Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PERTANIAN (BA2103)

PENGENALAN KARAKTERISTIK BIOMOLEKUL PADA


PROTEIN DAN ENZIM
Tanggal Praktikum : 21 SEPTEMBER 2015
Tanggal Pengumpulan : 28 SEPTEMBER 2015

Disusun oleh :
Angela
11414044
Kelompok 7

Asisten:
Dicky Nugraha
11412015

PROGRAM STUDI REKAYASA PERTANIAN


SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
JATINANGOR
2015
PENGENALAN KARAKTERISTIK BIOMOLEKUL PADA PROTEIN DAN
ENZIM
Angela 11414044

ABSTRAK
Protein merupakan makromolekul yang tersusun dari beberapa
polipeptida. Polipeptida terdiri dari asam-asam amino yang diikat oleh ikatan
peptida. Susunan asam-asam amino inilah yang membuat antar protein berbeda
satu sama lain. Protein merupakan senyawa yang penting bagi tubuh kita karena
memiliki fungsi penting bagi tubuh, salah satunya adalah sebagai biokatalisator.
Biokatalisator dalam tubuh kita sebut enzim. Enzim yang kita bahas pada laporan
ini adalah enzim -amilase. Enzim -amilase berfungsi untuk memecah rantai
polisakarida, yaitu amilum, menjadi monosakarida berupa glukosa-glukosa. Kerja
enzim dipengaruhi oleh suhu, pH, dan konsentrasi enzim tersebut.

Kata kunci : struktur protein, uji protein, enzim -amilase

PENDAHULUAN
Protein adalah biomolekul berukuran makro yang terdiri dari beberapa
polipeptida. Tiap polipeptida terdiri dari banyak asam amino yang diikat dengan
ikatan peptida atau amida. Setiap polipeptida berbeda bergantung pada susunan
kode asam aminonya. Protein kadang dikelompokkan menjadi protein sederhana
dan protein yang berkonjugasi. Protein sederhana hanya berupa polipeptida tanpa
adisi zat apapun, sedangkan protein konjugasi adalah protein yang berikatan
dengan zat lain, contohnya glikoprotein(protein yang berikatan dengan
karbohidrat), fosfoprotein(gugus fosfor), vitamin derivatif(misalnya flavoprotein),
dan protein yang berikatan dengan ion-ion logam(metaloprotein). (Walsh, 2014)
Fungsi protein adalah sebagai pengikat senyawa, sebagai katalis reaksi
pada tubuh, pengontrol respon sel terhadap lingkungan, dan sebagai komponen
penyusun sel pada organisme. (Petsko dan Ringe, 2004)
Struktur protein terdiri dari struktur primer, sekunder, tersier, dan
kuartener. Struktur primer terdiri dari kode asam amino penyusun polipeptida
beserta ikatan disulfida. Struktur sekunder terdiri dari asam amino, biasanya
berbentuk alfa heliks(-helix) dan benang beta(-strands). Struktur tersier terdiri
dari atom-atom penyusun polipeptida berwujud tiga dimensi. Struktur kuartener
terdiri dari keseluruhan polipeptida penyusun protein. (Walsh, 2014)
Struktur primer terdiri dari kode-kode asam amino penyusun polipeptida
dan merupakan penentu sifat protein tersebut. Terdapat 20 jenis asam amino, 19
di antaranya memiliki atom karbon sentral(alfa), yang menjadi tempat terikatnya
hidrogen (-H), gugus amina(-NH2), gugus karboksil (-COOH), dan ikatan alkil (-
R). Asam amino prolin gugus R-nya dapat membentuk ikatan kovalen dengan
nitrogen dari asam amino bebas. Selain itu, terdapat ikatan disulfida pada struktur
ini, yaitu ikatan antar sulfur pada asam amino, seperti sistein. (Walsh, 2014)
Gambar 1 Proses Ikatan Disulfida pada Cystine (Walsh, 2014)

Gambar 2 asam amino berdasarkan klasifikasinya (Walsh, 2014)


Gambar 3 Struktur asam amino pada struktur protein(Walsh, 2014)

Struktur sekunder memiliki bentuk heliks alfa dan benang beta karena
bentuk-bentuk tersebut dapat menstabilkan ikatan hidrogen intramolekuler dan
meminimalisir dorongan antar gugus yang berdekatan. Asam amino yang
membentuk alfa heliks ada alanin, leusin, metionin, dan glutamat. Struktur alfa
heliks distabilkan dengan adanya ikatan hidrogen, dengan setiap ikatan C=O
membentuk ikatan hidrogen dengan N-H. Rentangan alfa heliks pada polipeptida
globular memiliki panjang bervariasi mulai dari satu hingga sepuluh putaran
heliks, rata-rata mencapai tiga putaran heliks. Benang beta biasanya terdiri dari 5-
10 asam amino tiap benangnya. Benang beta biasanya ditemukan berpasangan
dengan benang beta lainnya. Bahkan beberapa benang beta dapat bergabung
menjadi lembaran beta (-sheets). Lembaran beta biasanya distabilkan dengan
ikatan hidrogen. Lembaran-lembaran beta dapat terbentuk secara paralel, anti-
paralel, atau campuran paralel dan anti-paralel. Secara paralel berarti lembaran
beta terbentuk dari benang-benang beta yang arahnya sama, sedangkan anti-
paralel berarti lembaran beta terbentuk dari benang-benang beta yang arahnya
berlawanan. (Walsh, 2014)
Struktur tersier merupakan struktur berwujud tiga dimensi. Struktur
terkecilnya berisi sekitar 200 asam amino dan itu sama dengan satu unit diskrit.
Strukturnya merupakan gabungan dari beberapa struktur sekunder yang ada.
Struktur tersier yang umumnya ditemukan adalah helical bundle, hairpin/
ribbon, the Greek key motif, the jelly roll, sandwich, dan barrels. Gabungan
dari beberapa struktur tersier merupakan struktur kuartener. (Walsh, 2014)

Gambar 4 Macam-Macam Struktur Tersier Protein. (a) helical bundle,(b)


hairpin/ ribbon, (c) the Greek key motif, (d) the jelly roll, (e) sandwich, dan (f)
barrels. (Walsh, 2014)
Denaturasi protein adalah terputusnya ikatan-ikatan peptida akibat faktor-
faktor tertentu dan mengakibatkan perubahan pada protein tersebut. (Chawla,
2014) Saat terdenaturasi, protein dapat membentuk endapan berupa kristal. Ada
dua jenis denaturasi, yaitu denaturasi reversible dan denaturasi irreversible.
Denaturasi reversible berarti protein akan kembali ke wujudnya semula setelah
terdenaturasi, endapan kristal yang terbentuk akan kembali larut ke dalam larutan.
Sebaliknya, denaturasi irreversible berarti protein tidak dapat kembali ke
wujudnya semula, endapan kristal yang terbentuk tidak dapat kembali larut. Tidak
kembalinya protein ke wujudnya semula menandakan bahwa protein tersebut
tidak dapat digunakan kembali oleh tubuh. (Marks dan Lieberman, 2009)
Protein dapat diendapkan dengan cara pemberian garam jenuh, logam,
asam encer dan alkohol. Terjadinya endapan pada larutan protein oleh garam
merupakan peristiwa salting out. Salting out adalah terjadinya peningkatan
konsentrasi garam yang menyebabkan kelarutan protein berkurang. Hal ini terjadi
karena terjadi kompetisi antara ion garam dan larutan protein dalam
mempertahankan kesetimbangan. Saat konsentrasi garam tinggi, ion-ion garam
mudah membentuk kompleks dengan air dibandingkan protein, ikatan antar
protein menjadi semakin kuat, sehingga protein membentuk endapan kristal. Saat
tingkat konsentrasi garam dalam larutan menurun, maka kelarutan protein
meningkat sehingga protein dapat larut kembali. Peristiwa tersebut disebut salting
in. Logam dapat mengendapkan protein lebih cepat daripada garam jenuh karena
lebih ionik dibandingkan dengan ion garam. Logam-logam tersebut biasanya
berupa garam logam berat seperti PbNO3, HgCl2, dan garam logam lainnya.
Garam logam tersebut mampu merusak jembatan garam dalam protein dan
menimbulkan endapan dan endapan tersebut juga menyerap garam logam
tersebut. Jika tubuh kemasukkan garam logam berat, meminum susu atau putih
telur dapat mengendapkan garam logam tersebut dan merangsang tubuh untuk
memuntahkannya. Asam dapat menimbulkan pengendapan karena ion-ion negatif
mereka dapat menetralkan ion-ion positif pada protein sehingga protein menjadi
netral dan mengakibatkan denaturasi. Alkohol dapat melarutkan senyawa protein
karena konstanta dielektriknya rendah. Alkohol selalu digunakan untuk
membersihkan luka karena ia dapat mengendapkan membran protein
mikroorganisme seperti bakteri agar tidak membelah diri. Kulit manusia tidak
terkoagulasi ketika terkena alkohol karena membran sel protein pada kulit tahan
terhadap alkohol. (Chawla, 2014)
Pereaksi biuret terdiri dari natrium hidroksida (NaOH) dan tembaga(II)
sulfat (CuSO4). (Bhandary et al., 2012) Bahan uji yang mengandung molekul-
molekul peptida ketika diteteskan dengan pereaksi biuret akan menghasilkan
warna ungu. Hal ini terjadi sebagai hasil ikatan kompleks antara ion tembaga dan
atom nitrogen dari setiap ikatan peptida. (Janairo, 2011)
Gambar 5 Reaksi Uji Biuret pada Suatu Molekul Peptida (Janairo, 2011)

Uji Ninhidrin bereaksi dengan gugus -amino protein dan asam amino
bebas dan menghasilkan kompleks berwarna biru atau ungu, namun ketika
bereaksi dengan prolin dan hidroksiprolin akan membentuk senyawa kompleks
berwarna kuning. Uji ninhidrin mampu mendeteksi adanya pepton, peptida, asam
amino, amonia, dan amina primer lainnya. Setelah pereaksi ninhidrin
dicampurkan ke bahan yang mengandung asam amino dan dipanaskan, ninhidrin
tereduksi menjadi hidrindantin dan asam amino terurai menjadi adehid, amonia,
dan karbon dioksida. Hidrindantin, amonia, dan ninhidrin ini akan membentuk
senyawa kompleks berwarna biru. (Chalwa, 2014)

Gambar 6 Reaksi Uji Ninhidrin pada Suatu Senyawa yang Mengandung Asam
Amino (Chalwa, 2014)

Uji Millon mendeteksi adanya gugus fenil pada suatu bahan. Uji ini
digunakan untuk mendeteksi adanya asam amino tirosin pada bahan uji. Hasil
positif ditunjukkan dengan munculnya warna merah pada bahan yang diteteskan
pereaksi Millon, karena ada reaksi antara merkuri fenolat dengan fenol dalam
asam amino tirosin. (Chawla, 2014)
Enzim merupakan sekelompok protein yang mengatur dan menjalankan
aktivitas kimiawi dalam suatu organisme. Karena enzim terdiri dari sekelompok
protein, enzim dapat mengalami denaturasi. Enzim akan mengalami denaturasi
ketika dilakukan pemanasan, terkena gelombang ultrasonik atau gelombang
ultraviolet, dan penambahan asam, basa, dan pelarut organik seperti alkohol. Zat
ini secara alami dihasilkan makhluk hidup. Enzim adalah biokatalis untuk reaksi-
reaksi dalam tubuh, seperti hidrolisis, oksidasi, reduksi, isomerasi, adisi, transfer
radikal, dan pemutusan rantai karbon. (Sumardjo, 2006)
Enzim digunakan untuk memecah senyawa kompleks menjadi senyawa
sederhana. Senyawa sederhana tersebut pada makhluk hidup diserap sel untuk
kelangsungan hidupnya, terutama pertumbuhan. Beberapa faktor yang
mempengaruhi enzim, yaitu substrat, suhu, pH, dan konsentrasi. (Dewi et al.,
2005)
Enzim bekerja dengan baik di suhu yang optimum bagi enzim tersebut.
Rentang suhu ketika kerja enzim masih baik adalah rentang suhu optimum enzim.
Enzim-enzim bekerja dengan baik dalam tubuh pada rentang suhu 36o-40oC.
Enzim bekerja semakin baik seiring dengan meningkatnya suhu. Namun ketika
suhu melewati suhu optimum enzim, maka enzim akn mengalami denaturasi.
(Sumardjo, 2006)
Konsentrasi enzim dapat menentukan waktu untuk mencapai
keseimbangan. Kecepatan aktivitas enzim berbanding lurus dengan
konsentrasinya, sehingga semakin meningkat konsentrasi enzim maka kecepatan
reaksi semakin meningkat juga. (Sumardjo, 2006)
Enzim amilase merupakan enzim ekstraseluler, sehingga aktivitasnya
dipengaruhi oleh pH mediumnya. Enzim amilase umumnya stabil pada pH 5,5-
7,0. Semakin asam lingkungan tempat enzim bekerja, maka semakin banyak
enzim yang mengalami denaturasi. (Dewi et al., 2005)

TUJUAN
Percobaan ini memiliki beberapa tujuan. Percobaan pertama adalah
menentukan keberadaan molekul-molekul peptida pada albumin, susu murni, dan
sari kedelai. Percobaan kedua adalah menentukan garam jenuh terhadap kelarutan
albumin, susu murni, dan sari kedelai. Percobaan ketiga adalah menentukan logam
berat pada kelarutan albumin, susu murni, dan sari kedelai. Percobaan keempat
adalah menentukan asam encer dan alkohol terhadap kelarutan albumin, susu
murni, dan sari kedelai. Percobaan berikutnya adalah menentukan keberadaan
asam amino tirosin menggunakan uji Millon dan menentukan keberadaan asam
amino bebas menggunakan uji Ninhidrin. Terakhir percobaan ini menentukan
suhu optimum, pH optimum, dan konsentrasi optimum enzim -amilase.

ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah bunsen, gelas kimia
ukuran 250 ml, penjepit tabung, pipet tetes, pipet ukur, rak tabung, stopwatch,
tabung reaksi, dan waterbath. Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini
adalah air liur, akuades (pH = 7), albumin/putih telur, asam asetat encer, enzim -
amylase, etanol 96%, larutan amilum 2%, larutan CaCl2 5%, larutan CuSO4 0,2
M, larutan HCl 0,4 M (pH = 2), larutan HgCl2 0,2 M, larutan Iodin, larutan NaCl
5%, larutan Na2CO3 1% (pH = 9), larutan PbNO3 0,2 M, pereaksi Benedict,
pereaksi Ninhidrin 0,1%, sari kedelai, dan susu murni.

METODE
1. Reaksi Uji Protein
1.1 Uji Biuret
Uji biuret dilakukan dengan disiapkan bahannya masing-masing
sebanyak 3 ml di tabung reaksi terlebih dulu, yaitu albumin/putih telur,
susu murni, dan sari kedelai. Kemudian ditambahkan 1 ml NaOH 2,5 N
dan diteteskan 3 tetes CuSO4 0,2 M. Jika tidak ada perubahan warna yang
timbul, ditambahkan 1 atau 2 tetes CuSO4 0,2 M. Diamati dan dicatat
hasil pengamatannya.

1.2 Uji Pengendapan Protein


1.2.1 Pengendapan dengan garam
Uji ini dilakukan dengan cara disiapkan bahan-bahannya
dalam tabung reaksi masing-masing sebanyak 2 ml, yaitu
albumin/putih telur, susu murni, dan sari kedelai. Ditambahkan
(NH4)2SO4 jenuh tetes demi tetes hingga muncul endapan.
Kemudian ditambahkan air berlebih dan dikocok hingga homogen.
Diamati perubahan yang terjadi dan ulangi percobaan dengan
mengganti (NH4)2SO4 jenuh menjadi NaCl 5% dan CaCl2 5%.
1.2.2 Pengendapan dengan logam
Uji ini dilakukan dengan cara disiapkan bahan-bahannya
dalam tabung reaksi masing-masing sebanyak 2 ml, yaitu
albumin/putih telur, susu murni, dan sari kedelai.Kemudian
masing-masing tabung diteteskan 5 tetes PbNO 3 0,2 M, 5 tetes
HgCl2 0,2 M, dan 5 tetes CuSO 4 0,2 M. Diamati dan dicatat
perubahan yang terjadi.
1.2.3 Pengendapan dengan asam encer dan alkohol
Uji ini dilakukan dengan cara disiapkan bahan-bahannya
dalam tabung reaksi masing-masing sebanyak 2 ml, yaitu
albumin/putih telur, susu murni, dan sari kedelai. Ditambahkan 1
ml asam asetat encer dan alkohol 96%. Diamati perubahan yang
terjadi dan dicatat hasilnya.

1.3 Uji Asam Amino


1.3.1 Uji Millon
Uji ini dilakukan dengan cara disiapkan bahan-bahannya dalam
tabung reaksi masing-masing sebanyak 3 ml, yaitu albumin/putih
telur, susu murni, dan sari kedelai. Ditambahkan 5 tetes pereaksi
Millon dan dipanaskan campuran tersebut. Diamati dan dicatat
perubahan yang terjadi.
1.3.2 Uji Ninhidrin
Uji ini dilakukan dengan cara disiapkan bahan-bahannya dalam
tabung reaksi masing-masing sebanyak 3 ml, yaitu albumin/putih
telur, susu murni, dan sari kedelai. Diteteskan 10 tetes pereaksi
Ninhidrin dan dikocok hingga homogen. Tabung dipanaskan hingga
mendidih. Diamati dan dicatat perubahan hasilnya.

2. Reaksi Uji Enzim


2.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim
Uji ini dilakukan dengan cara disiapkan larutan amilum 2% dalam
lima tabung reaksi masing-masing sebanyak 2 ml. Masing-masing tabung
ditambahkan 1 ml enzim -amilase. Tabung 1 dimasukkan ke lemari es,
tabung 2 diletakkan pada suhu kamar, tabung 3 disimpan di waterbath
suhu 37o-40oC, tabung 4 disimpan di waterbath suhu 75o-80oC, dan
tabung 5 disimpan di dalam air mendidih. Dibuat tabung 6 yang berisi air
liur sebagai kontrol. Diamati perubahan yang terjadi pada masing-masing
tabung. Tabung 2 dinetralkan terlebih dulu kemudian ditambahkan 2 ml
pereaksi Benedict. Tabung 2 kemudian dikocok hingga homogen dan
ditempatkan di waterbath hingga mendidih. Diamati dan dicatat
perubahan yang terjadi.

2.2 Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim


Uji ini dilakukan dengan menyiapkan larutan amilum 2% ke dalam
tiga tabung reaksi masing-masing sebanyak 2 ml. Tabung 1 diberikan 1
ml HCl 0,4%, tabung 2 dimasukkan 1ml akuades, dan tabung 3
dimasukkan 1 ml Na2CO3 1%. Masing-masing tabung kemudian
dimasukkan 1 ml enzim -amilase. Dibuat tabung 4 berisi air liur sebagai
kontrol. Tabung dikocok hingga campuran menjadi homogen. Tabung
dibiarkan selama 15 menit. Masing-masing tabung dibagi dua dan diuji
dengan pereaksi Iodin dan pereaksi Benedict. Diamati dan dicatat
perubahan yang terjadi.

2.3 Pengaruh Konsentrasi Enzim Terhadap Aktivitas Enzim


Uji ini dilakukan dengan menyiapkan tiga tabung reaksi, tabung 1
berisi 0,5 ml enzim -amilase, tabung 2 berisi 1 ml enzim -amilase, dan
tabung 3 berisi 1,5 ml enzim -amilase. Ke dalam masing-masing tabung
dimasukkan larutan amilum 2% sebanyak 2 ml. Campuran dikocok
hingga homogen dan dibiarkan selama 15 menit. Larutan pada tabung-
tabung dibagi dua dan masing-masing diuji dengan pereaksi Iodin dan
pereaksi Benedict. Diamati dan dicatat perubahan yang terjadi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Reaksi Uji Protein
1.1 Uji Biuret
Tabel 1 Uji Biuret pada Albumin, Susu Murni, dan Sari Kedelai
Bahan Hasil Uji Biuret Peptida(+/-)
Putih telur Biru -
Susu Murni Biru keunguan +
Sari Kedelai Ungu +

Uji biuret dilakukan dengan cara diberikan 1 ml NaOH 2,5 N dan


diteteskan 3 tetes CuSO4 0,2 M. Bahan uji yang mengandung molekul-
molekul peptida ketika diteteskan dengan pereaksi biuret akan
menghasilkan warna ungu yang merupakan hasil ikatan kompleks antara
ion tembaga dan atom nitrogen dari setiap ikatan peptida. (Janairo, 2011)
Berdasarkan hasil percobaan, putih telur memiliki sedikit molekul
peptida, susu murni memiliki molekul peptida namun menghasilkan
warna biru keunguan karena kemungkinan reaksi belum sempurna. Sari
kedelai menghasilkan warna ungu yang berarti sari kedelai memiliki
banyak molekul peptida.
1.2 Uji Pengendapan Protein
1.2.1 Pengendapan dengan garam
Tabel 2 Uji Pengendapan Protein dengan Garam pada Albumin, Susu
Murni, dan Sari Kedelai
Bahan Jumlah Tetesan Salting Out
(NH4)2SO4 NaCl 5% CaCl2 5% (+/-)
Jenuh
Putih Telur 260 +
Putih Telur 40 +
Putih Telur 60 +
Susu Murni 200 +
Susu Murni 60 +
Susu Murni 50 +
Sari 320 +
Kedelai
Sari 80 +
Kedelai
Sari 70 +
Kedelai

Hasil percobaan memperlihatkan bahwa semua protein dapat


mengalami salting out. Hal ini terjadi karena tingkat konsentrasi
garam lebih tinggi dari protein sehingga kelarutan protein dalam
senyawa berkurang sehingga menimbulkan endapan. (Chalwa, 2014)

1.2.2 Pengendapan dengan logam


Tabel 3 Uji Pengendapan Protein dengan Logam pada Albumin, Susu
Murni, dan Sari Kedelai
Bahan PbNO3 0,2 HgCl2 0,2 CuSO4 0,2 Denaturasi
M M M (+/-)
Putih Telur ++ +
Putih Telur +++ +
Putih Telur ++ +
Susu Murni ++ +
Susu Murni + +
Susu Murni ++ +
Sari Kedelai + +
Sari Kedelai ++ +
Sari Kedelai +++ +

Hasil percobaan memperlihatkan bahwa semua protein


terdenaturasi oleh garam logam berat. Pengendapan ini terjadi karena
garam logam berat merusak jembatan garam dalam protein dan
menyebabkan protein membentuk endapan yang juga menyerap garam
tersebut. (Chalwa, 2014)
1.2.3 Pengendapan dengan asam encer dan alkohol
Tabel 4 Uji Pengendapan Protein dengan Asam Encer dan Alkohol
pada Albumin, Susu Murni, dan Sari Kedelai
Bahan Asam asetat encer Etanol Denaturasi (+/-)
96%
Putih Telur +++ +
Putih Telur +++ +
Susu Murni +++ +
Susu Murni + +
Sari Kedelai + +
Sari Kedelai + +

Hasil percobaan memperlihatkan bahwa semua protein


terdenaturasi oleh asam encer dan alkohol. Asam encer menetralkan
ion-ion positif pada bahan uji sehingga mengakibatkan denaturasi.
Alkohol melarutkan senyawa-senyawa organik pada protein sehingga
ikatan menjadi tidak stabil dan terjadi denaturasi. (Chalwa, 2014)
Putih telur mengalami denaturasi oleh asam encer dan alkohol,
menandakan bahwa kandungan asam amino dalam protein putih telur
kurang resisten terhadap kemampuan koagulasi alkohol. Susu murni
banyak mengalami denaturasi ketika diteteskan asam encer, sedangkan
ketika diteteskan alkohol 96% denaturasinya sedikit. Kemungkinan
jenis asam amino pada protein tahan terhadap kemampuan koagulasi
alkohol sehingga tingkat denaturasinya sedikit. Sari kedelai saat
diteteskan asam encer dan alkohol tingkat denaturasinya sedikit.
Kemungkinan susunan asam amino pada protein sari kedelai
membuatnya resisten terhadap kemampuan koagulasi alkohol.

1.3 Uji Asam Amino


1.3.1 Uji Millon
Tabel 5 Uji Millon pada Albumin, Susu Murni, dan Sari Kedelai
Bahan Hasil Uji Millon Tirosin (+/-)
Putih Telur Kuning +
Susu Murni Tetap -
Sari Kedelai Kuning -

Penggunaan pereaksi Millon adalah diteteskan kepada bahan uji,


dicampurkan hingga homogen, dipanaskan, kemudian diamati
hasilnya. Hasil uji dinyatakan positif jika muncul warna merah pada
larutan. (Chalwa, 2014) Hasil percobaan tidak ada yang menghasilkan
warna merah. Namun percobaan pada putih telur menampilkan hasil
warna kuning lebih banyak dari sari kedelai, sehingga disimpulkan
bahwa albumin/putih telur memiliki asam amino tirosin, sedangkan
susu murni dan sari kedelai tidak memiliki asam amino tirosin.
1.3.2 Uji Ninhidrin
Tabel 6 Uji Ninhidrin pada Albumin, Susu Murni, dan Sari Kedelai
Bahan Hasil Uji Ninhidrim Jenis Asam Amino
Putih Telur Merah Tirosin
Susu Murni Kuning Prolin dan hidroksiprolin
Sari Kedelai Biru tua Asam amino bebas

Penggunaan pereaksi ninhidrin adalah dengan diteteskan pereaksi


ninhidrin ke dalam larutan uji, dikocok hingga homogen, dipanaskan,
dan diamati perubahan warna yang terjadi. (Chalwa, 2014) Hasil
percobaan membuktikan bahwa putih telur mengandung asam amino
tirosin karena larutan menimbulkan warna merah, susu murni
mengandung asam amino prolin dan hidroksiprolin karena hasil uji
menghasilkan warna kuning, dan sari kedelai mengandung asam
amino bebas karena hasil uji menghasilkan warna biru tua
.
2. Reaksi Uji Enzim
2.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim
Tabel 7 Uji Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim -amilase
No Suhu (oC) Perubahan Warna Kesimpulan
Tabung Uji Iodin Uji Benedict
1 0-10 - + X
2 25-30 - + V
3 30-40 - + X
4 75-80 - + X
5 100 - + X
6 25-30 - + V
Keterangan : X = enzim tidak bekerja secara optimum; V=enzim bekerja
secara optimum
Hasil percobaan memperlihatkan bahwa enzim bekerja optimum
pada suhu kamar, yaitu sekitar 25o-30 oC. Hal ini terbukti dari hasil
tabung 2 hampir sama efektifnya dengan tabung 6 yang menjadi kontrol
percobaan ini. Sedangkan air liur bekerja pada suhu tubuh manusia
normal, pada umumnya berada pada rentang 37o-37.6 oC atau 98.6 o-99.7
o
F. (Seeley et al., 2008)

2.2 Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim


Tabel 8 Uji Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim -amilase
No pH Perubahan Warna Kesimpulan
Tabung Uji Uji Benedict
Iodin
1 2.0 Kuning Merah bata Enzim tidak bekerja secara
optimum
2 7.0 Kuning Merah bata Enzim bekerja secara optimum
3 9.0 Kuning Merah bata Enzim tidak bekerja secara
optimum
4 - kuning Merah bata Enzim bekerja secara optimum

Hasil percobaan menunjukkan bahwa pH bekerja optimum pada


pH netral, yaitu 7, berbeda dengan air liur yang bekerja pada pH 6.5.
( Seeley et al., 2008) Semua tabung menunjukkan bahwa reaksi berjalan
namun saat pH netral enzim berjalan lebih cepat dan lebih sempurna,
sama seperti kerja air liur.

2.3 Pengaruh Konsentrasi Enzim Terhadap Aktivitas Enzim


Tabel 9 Uji Pengaruh Konsentrasi Enzim Terhadap Aktivitas Enzim -
amilase
No Konsentrasi Perubahan Warna Kesimpulan
Tabung Enzim - Uji Uji
amilase Iodin Benedict
(ml)
1 0,5 Kuning Merah bata Reaksi berjalan lambat
2 1 Kuning Merah bata Reaksi berjalan lebih
cepat
3 1,5 Kuning Merah bata Reaksi berjalan paling
cepat

Didapatkan hasil percobaan yaitu enzim bekerja lambat pada konsentrasi


enzim 0,5 ml, bekerja lebih cepat pada konsentrasi 1 ml, dan bekerja
lebih cepat saat konsentrasinya 1,5 ml. Hal ini menunjukkan bahwa
enzim bekerja semakin baik ketika konsentrasi enzimnya lebih banyak
dibandingkan substratnya.

KESIMPULAN
Uji-uji yang dilakukan pada protein membuktikan bahwa protein memiliki
ikatan-ikatan peptida, dapat diendapkan oleh garam jenuh, logam, asam encer dan
alkohol, dan terdapat asam amino tertentu pada bahan uji, yaitu albumin/putih
telur, susu murni, dan sari kedelai. Adanya molekul-molekul peptida pada
albumin/putih telur, susu murni, dan kedelai, dibuktikan dengan uji biuret dengan
urutan dari kandungan molekul peptida terbanyak hingga terkecil yaitu sari
kedelai, susu murni, dan albumin/putih telur. Protein memiliki susunan asam
amino tertentu sehingga antar bahan uji berbeda satu dengan lainnya. Putih telur
memiliki asam amino tirosin, susu murni memiliki asam amino prolin dan
hidroksiprolin, dan sari kedelai memiliki asam amino bebas.
Uji yang dilakukan pada enzim -amilase membuktikan bahwa kerja
enzim dipengaruhi oleh suhu, pH, dan konsentrasi enzim. Enzim bekerja dengan
optimum pada suhu kamar, yaitu sekitar 25 o-30 oC. Enzim bekerja pada pH netral,
yaitu 7.0. Semakin tinggi konsentrasi enzim yang digunakan, maka reaksi yang
terjadi semakin cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Bhandary, Satheesh Kumar, Suchetha Kumari N., Vadisha S. Bhat, Sharmila K.P.,
dan Mahesh Prasad Bekal. 2012. Preeliminary Phytochemical Screening of
Various Extracts of Punica Granatum Peel, Whole Fruit and Seeds. Nitte
University Journal of Health Science 2(4) : 6.

Chalwa, Ranjna. 2014. Practical Clinical Biochemistry: Methods


and Interpretations. New Delhi : Jaypee Brothers Medical
Publishers (P) Ltd. Halaman 53, 54, 56 dan 58.

Dewi, Chandra, Tjahjadi Purwoko, dan Artini Pangastuti. 2005. Produksi Gula
Reduksi oleh Rhyzopus Oryzae dari Substrat Bekatul. Bioteknologi 2
(1):22-23.
Janairo, Gerardo, Marianne Linley Sy, Leonisa Yap Nancy Llanos-Lazaro, dan
Julita Robles. 2011. Determination of the Sensitivity Range of Biuret Test
for Undergraduate Biochemistry Experiments. e-Journal of Science and
Technology 6(5) : 78.
Marks, D.B dan Lieberman, Michael. 2009. Basic medical biochemistry : a
clinical approach, third edition. Philadelphia : Lippincoott Williams and
Nikins.
Petsko, Gregory A. dan Dagmar Ringe. 2004. Protein Structure and Function.
London : New Science Press Ltd. Halaman 3.
Seeley, Rob, Trent D. Stephens, dan Philip Tate. 2008. Anatomy and Physiology.
Edisi ke-8. New York : The McGraw-Hills Companies, Inc. Halaman 38.
Sumardjo, Damin. 2006. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 389 dan
396.
Walsh, Gary. 2014. Proteins Biochemistry and Biotechnology. New Jersey : John
Wiley & Sons, Ltd. Halaman 1, 2, 25, 27, 37, dan 41.

Sumber gambar
Walsh, Gary. 2014. Proteins Biochemistry and Biotechnology. New Jersey : John
Wiley & Sons, Ltd. Halaman 26, 27, 28, dan 40.

Chalwa, Ranjna. 2014. Practical Clinical Biochemistry: Methods


and Interpretations. New Delhi : Jaypee Brothers Medical
Publishers (P) Ltd. Halaman 56.

Anda mungkin juga menyukai