersendiri. Pendidikan


bidan disini dimulai tahun 1787 dan disamping itu untuk memenuhi kebutuhan terhadap
Pendidik dan Pengelola mereka mengadakan pendidikan post graduate selama 9
(sembilan) bulan bagi bidan untuk masing-masing fungsi tersebut.
27
9. Para perempuan di Selandia Baru menginginkan untuk mengambil alih kendali dalam
persalinan dan menempatkan diri mereka di tempat yang tepat sehingga pada era 80-
an mereka bersama para bidan menegaskan kembali otonomi bidan dan mengajukan
usulan untuk memperkuat legislasi tentang profesionalisme praktik bidan. Negara ini
yang merintis adanya pendidikan bidan Direct Entry setingkat Bachelor (Strata I).

10. Negara Canada baru membuka pendidikan bidan secara resmi pada tahun 1991
setingkat Universitas dengan direct entry. Konsep dasar dari model pendidikan tersebut
adalah kemitraan yang berintegrasi dan berinteraksi antara perempuan, guru bidan,
mahasiswa bidan, institusi pelayanan dan pendidikan, serta organisasi bidan.
Kemitraan ini menjaga agar program pendidikan bidan tetap pada tujuan utamanya,
yaitu mencetak bidan-bidan yang dapat bekerja secara mandiri sebagai pemberi asuhan
pelayanan kesehatan ibu dan anak yang dibutuhkan.

11. Negara Inggris merupakan salah satu negara dimana pendidikan bidan dan praktik
kebidanannya sudah stabil. Di Negara ini sudah ada Undang-Undang tentang praktik
kebidanan (Midwifery Act) tahun 1902.

12. Negara Amerika mulai membenahi pendidikan bidannya setelah perang dunia ke II. Di
negara ini pendidikan bidan direct entry dengan level S-2 dimulai sejak tahun 1996 di
University of New York (Brooklyn).

13. Negara Australia mengalami kemajuan pesat sejak 10 tahun terakhir. Dasar pendidikan
bidan mengalami perubahan dari Traditional Hospital Base Programme menjadi Tertiary
Course Studies yang menyesuaikan kebutuhan pelayanan di masyarakat. Bidan bekerja
di komunitas tetapi perannya berbeda dengan petugas kesehatan komunitas lainnya.
Tingkat pendidikan bidan saat ini sudah mencapai tingkat doktoral.

2.4 TABEL SITUASI TERKINI PENDIDIKAN KEBIDANAN DI INDONESIA


Dibawah ini adalah beberapa table yang menggambarkan situasi terkini pendidikan kebidanan di
Indonesia.
Tabel. 2.5.1 Pendidikan Bidan di Indonesia Berdasarkan Jenjang Pendidikan
JENJANG PENDIDIKAN
Pulau
D III D IV S1 S2
Sumatera 243 22 1 0
Jawa 289 35 2 2
Bali + Nusa
Tenggara 26 2 0 0
Kalimantan 41 3 0 0
Sulawesi 73 7 0 0
Maluku+Papua 7 0 0 0
Jumlah 679 69 3 2

28
Sumber : Data Pusdiknakes, Data EPSBED - 17/08/201011

Tabel 2.5.2 Pemetaan Institusi D3 Kebidanan


Berdasarkan Regional AIPKIND Tahun 2011

Jumlah
Jumlah Jumlah Institusi
Jumlah institusi
No. Regional Dosen Terakeditasi Diknakes
Institusi D3 terakreditasi
per September 2009
BAN-PT
1 Regional 1 206 2056 46 36
2 Regional 2 56 464 10 17
3 Regional 3 85 961 48 1
4 Regional 4 89 839 27 16
5 Regional 5 120 1208 24 12
6 Regional 6 87 520 29 4
Total 643 6048 184 86

Tabel. 2.5 3 Pemetaan Institusi D4 Bidan Pendidik


Berdasarkan Regional AIPKIND Tahun 2011

Jumlah institusi
Jumlah Jumlah
No. Regional terakreditasi
Institusi D4 Dosen
BAN-PT
1 Regional I 15 42 3
2 Regional II 12 70 2
3 Regional III 5 6 0
4 Regional IV 5 27 2
5 Regional V 8 59 1
6 Regional IV 3 0 0
total 48 204 8

Tabel 2.5.4 Jumlah lulusan baru bidan Poltekkes dan Non Poltekkes
tahun 2006 201012
NO Tahun Poltekkes Non Poltekkes Jumlah
1 2006 3.287 4.977 8.264
2 2007 4.530 8.847 13.377
3 2008 3.957 5.174 9.131
4 2009 4.513 14.032 18.545
5 2010 4.012 13.816 17.828
Jumlah Total 20.299 46.846 67.145

11
(www.evaluasi.or.id
12
Pusdiknakes, 2010
29
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN

Salah satu kunci keberhasilan upaya peningkatan kesehatan adalah melalui upaya
penyediaan tenaga kesehatan dalam jumlah dan kualitas yang memadai serta penyebaran
yang merata sehingga mampu memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat luas.
Penyediaan tenaga kesehatan dilakukan melalui suatu pendidikan tenaga kesehatan mengacu
pada sistem pendidikan nasional. Keberadaan bidan sebagai suatu profesi saat ini, belum
dihasilkan dari suatu jalur pendidikan kebidanan profesi sebagaimana diatur dalam sistem
pendidikan nasional.

Bidan merupakan tenaga kesehatan strategis dalam memberikan pelayanan kesehatan


khususnya pelayanan kesehatan reproduksi perempuan, bayi dan balita sehat. Untuk
menghasilkan bidan yang berkualitas maka diperlukan suatu sistem pendidikan kebidanan yang
mengatur penyelenggaraan pendidikan kebidanan di Indonesia sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Pendidikan kebidanan di Indonesia saat ini terdiri dari pendidikan vokasi dan profesi
dengan jenjang Diploma III, S1 akademik-profesi dan Magister kebidanan. Kendala yang
dihadapi dalam penyelenggaraan pendidikan kebidanan yaitu belum sepenuhnya memenuhi
standar nasional pendidikan terutama ketersediaan dosen yang sesuai dengan UU No 14 tahun
2005 dan lahan praktik. Kondisi pendidikan kebidanan dengan kendala tersebut akan
berdampak terhadap kualitas lulusan yang belum memenuhi standar kompetensi yang
diharapka. Oleh karena itu, untuk pembenahan sistem pendidikan kebidanan ke depan Undang-
Undang dan peraturan yang berlaku, perlu dipahami dan diimplementasikan oleh berbagai
pihak terkait (Kemenkes, Kemdikbudnas, Kemaparatur negara, Badan Kepegawaian Negara,
Kemnakertrans) serta para stakeholders lainnya.

5.2 SARAN
Beberapa saran perlu untuk disampaikan dalam Naskah Akademik ini antara lain adalah:
1. Menyusun kebijakan dan sistem pendidikan kebidanan di Indonesia yang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik nasional dan internasional
(ICM dan WHO)
2. Memberlakukan sistem dan standar pendidikan kebidanan yang sudah disepakati dan
mengacu pada UU sisdiknas dan Standar Nasional Pendidikan
3. Menetapkan kategori lulusan/ketenagaan dalam nomenklatur baku yang berlaku untuk
masa depan. Hal ini untuk memudahkan pengembangan jenjang karir bidan dan juga
untuk menetapkan pembedaan kompetensi dari lulusan yang dihasilkan sesuai
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Bidang Kebidanan.
4. Mendukung perkembangan pendidikan bidan setara dengan profesi lain S1, S2 dan S3.
5. Pendidikan S2 Kebidanan harus dengan latar belakang S1 Kebidanan (Akademik-
Profesi). Program S2 Kebidanan dengan calon peserta didik D4 Bidan Pendidik
merupakan Crash Program untuk mengatasi kebutuhan sementara. Dengan demikian

30
perlu keputusan tegas dari pemerintah untuk menghentikan crash program bila telah
meluluskan 5 angkatan.
6. Dengan adanya UU no 14 th 2005 tentang guru dan dosen serta sudah ada lulusan
program S1 maka Program DIV Bidan pendidik diusulkan untuk ditutup.

31
BAGIAN DUA

I. KONSIDERANS

1.1 Perkembangan pendidikan kebidanan belum sesuai dengan tuntutan


perkembangan pelayanan dan standar global

Melihat sejarah pendidikan bidan sejak 1851 sampai sebelum tahun 2007
(sebelum dibukanya S1 kebidanan), pendidikan bidan yang dikembangkan belum
ajeg, karena hanya mengikuti program pemerintah, belum ditata sesuai dengan
kebutuhan pengembangan profesi dan tuntutan standar pendidikan kebidanan global
pendidikan bidan yag direkomendasikan WHO, Geneva, 2006 . yaitu university level.

Perkembangan pendidikan kebidanan belum sejalan dengan tuntutan


pelayanan yang semakin kompleks. Hasil Riskesdas 2010 dan Profil Kesehatan
Indonesia tahun 2010 Pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan ibu dan anak
sebagian besar dilakukan oleh bidan di tingkat pelayanan dasar dengan tingkat
kemandirian yang tinggi. Guna mendukung terlaksananya peran bidan sebagaimana
tersebut diatas, kemampuan yang diharapkan tidak hanya prosedur klinis, namun juga
kemampuan melakukan skrinning dan berpikir kritis (critical thinking) serta
pengambilan keputusan yang tepat dan cepat sehingga tidak terjadi keterlambatan
pengambilan keputusan dan penanganan lebih lanjut. Bidan sebagai pengelola
pelayanan kesehatan ibu dan anak di masyarakat juga membutuhkan kemampuan
kepemimpinan (leadership) meliputi: komunikasi, advokasi, dan koordinasi dengan
stake holder serta pengambil kebijakan yang ada di wilayah kerjanya.

Hasil penelitian riskesdas tahun 2010 (kegiatan riset kesehatan berbasis


masyarakat yang diarahkan untuk mengevaluasi pencapaian indikator Millenium
Development Goals (MDGs) bidang kesehatan ditingkat nasional dan provinsi di
Indonesia. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa Sebagian besar
pemeriksaan kehamilan dilakukan oleh bidan (71,4%) diikuti oleh dokter kandungan
19,7 persen, dan 1,7 persen oleh dokter umum. Ibu hamil sebagian besar (57,6%)
melakukan pemeriksaan kehamilan di Bidan Praktik Mandiri, Puskesmas (23,9%),
Posyandu (17,4%), klinik/dokter praktek (10,1%), Polindes/Poskesdes (6,8%), dan
sisanya di RS atau lokasi lainnya. Persalinan sebanyak 55,4% terjadi di fasilitas
pelayanan dan 43,2% melahirkan di rumah. Ibu yang bersalin dirumah, pertolongan
persalinannya dilakukan oleh bidan sebanyak 51,9%, dukun (40,2%), dokter (2,1%),
paramedis lain (1,4%), serta keluarga (4,0%). Sedangkan Profil Kesehatan Indonesia
tahun 2010, menunjukkan Cakupan kunjungan Antenatal (K1) sebanyak 95,26%,
pertolongan persalinan 84,78% dan pelayanan Keluarga Berencana 80% dilakukan
oleh bidan.

Di Indonesia, tanpa pengembangan sistem pendidikan kebidanan yang jelas,


pengembangan kompetensi keilmuan dan keterampilan serta pengetahuan riset
khususnya dalam konteks evidence-based, akan sulit bagi bidan untuk

32
mengembangkan diri, mengembangkan disiplin ilmu, mengembangkan body of
knowledge setara dengan profesi kesehatan lainnya.

1.2 Ketiadaan sistem pendidikan kebidanan yang mengatur arah, tujuan, dan cara
pencapaian Pendidikan Kebidanan saat ini

Situasi ini menyebabkan pendidikan kebidanan dan sistem kredensial pendidikan


kebidanan tampak belum mempunyai struktur yang jelas. Dengan ketentuan
peraturan perundangan yang ada diantara tahun 2007 sampai dengan tahun 2009
Menteri Pendidikan Nasional sudah menerbitkan kurang lebih 400 SK Pendirian
Akademi Kebidanan, Politeknik, dan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan. Sampai saat ini
jumlah pendidikan kebidanan 737 institusi. Dengan belum terlaksananya sistem
quality assurance yang komprehensif yang mampu menyentuh institusi dan kualitas
proses belajar mengajar pada institusi pendidikan kebidanan yang ada, maupun
belum adanya pola uji kompetensi serta kelembagaan yang melakukannya belum
jelas, maka akuntabilitas dan kompetensi bidan yang dihasilkan cenderung patut
dipertanyakan. Apalagi sistem credential pengembangan kompetensi dan keilmuan
bidan pada jenjang selanjutnya sangat tidak jelas.

Ketiadaan system juga menyebabkan adanya ambivalensi akreditasi bagi


pendidikan bidan karena untuk menjamin mutu pendidikan bidan, dibutuhkan
akreditasi institusi penyelenggara pendidikan bidan. Saat ini akreditasi program studi
pada pendidikan tinggi dilaksanakan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan
Tinggi (BAN-PT) yang dibentuk berdasarkan Kepmendikbud 9 No. 0326/U/1994.
Setelah berlakunya UU No. 20 Tahun 2003, dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun
2005 Mengenai Standar Nasional Pendidikan, BAN-PT diberikan mandat baru untuk
meningkatkan dan mengimplementasikan sistem akreditasi untuk institusi pendidikan
tinggi. Menurut UU No. 20 Tahun 2003, pasal 61, dijelaskan bahwa ijazah hanya
dapat diterbitkan oleh program studi yang telah terakreditasi. Dengan demikian,
akreditasi menjadi kewajiban bagi setiap program studi.

Saat ini jumlah pendidikan bidan di Indonesia berjumlah 661 institusi. Institusi yang
sudah terakreditasi BAN-PT 260 (39,3%), terakreditasi Kemenkes 214 (32,4%),
Institusi baru yang belum terakreditasi 180 (27,2%), institusi lama yang belum
terakreditasi 14 (2,1 %), masa berlaku akreditasi habis 15 (2.2%), dualisme akreditasi
48 (7.2%) yang tidak ada data SK dan akreditasi 20 (3.0%) (data EPSBED,
Pusdiknakes, BAN PT, 2010) .Jika dianalisis masih belum terstandarnya sistem
akreditasi yang diterapkan untuk pendidikan kebidanan.

1.3 Masih minimnya pengembangan penelitian kebidanan dan minimnya


pemenuhan tenaga dosen berlatar belakang bidan

Pemenuhan dosen yang sesuai dengan UU guru dan Dosen dan Standar
Nasional Pendidikan. Berdasarkan UU no. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
pasal 45 Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik,
sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan
33

_
pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Sedangkan pasal 46 (ayat 1) Kualifikasi akademik dosen
sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 diperoleh melalui pendidikan tinggi program
pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian.

Selain penguasaan keilmuan, kualifikasi dosen, kapasitas penelitian dan SDM


penelitian dalam profesi Bidan yang situasinya saat ini masih sangat minim juga
membutuhkan pengadaan pendidikan dosen kebidanan yang lebih terstruktur sesuai
dengan sistem pendidikan nasional tentang guru dan dosen yang minimal
berpendidikan S2.

1.4 Masih adanya ambivalensi Pendidikan Akademik dan Pendidikan Profesional


Sesuai dengan Keputusan Meneteri Pendidikan Nasional No. 232/U/2000
tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil
Belajar Mahasiswa, Bab II, Pasal 2, ayat (1) dan (2) Pendidikan Tinggi dibagi menjadi
2 jenis pendidikan, masing-masing Pendidikan Akademik dan Pendidikan
Profesional. Ketentuan ini menimbulkan polarisasi pendidikan akademik dan
pendidikan profesi yang ada, akan sangat tidak efisien bagi pendidikan kebidanan.
Pendidikan akademik-profesional yang terdiri dari 2 tahap (terpisah) yakni pendidikan
akademik baru dilanjutkan pendidikan profesi merupakan pendidikan yang kurang
efektif karena total waktu yang dibutuhkan tidak akan menjamin penguasaan
keterampilan klinik baik dalam hal jumlah maupun jenisnya.

Pendidikan kebidanan dalam konteks pendidikan akademik hanya akan


menghasilkan ilmuwan bidang kebidanan karena minimnya pembelajaran
keterampilan profesional. Sebaliknya pendidikan kebidanan dalam pendidikan profesi
akan menghasilkan skilled-labour dengan minimnya keterampilan clinical reasoning
dan clinical judgment atas keterampilan klinik yang dilakukan.

Pola pendidikan bidan memiliki filosofi tersendiri yang meliputi parthnership


dengan wanita, empowerment with women, individual/personalized care, continuity of
care, praktik secara otonom, mempraktikkan evidenced based, sehingga diharapkan
pendidikan bidan bisa memberikan pengalaman kepada peserta didik untuk
berinteraksi dengan klien (perempuan dan keluarganya) secara dini (early exposure
clinic).

1.5 Baru berdirinya lembaga yang jelas menyangkut registrasi, sertifikasi, lisensi.

Pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 1796 tahun 2011


tentang registrasi tenaga kesehatan pasal 2 dan 3 disebutkan bahwa setiap tenaga
kesehatan yang akan menjalankan pekerjaan keprofesiannya wajib memiliki surat
tanda registrasi (STR) yang dikeluarkan oleh MTKI setelah lulus uji kompetensi dan
mendapatkan sertifikat kompetensi.

Sedangkan untuk mendapatkan lisensi berupa SIK/SIPB, sesuai Keputusan


Menteri Kesehatan No. 1464/PER/MENKES/X/2010 tentang izin dan
penyelenggaraan praktik bidan harus mengajukan kepada pemerintah (dinas
kesehatan propinsi) setelah mendapat rekomendasi dari Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
34
Rekomendasi ini diperoleh setelah IBI mengadakan penilaian atas penguasaan ilmu,
keterampilan dan kepatuhan terhadap kode etik profesi. Berbeda dengan profesi
bidan, pada profesi dokter, registrasi dan pengakuan atas kompetensi dokter dalam
bentuk pemberian lisensi praktik tidak dilakukan oleh Ikatan Dokter Indonesia
melainkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.

1.6 Tantangan Nasional Ke-Depan


MDGs merupakan tolok ukur kebijakan pembangunan pemerintah Indonesia,
sehingga pemerintah Indonesia dan 189 negara lain meratifikasi pencapaian tujuan
untuk tahun 2015. Sampai saat ini pencapaian bidan dalam membantu pencapaian
MDGS terutama yang berkaitan dengan profesi bidan adalah tujuan MDGs ke-3, 4, 5
dan 6

Untuk pencapaian MDGS 3 : Bidan melalui Ikatan Bidan Indonesia melakukan


kerjasama untuk pembuatan modul modul pembelajaran yang berkaitan dengan
issue-issue gender dan kesehatan reproduksi perempuan dengan menyusun
sembilan modul pembelajaran untuk tingkat diploma dan sudah diimplementasikan di
beberapa sekolah diploma III kebidanan pada 12 Provinsi di Indonesia.

Untuk pencapaian MDGs 4 program umumnya adalah Peningkatan status gizi


keluarga, Bina keluarga balita, Peningkatan berat badan balita gizi buruk keluarga
miskin, Pemantauan tumbuh kembang anak usia 1-6 tahun, Pembinaan balita dan
pemberian PMT.

Untuk pencapaian MDGs 5 program umumnya adalah Kelas ibu hamil dan tumbuh
kembang balita, pelayanan ANC terintegrasi, Mobilisasi masyarakat untuk peduli ibu
hamil dan bayi baru lahir, Kelas ibu hamil pemeriksaaan kehamilan dan pemberian
PMT kepada ibu hamil, dan mencegah terjadinya gizi buruk

Untuk pencapaian MDGs 6 terlibat dalam pencegahan HIV/AIDS terutama sejak


banyak penelitian menemukan Kasus HIV/AIDS meningkat dan salah satu sumber
penularan terbanyak adalah Mother to child ( penularan dari ibu ke bayi) dan
heteroseksual (pasangan). Bidan melakukan pelayanan KIA terintegrasi dalam
PMTCT dan Kesehatan reproduksi remaja, saat pra nikah dan pra antenatal.

1.7 Tantangan Internasional kedepan


Pengembangan Pendidikan kebidanan dalam payung Sistem Pendidikan Kebidanan
Nasional menghadapi sejumlah tantangan berskala internasional, antara lain :
1) Kebutuhan akan bidan berkualitas tinggi tidak saja merupakan kebutuhan nasional.
WHO Millenium Goals-Targets 2015, menetapkan sasaran Angka Kematian Bayi
15/1000 kelahiran hidup; Angka Kematian Ibu 12/100.000 kelahiran hidup pada
akhir 2015;
2) The UN Millenium Summit yang diselenggarakan Perserikatan Bangsa-Bangsa
pada tahun 2000 bertema sustainable development menghasilkan 10 Pengentasan
Kemiskinan yang 8 diantaranya terkait langsung dengan pelayanan Kebidanan;
3) Sebagai anggota WHO-South East Asian Regional Office, Indonesia berkewajiban
mensukseskan penetapan WHO pada tahun 2004 berupa SEARO Standards of
Midwifery Practice for Safe Motherhood;
35

22
1.8 Kecenderungan Pendidikan Kebidanan Internasional Kedepan
Pengembangan Pendidikan Kebidanan kedepan akan menghadapi tantangan
updating kurikulum dengan memasukkan prinsip-prinsip pelayanan berbasis evidence;
kompetensi kultural; manajemen informasi; keterampilan berbasis populasi, seperti
epidemiologi, biostatistik, ilmu perilaku dan ilmu politik; pendanaan pelayanan
kesehatan, pengelolaan pelayanan, dan aspek business dalam praktik dan kebijakan
kesehatan; dan terakhir tapi tak kalah penting adalah kualitas kurikulum nasional
(nationally recognized qualifiaction) yang dapat digunakan dunia internasional (utilezed
internationally). Saat ini dalam persiapan negara negara menuju pasar global, lulusan
bidan luar negeri lulusan minimal berpendidikan bachelor degree.

II. DASAR HUKUM

1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional


2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan
4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit
5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah;
6. PP No. 25 Th 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah/Kewenangan Propinsi sebagai
Daerah Otonom;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi
8. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
9. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Dosen dan
Perubahannya.
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 tahun 2010 tentang perubahan
atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan (lembaran negara RI tahun 2010 nomor 112)
11. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan
12. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI nomor 28 tahun 2005 tentang badan
Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi
13. Surat Keputusan Mendiknas Nomor 232/U/2000 Pedoman Penyusunan Kurikulum
Pendidikan Tinggi dan Hasil Belajar
14. Surat Keputusan Mendiknas Nomor 045/U/2002 Kurikulum inti pendidikan tinggi
15. Permenkes 1796 tahun 2011 (perubahan 161) tentang registrasi tenaga kesehatan
16. Keputusan Menkes RI Nomor 369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan;
17. Keputusan Menkes RI Nomor 1464/ tahun 2010 tentang ijin dan penyelenggaraan
praktik Bidan.
18. Keputusan Menpan RI No 01 tahun 2008 tentang jabatan fungsional bidan dan angka
kreditnya.

III. TERMINOLOGI

36
3.1. Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang diakui
pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta
memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah
mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan.
3.2. Pendidikan kebidanan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya sebagai bidan yang memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara dalam
mengembangkan kemampuannya sebagai care provider, communicator,
community leader, manajer dan decision maker.
3.3. Sistem pendidikan kebidanan merupakan subsistem dari sistem pendidikan
nasional yang meliputi keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait
secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
3.4. Peserta didik pendidikan kebidanan adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur
dan jenjang pendidikan kebidanan.
3.5. Tenaga kependidikan dalam pendidikan kebidanan adalah anggota masyarakat
yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan
pendidikan kebidanan.
3.6. Pendidik adalah tenaga profesional dalam pendidikan kebidanan yang memiliki
kualifikasi sebagai dosen, konselor, pamong belajar, tutor, instruktur, fasilitator dan
sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan kebidanan.
3.7. Jenjang pendidikan kebidanan adalah jenjang pendidikan tinggi.
3.8. Jalur pendidikan kebidanan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk
mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan
tujuan pendidikan kebidanan.
3.9. Pendidikan Vokasi Kebidanan adalah Suatu program pendidikan tinggi pada
jenjang D3 yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan
keahlian terapan kebidanan.
3.10. Pendidikan Akademik adalah merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan
pasca sarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan dan pengembangan
disiplin ilmu pengetahuan.
3.11. Pendidikan Akademik Profesi Kebidanan adalah pendidikan yang dilaksanakan
secara terintegrasi, diarahkan pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
untuk mencapai kompetensi profesi dan penerapan keahlian yang
diselenggarakan oleh universitas
3.12. Satuan pendidikan kebidanan adalah kelompok layanan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan kebidanan pada jalur formal pada setiap jenjang
dan jenis pendidikan kebidanan.
3.13. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang
terdiri atas pendidikan akademik dan profesi pada jenjang sarjana, master dan
doktoral.
3.14. Standar Nasional Pendidikan Kebidanan adalah kriteria minimal tentang sistem
pendidikan kebidanan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

37
3.15. Kurikulum Pendidikan Kebidanan adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan kebidanan.
3.16. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada lingkungan belajar dalam pendidikan kebidanan.
3.17. Evaluasi Pendidikan Kebidanan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan
penetapan mutu pendidikan kebidanan terhadap berbagai komponen pendidikan
pada setiap jalur dan jenjang sebagai bentuk pertanggungjawaban
penyelenggaraan pendidikan kebidanan.
3.18. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan
kebidanan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
3.19. Sumber Daya Pendidikan Kebidanan adalah segala sesuatu yang dipergunakan
dalam penyelenggaraan pendidikan kebidanan yang meliputi tenaga
kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan prasarana.

IV. SISTEM PENDIDIKAN KEBIDANAN KEDEPAN


4.1 DASAR, FUNGSI DAN TUJUAN

1) Pendidikan Kebidanan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945. Bidan Indonesia sebagai hasil pendidikan kebidanan
nasional memegang teguh falsafah negara.
2) Pendidikan Kebidanan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak bidan Indonesia sebagai anggota masyarakat bangsa yang beradab dan
bermartabat .
3) Pendidikan kebidanan bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan bertanggungjawab
kepada diri, perempuan dalam kehamilan, persalinan, dan periode pasca persalinan,
bayi, keluarga, dan masyarakat lingkungannya.

4.2 Nilai Dasar Pendidikan Kebidanan


1) Membangun kepercayaan (Trust) dalam proses pendidikan kebidanan dengan
mengembangkan standar-standar yang dibutuhkan oleh sebuah program
pendidikan
2) Melakukan continuous quality improvement (CQI) secara berkesinambungan
3) Memelihara integritas secara konsisten dan jujur
4) Membentuk situasi akademik yang mensupport life-long learning
38
5) Mempromosikan otonomi profesi kebidanan, bidan dan program pendidikan
kebidanan. (berdasarkan nilai pendidikan kebidanan, ICM 2011)

4.3 Penyelenggaraan Pendidikan Kebidanan


Pendidikan Kebidanan sebagai subsistem Pendidikan Nasional, berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak bidan Indonesia
sebagai anggota masyarakat bangsa yang beradab dan bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang merupakan penjabaran
Undang-Undang Dasar 1945 maka bidan Indonesia sebagai hasil pendidikan kebidanan
nasional akan senantiasa menjalankan tugas profesionalnya sebagai warganegara yang
memegang teguh falsafah negara yang melandasi pelaksanaan tugas-tugas sebagai
seorang bidan.

4.4 Tujuan Sistem Pendidikan Kebidanan


Tujuan sistem pendidikan kebidanan adalah mengembangkan potensi peserta
didik agar mencapai kompetensi sesuai dengan standar yang ditetapkan,
meningkatkan kemajuan pendidikan dan belajar sepanjang hayat serta menghasilkan
bidan yang kompeten dalam memberikan asuhan bermutu, berpegang teguh pada ke-
Tuhanan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
bertanggungjawab.
Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan kebidanan sebagai berikut :
1) Pendidikan Kebidanan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta
tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan,
nilai kultural dan kemajemukan bangsa;
2) Pendidikan kebidanan sebagai satu kesatuan pendidikan akademik dan pendidikan
profesi.
3) Pendidikan Kebidanan diselenggarakan dengan saling mendukung dengan sumber
daya kesehatan lainnya;
4) Pendidikan Kebidanan diselenggarakan sebagai bagian dari proses belajar
sepanjang hayat;
5) Pendidikan Kebidanan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen
masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu
layanan pendidikan;
6) Pendidikan Kebidanan adalah bagian Pendidikan Tinggi yang diselenggarakan
dengan sistem terbuka;
7) Penyelenggaraan pendidikan kebidanan seperti halnya tenaga kesehatan lainnya
harus memenuhi akreditasi sesuai dengan peraturan perundangan;
8) Penyelenggaraan pendidikan kebidanan harus berorientasi kepada kepentingan
peserta didik (student centered).

4.5 Sistem Penyelenggaraan Pendidikan Kebidanan

Sistem penyelenggaraan pendidikan kebidanan adalah suatu kesinambungan


yang berkualitas sejak input (raw input dan instrumental input), proses, output, dan
outcome. Raw input pendidikan bidan adalah peserta didik dengan karakteristik khusus
39
untuk dapat menjalankan peran dan tugasnya dengan. Instrumental input terdiri dari
beberapa komponen tenaga pendidik, fasilitas, budget, policy dan kurikulum yang
digunakan. Instrumental input adalah komponen yang mempengaruhi proses / kegiatan
pembelajaran. Komponen proses adalah seluruh kegiatan pembelajaran yang dirancang
secara sistematis untuk penguasaan suatu kompetensi yang disyaratkan sebagai bidan.
Komponen proses terdari dari aktifitas pembelajaran, penelitian, pengabdian
masyarakat dan student affairs. Komponen output adalah luaran dari proses. Komponen
outcome adalah kemampuan yang digambarkan/ kinerja dalam memberikan pelayanan.
Seseorang untuk dapat bekerja professional tidak hanya ditentukan oleh proses
pendidikan saja namun juga dipengaruhi oleh system karir, dan penghargaan/ reward
yang diterima. Untuk mengetahui efektifitas suatu system maka semua komponen harus
dinilai.

Tabel 4.5.1 Komponen dalam Sistem Penyelenggaraan Pendidikan Kebidanan

INSTRUMENTAL INPUT :
1. Tenaga pendidik Pengembangan
2. Fasilitas Kemampuan profesional
3. Budgeting Berkelanjutan dan
4. Policy Sistem karir bidan,
5. kurikulum reward

PROSES : OUTCOME :
2. Aktifitas Kualitass / Kinerja bidan
RAW INPUT OUTPUT :
pembelajaran dalam
Peserta didik jumlah dan kualitas
3. Penelitian Memberikan
dengan LULUSAN
4. Pengabdian masyarakat Pelayanan
karakteristiknya
5. Students Affairs
1. K
u
a
l
i
t
4.5.1 RAW INPUT a
s
Raw Input pendidikan kebidanan sangatlah strategis karena sifat pekerjaan bidan 2.
sangat spesifik dan melayani individu / perempuan dan keluarganya yang memiliki
situasi kompleks. Untuk dapat memberikan pelayanan pada situasi kompleks
dibutuhkan kesiapan fisik, emosi, social, pengetahuan dan keterampilan.

Dengan pertimbangan bahwa pelayanan kebidanan bersifat altruism maka


dibutuhkan raw input peserta didik yang berminat dan menjadikannya sebagai
pilihan hidup. Raw input pendidikan kebidanan adalah
a. Seseorang yang memiliki karakter yang kuat (komitmen tinggi, jujur,
bertanggung jawab, optimis, peduli, percaya diri dan kontrol diri yang kuat)
b. Seseorang yang memiliki kemampuan fisik yang cukup untuk menunjang
tuntutan pekerjaan sebagai bidan.
c. Seseorang yang memiliki kemampuan akademik yang baik untuk dapat
melakukkan pekerjaan bidan dengan baik termasuk manajemen proses
pengambilan keputusan yang cepat dan tepat

40
d. Seseorang yang memiliki kemampuan social (kemampuan adaptasi dan
kerjasama dalam tim, mampu berkomunikasi dan menjadi pendengar yang
baik)

Raw input pendidikan kebidanan di Indonesia adalah seorang perempuan dengan


batasan usia tertentu dengan dasar pertimbangan sasaran pelayanan kebidanan
adalah perempuan, aspek sosial budaya, aspek historis, dan karakteristik/model
pelayanan bidan yang berbeda dengan profesi kesehatan lainnya yang menuntut
pelayanan yang utuh tidak hanya fisik saja dan nilai-nilai yang ada di sebagian
besar masyarakat Indonesia.

Proses seleksi raw input harus memenuhi prinsip keadilan, objektif, valid dan akurat,
akuntabel dan transparan. Jumlah raw input harus mengacu kepada kebutuhan
pelayanan sehingga tidak terjadi over produksi tenaga bidan yang besarannya akan
ditentukan dalam dokumen standar

4.5.2 INSTRUMENTAL INPUT

a. Tenaga Pendidik

Tenaga pendidik dalam system pendidikan kebidanan adalah seseorang yang


memenuhi klasifikasi sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang
berlaku, misalnya UU No.14 tentang guru dan dosen tahun 2005. Dia juga
adalah seorang praktisi kebidanan yang handal dan memiliki integritas yang
tinggi dan kepribadian yang kuat. Di samping itu dia juga harus mempunyai
kemampuan komunikasi efektif untuk dapat bekerja sama dengan sesama tim
ataupun dengan mahasiswa.

Tenaga pendidik dalam pendidikan kebidanan harus dapat memelihara


kemampuan klinis dan keilmuan melalui aktivitasnya di dalam kelompok
komunitas profesi atau komunitas keilmuan lainnya baik di dalam maupun di
luar negeri

b. Kurikulum
Kurikulum suatu pendidikan bahwa:
a. Kurikulum pendidikan bidan harus konsisten dengan filosofi bidan dan model
praktik bidan
b. Mengacu pada learning outcomes yang jelas
c. Lulusannya mampu mendemonstrasikan kompetensi bidan secara utuh,
memenuhi kriteria untuk menjadi bidan indonesia yang terregistrasi dan
terlisensi dan berpengetahuan luas terhadap perkembangan global
d. Mememuhi syarat bagi lulusannya untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan
kebidanan berikutnya.
e. Memenuhi standar pendidikan internasional

41
f. Mengunakan pendekatan evidence based approach, pembelajaran orang
dewasa, dan SPICES (student center, problem based learning, integrated
teaching, community oriented, early clinical exposure, self directing learning).
g. Peka terhadap kebutuhan nasional dan global dan perkembangan keilmuan
dan profesi.

4.5.3 PROSES
Prinsip penyelenggaraan Pendidikan Kebidanan harus menyiapkan calon bidan
untuk menjadi :
Expert dalam melakukan praktik kebidanan
Mampu Mengkaji dan mendiagnosa
Mampu mengidentifikasi, merujuk dan berkolaborasi dengan cepat dan tepat
pada profesi kesehatan lain yang berwenang
Melakukan tindakan-tindakan pertolongan dalam keadaan emergensi untuk
penyelamatan hidup
Menggabungkan kemampuan klinis dan hasil-hasil penelitian dan kemampuan
berpikir kritis untuk memberikan pelayanan yang individualized

4.5.4 OUTPUT

Output adalah Jumlah luaran, serapannya dan capaian learning outcomesnya.


Untuk meyakinkan bahwa learning outcomes telah dicapai maka diperlukan
mekanisme aseessement (antara lain melalui uji kompetensi) untuk mengukur
pencapaian lulusan sesuai dengan learning outcomes.

4.5.5 OUTCOMES

Sejauh mana bidan menjalankan peran dan fungsinya serta dampaknya terhadap
pelayanan (kepuasan, complain, serta kontribusinya dalam penyelesaian masalah)

4.5.7 MONITORING EVALUASI


Program pendidikan kebidanan yang terselenggara harus dimonitor, dan dievaluasi
sedemikian rupa agar tercapai program studi berkualitas. Kualitas program studi
diukur dengan parameter :
(a) Leadership,
Struktur organisasi Program Studi dan Prosedur Operational terbukti
terlaksana dengan sistim manajerial yang baik. Tiap unsur pimpinan mampu
menggerakkan bawahan menuju tujuan yang sama-sama ditetapkan
(b) Relevansi Pendidikan,
Kurikulum yang dsusun dan diselenggarakan merupakan kurikulum
yang dinamis sesuai dengan kebutuhan stakeholders. Terdapat Unit Pengelola
Pengembangan Pendidikan yang mandiri dalam mengembangkan kurikulum
yang dimaksud.
(c) Atmosfir Akademik yang kondusif,

42
Proses Belajar Mengajar berlangsung dalam iklim akademik yang
kondusif baik dalam konteks dosen, mahasiswa, maupun sarana/prasarana,
serta lingkungannya. Keterlibatan mahasiswa dalam diskusi dan penelitian
yang dilakukan dosen.
(d) Internal Management yang efektif,
Terdapat Unit Penjaminan Mutu Akademik dan Mutu Insitusi yang
mampu bekerja memonitor dan mengevaluasi kinerja institusi dengan baik.
(e) Sustainabilitas program
Program yang dibuka harus tetap berlanjut karena dukungan dana dan
sumberdaya yang memungkinkan keberlanjutan program. Program harus
dapat dipertanggungjawabkan kepada stakeholders dan masyarakat.
(f) Efisiensi dan Produktivitas Program Studi.
Proses Belajar Mengajar berlangsung dengan lancar dengan
mengefisiensikan pemanfaatan sarana/prasarana, dan sumberdaya

Agar kualitas suatu Program Studi Kebidanan dapat dipertahankan, program


pendidikan kebidanan perlu dan terus menerus melakukan evaluasi diri,
monitoring, dan evaluasi agar standar kualitas dapat tercapai dan sekaligus
menjadi percontohan bagi Program Studi sejenis yang akan dibuka kemudian.

V. JALUR DAN JENJANG (CREDENTIAL) PENDIDIKAN KEBIDANAN INDONESIA

Program doktor (S3)


Pendidikan bidan
Supervisor/Konsultan

Program doktor (S3)


Pendidikan Magister S2 Pendidikan bidan
Kebidanan: spesialis:
Midwifereducational
Clinical teaching

Pendidikan S1 Kebidanan
Akademik Profesi

D3 KEBIDANAN

SMA

Gambar 3 : Alur Kredensial Pendidikan Kebidanan

Keterangan gambar :
( ) : Jalur kredensial
(---->) : Jalur transisi
43
Jalur pendidikan akademik yang dikembangkan meliputi:
Untuk pendidikan dasar profesi ditempuh melalui pendidikan akademik profesi.
Pengembangan pendidikan akademik melalui jalur pendidikan S2 dan S3, Jalur ini
dikembangkan untuk memberikan kemampuan dalam bidang penelitian, pendidikan dan
manajemen.

Jalur pendidikan profesi dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan praktik


pada lingkup praktik bidan pada jenjang yang lebih tinggi yang membutuhkan
kemampuan kritis dan analisis serta pengambilan keputusan yang tepat dalam
melakukan praktik kebidanan sehingga pelayanan yang diberikan aman dan berkualitas
sesuai dengan filosofi dan lingkup praktik bidan. Jalur pendidikan profesi ini antara lain;
clinical advance practice, comunity midwifery practice. Comunity midwifery
1. Pendidikan S1 kebidanan akademik-profesi
2. Pendidikan Magister S2 kebidanan (contohnya: midwifery education, clinical teaching
dan Riset)
3. Program Doktor
4. Pendidikan bidan spesialis (contohnya: advance practice, komunitas)
5. Pendidikan bidan konsultan

VI. GELAR AKADEMIK

Contoh Penulisan
Jenjang Program Studi Sebutan Gelar
Gelar
S1 Pendidikan bidan Sarjana Kebidanan S.Keb., Julia, S.Keb.,Bd.
(akademik-profesi) Bd

S2 Pendidikan Magister Magister Kebidanan M.Keb Julia, Bd., M.Keb


Kebidanan
S3 Program Pendidikan Doktor Dr. Dr. Julia, Bd., M.Keb
Doktor

VII. JAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEBIDANAN

Agar kualitas suatu Program Studi Kebidanan dapat dipertahankan, Pilot Project
yang ada perlu dan terus menerus melakukan evaluasi diri, monitoring, dan evaluasi
agar standar kualitas dapat tercapai dan sekaligus menjadi percontohan bagi
Program Studi sejenis yang akan dibuka kemudian. Kebijakan untuk itu adalah :

1) Program Studi yang dibuka itu setiap tahun diwajibkan melakukan evaluasi diri
dan terus megembangkan diri sesuai parameter kualitas diatas
2) Adanya Kolegium dan Konsil Kebidanan Indonesia (UU??)
3) Untuk menjaga mutu pada program pendidikan strata satu bidan yang menjadi
pilot project persyaratan administratif pembukaan Program studi Strata satu
Pendidikan Kebidanan sekurang-kurangnya terdiri dari : a) Rekomendasi PPIBI
dan AIPKIND, b) Studi Feasibilitas dan Akuntabiitas yang teramati dan terukur,

44
c) Universitas/Fakultas Kedokteran Negeri yang telah memperoleh Akreditasi
BAN-PT dengan akreditasi A.
4) Pembukaan setiap jenjang Pendidikan Kebidanan dipertimbangkan berdasarkan
analisis kesiapan institusi penyelenggara pendidikan dan kebutuhan tenaga
bidan baik secara regional maupun nasional dan sesuai dengan syarat dan
ketentuan yang berlaku.

VIII. KUALIFIKASI BERDASARKAN JENJANG PENDIDIKAN

Berikut dapat dilihat uraian kualifikasi secara singkat sesuai yang terdapat pada tabel
berikut berdasarkan KKNI bidan Indonesia. Kualifikasi secara rinci terdapat pada LAMPIRAN

Jenis Jenjang Level


Sebutan Lulusan Kualifikasi Lulusan
Pendidikan Pendidikan KKNI
Vokasi Diploma III 5 Ahli Madya Menghasilkan lulusan yang mampu :
Kebidanan Kebidanan Menyelesaikan pekerjaan yang berlingkup luas,
(AMd.Keb) memilih metode yang sesuai dari beragam pilihan
yang sudah maupun belum baku dengan
menganalisa data, serta mampu menunjukkan
kinerja dengan mutu dan kuantitas terukur
terhadap hasil kerja sendiri, orang lain, dan
kelompok, yang menjadi tanggung jawab
pengawasan di lingkup bidang kerjanya
Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan
secara umum tetapi mendalam di bidang-bidang
tertentu, serta mampu memformulasikan
penyelesaian masalah procedural
Memiliki kemampuan mengelola kelompok kerja
dan menyusun laporan tertulis secara
komprehensif
Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan
dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian
hasil kerja kelompok
.
Akademik Strata Satu 6 Sarjana Menghasilkan lulusan yang mampu:
Kebidanan Mampu memanfaatkan IPTEK dalam bidang
(S.keb) keahliannya dan mampu beradaptasi dengan
situasi yang dihadapi dalam penyelesaian
masalah.
Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan
spesiallis dan mendalam di bidang-bidang
tertentu, serta mampu memformulasikan
penyelesaian masalah procedural
Mampu mengambil keputusan strategis
berdasarkan analisis informasi dan data, dan
memberikan petunjuk dalam memilih berbagai
alternative.
Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan
dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian
hasil kerja organisasi.

Profesi S1- Profesi 7 Bidan (Bd) Menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan
Mampu merencanakan dan mengelola sumber
daya dibawah tanggung jawabya dan
mengevaluasi secara komprehensif kerjanya
45
Jenis Jenjang Level
Sebutan Lulusan Kualifikasi Lulusan
Pendidikan Pendidikan KKNI
dengan memanfaatkan IPTEK untuk
menghasilkan langkah-langkah pengembangan
strategis organisasi
Mampu memecahkan permasalah sains,
teknologi, dan atau seni di dalam bidang
keilmuannya melalui pendekatan monodisipliner
Mampu melakukan riset dan mengambbil
keputusanstrategis dengan akuntabilitas dan
tanggungjawab penuh atas semua aspek yang
berada dibawah tanggungjawab bidang
keahliannya.

Menghasilkan lulusan yang mampu:


Akademik Strata dua (S2) 8 Magister mengembangkan pengetahuan, teknologi, dan
Kebidanan atau seni di dalam bidang ilmu kebidanan atau
(M.Keb) praktek profesional kebidanan melalui riset,
hingga menghasilkan karya inovatif dan teruji di
bidang keilmuan kebidanan
Mampu memecahkan permasalahan sains,
teknologi, dan atau seni di dalam bidang
keilmuannya melalui pendekatan inter dan
multidisipliner
Mampu mengelola riset dan pengembangan
yang bermanfaat bagimasyarakat dan keilmuan
serta mampu mendapat pengakuan nasional
maupun internasional

Akademik Strata tiga (S3) 9 Doktor Menghasilkan lulusan yang mampu:


mengembangkan pengetahuan, teknologi, dan
atau seni baru di dalam bidang keilmuan
kebidanan atau praktek profesionalnya melalui
riset, hingga menghasilkan karya kreatif, original,
dan teruji
Memecahkan permasalahan sains, teknologi,
dan atau seni di dalam bidang keilmuan
kebidanan melalui pendekatan inter, multi, dan
transdisipliner
Mengelola, memimpin dan mengembangkan
riset dan pengembangan yang bermanfaat bagi
ilmu pengetahuan dan kemaslahatan umat
manusia, serta mampu mendapat pengakuan
nasional maupun internasional.

IX. JENJANG KARIR BIDAN


Bidan merupakan tenaga profesional strategis yang bekerja diberbagai
tatanan institusi pelayanan di masyarakat. Tuntutan kebutuhan masyarakat dan
tuntutan pekerjaan dalam pelayanan kesehatan serta tuntutan profesi sehingga
pengembangan tenaga bidan perlu diatur dalam sistem jenjang karir yang telah
ditetapkan oleh IBI.

Sesuai dengan pertimbangan jenis dan jenjang pendidikan serta kompetensi


yang dimiliki oleh seorang bidan, maka sitem jenjang karir bidan dikembangkan
46
meliputi 4 jalur, yaitu sebagai, pemberi asuhan, manajer, pendidik, dan peneliti.
Setiap jalur memiliki jenjang karir sesuai dengan peraturan dan perundangan yang
berlaku. Sistem pengembangan karir bidan yang bekerja di institusi pemerintahan
mengacu pada Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 1 tahun
2008 tentang Jabatan Fungsional Bidan dan Angka Kreditnya, dalah :

1) Bidan Terampil
Bidan terampil meliputi lulusan Sekolah Bidan dan Diploma III kebidanan,
merupakan bidan pelaksana yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan
dan mengelola pelayanan kebidanan pada kasus fisiologis dan
kegawatdaruratan, baik di institusi maupun praktik perorangan, berlandaskan
etika, kode etik, dan peraturan yang berlaku.
Penjenjangan bidan terampil, terdiri dari :
(1) Bidan Pelaksana Pemula (II/a)
(2) Bidan Pelaksana (II/b, II/c, II/d)
(3) Bidan Pelaksana Lanjutan (III/a dan III/b)
(4) Bidan Penyelia (III/c dan III/d)

2) Bidan Ahli
Bidan Ahli meliputi lulusan Strata satu kebidanan (S1) atau Diploma IV
Kebidanan yang memiliki kompetensi untuk mengelola dan melaksanakan
pelayanan kebidanan pada kasus fisiologis, asuhan pada kasus patologis
kebidanan, asuhan pada kasus patologis dengan penyakit penyerta dan
kegawatdaruratan, baik di institusi maupun praktik perorangan, berlandaskan
etika, kode etik, dan peraturan yang berlaku.
Penjenjangan bidan ahli, terdiri dari :
(1) Bidan Pertama (III/a dan III/b)
(2) Bidan Muda (III/c dan III/d)
(3) Bidan Madya (IV/a, IV/b dan IV/c)
Bidan yang akan naik jenjang jabatan dari bidan terampil ke bidan ahli
perlu mengikuti dan lulus diklat penjenjangan dengan materi pendidikan dan
pelatihan meliputi etika profesi dan tugas pokok bidan. (pasal 31)

Berdasarkan kebutuhan dan ketersediaan SDM, maka kualifikasi tenaga


bidan sesuai dengan peran dan fungsinya di setiap tingkat fasilitas pelayanan
kesehatan adalah sebagai berikut :

1. Kualifikasi bidan pada fasilitas pelayanan tingkat pertama adalah :


a. Bidan Ahli
b. Bidan Terampil + sertifikasi PPGDON untuk bidan desa dan bidan praktik
mandiri
c. Bidan Terampil + sertifikasi PONED untuk bidan di puskesmas.
d. Bidan Terampil.

2. Kualifikasi bidan pada fasilitas pelayanan tingkat kedua adalah :


a. Bidan Ahli + Sertifikasi PONEK
b. Bidan Ahli
c. Bidan Terampil + Sertifikasi PONEK
47
d. Bidan Terampil

3. Kualifikasi bidan pada fasilitas pelayanan tingkat ketiga adalah :


a. Bidan Ahli + Sertifikasi Lanjut
b. Bidan Ahli + Sertifikasi PONEK
c. Bidan Ahli
d. Bidan Terampil + Sertifikasi PONEK

Jumlah dan komposisi tenaga bidan di setiap tingkat pelayanan


disesuaikan dengan kebutuhan setiap institusi, mengacu pada standar
ketenagaan.
Untuk jenjang karir sebagai pendidik, mengacu pada Undang-undang
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Pemerintah Nomor
42 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Dosen dan Perubahannya. Dalam
penetapan angka redit, tidak hanya berdasarkan dilihat dari pendidikan
formal saja tetapi juga mempertimbangkan pendidikan non formal serta
pengabdian dalam menjalankan profesinya seperti: pelatihan, pengembangan
profesi (pembuatan KTI, membuat buku, membuat jurnal, translate,
penemuan teknologi tepat guna dll).

X. STANDAR PENDIDIKAN KEBIDANAN

Standar Nasional Pendidikan Kebidanan (SNPK) merupakan turunan dari


Standar Nasional Pendidikan (PP 19 tahun 2005) yang menjadi pedoman bagi
institusi penyelenggara pendidikan kebidanan di Indonesia. Standar Nasional
Pendidikan Kebidanan disusun mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan
sebagaimana tertera dalam Undang Undang No. 23 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Ketentuan Umum Standar Nasional Pendidikan Kebidanan
adalah tersebut di bawah ini:

1) Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Standar nasional


pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia
2) Standar Nasional Pendidikan Kebidanan terdiri atas standar isi, proses,
kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus digunakan
sebagai acuan oleh penyelenggara pendidikan kebidanan.
3) Pelaksanaan dan Pengembangan standar nasional pendidikan kebidanan beserta
pemantauan dan pelaporan pencapaiannya merupakan bagian dari Sistem
Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi dan secara nasional dilakukan akreditasi
oleh lembaga independen sebagai bagian dari Sistem Penjaminan Mutu
External.
4) Standar Nasional Pendidikan Kebidanan disusun dengan memperhatikan Sistem
kesehatan nasional

Selain mengacu pada Standar Nasional Pendidikan, Standar Nasional


Pendidikan Bidan juga mengacu pada Standar Global Pendidikan Kebidanan yang
48
ditetapkan oleh WHO. Tujuan Standar Global Pendidikan Kebidanan menetapkan
kriteria pendidikan dan menjamin lulusannya untuk:
1. Berbasis kompetensi dan evidence (evidence based)
2. Mempromosikan pengembangan pendidikan dan pendidikan sepanjang masa
(lifelong learning)
3. Kompeten dalam rangka memberikan asuhan kebidanan yang bermutu tinggi
sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

Berikut adalah penjabaran umum tentang Standar Pendidikan Kebidanan di


Indonesia yang berlaku umum untuk semua jenjang :

1) Standar Isi

Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang
dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan (lulusan), kompetensi bahan
kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi
oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Seperangkat
kompetensi lulusan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan
silabus pembelajaran tertuang dalam dokumen kurikulum.

Menurut Keputusan MENDIKNAS NO 232/U/2000, kurikulum adalah


seperangkat rencana, dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan
pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di perguruan tinggi. Secara
luas kurikulum bisa berperan sebagai :
1. Kebijakan manajemen pendidikan tinggi untuk menentukan arah
pendidikannya;
2. Filosofi yang akan mewarnai terbentuknya masyarakat dan iklim akademik;
3. Patron atau Pola Pembelajaran;
4. Atmosfer atau iklim yang terbentuk dari hasil interaksi manajerial Perguruan
Tinggi dalam mencapai tujuan pembelajarannya;
5. Rujukan kualitas dari proses penjaminan mutu; serta
6. Ukuran keberhasilan Perguruan Tinggi dalam menghasilkan lulusan yang
bermanfaat bagi masyarakat.

Pengembangan kurikulum pendidikan kebidanan dilakukan dengan mengacu


pada standar nasional. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
1. Peningkatan iman dan takwa;
2. Peningkatan akhlak mulia;
3. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
4. Keragaman potensi daerah dan lingkungan;
5. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
6. Tuntutan dunia kerja;
7. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
8. Agama;
9. Dinamika perkembangan global; dan
10. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
49
Dengan uraian diatas, nampak bahwa kurikulum tidak hanya berarti sebagai
suatu dokumen saja, namun mempunyai peran yang kompleks dalam proses
pendidikan. Sesuai dengan Global Standar Pendidikan, kurikulum yang digunakan
dalam Pendidikan Bidan adalah kurikulum berbasis kompetensi. Dalam penyusunan
Kurikulum Berbasis Kompetensi mengacu pada Standar Kompetensi Bidan yang
ditetapkan oleh organisasi profesi bidan Indonesia (IBI). Dalam Standar Kompeten
Bidan dijelaskan profil bidan Indonesia terdiri dari pelaksana asuhan (care
provider), pengambil keputusan (decision maker), komunikator (communicator),
pemimpin masyarakat (community leader), dan manajer (manager).

Kompetensi bidan terdiri dari 7 area yaitu: 1) Etika Legal dan Keselamatan
Pasien 2) Komunikasi Efektif;; 3) Pengembangan diri dan Profesionalisme; 4)
Landasan ilmiah ilmu kebidanan 5) Ketrampilan Klinis dalam praktek kebidanan; 6)
Promosi Kesehatan; 7) Manajemen Kewirausahaan dan Kepemimpinan.

Area kompetensi tersebut dijabarkan dalam Kompetensi Bidan Indonesia


Untuk mencapai kompetensi tersebut maka disusun Kurikulum Berbasis
Kompetensi bagi Pendidikan Kebidanan.

World Health Organization (WHO) mengamanatkan pendidikan bidan ke


depan harus berada pada university level (WHO, Geneva 2007). Sesuai dengan
Global Standar Pendidikan Bidan (WHO, 2009) design kurikulum mempunyai
beberapa ketentuan mengacu dan memperhatikan:
1) Kebijakan pelayanan kesehatan nasional maupun internasional.
2) Kriterai pendidikan bidan nasional maupun internasional, profesional dan sesuai
dengan standar praktek kebidanan.
3) Sarana dan prasarana serta proses pembelajaran di kelas dan di lahan praktek
yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
4) Keseimbangan teori dan praktek sesuai dengan levelnya.
5) Pembelajaran orang dewasa dan pembelajaran aktif (Student Center learning).
6) Pembelajaran berbasis kompetensi dan bukti terbaik (best evidence).
7) Pengembangan Clinical reasoning, problem solving dan critical thinking.
8) Peninjauan kurikulum secara teratur dan menyertakan pemangku kepentingan,
peserta didik, peserta didik dan perwakilan masyarakat.
9) Multidisiplin ilmu dan pengalaman belajar.

Kurikulum inti harus mencerminkan bahwa lulusan mempunyai standar


kompetensi yang merupakan perpaduan pengetahuan, keterampilan dan sikap,
sesuai dengan lingkup praktek bidan.

1) Standar Proses
Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar
kompetensi lulusan.

50
Untuk mencapai standar proses tersebut, digunakan Pendekatan
Pembelajaran SPICES (Student Centered, Problem-Based, Integrated, Community
Oriented, Early Exposure to Clinic, dan Systematic ) sebagai berikut:
a. Student Centered, pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan rambu-
rambu satuan kredit semester (SKS) terbalik, yaitu mendahulukan kegiatan
Mandiri dengan menggunakan modul, kemudian kegiatan terstruktur dalam
bentuk tutorial dalam Small Group Discussion, dan kegiatan Tatap Muka dalam
bentuk Kuliah Pakar untuk mengklarifikasi, mensintesis, meresume, dan
menyimpulkan hasil-hasil belajar yang dipandang perlu sesuai dengan Tujuan
Pendidikan.
b. Problem-Based , mahasiswa akan mengenal real setting lebih awal dan
karenanya akan lebih siap ketika memasuki lapangan kerja. Dengan pendekatan
Integrated, diharapkan kompetensi dapat dicapai dengan mengintegrasikan
pengalaman belajar kognitf, psikomotor, dan afektif untuk diperolehnya
pengalaman belajar yang holistik dan komprehensif. Dengan integrasi beberapa
matakuliah pendukung akan dicapai efisiensi pembelajaran yang lebih tinggi.
c. Community Oriented, pembelajaran kompetensi pelayanan kesehatan dalam
berbagai setting komunitas akan menjadi lebh kontekstual.
d. Early Exposure to Clinic, akan : a) meningkatkan motivasi belajar mahasiswa
mencapai tujuannya memasuki pendidikan kebidanan , b) memungkinkan
pembelajaran akan lebih efektif dan efisien karena terjadi integrasi vertikal
antara basic science dan clinical practice, dan c) meningkatkan kemampuan
clinical reasoning- clinical judgment, antara teori yang dipelajari dengan
sindroma, simptoma, serta kondisi klinis pasien yang dihadapi.
e. Systematic mahasiswa memperoleh kompetensi pengembangan diri dengan
memiliki kemampuan learning how to learn sebagai modal dalam belajar
sepanjang hayat. Dalam penyelenggaraan pendidiak harus melakukan kemitraan
dengan institusi pendidikan kebidanan dan institusi pendidikan kesehatan yang
lain atau disiplin ilmu yang lain,dengan lahan praktek, dengan organisasi
profesi dan dengan lembaga-lembaga internasional.

2) Standar Kompetensi Lulusan

Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang


mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan. Berdasarkan PP No. 19 tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab V pasal 27 (2) yaitu standar
kompetensi lulusan pendididkan tinggi ditetapkan oleh masing-masing perguruan
tinggi. Namun demikian dalam menetapkan standar kompetensi lulusan harus
mengacu pada Standar Kompetensi Bidan Indonesia (IBI).

Berdasarkan Standar Global Pendidikan Kebidanan (WHO, 2009) lulusan


bidan harus dapat mendemonstrasikan kompetensi prakatek kebidanan, lulusan
mampu menunjukan pemahaman tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
kesehatan, lulusan mampu memenuhi ketentuan untuk registrasi dan lisensi,
lulusan mendapatkan gelar profesional tergantung dari level pendidikan, lulusan
harus memenuhi syarat untuk mengikuti program pendidikan lanjut dan diperlukan
monitoring lulusan secara berkelanjutan baik yang terkait dengan pengembangan
profesi dan pendidikan lanjut.
51
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyiapkan lulusanan adalah
dengan kode etik dan standar profesi, lulusan harus mampu menunjukkan evidence
based parctice, mendemonstrasikan asuhan berbasis budaya, kemampuan praktek
di sistem kesehatan di negaranya dan memenuhi kebutuhan masyarakat, critical
thinking dan anlisa thinking, kemampuan mengelola sumber daya dan praktek
secara aman dan efektif, kemampuan advokasi secara efektif dan partner
profesional dengan tenaga kesehatan yang lain dalam pelayanan kesehatan,
berorientasi pada pelayanan masyarakat, kemampuan kepemimpinan dan
pengembangan profesional yang berkelanjutan.

3) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Kependidikan dalam Pendidikan kebidanan adalah anggota masyarakat yang


mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan
kebidanan. Pendidik adalah tenaga kependidikan dalam Pendidikan Kebidanan
yang memiliki kualifikasi sebagai dosen, konselor, pamong belajar, tutor,
instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan kebidanan. Tenaga pendidik
(dosen) kebidanan mengacu pada UU no 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen.
Standar pendidik dan tenaga kependidikan kebidanan meliputi :

a) Pendidik dalam pendidikan kebidanan merupakan tenaga profesional yang


bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada
perguruan tinggi penyelenggara pendidikan kebidanan.
b) Tenaga kependidikan kebidanan bertugas melaksanakan administrasi,
pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk
menunjang proses pendidikan kebidanan.
c) Pendidik kebidanan harus memiliki kualifikasi akademik bidang keahlian,
kompetensi, dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan kebidanan.
d) Tenaga pendidik kebidanan memiliki kualifikasi minimum akademik : lulusan
magister kebidanan sebagai tenaga pendidik pada program diploma (DIII
Kebidanan) atau sarjana (S1 Kebidanan), lulus program doktor sebagai tenaga
pendidik pada program pasca sarjana (S2 Kebidanan)
e) Kualifikasi akademik bagi tenaga pendidik kebidanan diperoleh melalui
pendidikan tinggi program pasca sarjana yang terakreditasi sesuai dengan
bidang keahlian.
f) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki
program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.
g) Ketentuan mengenai pendidik dan tenaga kependidikan kebidanan , kualifikasi,
promosi, penghargaan dan sertifikasi pendidik diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.

52
4) Standar Sarana Dan Prasarana Pendidikan

Sarana dan prasarana adalah unsur penunjang dalam pelaksanaan tri dharma
perguruan tinggi, yang mencakup bangunan, perabotan, peralatan (perangkat keras
dan lunak), dan sistem pengamanan aset dan kampus. Sesuai dengan visi, misi atau
mandatnya maka suatu perguruan tinggi membutuhkan pengembangan suatu sistem
pengelolaan yang mencakup perencanaan, pengadaan, pendataan, pemanfaatan,
pemeliharaan, penghapusan, serta pemutahiran semua sarana dan prasarana.
Perguruan tinggi harus memiliki panduan khusus mengenai kelengkapan dan
kecukupan sarana dan prasarana yang dibutuhkan, termasuk sistem klasifikasi,
inventarisasi dan informasi keberadaannya. Perguruan tinggi harus memiliki sistem
pengelolaan yang menjamin adanya akses yang lebih luas terutama bagi mahasiswa
dan dosen melalui penerapan model-model resource sharing. Bentuk kepemilikan
lain seperti sewa, pinjam atau hibah harus dinyatakan dalam surat kesepakatan
antara perguruan tinggi dan pihak terkait dengan kepastian hukum yang jelas.

Berdasarkan PP 19/2005 pasal 42 standar sarana dan prasarana pendidikan


kebidanan meliputi:
1. Sarana meliputi: Peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber
lainnya, bahan habis pakai, perabot yg digunakan utk pendidikan
2. Prasarana meliputi: Ruang kelas, R. Pimpinan, R. Dosen, R. Tata Usaha, R.
Perpustakaan, R. Lab, R. Bengkel kerja, Tempat olahraga, ibadah, rekreasi.
Ketentuan penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang sesuai dengan
jalur dan jenjang pendidikan kebidanan diatur tersendiri dalam standar nasional
pendidikan kebidanan.

Berdasarkan Standar global pendidikan profesional Bidan maka setiap


pendidikan kebidanan harus memiliki fasilitas yang relevan namun tidak hanya
terbatas pada ruang kelas, tempat praktik klinik, klinik untuk simulasi dan
perpustakaan disamping itu sarana dan prasarana harus mempunyai sistem yang
menjamin keselamatan dan menjamin keleluasaan peserta didik untuk mencapai
kompetensinya, salah satunya dengan adanya unit kemahasiswaan (Unit Student-
Support-Services).
Sarana dan prasarana harus didukung oleh sumber daya manusia dan
program yang sesuai dengan kompetensi yang diharapkan.

5) Standar Pengelolaan Pendidikan

Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan


perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat
satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi
dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
Pada pengelolaan pendidikan kebidanan perlu memperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Pengelolaan pendidikan kebidanan dilaksanakan berdasarkan standar minimal
pendidikan kebidanan dengan prinsip manajemen berbasis universitas.
2. Pengelolaan pendidikan kebidanan sesuai jalur dan jenjang pedidikan
kebidanan dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan
mutu dan evaluasi yang transparan.
53
3. Institusi penyelenggara (provider) melakukan quality assurance internal dan
external.

Pengawasan pendidikan dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut


1. Pemerintah, dewan pendidikan, dan ikatan orang tua mahasiswa melakukan
pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang dan jenis
pendidikan sesuai dengan kewenangan masing-masing.
2. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan prinsip
transparansi dan akuntabilitas publik.
3. Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

6) Standar Pembiayaan Pendidikan


Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan
besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
Pendanaan pendidikan dibagi menjadi :

1. Tanggung Jawab Pendanaan


(1) Pendanaan pendidikan kebidanan menjadi tanggung jawab bersama
antara Pemerintah, dan masyarakat.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan
anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(3) Ketentuan mengenai tanggung jawab pendanaan pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
2. Sumber Dana
a. Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip
keadilan,kecukupan, dan keberlanjutan.
b. Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber
daya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Ketentuan mengenai sumber pendanaan pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
3. Pengelolaan Dana Pendidikan
a. Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip
keadilan,efisiensi,transparansi, dan akuntabilitas publik.
b. Ketentuan mengenai pengelolaan dana pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

7) Standar Penilaian Pendidikan


Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar
peserta didik. Standar penilaian pendidikan terdiri dari Evaluasi, Akreditasi dan
Sertifikasi Pendidikan Kebidanan.

54
a. Evaluasi
Evaluasi pendidikan kebidanan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan dan
penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada
setiap jalur dan jenjang pendidikan. Evaluasi pendidikan kebidanan berbentuk
evaluasi internal dan eksternal sebagai pertanggungjawaban dalam
penyelenggaraan pendidikan kebidanan. Institusi penyelenggara kebidanan
harus melakukan evaluasi program yang diselenggarakan termasuk proses
belajar mengajar dan pengembangan programnya dengan menggunakan
metode evaluasi yang tepat. Dalam rangka melakukan evaluasi penyelenggraan
pendidikan menggunakan berbagai metode evaluasi unrtuk mengkaji
kesesuaian kurikulum , penampilan/profil lulusan dan umpan balik dari
kliendan stake holder.

b. Akreditasi
Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan pendidikan kebidanan sesuai
dengan jalur dan jenjang pendidikan kebidanan yang dilaksanakan oleh
pemerintah dan atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk
akuntabilitas publik dengan berdasarkan kepada kriteria yang bersifat
terbuka.Pendidikan kebidanan merupakan bagian dari tinggi yang memenuhi
standar internal, akreditasi yang diakui dan atau memenuhi persyaratan yang
ditetapkan oleh pemerintah. Standar Akreditasi meliputi konten akademik dan
menunjukkan hasil keluaran yang profesional. Proses akreditasi program
pendidikan bidan diakui sesuai dengan karakteristik profesinya.

c. Sertifikasi
(1) Sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi.
(2)Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi
belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian
yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.
(3)Sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan
lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai
pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah
lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang
terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
(4)Ketentuan mengenai sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

XI. KETENTUAN PERALIHAN


Dengan adanya perubahan Jalur dan jenjang pendidikan kebidanan
sebagaimana dimaksud dalam sistem pendidikan kebidanan perlu diatur dalam
ketentuan peralihan sebagai berikut:

1) Jalur, penjenjangan pendidikan, gelar dan sebutan mengacu pada Undang-Undang


Sistem Pendidikan Nasional yang berlaku.
2) Secara kredensial, saat ini telah dibuka program studi S1 Kebidanan, selanjutnya
jenjang pendidikan kebidanan diploma III secara bertahap akan ditingkatkan
menjadi Strata satu kebidanan (S1 Akademik-Profesi) secara selektif diharapkan

55
pada tahun 2020 sudah memenuhi kriteria profesi dan sesuai kriteria sistem
pendidikan kebidanan.
3) Bidan yang saat ini sebagian besar berada pada level pendidikan Diploma III,
secara bertahap dapat menyesuaikan pendidikannya sesuai dengan alur kredensial
pendidikan kebidanan sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku
4) Strategi dan mekanisme penyesuaian jenjang pendidikan dapat dilakukan melalui
program RPL (Recognizing Prior of Learning) yang dilaksanakan sesuai dengan
syarat dan ketentuan yang berlaku.
5) Untuk penyesuaian jalur dan jenjang pendidikan kebidanan sebagaimana tersebut
diatas perlu diatur strategi dan mekanisme yang dapat mendukung proses
pelaksanaannya.

56

Anda mungkin juga menyukai