Anda di halaman 1dari 120

KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA TEPUNG UBI JALAR

(Ipomoea batatas)

Oleh :

TRIFENA HONESTIN
F24103017

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA TEPUNG UBI JALAR
(Ipomoea batatas)

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada Departemen Teknologi Pangan dan Gizi
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :

TRIFENA HONESTIN
F24103017

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA TEPUNG UBI JALAR


(Ipomoea batatas)

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Pangan dan Gizi
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :

TRIFENA HONESTIN
F24103017

Dilahirkan Pada Tanggal 22 November 1985


Di Cilacap, Jawa Tengah
Tanggal Lulus : 28 September 2007

Menyetujui
Bogor, November 2007

Ir. ELVIRA SYAMSIR, Msi


Dosen Pembimbing

Mengetahui,
Ketua Departemen ITP

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.


Ketua Departemen ITP
Trifena Honestin. F24103017. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar
(Ipomoea batatas). Di bawah bimbingan: Ir. Elvira Syamsir, M.Si

RINGKASAN

Ubi jalar (Ipomoea batatas) merupakan salah satu tanaman pangan tropis
yang banyak terdapat di Indonesia. Ubi jalar memiliki potensi yang sangat layak
untuk dipertimbangkan dalam menunjang program diversifikasi pangan yang
berbasiskan pada produk tepung dan pati. Metode pengeringan yang digunakan
akan mempengaruhi mutu tepung ubi jalar yang dihasilkan. Menyangkut hal
tersebut, perlakuan awal dan berbagai teknik pengeringan pada pembuatan tepung
ubi jalar diperkirakan mempunyai pengaruh besar terhadap perubahan
karakteristik fisikokimia tepung ubi jalar. Penelitian ini bertujuan untuk
mempelajari pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap karakteristik
fisikokimia tepung ubi jalar yang dihasilkan.
Penelitian diawali dengan analisis proksimat ubi jalar kemudian pembuatan
tepung ubi jalar dengan enam teknik proses yang berbeda yaitu teknik 1 (disawut-
tanpa dikukus-sinar matahari), teknik 2 (disawut-tanpa dikukus-oven), teknik 3
(diiris-tanpa dikukus-drum dryer), teknik 4 (disawut-dikukus-sinar matahari),
teknik 5 (disawut-dikukus-oven), dan teknik 6 (kupas utuh-dikukus-drum dryer),
dilanjutkan dengan analisis tepung ubi jalar yang dihasilkan serta aplikasi tepung
ubi jalar pada pembuatan roti manis. Analisis fisikokimia yang dilakukan pada
tepung ubi jalar yang dihasilkan tersebut adalah analisis fisik dan kimia meliputi
analisis kadar air, densitas kamba, warna, sifat mikroskopis granula pati, indeks
penyerapan air (IPA) dan indeks kelarutan air (IKA), derajat gelatinisasi, sifat
amilografi tepung, stabilitas terhadap pembekuan dan thawing. Roti manis yang
dihasilkan dianalisis secara visual dan organoleptik meliputi pengembangan roti,
warna, rasa, tekstur, dan aroma.
Hasil analisis karakteristik ubi jalar varietas sukuh menunjukkan bahwa
rata-rata kadar air sebesar 61.48 % bb atau 159.83 %bk, kadar abu 0.72 %bb atau
1.87 %bk, kadar protein 1.29 %bb atau 3.35 %bk, kadar lemak 0.19 %bb atau
0.49 %bk, dan kadar karbohidrat 36.32 %bb atau 94.29 %bk. Tepung hasil
pengolahan teknik 1 memiliki rata-rata kadar air sebesar 7.04 %bb, densitas
kamba 0.40 g/ml, kecerahan 64.30, intensitas warna 6.48, derajat hue 5.87, IPA
2.89, IKA 0.0084 g/ml, absorbansi pati tergelatinisasi 0.010, suhu awal
gelatinisasi 77.20C, viskositas puncak 451.6 BU, viskositas balik 96.3 BU,
viskositas jatuh 109.7 BU, stabilitas pasta -84.0 BU, serta sineresis 30.03-38.60%.
Tepung hasil pengolahan teknik 2 memiliki rata-rata kadar air sebesar 7.47 %bb,
densitas kamba 0.40 g/ml, kecerahan 64.69, intensitas warna 4.67, derajat hue
14.53, IPA 3.35, IKA 0.0131 g/ml, absorbansi pati tergelatinisasi 0.007, suhu
awal gelatinisasi 76.60C, viskositas puncak 466.0 BU, viskositas balik 96.0 BU,
viskositas jatuh 55.0 BU, stabilitas pasta -45.6 BU, serta sineresis 26.82-39.49%.
Tepung hasil pengolahan teknik 3 memiliki rata-rata kadar air sebesar 9.00 %bb,
densitas kamba 0.37 g/ml, kecerahan 62.64, intensitas warna 4.60, derajat hue
26.55, IPA 7.90, IKA 0.0375 g/ml, absorbansi pati tergelatinisasi 0.861, viskositas
puncak 710.0 BU, viskositas balik 56.0 BU, viskositas jatuh 705.0 BU, stabilitas
pasta -16.0 BU, serta sineresis 50.31-70.20%.
Tepung hasil pengolahan teknik 4 memiliki rata-rata kadar air sebesar 7.01
%bb, densitas kamba 0.69 g/ml, kecerahan 61.91, intensitas warna 5.88, derajat
hue 18.42, IPA 5.73, IKA 0.0355 g/ml, absorbansi pati tergelatinisasi 0.101, suhu
awal gelatinisasi 56.50C, viskositas puncak 77.3 BU, viskositas balik 40.8 BU,
viskositas jatuh -22.0 BU, stabilitas pasta 18.2 BU, serta sineresis 26.82-39.49%.
Tepung hasil pengolahan teknik 5 memiliki rata-rata kadar air sebesar 6.56 %bb,
densitas kamba 0.68 g/ml, kecerahan 62.27, intensitas warna 4.48, derajat hue
19.57, IPA 6.14, IKA 0.0385 g/ml, absorbansi pati tergelatinisasi 0.142, suhu
awal gelatinisasi 30.90C, viskositas puncak 108.2 BU, viskositas balik 54.5 BU,
viskositas jatuh -51.5 BU, stabilitas pasta 38.0 BU, serta sineresis 39.66-41.89%.
Tepung hasil pengolahan teknik 6 memiliki rata-rata kadar air sebesar 6.44 %bb,
densitas kamba 0.62 g/ml, kecerahan 64.69, intensitas warna 6.58, derajat hue
52.22, IPA 7.11, IKA 0.0543 g/ml, absorbansi pati tergelatinisasi 0.510, viskositas
puncak 118.3 BU, viskositas balik 34.5 BU, viskositas jatuh 11.7 BU, stabilitas
pasta 9.7 BU, serta sineresis 33.89-44.58%.
Pada penelitian ini dilakukan modifikasi fisik tepung ubi jalar dengan
berbagai teknik pengolahan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa faktor perlakuan teknik pengolahan berpengaruh nyata
terhadap kadar air, densitas kamba, warna (L, a, b, hue), sifat mikroskopis granula
pati, IPA dan IKA, pati tergelatinisasi, sifat amilografi tepung, dan stabilitas
produk terhadap pembekuan dan thawing (siklus 1 dan siklus 2). Perlakuan teknik
4, 5, dan 6 meningkatkan densitas kamba, menurunkan kecerahan, meningkatkan
derajat hue, menghilangkan efek birefrigence, mengubah ukuran dan bentuk
granula pati, menaikkan IPA dan IKA, menurunkan suhu awal gelatinisasi,
viskositas puncak, viskositas balik, viskositas jatuh, dan meningkatkan stabilitas
pasta. Perlakuan teknik 3 dan 6 menurunkan kecerahan, meningkatkan derajat
hue, menghilangkan efek birefrigence, mengubah ukuran dan bentuk granula pati,
menaikkan IPA dan IKA, menaikkan absorbansi pati tergelatinisasi, menurunkan
suhu awal gelatinisasi, viskositas balik, viskositas jatuh, dan meningkatkan
stabilitas pasta.
Penelitian dilanjutkan dengan aplikasi pada pembuatan roti manis ubi
jalar. Kondisi proses yang digunakan yaitu waktu pembentukan cream selama +
15 menit, suhu dan kelembaban final proofing yaitu berturut-turut 380C dan 80-
85% selama 45 menit, serta waktu pemanggangan roti berkisar antara 20-40 menit
dengan suhu pemanggangan 3000F. Roti manis ubi jalar tidak memiliki daya
kembang yang baik, warna kerak (crust) yang dihasilkan adalah coklat kemerahan
dan kuning pucat, serta warna remah (crumb) yang dihasilkan adalah kuning
kecoklatan dan putih kekuningan. Rasa yang mendominasi pada roti manis ubi
jalar berbahan dasar tepung hasil pengolahan teknik 1 dan 2 adalah rasa tepung
ubi jalar yang masih mentah. Sedangkan pada roti manis berbahan dasar tepung
hasil pengolahan teknik 3 adalah rasa roti yang cukup matang dengan sedikit rasa
manis. Roti manis ini beraroma khas ubi jalar. Tekstur roti manis ubi jalar yang
dihasilkan dari tepung dengan pengolahan teknik 1 dan 2 adalah keras dan kasar,
sedangkan untuk tepung dengan pengolahan teknik 3 dihasilkan roti dengan
tekstur permukaan yang lunak dan halus.
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cilacap Jawa Tengah pada


tanggal 22 November 1985. Penulis merupakan anak ketiga
dari tiga bersaudara dengan Ayah bernama Dardono, MM
dan Ibu Sarwisiyati.
Penulis lulus dari Sekolah Dasar Maria Immaculata
Cilacap pada tahun 1997, kemudian melanjutkan pendidikan
di SLTP Negeri 1 Cilacap dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis
menyelesaikan studi di SMU Negeri 1 Cilacap.
Pada tahun 2003, penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen Ilmu
dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
melalui jalur USMI. Selama menjalani masa studi sebagai mahasiswa Institut
Pertanian Bogor, penulis adalah anggota Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan
(Himitepa) dan aktif dalam Persekutuan Mahasiswa Kristen sebagai Bendahara
Komisi Pelayanan Anak. Selain itu, penulis berperan serta dalam kepanitiaan
Baur 2004, Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan 2005 (LCTIP), dan National
Students Paper Competition (NSPC) IV. Penulis telah mengikuti seminar dan
training Hazard Analytical Critical Control Point with ISO 22000 serta beberapa
pelatihan pembuatan produk pangan yang diadakan oleh Food Processing Club.
Pada tahun ajaran 2006/2007, penulis aktif sebagai asisten mata kuliah
Biologi Tingkat Persiapan Bersama IPB dan asisten mata kuliah Agama Kristen
Protestan. Penulis pernah menjadi tim peneliti PKM-P (Program Kreativitas
Mahasiswa-Penelitian) dengan judul Pembuatan Cookies Yang Berbahan Dasar
Tepung Komposit Terigu-Ubi Jalar Dan Difortifikasi Dengan Bekatul Sebagai
Sumber Anti Depresi yang didanai oleh Dikti.
Kini penulis menyelesaikan masa studinya dengan skripsi berjudul
Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas) di bawah
bimbingan Ir. Elvira Syamsir, MSi.
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa di Surga atas
limpahan kasih dan berkatNya selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan akhir penelitian ini.
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ir. Elvira Syamsir, MSi sebagai dosen pembimbing akademik dan yang
telah meluangkan waktu untuk membimbing serta mengarahkan penulis
sehingga penelitian ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
2. Ir Didah Nur Faridah, Msi dan Ir. Tjahja Muhandri, MT yang telah
bersedia menjadi dosen penguji dan telah memberikan banyak masukan
yang sangat bermanfaat bagi kesempurnaan tugas akhir ini.
3. Papah, Mamah, Mba Yohana, dan Mba Lydia, yang telah memberikan
dukungan penuh dalam penyelesaian skripsi ini. Sangat bersyukur
memiliki keluarga seperti kalian.
4. Kak Ery, Miaw, dan tetangga setia (Amelia dan Duma), yang benar-benar
mengambil andil yang cukup besar dalam membantu penelitianku. Trima
kasih untuk bantuan dan kerja kerasnya. Tidak dapat dilupakan bagaimana
indahnya kebersamaan saat menghadapi hambatan-hambatan dalam
penelitian.
5. Teman-teman FA (Kak Agus, Dewi, Tri Eko, Daisy, Rosma, Greth, Isak,
Dial, Pora, Aciet), teman-teman gereja (Mas Win, Ribka, Jeanny), kakak-
kakak rohaniku (Kak Pretty, Kak Hana, Kak Thitien), dan teman
sepelayanan (Andri Parna), yang telah memberi dukungan doa dan
dorongan semangat dalam pengerjaan tugas akhir ini.
6. Teman-teman ITP (Agnes, Anas, Rika, Tya, Martin, Titin, Rintz), teman
satu lab (Nunu, Herher, Dhani, Asih, Ade), dan teman satu bimbingan
(Aji, Pritha, Azis), yang telah memberi bantuan dan hubungan
persaudaraan yang sangat berarti.
7. The Sixers (Nunu, Yuki, Mario, Galuh, Hawai) atas persahabatan indah
yang terjalin bertahun-tahun sampai sekarang.
ii

8. Laboran (Pak Wachid, Pak Sobirin, Pak Yahya, Mba Ari, Teh Ida),
Teknisi (Pak Ias dan Pak Nur), dan Pak Rojak atas bantuannya selama ini.
9. Adik-adikku, Elifelet-ers (Daniel, Yessy, Betti, Rosa, Titin, Karno,
Dansia, Edo) atas dukungan doa dan perhatian yang diberikan.
10. KPAnis 37, 38, 39, 40, 41, 42, dan alumni KPA atas semangat dan
dukungan doa untuk penelitian ini.
11. Junianto Simaremare, seseorang yang telah memberikan saat-saat indah,
pelajaran, dan semangat dalam menjalani hidup, serta kehadirannya yang
membuat aku belajar mengasihi tanpa syarat.
12. Semua pihak yang membantu yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pelaksanaan penelitian selanjutnya dan bagi kita semua.

Bogor, November 2007


Penulis
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Tujuan .................................................................................................. 2
C. Manfaat ................................................................................................ 2

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. UBI JALAR ......................................................................................... 3
1. Botani Ubi Jalar ............................................................................... 3
2. Kandungan Kimia Ubi Jalar ............................................................ 4
3. Pengolahan Ubi Jalar ....................................................................... 6
4. Tepung Ubi Jalar .............................................................................. 6
B. PATI .................................................................................................... 12
1. Sifat Fisikokimia dan Sifat Fungsional Pati ................................... 12
2. Gelatinisasi Pati ............................................................................... 14
3. Retrogradasi dan Sineresis . . 16
4. Sifat Amilografi Pati ....................................................................... 17
5. Pati Termodifikasi............................................................................ 18
C. PERLAKUAN AWAL ........................................................................ 19
D. TEKNIK PENGERINGAN ................................................................. 20
1. Pengeringan dengan Sinar Matahari ............................................... 21
2. Pengering Oven .............................................................................. 21
3. Pengering Drum .............................................................................. 22
E. PERBANDINGAN SIFAT FISIKOKIMIA BERBAGAI
JENIS TEPUNG DAN SIFAT FUNGSIONALNYA ......................... 23
F. APLIKASI PADA PEMBUATAN ROTI ........................................... 23
iv

III. METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT .......................................................................... 25
B. METODE PENELITIAN..................................................................... 25
1. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar ......................... 25
2. Aplikasi Tepung Ubi Jalar pada Pembuatan Roti Manis ............... 26
C. METODE ANALISIS ......................................................................... 27
1. Analisis Proksimat Ubi Jalar.......................................................... 27
a. Kadar air ..................................................................................... 27
b. Kadar Abu ................................................................................. 27
c. Kadar Protein ............................................................................. 28
d. Kadar Lemak ............................................................................. 28
e. Kadar Karbohidrat ..................................................................... 29
2. Analisis Tepung Ubi Jalar Termodifikasi Fisik ............................. 29
a. Kadar Air ................................................................................... 29
b. Densitas Kamba ......................................................................... 29
c. Warna ........................................................................................ 29
d. Sifat Mikroskopis Granula Pati .................................................. 30
e. Indeks Penyerapan Air dan Indeks Kelarutan Air...................... 30
f. Analisis Pati Tergelatinisasi secara kualitatif 31
g. Sifat Amilografi Tepung ............................................................ 31
h. Stabilitas terhadap Pembekuan dan Thawing ........................... 32
3. Analisis Karakteristik Roti Manis Ubi Jalar .................................. 32
D. RANCANGAN PERCOBAAN ........................................................... 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. ANALISIS UBI JALAR VARIETAS SUKUH................................... 34
B. PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR ............................................ 35
C. SIFAT FISIKOKIMIA TEPUNG UBI JALAR ................................... 38
a. Kadar Air ......................................................................................... 38
b. Densitas Kamba .............................................................................. 40
c. Warna .............................................................................................. 42
d. Sifat Mikroskopis Granula Pati ....................................................... 44
e. Indeks Penyerapan Air dan Indeks Kelarutan Air ........................... 48
v

f. Pati Tergelatinisasi .......................................................................... 50


g. Sifat Amilografi Tepung .................................................................. 51
h. Stabilitas terhadap Pembekuan dan Thawing ................................. 61
D. ANALISIS KARAKTERISTIK ROTI MANIS UBI JALAR ............. 64
a. Pengembangan Roti ....................................................................... 65
b. Warna Roti ..................................................................................... 65
c. Rasa ............................................................................................... 65
d. Aroma ............................................................................................ 66
e. Tekstur ........................................................................................... 66

V. KESIMPULAN DAN SARAN


A. KESIMPULAN ................................................................................... 67
B. SARAN ............................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 69
LAMPIRAN.................................................................................................... 77
vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kandungan kimia ubi jalar per 100 gram bahan segar 5
Tabel 2. Komposisi nilai gizi tepung ubi jalar ....... 7
Tabel 3. Rekapitulasi hasil penelitian mengenai tepung ubi jalar . 8
Tabel 4. Karakteristik pati dan aplikasinya 19
Tabel 5. Perbandingan karakteristik beberapa jenis tepung .. 24
Tabel 6. Komposisi kimia ubi jalar varietas Sukuh.... 34
Tabel 7. Pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap kadar air tepung
ubi jalar ............................................................................................ 39
Tabel 8. Pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap densitas kamba
tepung ubi jalar ................................................................................ 41
Tabel 9. Hasil rata-rata analisis warna tepung ubi jalar ............................ 42
Tabel 10. Pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap warna tepung
ubi jalar ............................................................................................ 43
Tabel 11. Pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap IPA dan IKA
tepung ubi jalar ................................................................................ 49
Tabel 12. Pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap absorbansi pati
tergelatinisasi tepung ubi jalar ......................................................... 51
Tabel 13. Sifat amilografi tepung ubi jalar ... .. 52
Tabel 14. Pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap sineresis gel
tepung ubi jalar ................................................................................ 63
Tabel 15. Komposisi bahan pembuatan roti manis.. 64
vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman Ubi Jalar . 3


Gambar 2. Struktur Amilosa dan Amilopektin 13
Gambar 3. Mekanisme Gelatinisasi dan Retrogradasi Pati . 15
Gambar 4. Tipe Pengering Drum. 22
Gambar 5. Ubi Jalar Varietas Sukuh ... 34
Gambar 6. Tipe Pisau Slicer 36
Gambar 7. Sawut Ubi Jalar Kering.. 36
Gambar 8. Tepung Ubi Jalar Sukuh yang Dimodifikasi Fisik 37
Gambar 9. Histogram Pengaruh Teknik Pengolahan terhadap Kadar Air
Tepung Ubi Jalar ................................... 38
Gambar 10. Histogram Pengaruh Perlakuan Teknik Pengolahan
terhadap Densitas Kamba Tepung Ubi Jalar . 40
Gambar 11. Model Warna Sistem Hunter dan Sistem Munsell .................... 42
Gambar 12. Penampakan Granula Pati Tepung Ubi Jalar dengan Perlakuan
Pengolahan Teknik 1 ......................... 46
Gambar 13. Penampakan Granula Pati Tepung Ubi Jalar dengan Perlakuan
Pengolahan Teknik 2 ......................... 46
Gambar 14. Penampakan Granula Pati Tepung Ubi Jalar dengan Perlakuan
Pengolahan Teknik 3 ......................... 46
Gambar 15. Penampakan Granula Pati Tepung Ubi Jalar dengan Perlakuan
Pengolahan Teknik 4 ......................... 47
Gambar 16. Penampakan Granula Pati Tepung Ubi Jalar dengan Perlakuan
Pengolahan Teknik 5 ......................... 47
Gambar 17. Penampakan Granula Pati Tepung Ubi Jalar dengan Perlakuan
Pengolahan Teknik 6 ......................... 47
Gambar 18. Histogram Pengaruh Perlakuan Teknik Pengolahan terhadap
Indeks Penyerapan Air Tepung Ubi Jalar .. 48
Gambar 19. Histogram Pengaruh Perlakuan Teknik Pengolahan terhadap
Indeks Kelarutan Air Tepung Ubi Jalar................. 48
viii

Gambar 20. Histogram Pengaruh Perlakuan Teknik Pengolahan terhadap


Absorbansi Pati Tergelatinisasi Tepung Ubi Jalar ........ 50
Gambar 21. Kurva Amilograf Tepung Ubi Jalar
Tanpa Perlakuan Pengukusan 53
Gambar 22. Kurva Amilograf Tepung Ubi Jalar
dengan Perlakuan Pengukusan . 54
Gambar 23. Perbandingan Kurva Amilograf dari Beberapa Pati... 61
Gambar 24. Pengaruh Perlakuan Teknik Pengolahan terhadap Stabilitas
Pembekuan-Thawing Tepung Ubi Jalar Tanpa Perlakuan
Pengukusan ............................................................................ 62
Gambar 25. Pengaruh Perlakuan Teknik Pengolahan terhadap Stabilitas
Pembekuan-Thawing Tepung Ubi Jalar dengan Perlakuan
Pengukusan ............................................................................ 62
Gambar 26. Roti manis Ubi Jalar Termodifikasi Fisik
Tanpa Perlakuan Awal 64
ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar Teknik 1 .... 77


Lampiran 2. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar Teknik 2 .... 78
Lampiran 3. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar Teknik 3 .... 79
Lampiran 4. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar Teknik 4 .... 80
Lampiran 5. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar Teknik 5 .... 81
Lampiran 6. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar Teknik 6 ... 82
Lampiran 7. Peralatan dalam Pembuatan Tepung Ubi Jalar ....................... 83
Lampiran 8. Proses Pembuatan Roti Manis Metode Adonan Cepat ........... 84
Lampiran 9. Data Analisis Tepung Ubi Jalar Termodifikasi Fisik . 85
Lampiran 10. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan terhadap
Kadar Air Tepung Ubi Jalar ................................................... 86
Lampiran 11. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan terhadap
Densitas Kamba Tepung Ubi Jalar ..................................... 87
Lampiran 12. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan terhadap
Warna Tepung Ubi Jalar ........................................................ 88
Lampiran 13. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan terhadap
IPA Tepung Ubi Jalar ............................................................ 91
Lampiran 14. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan terhadap
IKA Tepung Ubi Jalar ............................................................ 92
Lampiran 15. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan terhadap
Absorbansi Pati Tergelatinisasi Tepung Ubi Jalar.................. 93
Lampiran 16. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan terhadap
Persentase Sineresis Gel Tepung Ubi Jalar ............................ 94
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ubi jalar (Ipomoea batatas) merupakan salah satu tanaman pangan
tropis yang banyak terdapat di Indonesia. Luas lahan ubi jalar di Indonesia
pada tahun 2005 mencapai 178.336 ha (Deptan, 2006) dengan produksi
mencapai 1.856.969 ton (BPS, 2006). Menurut Widodo (1989), ubi jalar
memiliki kandungan nutrisi yang baik, umur yang relatif pendek, dan produksi
yang tinggi. Ubi jalar juga dianggap lebih murah, lebih manis, dan banyak
mengandung komponen kalori, vitamin A jika dibandingkan dengan tepung
terigu (Villareal dan Griggs, 1982). Selain itu ubi jalar juga merupakan salah
satu komoditas lokal sumber serat pangan. Dari gambaran diatas terlihat
bahwa ubi jalar memiliki potensi yang sangat layak untuk dipertimbangkan
dalam menunjang program diversifikasi pangan yang berbasis pada tepung
dan pati.
Pengolahan ubi jalar menjadi tepung merupakan salah satu upaya
pengawetan ubi jalar. Selain itu juga merupakan upaya peningkatan daya guna
ubi jalar supaya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pangan.
Pengolahan ubi jalar menjadi tepung memberi beberapa keuntungan seperti
meningkatkan daya simpan, praktis dalam pengangkutan dan penyimpanan,
dan dapat diolah menjadi beraneka ragam produk makanan (Winarno, 1981).
Komponen utama pada tepung ubi jalar adalah karbohidrat dan sebagian
besar karbohidrat tersebut terdapat dalam bentuk pati. Pati alamiah sangat
terbatas penggunaannya dalam industri pangan karena memiliki sifat
viskositas yang tinggi, sangat kohesif, stabil pada temperatur yang rendah, dan
tidak stabil jika diaplikasikan pada makanan dengan pH rendah (Smith, 1982).
Berkembangnya ilmu pengetahuan tentang struktur molekul pati,
menyebabkan para ahli melakukan modifikasi struktur alami pati. Pati
dimodifikasi dengan tujuan untuk mempermudah penggunaannya dalam
industri pangan, lebih stabil dalam proses, dan lebih baik teksturnya.
Keunggulannya adalah sifat fungsionalnya yang tidak dimiliki oleh pati yang
2

tidak termodifikasi, ketahanannya dalam kondisi proses berskala besar, dan


sifatnya yang konsisten sehingga proses dapat terkendali.
Pati dapat dimodifikasi dengan perlakuan fisik, kimia, dan enzimatik.
Metode fisik yang dipakai adalah dispersi hidrotermal dengan precooking
(pemasakan awal) dan drying (pengeringan) untuk mengubah sebagian atau
seluruh granula pati (butiran pati). Caranya adalah dengan memanaskan pati di
atas suhu gelatinisasinya dan kemudian dilakukan pengeringan. Ada dua cara
pengeringan yang biasa digunakan pada bahan pangan yaitu pengeringan
dengan penjemuran sinar matahari dan pengeringan dengan alat pengering.
Alat pengering yang dapat dipakai adalah drum dryer, rotary dryer, spray
dryer, tray dryer, oven, dan lain-lain.
Menurut Djuanda (2003), metode pengeringan yang digunakan
mempengaruhi mutu tepung ubi jalar yang dihasilkan. Oleh karena itu,
berbagai teknik pengeringan pada pembuatan tepung ubi jalar diperkirakan
mempunyai pengaruh besar terhadap perubahan karakteristik fisikokimia
tepung ubi jalar. Sehingga dalam penelitian ini akan dipelajari karakteristik
fisikokimia tepung ubi jalar yang dihasilkan dengan perlakuan teknik
pengolahan yang berbeda-beda baik dengan metode pembuatan tepung secara
umum maupun dengan modifikasi fisik. Selain itu akan didapatkan tepung
dengan karakteristik sifat-sifat patinya yang akan menentukan aplikasi
selanjutnya pada produk pangan.

b. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perlakuan teknik
pengolahan terhadap karakteristik fisikokimia tepung ubi jalar yang
dihasilkan.

c. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah perolehan data
tentang pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap karakteristik
fisikokimia tepung ubi jalar yang dihasilkan. Data yang dihasilkan dapat
dijadikan acuan untuk pengembangan berbagai produk berbasis tepung ubi
jalar dengan karakteristik yang diinginkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. UBI JALAR

1. Botani Ubi Jalar

Ubi Jalar atau ketela rambat diduga berasal dari benua Amerika.
Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi
jalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika Tengah. Tanaman ubi
jalar dapat beradaptasi luas terhadap lingkungan tumbuh karena daerah
penyebaran terletak pada 300C LU dan 300C LS. Daerah yang paling ideal
untuk mengembangkan ubi jalar adalah daerah bersuhu antara 210C dan
270C, yang mendapat sinar matahari 11-12 jam/hari, kelembaban udara
(RH) 50-60%, dengan curah hujan 750-1500 mm/tahun. Pertumbuhan dan
produksi yang optimal untuk usaha tani ubi jalar tercapai pada musim
kering (kemarau) (Rukmana,1997). Menurut Soemartono (1984), ubi jalar
dapat tumbuh sepanjang tahun di tanah rendah maupun di pegunungan
sampai 1000 m. Tidak seperti tanaman palawija lainnya, ubi jalar tidak
memerlukan tanah yang subur karena pada tanah yang subur justru yang
tumbuh lebat hanyalah daun dan batangnya.

Gambar 1. Tanaman Ubi Jalar (Muchtadi dan Sugiyono, 1992)


4

Menurut Rukmana (1997), klasifikasi lengkap taksonomi


tumbuhan adalah kingdom Plantae (tumbuh-tumbuhan), divisi
Spermatophyta (tumbuhan berbiji), subdivisi Angiospermae (berbiji
tertutup), kelas Dicotyledone (biji berkeping dua), ordo Concolvulalesm,
famili Convolvuceae, genus Ipomoea dan spesies Ipomoea batatas L. Pada
umumnya ubi jalar dibagi dalam dua golongan yaitu ubi jalar yang
berumbi lunak karena banyak mengandung air dan umbi jalar yang
berumbi keras karena banyak mengandung pati (Lingga et al., 1986).
Menurut Steinbauer dan Kushman (1971), warna kulit umbi ada yang
berwarna kuning putih, putih, merah tua, jingga dan dagingnya ada yang
berwarna putih kekuningan, merah jingga, dan ada yang berwarna ungu
pucat. Kulit ubi jalar relatif tipis dibandingkan dengan kulit ubi kayu,
bentuknya tidak seragam (bulat, lonjong, benjol-benjol) (Muchtadi dan
Sugiyono, 1992).
Ubi Jalar varietas Sukuh yang dikembangkan oleh International
Potato Center (CIP) sebagai bahan baku tepung merupakan hasil
persilangan antara ubi jalar unggul asal Indonesia (sebagai sumber bunga
betina) dan ubi jalar unggul asal Jepang (sebagai sumber bunga jantan).
Ubi jalar sukuh memiliki ciri botani antara lain tipe pertumbuhan yang
tegak, warna batang jingga, warna kulit umbi krem, dan warna daging
umbi putih (Djuanda, 2003).
Penggunaan ubi jalar varietas sukuh yang dimuliakan untuk
keperluan industri ternyata memberikan rendemen tepung yang cukup
tinggi yaitu sebesar 32.70% terhadap berat ubi jalar segar dengan kulit
atau sebesar 35.74% terhadap bagian ubi jalar yang dapat dimakan. Oleh
karena itu pemilihan ubi jalar varietas sukuh dalam pembuatan tepung ubi
jalar dirasakan cukup tepat (Djuanda, 2003).

2. Kandungan Kimia Ubi Jalar

Komposisi kimia ubi jalar bervariasi tergantung dari jenis, usia,


keadaan tumbuh dan tingkat kematangan. Ubi jalar merupakan sumber
energi yang baik dalam bentuk karbohidrat. Ubi jalar mempunyai
5

kandungan air yang cukup tinggi. Sewaktu dipanen, ubi jalar mengandung
bahan kering antara 16-40% dan dari jumlah tersebut sekitar 75-90%
adalah karbohidrat (Sulistiyo, 2006). Komposisi kimia ubi jalar seperti
tercantum pada Tabel 1.
Sebagian besar karbohidrat pada pati ubi jalar terdapat dalam
bentuk pati. Komponen lain selain pati adalah serat pangan dan beberapa
jenis gula yang bersifat larut seperti maltosa, sukrosa, fruktosa, dan
glukosa. Sukrosa merupakan gula yang banyak terdapat dalam ubi jalar.
Total gula dalam ubi jalar berkisar antara 0.38% hingga 5.64% dalam
berat basah (Sulistiyo, 2006). Kandungan gula dalam ubi jalar yang telah
dimasak jumlahnya meningkat bila dibandingkan jumlah gula pada ubi
jalar mentah. Selain karbohidrat, ubi jalar juga mengandung lemak,
protein, dan beta karoten.

Tabel 1. Kandungan kimia ubi jalar per 100 gram bahan segar
Jumlah
Komposisi Ubi jalar Ubi jalar Ubi jalar
putih a merah a kuning b
Kalori (Kal) 123,0 123,0 136,0
Protein (g) 1,8 1,8 1,1
Lemak (g) 0,7 0,7 0,4
Karbohidrat (g) 27,9 27,9 32,3
Kalsium (mg) 30,0 30,0 57,0
Fosfor (mg) 49,0 49,0 52,0
Zat besi (mg) 0,7 0,7 0,7
Natrium (mg) - - 5,0
Kalium (mg) - - 393,0
Niacin (mg) - - 0,6
Vitamin A (SI) 60,0 7700,0 900,0
Vitamin B1 (mg) 0,90 0,90 0,10
Vitamin C (mg) 22,0 22,0 35,0
Air (g) 68,5 68,5 -
Serat Kasar (g) 0,9 1,2 1,4
Abu (g) 0,4 0,2 0,3
Kadar Gula (g) 0,4 0,4 0,3
Bagian dapat dimakan 86,0 86,0 -
(%)
Sumber : (a) Direktorat Gizi Depkes RI, 1981,
(b) Suismono, 1995
Keterangan : -) tidak ada data
6

Karakteristik ubi jalar yang berhubungan dengan kandungan


karbohidrat adalah kecenderungan timbulnya flatulensi setelah
mengkonsumsi ubi jalar. Flatulensi disebabkan oleh gas flatus yang
merupakan hasil samping fermentasi karbohidrat yang tidak dicerna dalam
tubuh, yang dilakukan oleh mikroflora usus. Menurut Darmadjati (2003),
karbohidrat yang tidak tercerna tersebut antara lain pati tidak tercerna
(resistant starch), oligosakarida tak tercerna (non digestibility
oligisaccharides), dan polisakarida non pati (non starch polysaccharides)
seperti komponen-komponen serat makanan.

3. Pengolahan Ubi Jalar

Penyajian ubi jalar dapat dilakukan dengan direbus, digoreng,


ataupun dikukus. Ubi jalar juga dapat dimanfaatkan sebagai produk
makanan ringan dan umumnya dikonsumsi dalam bentuk segarnya yang
telah direbus, dipanggang, ataupun dimasak dengan bahan-bahan lainnya.
Ubi jalar dapat diolah menjadi beberapa produk pangan seperti
gaplek ubi jalar, tepung ubi jalar, keripik ubi jalar, french fries ubi jalar,
tape ubi jalar, dan kue ubi jalar. Produk-produk ini sudah banyak dikenal
masyarakat yaitu rasanya yang enak dan manis.
Penelitian-penelitian terdahulu mengenai pengolahan ubi jalar
menjadi berbagai macam produk antara lain sirup fruktosa (Sastrodipuro,
1985), manisan kering ubi jalar (Widarsono, 1993), french fries (Yunus,
1997), mie ubi jalar (Simanjuntak, 2001), selai (Fatonah, 2002), flakes ubi
jalar (Khasanah, 2003), biskuit ubi jalar (Djuanda, 2003), reconstituted
chips (Hadisetiawati, 2005), minuman puree ubi jalar (Ariwibawa, 2005),
yogurt ubi jalar (Kusuma, 2007), dan lain-lain.

4. Tepung Ubi Jalar

Salah satu potensi pengembangan ubi jalar adalah dengan diolah


menjadi tepung. Proses pembuatan tepung cukup sederhana dan dapat
dilakukan dalam skala rumah tangga maupun industri kecil. Pembuatan
tepung ubi jalar meliputi pembersihan, pengupasan, penghancuran
7

(pengirisan), dan pengeringan sampai kadar air tertentu. Tepung ubi jalar
dapat dibuat dengan dua cara. Cara pertama yaitu ubi jalar diiris tipis lalu
dikeringkan (chips/sawut kering) kemudian ditepungkan. Sedangkan cara
yang kedua yaitu ubi jalar diparut atau dibuat pasta lalu dikeringkan dan
kemudian ditepungkan.
Kandungan gula yang tinggi pada ubi jalar dapat menyebabkan
reaksi pencoklatan. Untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan perlakuan
pendahuluan berupa blanching atau perendaman sebelum pengeringan
dengan menggunakan bahan kimia anti pencoklatan seperti natrium
metabisulfit (Kadarisman dan Sulaeman, 1993).
Pengolahan ubi jalar menjadi tepung memberikan beberapa
keuntungan seperti meningkatkan daya simpan, praktis dalam
pengangkutan dan penyimpanan, dan dapat diolah menjadi beraneka
ragam produk makanan (Winarno, 1981). Tepung ubi jalar dapat
digunakan untuk produk roti, makanan bayi, permen, saus, makanan
sarapan, makanan ringan, biskuit, reconstituted chips, dan lain sebagainya.
Tepung ubi jalar juga memiliki beberapa kelebihan yaitu sebagai
sumber karbohidrat, serat pangan dan beta karoten (Kadarisman dan
Sulaeman, 1993). Komposisi nilai gizi tepung ubi jalar dapat dilihat pada
Tabel 2. Selain itu, tepung ubi jalar mempunyai kandungan gula yang
cukup tinggi sehingga dalam pembuatan produk olahan berbahan tepung
ubi jalar dapat mengurangi penggunaan gula sebanyak 20% (Nuraini,
2004).

Tabel 2. Komposisi nilai gizi tepung ubi jalar


Tepung ubi jalar
Komposisi
putih merah kuning
Air (%bk) 6.40 4.25 4.50
Abu (%bk) 1.78 2.92 2.05
Karbohidrat (%bk) 79.41 65.93 79.36
Protein (%bk) 2.35 2.36 2.85
Lemak (%bk) 0.75 0.76 0.45
Serat kasar (%bk) 2.45 4.19 3.31
Gula (%bk) 5.23 18.38 5.51
Sumber: Anwar et al. (1993)
8

Penelitian terdahulu telah berhasil melakukan substitusi tepung


terigu oleh tepung ubi jalar pada pembuatan roti sebesar 30%, cake
sebesar 50%, bihun sebesar 40%, dan cookies sebesar 70% (Djuanda,
2003). Selain itu juga Sulistiyo (2006) telah berhasil melakukan substitusi
tepung terigu oleh 100% tepung ubi jalar untuk brownies kukus ubi jalar
dengan umur simpan tiga hari. Rekapitulasi beberapa hasil penelitian
mengenai tepung ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Penelitian Mengenai Tepung Ubi Jalar


Peneliti Publikasi Judul Keterangan
Collado, L.S, Journal Food Heat-moisture Efek HMT pada
dan H. Corke Chemistry treatment effects kondisi pH netral
(1999) 65:339-346 on sweetpotato dan basa terhadap
starches differing pati ubi jalar
in amylose content dengan kandungan
amilosa yang
berbeda
Ishiguro et al. Journal of Effect of Efek dari waktu
(2003) Starch 55:564- cultivation tanam dan waktu
568 conditions on panen serta
retrogradation of pengaruh proporsi
sweetpotato starch rantai amilosa dan
amilopektin
terhadap
retrogradasi pati
Jangchud, K. Journal of Physicochemical Perbandingan
et al (2003) Starch 55:258- properties of karakteristik
264 sweetpotato flour fisikokimia tepung
and starch as dan pati ubi jalar
affected by dari ubi jalar
blanching and oranye dan ungu
processing
Osundahunsi, Journal Comparison of the Perbandingan
O.F. et al Agricultural and phsycochemical karakteristik
(2003) Food Chemistry properties and tepung dengan
51:2232-2236 pasting pati ubi jalar dari
characteristics of ubi jalar merah
flour and starch dan putih
from red and
white sweet potato
cultivars
9

Lanjutan Tabel 3.
Peneliti Publikasi Judul Keterangan
Sunarlinah, N. Skripsi IPB Mempelajari Tingkat
(1983) (Fakultas Penggunaan penggunaan
Teknologi Tepung Ubi Jalar tepung ubi jalar
Pertanian) Sebagai Bahan 50%, dan pada
Pengganti Tepung BMC (bahan
Terigu Dalam makanan
Pembuatan campuran) sebesar
Cookies dan BMC 40%
Lianawati Skripsi IPB Pemanfaatan Ubi Daya cerna pati
(1997) (Fakultas Jalar (Ipomoea ubi jalar yang
Teknologi batatas) sebagai rendah
Pertanian) Bahan Dasar menyebabkan ubi
makanan jalar tidak dapat
Pelengkap Bayi digunakan sebagai
Kaya Beta bahan dasar
Karoten makanan
pelengkap bayi,
dan hanya sebagai
bahan pelengkap
Ningrum, E.N. Skripsi IPB Kajian Teknologi Penetapan jenis
(1999) (Fakultas Pembuatan ubi jalar dan jenis
Teknologi Tepung Ubi Jalar pengering terbaik
Pertanian) Instan Kaya Pro dalam pembuatan
Vitamin A tepung ubi jalar
instan dengan
kandungan beta
karoten tertinggi
Simanjuntak, Skripsi IPB Pemanfaatan Ubi Pembuatan mie
F.L.M.T (Fakultas jalar (Ipomoea kering dari
(2001) Teknologi batatas L.) campuran tepung
Pertanian) sebagai Bahan ubi jalar, beras,
dasar Pembuatan dan kedelai,
Mie Kering tepung ubi jalar
dibuat dengan
pengeringan drum
Djuanda, V. Skripsi IPB Optimasi Pembuatan
(2003) (Fakultas Formulasi Cookies cookies dengan
Teknologi Ubi Jalar substitusi 60-80%
Pertanian) (Ipomoea batatas) tepung ubi jalar
Berdasarkan
Kajian Preferensi
Konsumen
10

Lanjutan Tabel 3.
Peneliti Publikasi Judul Keterangan
Setiawan, E. Skripsi IPB Pembuatan mie Pembuatan mie
(2005) (Fakultas kering dari ubi kering dari tepung
Teknologi jalar (Ipomoea ubi jalar dengan
Pertanian) batatas) dan metode
Penentuan Umur pengeringan oven.
Simpan dengan
Metode Akselerasi
Sulistiyo, C.N. Skripsi IPB Pengembangan Pengembangan
(2006) (Fakultas Brownies Kukus teknologi proses
Teknologi Tepung Ubi Jalar pengolahan
Pertanian) (Ipomoea batatas) brownies kukus
di PT FITS dengan bahan
Mandiri Bogor baku 100% tepung
ubi jalar
Juliana, R. Skripsi IPB Ressistant Starch Potensi prebiotik
(2007) (Fakultas Tipe III dan Tipe dari umbi-umbian
Teknologi IV Pati Singkong lokal. RS tipe III
Pertanian) (Manihot adalah pati yang
esculenta Crantz), diretrogradasi. RS
Suweg tipe IV adalah pati
(Amorphophallus yang dimodifikasi
campanulatus), dengan modifikasi
dan Ubi Jalar kimia ikatan
(Ipomoea batatas silang
L.) sebagai
Prebiotik
Shinta (2007) Skripsi IPB Pengembangan Modifikasi yang
(Fakultas Produk Bubur Gel digunakan adalah
Teknologi Instan Berbasis modifikasi kimia
Pertanian) Pati Ubi jalar (hidrolisis asam
Putih (Ipomoea dan ikatan silang)
batatas L.) dan fisik
Termodifikasi (pregelatinisasi)
Soesanto, S.H. Skripsi IPB Mempelajari Hidrolisis pati
(1983) (Fakultas Proses Pembuatan dengan enzim alfa
Teknologi Sirup Glukosa amilase dan enzim
Pertanian) Secara Enzimatis amiloglukosidase
dari Pati Ubi Jalar
Sastrodipuro, Thesis IPB Karakteristik Pati Pembuatan Sirup
D. (1985) (Fakultas dan Biokonversi Fruktosa dengan
Teknologi Beberapa Varietas proses likuifikasi,
Pertanian) Ubi Jalar dalam sakarifikasi, dan
Pembuatan Sirup isomerisasi
Fruktosa
11

Osundahunsi et al.(2003) menemukan bahwa tidak ada perbedaan


suhu gelatinisasi dan kapasitas penyerapan air yang signifikan antara jenis
ubi jalar merah dengan ubi jalar putih, namun umumnya suhu gelatinisasi
pati ubi jalar lebih rendah dibandingkan dengan tepungnya seperti yang
dikemukakan oleh Jangchud et al (2003). Selain itu Jangchud et al (2003)
menjelaskan bahwa viskositas puncak tepung ubi jalar lebih rendah
dibandingkan dengan pati ubi jalar namun kisaran suhu gelatinisasi tepung
lebih tinggi yang dipengaruhi oleh granula-granula yang membengkak dan
adanya partikel lain (misalnya protein pada permukaan granula) pada
tepung.
Djuanda (2003) menyimpulkan bahwa preferensi konsumen
terhadap produk olahan ubi jalar masih kurang baik, hal tersebut
diakibatkan oleh masih sederhananya produk-produk olahan ubi jalar yang
beredar di masyarakat. Dalam penelitiannya, Djuanda menggunakan
tepung hasil pengeringan drum dryer karena penggunaannya lebih dapat
dipertahankan dibandingkan dengan pengering oven dan waktu
pengeringan yang dibutuhkan cukup singkat dibandingkan menggunakan
oven. Dari tepung ubi jalar tersebut diolah menjadi cookies dengan
mengandung serat makanan yang cukup tinggi (9.51%) sehingga
berpotensi dijadikan sebagai makanan sumber serat.
Menurut Setiawan (2005), metode pembuatan tepung ubi jalar
yang tepat untuk menghasilkan produk mie adalah dengan metode oven.
Metode ini dipilih karena dapat mengurangi biaya proses dibandingkan
dengan penggunaan drum dryer yang membutuhkan biaya cukup mahal
untuk produksi uapnya. Selain itu, tepung hasil pengeringan drum dryer
telah tergelatinisasi sempurna sehingga sulit untuk dibentuk lembaran
adonan, karena adonan menjadi terlalu lengket. Berbeda dengan Setiawan,
Simanjuntak (2001) memilih menggunakan tepung ubi jalar dengan
metode perebusan dan pengeringan drum dryer dalam pembuatan mie
kering, dimana pemilihan ini didasarkan pada warna yang dapat
dipertahankan dari reaksi pencoklatan, daya kohesi yang terbentuk selama
12

perebusan, dan penghancuran senyawa toksik akibat panas selama


perebusan.
Dalam penelitiannya, Ningrum (1999) menyimpulkan bahwa jenis
ubi jalar, jenis pengering, dan interaksi kedua faktor tersebut berpengaruh
nyata terhadap kadar beta karoten, rendemen, kadar abu, kadar serat, kadar
karbohidrat, kadar lemak, derajat putih, dan IPA pada tepung ubi jalar
yang dihasilkan. Menurut Ningrum (1999), dari hasil penelitiannya
terutama kadar beta karoten, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar
air, jumlah kalori, densitas kamba, dan uji organoleptik maka tepung ubi
jalar merah yang dikeringkan dengan pengering drum adalah tepung yang
baik untuk dikonsumsi dan cukup berpotensi untuk dikembangkan.

B. PATI

1. Sifat Fisikokimia dan Sifat Fungsional Pati

Pati memegang peranan penting dalam pengolahan pangan,


terutama dalam hal menyediakan kebutuhan energi manusia di dunia
dengan porsi yang tinggi. Lebih dari 80% tanaman pangan terdiri dari biji-
bijian atau umbi-umbian dan tanaman sumber pati lainnya (Greenwood
dan Munro, 1979).
Zat pati terdiri dari butiran-butiran kecil yang disebut granula.
Bentuk granula pati ialah semikristal yang terdiri dari unit amorphous
(Banks dan Greenwood, 1975). Menurut Hodge dan Osman (1976), bentuk
dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena itu
dapat digunakan untuk identifikasi. Selain ukuran granula, karakteristik
lain adalah bentuk granula, lokasi hilum, letak birefringence, serta
permukaan granulanya.
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik.
Pati disusun oleh unit D-glukopiranosa. Pati terdiri dari dua fraksi yang
dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan
fraksi yang tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai
struktur lurus yang dominan dengan ikatan -(1,4)-D-glukosa, sedangkan
amilopektin mempunyai titik percabangan dengan ikatan cabang, dengan
13

ikatan -(1,6)-D-glukosa (Winarno, 1995). Pada umumnya pati


mengandung amilopektin lebih banyak daripada amilosa. Struktur amilosa
dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur amilosa dan amilopektin (Taggart, 2000)

Granula pati tidak larut dalam air dingin, namun pati dapat terlarut
sempurna pada pemanasan dengan tekanan pada suhu 120-1500C.
Kelarutan pati semakin tinggi dengan meningkatnya suhu, dan kecepatan
peningkatan kelarutannya adalah khas untuk setiap jenis pati. Apabila
granula pati dipanaskan hingga suhu gelatinisasinya, granula akan
membentuk pasta pati yang kental. Pasta pati bukan berupa larutan
melainkan berupa granula pati bengkak tak terlarut yang memiliki sifat
seperti partikel gel elastis. Besarnya viskositas tergantung pada jenis dan
konsentrasi pati. Semakin tinggi konsentrasi pati maka semakin tinggi
viskositas yang dihasilkan. (Pomeranz, 1991).
Pati bereaksi dengan Iod pada daerah amorfnya. Fraksi amilosa
bereaksi dengan Iod menghasilkan warna biru, sedangkan amilopektin
bereaksi dengan Iod memberi warna kemerahan hingga coklat (Whistler
dan Daniel, 1984).
Pati ubi jalar memiliki sifat (viskositas dan karakteristik lain)
diantara pati kentang dan pati jagung atau pati tapioka. Granula pati ubi
14

jalar berdiameter 2-25 m. Granula pati ubi jalar berbentuk poligonal


dengan kandungan amilosa dan amilopektin berturut-turut adalah 20% dan
80% (Swinkels, 1985). Pati ubi jalar memiliki derajat pembengkakan 20-
27 ml/gram, kelarutan 15-35%, dan tergelatinisasi pada suhu 75-880C
untuk granula berukuran kecil (Moorthy, 2000).
Sifat fungsional pati yang penting adalah kemampuan
mengentalkan dan membentuk gel (Rapaille dan Vanhelmerijk, 1994).
Sifat pengental pati ditunjukkan dengan kemampuan pati mencapai
viskositas yang tinggi. Thickening power dilihat dari viskositas maksimum
yang mampu dibentuk oleh pati tersebut selama pemanasan (Swinkels,
1985).
Pembentukan gel merupakan salah satu bukti kemampuan molekul
linier pati terlarut untuk berasosiasi. Apabila larutan pati encer dibiarkan
beberapa lama maka akan terbentuk endapan, sedangkan bila larutan pati
memiliki konsentrasi tinggi maka akan terbentuk gel. Gel ini terbentuk
setelah terjadi ikatan hidrogen antara grup hidroksil rantai linier yang
berdekatan (Pomeranz, 1991).

2. Gelatinisasi Pati
Granula pati tidak larut dalam air dingin tetapi bagian amorphous
pada granula pati dapat menyerap air sampai 30% tanpa merusak struktur
misel. Bila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula patinya
akan menyerap air dan membengkak. Namun demikian, jumlah air yang
terserap dan pembengkakannya terbatas. Menurut Winarno (1995),
peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu 55-
650C merupakan pembengkakan yang sesungguhnya. Setelah
pembengkakan ini granula pati dapat kembali pada kondisi semula.
Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa tetapi bersifat tidak
dapat kembali pada kondisi semula. Perubahan tersebut dinamakan
gelatinisasi. Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi.
Pada proses gelatinisasi terjadi perusakan ikatan hidrogen
intramolekuler. Ikatan hidrogen ini berfungsi untuk mempertahankan
integritas granula. Terdapatnya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap
15

molekul air, sehingga selanjutnya terjadi pembengkakan granula pati


(Greenwood, 1979). Pengembangan granula dalam air makin cepat pada
granula yang rusak, baik oleh kerusakan fisik maupun kerusakan kimia.
Menurut Osman (1972), kerusakan tersebut menyebabkan pecahnya ikatan
intermolekul pada daerah kristal.
Cready (1970) menjelaskan mekanisme gelatinisasi yang terdiri
atas tiga tahap. Tahap pertama adalah air berpenetrasi secara bolak-balik
ke dalam granula, kemudian pada suhu 60-850C granula akan
mengembang dengan cepat dan akhirnya kehilangan sifat birefringence-
nya. Pada tahap ketiga, jika temperatur terus naik maka molekul-molekul
pati akan terdifusi dari granula. Mekanisme perubahan granula pati karena
pemanasan dan pendinginan dapat dipelajari pada Gambar 3.

Gambar 3. Mekanisme gelatinisasi dan retrogradasi pati


(Lang et al., 2000)

Mekanisme gelatinisasi diawali dengan adanya pemberian air yang


akan mengganggu kristalinitas amilosa dan mengganggu struktur
heliksnya. Pembengkakan diawali pada bagian amorf atau bagian yang
kurang rapat, merusak ikatan antara molekul yang lemah dan
menghidrasinya. Kemudian granula pati akan mengembang dan
volumenya menjadi 20-30 kalinya. Bila panas dan air diberikan terus maka
amilosa mulai keluar dari granula. Jika proses gelatinisasi terus berlanjut
maka granula akan pecah dan terbentuklah struktur gel koloidal (Remsen
dan Clark, 1978).
16

Suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh konsentrasi pati. Semakin kental


larutan, suhu tersebut semakin lambat tercapai, sampai suhu tertentu
kekentalan tidak bertambah, bahkan kadang-kadang turun (Winarno,
1995). Pembentukan gel optimum pada pH 4-7. Pada pH yang terlalu
tinggi pembentukan gel berlangsung dengan cepat tetapi juga cepat
menurun. Sedangkan bila pH terlalu rendah, gel terbentuk secara lambat
dan apabila pemanasan diteruskan viskositas akan kembali turun.
Pada beberapa jenis pati beras, ukuran dan bentuk granula pati
tidak mempengaruhi suhu gelatinisasi. Namun Swinkels (1985)
menyatakan bahwa dalam satu jenis pati, granula yang memiliki ukuran
lebih besar mengalami gelatinisasi pada suhu yang lebih rendah daripada
granula yang berukuran kecil.

3. Retrogradasi dan Sineresis


Jika gel pati didiamkan selama beberapa waktu maka akan terjadi
perluasan daerah kristal sehingga mengakibatkan pengkerutan struktur gel
yang biasanya diikuti dengan keluarnya air dari gel. Pembentukan kembali
struktur kristal itu disebut retrogradasi (DAppolonia, 1971). Menurut
Swinkels (1985), istilah retrogradasi berarti perubahan dari keadaan
terlarut, terdispersi, amorf, menjadi tidak larut, agregasi, dan mengkristal.
Sedangkan keluarnya air dari gel disebut sineresis (Osman, 1972).
Winarno (1995) menjelaskan bila pasta pati didinginkan, energi
kinetik tidak lagi cukup tinggi untuk mencegah kecenderungan molekul-
molekul amilosa untuk berikatan kembali satu sama lain serta berikatan
dengan cabang amilopektin pada pinggir-pinggir luar granula. Dengan
demikian terjadi semacam jaring-jaring yang membentuk mikrokristal dan
mengendap.
Retrogradasi mengakibatkan perubahan sifat gel pati diantaranya
meningkatkan ketahanan pati terhadap hidrolisis oleh enzim amilolitik,
menurunkan kemampuan untuk membentuk kompleks berwarna biru
dengan iodine (Collison, 1968). Selain itu menyebabkan terjadinya
peningkatan viskositas, pembentukan kekeruhan dan kulit yang tidak larut
17

pada pasta panas, pengendapan partikel-partikel pati tidak terlarut,


pembentukan gel, dan sineresis (Swinkels, 1985).
Faktor yang mendukung terjadinya retrogradasi adalah suhu yang
rendah, pH netral, derajat polimerisasi yang relatif rendah, tidak adanya
percabangan ikatan dari molekul, konsentrasi amilosa tinggi, adanya ion-
ion organik tertentu dan tidak adanya senyawa pembasah (Miller, 1973).
Menurut Swinkels (1985), laju retrogradasi maksimum terjadi bila derajat
polimerisasi amilosa sebesar 100-200 unit glukosa. Jumlah pati ubi jalar
yang teretrogradasi paling sedikit dibandingkan dengan pati jagung,
gandum, dan kentang. Perbedaan yang bervariasi dalam retrogradasi pati
ubi jalar disebabkan perbedaan kandungan amilosa dan proporsi dari unit
rantai pendek amilopektin (Ishiguro et al.,2003).

4. Sifat Amilografi Pati


Uji amilograf bertujuan mengetahui karakteristik pati dan
viskositasnya. Sifat amilografi berkaitan dengan pengukuran viskositas
tepung dengan konsentrasi tertentu selama pemanasan dan pengadukan.
Pengukuran dilakukan menggunakan Brabender amilograf. Brabender
amilograf terdiri dari mangkok stainless steel silindris sebagai tempat besi
baja (steel arm) yang dihubungkan ke pena yang mencatat perubahan
viskositas suspensi dalam mangkok. Tenaga putaran disampaikan ke
tangkai besi baja sesuai dengan besar gaya yang dihasilkan, kemudian
dilakukan pencatatan skala acak (Pomerans dan Meloan, 1978).
Menurut Febriyanti (1990), yang dimaksud dengan suhu awal
gelatinisasi adalah suhu pada saat viskositas pertama kali naik karena
terjadinya pembengkakan granula pati yang irreversible. Viskositas
maksimum atau viskositas puncak adalah titik maksimum viskositas pasta
yang dihasilkan selama proses pemanasan. Sedangkan suhu viskositas
maksimum adalah suhu saat tercapai viskositas maksimum.
Stabilitas pati yang diukur adalah stabilitas viskositas selama
periode pemanasan menggunakan parameter stabilitas pasta (SP) dan
stabilitas viskositas selama periode pendinginan menggunakan parameter
viskositas balik (VB). Viskositas balik didapat dari selisih antara
18

viskositas akhir pendinginan dan viskositas akhir pemanasan konstan pada


suhu 950C. Viskositas balik mencerminkan tingkat retrogradasi pati pada
proses pendinginan. Sedangkan viskositas jatuh didapat dari selisih antara
viskositas akhir pemanasan konstan pada suhu 950C dan viskositas
maksimum (Cornell, 2000).

5. Pati Termodifikasi
Pati termodifikasi adalah pati yang diperlakukan secara fisik atau
kimia untuk mengubah salah satu atau lebih sifat fisik atau kimianya yang
penting. Menurut Glicksman (1969), pati diberi perlakuan tertentu yang
bertujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki
sifat sebelumnya atau untuk mengubah beberapa sifat lainnya. Perlakuan
ini dapat mencakup penggunaan panas, asam, alkali, zat pengoksidasi, atau
bahan kimia lainnya yang akan menghasilkan gugus kimia baru dan atau
perubahan bentuk, ukuran, serta struktur molekul pati.
Modifikasi pati dapat dilakukan dengan beberapa metode antara
lain cross linking, konversi dengan hidrolisis asam, cara oksidasi, dan
derivatisasi kimia. Sifat-sifat yang diinginkan dari modifikasi pati ini
adalah pati yang memiliki viskositas yang stabil pada suhu tinggi dan
rendah, daya tahan terhadap tekanan mekanis yang baik, serta daya tahan
terhadap kondisi asam dan suhu sterilisasi (Wirakartakusumah, 1981).
Modifikasi fisik meliputi perlakuan panas dan uap terkendali
seperti pemanasan lalu didinginkan (annealing), dan perlakuan uap
misalnya disintegrasi seluruh granula oleh pregelatinisasi, baik dengan
ekstrusi, drum drying, atau spray-drying (Bergthaller, 2000). Proses
modifikasi pati dapat dilakukan dengan menggunakan panas yang akan
menghasilkan gugus kimia baru dan atau perubahan bentuk, ukuran, serta
molekul pati. Penyangraian pati juga merupakan salah satu bentuk
modifikasi pati dengan panas.
Pati pregelatinisasi merupakan pati yang telah mengalami
gelatinisasi dengan cara pemasakan dengan air di atas suhu gelatinisasinya
kemudian dikeringkan, dibuat untuk memudahkan pelarutan dalam proses
19

pengolahan. Biasanya pati pregelatinisasi dibuat dengan cara membuat


pasta (kadar pati dalam pasta 55% dan 45% berat kering), selanjutnya
dikeringkan pada suhu sekitar 800C dan 1000C dengan menggunakan drum
drier (Anonim, 2001). Nama lain dari pati pregelatinisasi adalah
precooked starch, pregelled starch, instant starch, cold water starch, dan
cold water swellable starch. Pregelatinisasi merupakan salah satu bentuk
transformasi fisik, untuk menghasilkan pati yang larut dalam air dingin
(Fennema, 1982). Setiap karakteristik pati termodifikasi yang dihasilkan
dapat digunakan dalam aplikasi pada produk pangan seperti dapat dilihat
pada Tabel 4.

Tabel 4. Karakteristik Pati dan Aplikasinya (Kusnandar, 2006)


Karakteristik pati yang dihasilkan Aplikasi
Dapat terdispersi dalam air dingin Makanan bayi, food powder,
salad dressing, cake mixes,
pudding
Viskositas stabil terhadap suhu tinggi, Suun, makanan kaleng yang
proses pengadukan, dan kondisi asam. diproses pada suhu tinggi, pie
filling, sup
Tidak mudah mengalami retrogradasi, Produk yang dibekukan
viskositas stabil
Viskositas rendah Produk confectionery
(permen/gum)
Tahan panas, pengadukan, dan asam serta Saus, makanan beku
kecenderungan retrogradasi rendah

Penyangraian merupakan proses pemasakan menggunakan panas


kering pada suhu 1000C (Muryati et al.,1992). Selama proses pemasakan
terjadi destruksi toksin, inaktivasi enzim, dan penurunan nilai gizi.
Penyangraian umumnya disertai dengan pengadukan agar suhu sampel
(pati) lebih seragam. Pemanasan pati dapat menyebabkan degradasi
struktur yang meningkatkan daya larut serta mengurangi kekentalan pati.
20

C. PERLAKUAN AWAL

Perlakuan awal dapat dilakukan dengan perendaman, blansir, dan


pemasakan awal. Perendaman dapat menggunakan larutan garam maupun
larutan Na-metabisulfit. Perendaman bertujuan untuk menghilangkan kotoran
dan getah yang masih menempel pada ubi jalar serta menghindari terjadinya
proses pencoklatan. Perendaman menggunakan senyawa sulfit banyak
digunakan oleh industri pangan.
Perlakuan blansir dengan uap panas selama 15 menit bertujuan untuk
menginaktifkan enzim-enzim yang dapat menyebabkan perubahan warna yang
tidak diinginkan pada hasil olahan. Selain itu menurut Winarno (1995),
perlakuan blansir juga dapat mematikan mikroba
Perlakuan pemasakan awal meliputi perebusan, penyangraian,
maupun pengukusan. Menurut Muharam (1992), perlakuan pengukusan dan
penyangraian mengubah kemampuan granula pati dalam menyerap gelombang
cahaya. Perubahan ini berkaitan dengan hilangnya efek birefringence pada
pati yang dikenai perlakuan panas. Selain itu, dengan perlakuan pramasak
maka tepung yang dihasilkan telah mengalami gelatinisasi parsial sehingga
akan membentuk massa yang padat dan sulit dihancurkan.
Perlakuan pengukusan pada sifat amilografi menyebabkan terjadinya
perubahan fisik dari granula pati (gelatinisasi parsial), dimana granula pati
yang telah tergelatinisasi secara parsial memiliki daya serap air lebih tinggi
dibandingkan granula pati biasa. Penyerapan air secara cepat yang kemudian
diikuti dengan pembengkakan granula mengakibatkan gesekan antar granula
yang lebih intens, sehingga viskositas meningkat dengan cepat dan viskositas
maksimum menjadi lebih tinggi serta dicapai pada suhu yang lebih rendah
(Muharam, 1992).

D. TEKNIK PENGERINGAN

Menurut Brooker et al. (1973), pengeringan adalah proses pindah


panas dari udara pengering ke bahan dan penguapan kandungan air dari bahan
ke udara pengering secara simultan. Pindah panas dapat berlangsung dengan
cara konveksi, konduksi, dan radiasi. Ada dua cara pengeringan yang biasa
21

digunakan pada bahan pangan yaitu pengeringan dengan penjemuran dan


pengeringan dengan alat pengering.
Pengeringan bahan pangan memiliki beberapa keuntungan, yaitu bahan
dapat menjadi lebih awet sehingga lebih tahan selama penyimpanan, volume
bahan menjadi lebih kecil (sehingga mempermudah dan menghemat ruang
pengepakan dan pengangkutan), serta berat bahan berkurang (sehingga lebih
memudahkan pengangkutan) (Sutijahartini, 1985).
Jenis bahan yang akan dikeringkan, mutu hasil akhir yang dikeringkan
dan pertimbangan ekonomi mempengaruhi pemilihan alat dan kondisi
pengering yang akan digunakan misalnya untuk jenis bahan padatan berbentuk
lempeng maka alat yang sesuai untuk mengeringkan bahan tersebut adalah
pengering cabinet atau tray dryer, oven, dan rotary dryer, sedangkan untuk
bahan yang berbentuk pasta atau puree alat yang sesuai untuk mengeringkan
adalah pengering drum (Brennan et al., 1974)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terdiri atas faktor yang
berhubungan dengan alat pengering, faktor yang berhubungan dengan sifat-
sifat bahan yang dikeringkan, dan perlakuan pra pengeringan. Faktor lain yang
berpengaruh terhadap pengeringan adalah peletakan dan pengadukan bahan
selama pengeringan berlangsung, sifat-sifat penghantar panas dari bahan alat
pengering serta cara pemindahan panas dari sumber alat pemanas ke bahan
yang dikeringkan (Richey et al., 1961 dan Hall, 1957)
1. Pengeringan dengan Sinar Matahari
Keuntungan dari pengeringan dengan penjemuran di bawah sinar
matahari yaitu adanya pemutih karena sinar ultraviolet matahari dan
mengurangi degradasi kimia yang dapat menurunkan mutu bahan.
Sedangkan kelemahannya dapat terkontaminasinya bahan oleh debu
(Grace 1977). Dalam proses pengeringan sering timbul berbagai masalah
seperti tidak adanya pengontrol suhu dan kelembaban udara, terjadinya
kontaminasi mikroba, serta ketergantungan pada kondisi cuaca setempat.
2. Pengering Oven
Pengering oven merupakan alat pengering yang paling mudah
pemeliharaannya dan penggunaannya serta rendah biaya operasionalnya.
22

Komoditas yang akan dikeringkan dimasukkan ke dalam oven dan diatur


pada suhu dan waktu tertentu, untuk selanjutnya digiling. Prinsip kerja
pengering oven secara umum adalah memanaskan bahan dengan
menggunakan prinsip pindah panas secara konveksi. Elemen pemanas
akan memanaskan udara kemudian partikel-partikel udara mengenai bahan
secara bergantian.
3. Pengering Drum (Drum dryer)
Drum dryer didefinisikan sebagai alat untuk pengeringan dengan
cara kontak bahan dengan permukaan luar alat secara kontinyu (Hall,
1979). Pengering drum merupakan tipe alat pengering yang pada dasarnya
terdiri dari satu atau lebih silinder (drum) dari logam, yang berputar sesuai
dengan as-nya pada posisi horizontal dan dilengkapi dengan pemanasan
internal oleh uap air, air, atau medium cairan pemanasan lainnya seperti
dapat dilihat pada Gambar 4. Menurut Desroiser (1988), produk yang
akan dikeringkan dituangkan di atas permukaan drum sebagai suatu
lapisan tipis. Produk yang kering dilepaskan dari permukaan drum dengan
pisau pengeruk.

Gambar 4. Tipe Pengering Drum: (a) drum tunggal; (b) drum ganda

Kelebihan pengering drum adalah laju pemanasan yang tinggi serta


menggunakan panas yang cukup ekonomis. Sedangkan kekurangannya
adalah produk yang dikeringkan hanya berupa cairan atau bubur dan yang
23

memiliki ketahanan terhadap suhu tinggi dalam waktu yang singkat yaitu
lebih kurang 2-30 detik (Brennan, et.al., 1984).
Menurut Bergthaller (2000), teknik pengeringan yang paling umum
digunakan adalah pengeringan menggunakan drum dryer dimana pasta
pati tergelatinisasi di atas permukaan drum dan dikeringkan sampai
tercapai kadar air kurang dari 6%. Tepung yang dihasilkan telah
mengalami pregelatinisasi sehingga akan memiliki sifat lebih mudah larut
dalam air dan menyebabkan pati yang terkandung di dalamnya menjadi
matang serta warna tepung yang dihasilkan adalah cokelat muda.

E. PERBANDINGAN SIFAT FISIKOKIMIA BERBAGAI JENIS TEPUNG


DAN SIFAT FUNGSIONALNYA

Berbagai jenis bahan pangan dapat digunakan sebagai sumber pati


terutama serealia atau umbi-umbian. Pati yang berasal dari berbagai sumber
tersebut umumnya berbeda dalam sifat fisik maupun kimianya. Perbedaan
tersebut antara lain dalam hal bentuk dan ukuran granula, entalphi gelatinisasi,
kandungan amilosa dan amilopektin dan lain-lain (Muchtadi, 1989). Pada
Tabel 5 dapat dilihat studi perbandingan yang merupakan studi literatur dari
berbagai hasil penelitian.

F. APLIKASI PADA PEMBUATAN ROTI


Pada dasarnya teknik pembuatan roti terdiri dari beberapa tahap yaitu
penimbangan bahan, pengadukan (pencampuran), fermentasi, pembentukan,
dan pemanggangan. Pembentukan terdiri dari pembagian (dividing),
pembulatan (rounding), istirahat (intermediate proofing), pemipihan
(pressing), pengisian (filler), pembentukan adonan, pengisian adonan dalam
loyang (panning), dan fermentasi akhir ( final proofing) sebelum adonan
dipanggang dan dikemas (Mirnalia, 2003).
Dalam pembuatan roti penggunaan dan penambahan air harus
diperhatikan. Kualitas air yang digunakan mempunyai pengaruh-pengaruh
yang cukup besar terhadap produk roti. Jumlah dan jenis mineral yang terlarut
24

serta zat-zat organik yang terdapat di dalam air dapat mempengaruhi flavor
(cita rasa), warna, dan sifat-sifat fisik produk roti (Matz, 1972).

Tabel 5. Perbandingan Karakteristik Beberapa Jenis Tepung


Karakteristik Tapioka Beras Jagung Gandum Ubi jalar
Bentuk Bulat Polygonala Bulat, Oval, Bulat,
granula pati terpotonga polygonala bulata Polygonalb
Ukuran 3-23a 3-8a 5-15a 2-35a 5-40b
granula pati
Komposisi
Kimia
- air 11.47 12.0 10.0 12.0 3.74
- abu 0.06 0.15 1.4 0.11 2.31
- protein 0.76 7.0 10.3 8.9 1.92
- lemak 0.19 0.5 4.8 1.3 1.20
- karbohidrat 87.53a 80.0a 73.5a 77.3a 90.83e
Amilosa 17c 16-17c 20-28c 22c 20d
SAG 65.35 66 62 65 60-80
VM 835 240 470 65 480
V950C 440 240 470 60 300b
VD 650a 555a 830a 300a
(a) Febriyanti,1990
(b) Moorthy, 2000
(c) Glicksman,1969
(d) Swinkels, 1985
(e) Djuanda, 2003

Menurut Sultan (1981), intermediate proofing sebaiknya dilakukan pada


suhu 800F (26.70C) dengan kelembaban 75%. Kelembaban ini penting untuk
mencegah terbentuknya kulit roti yang tebal (heavy crustation formation).
Dalam hal ini proofing room sangat penting dalam upaya menciptakan kondisi
yang ideal bagi pertumbuhan ragi.
Pada proses pemanggangan suhu dan waktu pemanggangan yang
terkendali sangat penting untuk menghasilkan warna dan kematangan yang
sempurna. Suhu pemanggangan yang terlalu tinggi menyebabkan kulit akan
berwarna gelap dan volume roti kurang, roti dapat menjadi cepat hangus
sementara bagian dalamnya belum cukup matang dan masih basah. Sebaliknya
jika terlalu rendah maka waktu pemanggangan menjadi lama, kulit akan keras,
menebal, pucat, dan roti akan kering serta pengembangan berkurang.
III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga yaitu
bahan untuk pembuatan tepung ubi jalar, bahan untuk aplikasi, dan bahan
untuk analisis. Bahan untuk pembuatan tepung ubi jalar dan modifikasi
patinya adalah ubi jalar varietas Sukuh (dari Cibungbulang), Na-metabisulfit,
dan air. Bahan untuk aplikasi adalah margarin, susu skim, gula, garam, telur,
emulsifier/bread improver, air, ragi roti, tepung ubi jalar. Bahan untuk analisis
adalah tepung ubi jalar, aquades, HgO, K2SO4, H2SO4, NaOH-Na2S2O3,
H3BO3, HCl 0.02 N, dietil eter, indikator (campuran MM dan MB), HCl 0.5
M, dan larutan iodium.
Alat yang digunakan terdiri dari alat untuk pembuatan tepung ubi jalar,
alat untuk aplikasi, dan alat untuk analisis. Alat yang digunakan untuk
pembuatan tepung ubi jalar dan modifikasi patinya adalah baskom, pisau,
slicer, oven, loyang, peniris minyak, drum dryer, dan saringan. Alat untuk
aplikasi adalah baskom, mixer, oven, dan loyang. Alat untuk analisis adalah
Brabender Viscoamilograph, Polarized Light Microscope, gelas obyek, gelas
penutup, oven, cawan porselin, cawan aluminium, tanur, desikator, labu
Kjeldahl, alat destilasi, alat refluks, Erlenmeyer, kertas saring, alat ekstraksi
Soxhlet, Chromameter Minolta CR-300, spektrofotometer, waring
blender/stirrer, vortex, tabung sentrifus, dan sentrifugal.

B. METODE PENELITIAN

1. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar


Pada penelitian ini dilakukan karakterisasi sifat fisikokimia tepung
ubi jalar melalui modifikasi fisik. Perlakuan yang diberikan terdiri dari 6
teknik yaitu teknik 1 (disawut, dikeringkan dengan pengeringan sinar
matahari), teknik 2 (disawut, dikeringkan dengan pengeringan oven),
teknik 3 (diiris menjadi chips, dikeringkan dengan pengeringan drum
dryer), teknik 4 (disawut, dikukus, dikeringkan dengan pengeringan sinar
26

matahari), teknik 5 (disawut, dikukus, dikeringkan dengan pengeringan


oven), dan teknik 6 (kupas utuh, dikukus, dikeringkan dengan pengeringan
drum dryer).
Sebelumnya dilakukan analisis proksimat pada ubi jalar yang
meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan
kadar karbohidrat. Pada proses pembuatan tepung ubi jalar, ubi jalar dicuci
terlebih dahulu dengan air untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan
tanah yang masih melekat pada ubi jalar. Lalu ubi jalar dikupas kulitnya
dan bagian-bagian yang cacat dibuang dengan menggunakan pisau. Pada
teknik 1, 2, 4, dan 5 dilakukan penyawutan dengan slicer tipe pisau
schredder, sedangkan pada teknik 3 dilakukan pengirisan dengan slicer
tipe pisau 1/16 1,5. Pada teknik 6 tidak dilakukan penyawutan atau
pengirisan. Setelah itu diberi perlakuan tidak dikukus (teknik 1, 2, dan 3)
dan dikukus (teknik 4, 5, dan 6). Perlakuan pengukusan adalah diretort
pada suhu 1000C selama 30 menit.
Selanjutnya masing-masing bagian dilakukan pengeringan dengan
menggunakan tiga macam perlakuan pengeringan, yaitu dengan sinar
matahari, oven pengering, dan drum dryer. Ubi jalar kering kemudian
dihaluskan atau digiling dengan disc mill dan dilanjutkan dengan
pengayakan tepung 80 mesh. Setelah tahap-tahap tersebut terlewati akan
dihasilkan tepung ubi jalar yang dapat digunakan untuk aplikasi
selanjutnya. Diagram alir proses pembuatan tepung ubi jalar dapat dilihat
pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Analisis yang dilakukan pada tepung
ubi jalar adalah analisis kadar air, densitas kamba, warna, sifat
mikroskopis granula pati, IPA dan IKA, derajat gelatinisasi, sifat
amilografi, serta stabilitas terhadap pembekuan dan thawing,

2. Aplikasi Tepung Ubi Jalar Pada Pembuatan Roti Manis


Tepung ubi jalar yang dihasilkan dari beberapa perlakuan tersebut
kemudian dilanjutkan dengan aplikasinya pada pembuatan produk pangan
yaitu roti manis. Bahan-bahan yang digunakan serta formulanya mengacu
pada Winata (2001) dengan bahan dasar 100% tepung ubi jalar. Metode
27

yang diterapkan pada pembuatan roti manis adalah metode adonan cepat
(Subarna, 1992). Diagram alir prosesnya dapat dilihat pada Lampiran 8.
Analisis yang dilakukan adalah pengamatan terhadap karakteristik
roti manis yang dihasilkan baik secara visual maupun organoleptik. Selain
itu juga ditentukan kondisi proses yang tepat untuk pembuatan roti manis
dengan bahan dasar tepung ubi jalar termodifikasi.

C. METODE ANALISIS

1. Analisis Proksimat Ubi Jalar


Analisis proksimat ubi jalar meliputi analisis kadar air, kadar
protein, kadar lemak, kadar abu dan kadar karbohidrat.

a. Kadar Air (Apriyantono et al., 1999)


Kadar air ditentukan secara langsung dengan menggunakan
metode oven pada suhu 1050C. Sampel sejumlah 3-5 gram ditimbang
dan dimasukkan dalam cawan yang telah dikeringkan dan diketahui
bobotnya. Kemudian sampel dan cawan dikeringkan dalam oven
bersuhu 1050C selama 6 jam. Cawan didinginkan dan ditimbang,
kemudian dikeringkan kembali sampai diperoleh bobot tetap. Kadar air
sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
a (b c )
Kadar air (%bb) = x100%
a
a (b c)
Kadar air (%bk) = x100%
(b c)
Keterangan :
a = berat sampel awal (g)
b = berat sampel akhir dan cawan (g)
c = berat cawan (g)

b. Kadar Abu (AOAC, 1995)


Kadar abu bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa
mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu 5500C. Sejumlah 3-
5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin
yang telah dikeringkan dan diketahui beratnya. Kemudian cawan dan
28

sampel tersebut dibakar dengan pemanas listrik dalam ruang asap


sampai sampel tidak berasap dan diabukan pada tanur pengabuan pada
suhu 5500C sampai dihasilkan abu yang berwarna abu-abu terang atau
bobotnya telah konstan. Selanjutnya kembali didinginkan di desikator
dan ditimbang segera setelah mencapai suhu ruang.
bobot abu ( g )
Kadar Abu (%) = x 100%
bobot sampel ( g )

c. Kadar Protein (AOAC, 1995)


Kadar protein ditetapkan dengan menggunakan metode Mikro-
Kjeldahl. Mula-mula sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu
Kjeldahl, kemudian ditambahkan 50 mg HgO, 2 mg K2SO4, 2 ml
H2SO4, batu didih, dan didihkan selama 1.5 jam sampai cairan menjadi
jernih. Setelah larutan didinginkan dan diencerkan dengan akuades,
sampel didestilasi dengan penambahan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3.
Hasil destilasi detampung dengan erlenmeyer yang telah berisi 5 ml
H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0.2%
dalam alkohol dan 1 bagian metil biru 0.2% dalam alkohol). Destilat
yang diperoleh kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0.02 N sampai
terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Hal yang sama
juga dilakukan terhadap blanko. Hasil yang diperoleh adalah dalam total
N, yang kemudian dinyatakan dalam faktor konversi 6.25. Kadar protein
dihitung berdasarkan rumus :
(ml HCL x ml Blanko)N HCl x 14.007 x 100 x 6.25
Kadar Protein (%) =
mg sampel

d. Kadar Lemak (AOAC, 1995)


Metode yang digunakan adalah metode Soxhlet. Prinsip analisis
ini adalah melarutkan lemak dengan pelarut dietil eter. Lemak yang
dihasilkan adalah lemak kasar. Sejumlah 5 gram sampel ditimbang dan
dibungkus dengan kertas saring. Kemudian dimasukkan dalam alat
ekstraksi Soxhlet bersama dengan dietil eter. Selanjutnya direfluks
29

selama 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak
berwarna jernih. Pelarut dalam labu lemak didestilasi, labu yang berisi
hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C sampai pelarut
menguap semua. Setelah didinginkan dalam desikator, labu lemak
tersebut ditimbang sampai memperoleh bobot yang konstan. Kadar
lemak dihitung dengan rumus :
bobot lemak ( g )
Kadar Lemak (%) = x 100%
bobot sampel ( g )

e. Kadar Karbohidrat (AOAC, 1995)


Kadar karbohidrat sampel dihitung secara by difference yaitu
dengan mengurangi 100% kandungan gizi sampel dengan kadar air,
kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Nilainya dapat ditentukan
dengan menggunakan rumus berikut :
Kadar Karbohidrat (%) = 100% - (Kadar Air + Kadar Abu + Kadar
Protein + Kadar Lemak)

2. Analisis Tepung Ubi Jalar Termodifikasi Fisik

a. Kadar Air (Apriyantono et al., 1989)

b. Densitas Kamba (Khalil, 1999)


Sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur sampai volumenya
mencapai 100ml kemudian beratnya ditimbang. Densitas kamba
dinyatakan dalam satuan kg/m3 atau g/ml.
Densitas kamba = (berat gelas ukur+sampel) berat gelas ukur kosong
100 ml

c. Warna (Pomeranz dan Meloan, 1978)


Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan
Chromameter CR 300 Minolta. Sampel diletakkan pada tempat yang
tersedia. Setelah menekan tombol start akan diperoleh nilai dari
berbagai skala. Pengukuran dipilih untuk ditampilkan dalam skala
L*a*b* (CIE 1976) dan L*C*Ho. L menunjukkan kecerahan dengan
30

nilai 0 (gelap/hitam)-100 (terang/putih). Nilai a positif antara 0-100


(merah), dan negatif antara 0-80 (hijau), sedangkan nilai b positif
antara 0-70 (kuning) dan 0-70 (biru). Pengukuran dilakukan duplo dan
dilakukan kalibrasi terlebih dahulu.

d. Sifat Mikroskopis Granula Pati (Ropiq et al.,1988)


Bentuk dan intensitas birefringence granula pati diamati dengan
Polarized Light Microscope (Olympus Optical Co.Ltd, Japan) yang
dilengkapi dengan kamera. Suspensi pati disiapkan dengan
mencampurkan pati dan aquades, kemudian dikocok. Suspensi
diteteskan pada atas gelas obyek dan ditutup dengan gelas penutup,
preparat kemudian dipasang pada PLM. Pengamatan dilakukan dengan
meneruskan cahaya terpolarisasi dengan perbesaran 40x.

e. Indeks Penyerapan Air (IPA) dan Indeks Kelarutan Air (IKA) (Metode
Sentrifugasi Anderson, dikutip oleh Muchtadi et al., 1988)
Sebanyak 1 gram tepung sampel dimasukkan dalam tabung
sentrifus. Setelah itu ditambah 10 ml aquades dan diaduk dengan
menggunakan vibrator sampai semua bahan terdispersi secara merata.
Selanjutnya tabung disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm pada
suhu ruang selama 15 menit. Supernatan yang diperoleh dituang secara
hati-hati ke dalam wadah lain, sedangkan tabung sentrifus beserta
residunya dipanaskan dalam oven. Tabung diletakkan dalam oven
yang diatur pada suhu 500C selama 25 menit. Akhirnya tabung residu
ditimbang untuk menentukan berat air yang terserap.
Dari supernatan yang diperoleh, diambil contoh sebanyak 2 ml
dan dimasukkan ke dalam cawan timbang yang telah diketahui
beratnya. Cawan dimasukkan ke dalam oven dan dikeringkan pada
suhu 1100C sampai semua air menguap. Setelah itu didinginkan dan
ditimbang untuk mengetahui berat bahan kering yang terdapat dalam
supernatan.
berat air yang terserap
IPA =
berat awal berat bahan terlarut
31

berat bahan terlarut dalam 2ml laru tan


IKA =
2 ml laru tan

f. Analisis Pati Tergelatinisasi secara kualitatif (Modifikasi dari metode


IRRI, 1978 di dalam Setiawan, 2005)
Pati tergelatinisasi diamati dengan metode spektrofotometer.
Persiapan contoh dilakukan dengan penimbangan tepung sebanyak 1
gram dan didispersikan dalam 100 ml air dalam waring blender selama
1 menit. Suspensi ini kemudian diambil 10 ml dan disentrifus pada
suhu ruang selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Supernatan
diambil 0.5 ml secara duplo, lalu masing-masing ditambah 0.5 HCl 0.5
M dan dijadikan 10 ml dengan aquades. Pada salah satu tabung duplo
tersebut ditambahkan 0.1 ml larutan iodium. Kemudian contoh diukur
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm.
Pengamatan dilakukan sebagai berikut: larutan yang ditambah HCl
digunakan sebagai blanko pati tergelatinisasi sedangkan larutan bahan
yang ditambah HCl dan larutan iodium digunakan sebagai larutan pati
tergelatinisasi.

g. Sifat Amilografi Tepung (AACC, 1983)


Pengukuran sifat-sifat amilografi (viskositas dan suhu
gelatinisasi) dilakukan dengan menggunakan Brabender
Viscoamilograph. Tepung pati dilarutkan dengan aquades dengan
konsentrasi 10% (berat kering) dan diaduk (+ 5 menit), kemudian
dipindahkan ke mangkuk amilograf. Mangkuk amilograf yang berisi
sampel diputar pada kecepatan 75rpm. Pemanasan awal dilakukan
sampai suhu 300C. Kemudian dilakukan pemanasan selama 43.5 menit
sampai suhu 950C (kenaikan suhu 1.50C/menit), dan pemanasan
selama 20 menit pada suhu konstan 950C. Setelah pemanasan konstan,
suhu diturunkan sampai mencapai 500C, melalui proses pendinginan
selama 30 menit sampai suhu 500C (penurunan suhu 1.50C/menit).
Perubahan viskositas pasta dicatat secara otomatis pada kertas grafik
dalam satuan Brabender Unit (BU).
32

h. Stabilitas Terhadap Pembekuan dan Thawing (Bello-Perez et.al.,2002)


Secara khas, metode ini meliputi perlakuan pembekuan (-200C) 5
ml dari 5% pasta pati selama 18 jam. Kemudian di-thawing selama 6
jam pada suhu ruang. Perlakuan ini disebut satu siklus. Pada akhir
siklus, cairan yang keluar dipisahkan (sentrifugasi 3000 rpm selama10
menit) lalu ditimbang.

Sineresis (%w/w) = Cairan yang dipisahkan (g) x 100


Berat total sampel (g)

3. Analisis Karakteristik Roti Manis Ubi Jalar

Pengamatan yang dilakukan terhadap hasil aplikasi pada pembuatan


roti manis adalah pengembangan roti, warna roti, rasa, dan aroma roti
manis. Selain itu dilakukan penentuan kondisi proses yang tepat seperti
suhu pemanggangan, waktu selama proofing dan selama pencampuran
atau pembentukan cream.

D. RANCANGAN PERCOBAAN
Model rancangan yang digunakan pada penelitian pendahuluan adalah
Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan enam perlakuan (teknik 1,
teknik 2, teknik 3, teknik 4, teknik5, teknik 6) sehingga terdapat 6 unit
percobaan dengan tiga kali ulangan, jadi terdapat 18 satuan percobaan.
Model matematikanya adalah sebagai berikut :
Yij = + Ai + Bj + ij

Keterangan :
Y(ijk)n = Variabel respon karena pengaruh perlakuan awal taraf ke-i,
pengaruh teknik pengeringan taraf ke-j dengan ulangan ke-n.
= rata-rata
Ai = Pengaruh perlakuan ke-i
Bj = Pengaruh kelompok ke-j
n(ij) = Pengaruh kesalahan percobaan pada perlakuan ke-i dan
kelompok ke-j
33

Untuk data analisis tertentu pada tepung ubi jalar contohnya analisis
pati tergelatinisasi, kadar air, densitas kamba, warna (L, a, b, C), IPA dan
IKA, serta stabilitas terhadap pembekuan dan thawing diolah dengan alat
bantu SAS. Data tersebut dianalisa dengan uji ANOVA serta dilanjutkan
dengan uji Duncan (DMRT) jika hasilnya berbeda nyata.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. ANALISIS UBI JALAR VARIETAS SUKUH


Ubi jalar yang digunakan pada penelitian ini adalah varietas sukuh yang
merupakan varietas ubi jalar yang dikembangkan oleh International Potato
Center (CIP). Ubi sukuh berdaging putih dan memiliki warna kulit krem.
Penampakan ubi jalar sukuh dapat dilihat pada Gambar 5 dan komposisi
kimianya disajikan pada Tabel 6.

Gambar 5. Ubi Jalar Varietas Sukuh

Tabel 6. Komposisi Kimia Daging Ubi Jalar varietas Sukuh


Komposisi Jumlah (%bb)a Jumlah (%bk)a Jumlah (%bb)b
Kadar Air 61.48 159.83 62.79
Kadar Abu 0.72 1.87 0.96
Kadar Protein 1.29 3.35 0.79
Kadar Lemak 0.19 0.49 0.48
Kadar Karbohidrat 36.32 94.29 34.98
(a) Hasil analisis
(b) Djuanda, 2003

Analisis proksimat terhadap ubi jalar varietas sukuh tersebut


menunjukkan bahwa varietas ini mengandung kadar karbohidrat sebesar 94.29
% dari berat keringnya. Selain itu dapat diketahui bahwa ubi jalar varietas ini
mengandung kadar air cukup tinggi yaitu 61.48 % dari berat basah, namun
kadar abu, kadar protein, serta kadar lemak jumlahnya sangat kecil. Data
analisis tersebut tidak berbeda jauh dari data analisis yang dilakukan oleh
35

Djuanda (2003). Komposisi kimia setiap ubi jalar bervariasi, tergantung pada
jenis, usia tumbuh, keadaan tumbuh, serta tingkat kematangan ubi jalar.

B. PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR


Tepung ubi jalar dapat dibuat dengan berbagai teknik pengolahan baik
tanpa modifikasi maupun dengan modifikasinya. Pada penelitian ini,
pemilihan metode pembuatan tergantung pada perlakuan modifikasi yang akan
diberikan. Modifikasi yang diberikan adalah modifikasi sifat fisik melalui
perlakuan pemasakan awal dan perlakuan pengeringan.
Pembuatan tepung ubi jalar meliputi pembersihan, pengupasan,
penghancuran (penyawutan atau pengirisan), dan pengeringan sampai kadar
air tertentu. Pengolahan ubi jalar menjadi tepung diawali dengan pembersihan
ubi jalar dengan air bersih kemudian dilakukan pengupasan ubi jalar. Ada
beberapa cara dalam mengupas umbi-umbian, yaitu pengupasan manual
dengan menggunakan pisau, pengupasan dengan menggunakan mesin
abrassive peeler, uap tekanan tinggi, dan pengupasan dengan larutan NaOH
panas. Pada penelitian ini dilakukan pengupasan dengan menggunakan mesin
abrassive peeler. Kemudian dilakukan perendaman dengan larutan Na-
metabisulfit 0,3 % selama 30 menit untuk menghilangkan kotoran dan getah
yang masih menempel pada ubi jalar serta menghindari terjadinya proses
pencoklatan (browning).
Menurut Jenie et al., (1978), kerusakan warna pada produk ubi jalar
(browning) disebabkan oleh adanya aktivitas enzim catechol oksidase jika
terdapat tanin atau zat semacam tanin. Proses kerusakan tersebut disebabkan
adanya reaksi antara besi bervalensi dua dengan o-dihidroksiphenol dan
pembentukan persenyawaan ferri yang berwarna gelap jika dibiarkan di udara
terbuka. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan perlakuan
perendaman berupa blanching atau perendaman sebelum pengeringan dengan
menggunakan bahan kimia anti pencoklatan seperti Na-metabisulfit 0,3%
selama + 1 jam (Kadarisman dan Sulaeman, 1993).
36

Gambar 6. Tipe pisau Slicer; (a) Schredder, (b) Slicer 1/16 1,5

Pengirisan dilakukan menggunakan alat slicer dengan tipe pisau


schredder dan slicer 1/16 1,5 (Gambar 6). Tipe pisau schredder digunakan
pada teknik 1, 2, 4, dan 5. Hal ini bertujuan untuk memperluas permukaan
sawut ubi jalar yang dikeringkan sehingga mempermudah pengeringan.
Sedangkan tipe pisau slicer 1/16 1,5 (tebal 1/16 inci atau 1,5mm) digunakan
pada teknik 3 untuk menghasilkan chips ubi jalar yang akan dijadikan tepung
dengan pengeringan drum dryer. Hal ini bertujuan untuk memudahkan
pemasukan ubi jalar ke dalam alat tanpa dibuat puree terlebih dahulu. Pada
teknik 6 tidak dilakukan penghancuran baik dengan penyawutan maupun
pengirisan.
Selanjutnya diberikan perlakuan awal yaitu dikukus dan tanpa dikukus.
Sawut yang tanpa dikukus dapat langsung diberikan perlakuan pengeringan,
sedangkan sawut yang dikukus dimasukkan ke dalam retort untuk dikukus
selama 30 menit (dihitung setelah suhu pengukusan tercapai yaitu 1000C).
Pengeringan pada penelitian ini dilakukan dengan tiga macam pengeringan,
yaitu pengeringan sinar matahari, oven, dan drum dryer. Pengeringan
dilakukan sampai produk menjadi kering dengan ciri-ciri dapat dipatahkan dan
diperkirakan kadar airnya <12%. Pengeringan sinar matahari dilakukan selama
12-36 jam, pengeringan oven dilakukan pada suhu 600C selama 10-12 jam,
pengeringan drum dilakukan pada suhu uap 1400C, tekanan 4 bar, dan
kecepatan 6 rpm (1 putaran 10 detik).

Gambar 7. Sawut Ubi Jalar Kering


37

Hasil pengeringan tersebut kemudian digiling dengan disc mill dan


masih diperoleh hasil penggilingan tepung yang kasar. Pengayakan dilakukan
dengan menggunakan ayakan 80 mesh sehingga dihasilkan tepung ubi jalar
yang cukup halus. Rendemen yang diperoleh dalam pembuatan tepung ubi
jalar adalah sebesar 32.70% terhadap berat ubi jalar segar dengan kulit atau
sebesar 35.74% terhadap bagian ubi jalar yang dapat dimakan (Djuanda,
2003). Peralatan yang digunakan dalam pembuatan tepung ubi jalar dapat
dilihat pada Lampiran 7.
Penelitian ini menghasilkan enam jenis tepung antara lain tepung hasil
pengolahan teknik 1 (disawut, dikeringkan dengan pengeringan sinar
matahari), tepung hasil pengolahan teknik 2 (disawut dikeringkan dengan
pengeringan oven), tepung hasil pengolahan teknik 3 (diiris, dikeringkan
dengan pengeringan drum dryer), tepung hasil pengolahan teknik 4 (disawut,
dikukus, dikeringkan dengan pengeringan sinar matahari), tepung hasil
pengolahan teknik 5 (disawut, dikukus, dikeringkan dengan pengeringan
oven), dan tepung hasil pengolahan teknik 6 (kupas utuh, dikukus, dikeringkan
dengan pengeringan drum dryer) yang disajikan pada Gambar 8. Semua
perlakuan tersebut ditujukan untuk menghasilkan tepung dengan karakteristik
tertentu.

Gambar 8. Tepung Ubi Jalar Sukuh yang dimodifikasi fisik


Keterangan :
Teknik 1 = tepung ubi jalar disawut tanpa dikukus pengeringan sinar matahari
Teknik 2 = tepung ubi jalar disawut tanpa dikukus pengeringan oven
Teknik 3 = tepung ubi jalar diiris tanpa dikukus pengeringan drum dryer
Teknik 4 = tepung ubi jalar disawut dikukus pengeringan sinar matahari
Teknik 5 = tepung ubi jalar disawut dikukus pengeringan oven
Teknik 6 = tepung ubi jalar kupas utuh dikukus pengeringan drum dryer
38

C. SIFAT FISIKOKIMIA TEPUNG UBI JALAR

Analisis fisikokimia tepung ubi jalar yang dihasilkan dari berbagai


kombinasi perlakuan pendahuluan dan teknik pengeringan diatas meliputi
analisis kadar air, densitas kamba, warna, sifat mikroskopis granula pati,
indeks penyerapan air (IPA) dan indeks kelarutan air (IKA), derajat
gelatinisasi, sifat amilografi tepung, serta stabilitas produk terhadap
pembekuan dan thawing.

a. Kadar Air
Proses pengeringan pada pembuatan tepung ubi jalar bertujuan
untuk menurunkan jumlah air yang dikandung oleh bahan mentah. Kadar
air merupakan salah satu parameter yang cukup penting pada produk
tepung karena berkaitan dengan mutu. Semakin rendah kadar airnya maka
produk tepung tersebut semakin baik mutunya karena dapat memperkecil
media untuk tumbuhnya mikroba yang dapat menurunkan mutu pada
produk tepung. Rata-rata kadar air tepung ubi jalar yang diperoleh
berkisar antara 6.44 hingga 9.00 %bb (Gambar 9). Kondisi ini sudah
memenuhi syarat kadar air yang aman untuk tepung yaitu <14% sehingga
dapat mencegah pertumbuhan kapang (Winarno dan Jenie, 1974).

9
8
7
6
5
Kadar air (%bb)
4
3
2
1
0
teknik 1 teknik 2 teknik 3 teknik 4 teknik 5 teknik 6

Gambar 9. Histogram Pengaruh Teknik Pengolahan terhadap


Kadar Air Tepung Ubi Jalar
39

Tabel 7. Pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap kadar air tepung


ubi jalar
Teknik Kadar Air
1 7.04bc
2 7.47b
3 9.00a
4 7.22bc
5 6.56c
6 6.44c
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata

Berdasarkan analisis ragam dengan selang kepercayaan 95%


(Lampiran 10), kadar air produk dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan
(P<0.05). Selanjutnya dengan uji lanjut Duncan (Tabel 7) dapat diketahui
bahwa kadar air dari tepung dengan perlakuan teknik 3 berbeda nyata
dengan tepung yang lain. Tepung dengan perlakuan teknik 1, 2, dan 4
menghasilkan kadar air yang tidak berbeda nyata. Selain itu kadar air
tepung dengan perlakuan teknik 1 dan 4 tidak berbeda nyata dengan kadar
air tepung dengan perlakuan teknik 5 dan 6.
Perlakuan pengeringan sinar matahari dengan pemasakan (teknik
4) tidak berbeda nyata dengan perlakuan pengeringan sinar matahari tanpa
pemasakan (teknik 1). Dari penelitian dapat dilihat adanya kecenderungan
bahwa perlakuan pemasakan dapat menurunkan kadar air tepung ubi jalar.
Menurut Winata (2001), kadar air yang rendah pada tepung dengan
perlakuan pramasak mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan
bentuk granula pati karena pembengkakan yang irreversibel.
Pembengkakan ini mempengaruhi sifat penyerapan maupun pengikatan
granula terhadap air. Granula yang telah membengkak cenderung memiliki
rongga antar sel yang lebih besar, sehingga selama pengeringan air yang
dikandung akan lebih mudah terlepas. Kemungkinan hal ini yang
menyebabkan adanya pernyataan bahwa dengan perlakuan pemasakan
semua teknik menghasilkan produk dengan kadar air yang hampir sama.
Dari hasil analisis, pengeringan drum dryer (teknik 3) dengan suhu
cukup tinggi menghasilkan kadar air tepung yang tinggi dibanding tepung
yang lain. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh pengaruh perbedaan
40

teknik pengolahan dengan penyawutan dan pengirisan dimana penyawutan


dapat memperluas permukaan yang dapat menurunkan kadar air menjadi
sangat rendah walaupun dalam waktu yang relatif lama. Kecepatan
pengeringan dan kadar air akhir produk dengan pengering drum juga
dipengaruhi oleh kecepatan rotasi drum, tekanan uap atau suhu medium
pemanas, serta ketebalan film yang tergantung pada mekanisme
pemasukan, kandungan padatan, dan tekanan permukaan (Brennan et
al.,1974).

b. Densitas Kamba
Densitas kamba merupakan perbandingan antara berat bahan
dengan volume bahan itu sendiri, yang memiliki satuan g/ml. Semakin
tinggi densitas kamba menunjukkan produk semakin ringkas atau padat.
Densitas kamba mempengaruhi jumlah bahan yang bisa dikonsumsi dan
biaya produksi dari bahan tersebut (Ningrum, 1999). Dari segi ekonomi,
untuk produk instan diperlukan densitas kamba yang rendah. Bila densitas
kamba rendah maka massa yang kecil dapat memenuhi ruang yang besar.

0.7

0.6

0.5

Densitas Kamba 0.4


(g/ml) 0.3

0.2

0.1

0
teknik 1 teknik 2 teknik 3 teknik 4 teknik 5 teknik 6

Gambar 10. Histogram Pengaruh Teknik Pengolahan terhadap


Densitas Kamba Tepung Ubi Jalar

Densitas kamba produk berkisar antara 0.40 hingga 0.69g/ml


(Gambar 10). Menurut Wirakartakusumah et al. (1992), densitas kamba
dari berbagai makanan berbentuk bubuk umumnya berkisar antara 0.30-
0.80 g/ml. Hasil analisis ragam dengan selang kepercayaan 95%
41

(Lampiran 11) menunjukkan bahwa perlakuan teknik pengolahan


berpengaruh secara nyata terhadap nilai densitas kamba pada tepung ubi
jalar. Berdasarkan uji lanjut Duncan (Tabel 8) dapat diketahui bahwa
densitas kamba dari tepung ubi jalar dengan perlakuan tanpa pengukusan
pada teknik 1, 2, dan 3 lebih rendah dan berbeda nyata dengan tepung
yang diberi perlakuan pengukusan pada teknik 4, 5, dan 6.

Tabel 8. Pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap densitas kamba


tepung ubi jalar
Teknik Densitas Kamba
1 0.40c
2 0.41c
3 0.37c
4 0.69a
5 0.68ab
6 0.62b
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata

Perlakuan dengan pemasakan menghasilkan produk tepung dengan


densitas kamba yang relatif tinggi dibandingkan produk tepung tanpa
pemasakan awal. Hal ini mungkin disebabkan karena sifat kohesif tepung
tersebut dimana gaya tarik menarik antar partikel relatif tinggi. Selain itu
menurut Winata (2001), densitas kamba dipengaruhi oleh ukuran partikel,
sifat bahan, komposisi bahan dan mungkin pula dipengaruhi oleh
degradasi molekul-molekul dalam bahan akibat adanya pengolahan. Jadi
kenaikan densitas kamba mungkin disebabkan adanya degradasi molekul-
molekul pati, protein, lemak dan lain-lain saat diberi perlakuan pemasakan
awal sehingga molekul-molekul tersebut menempati ruangan yang lebih
sempit (Winata, 2001).
Densitas kamba dari tepung dengan teknik 6 (pengeringan drum
dryer) lebih rendah dan berbeda nyata dengan tepung dengan teknik 4
(penjemuran). Hal tersebut dapat disebabkan karena pengaruh dari bentuk
partikel tepung teknik 6 dimana partikel tepung berongga, tidak beraturan,
dan kasar sehingga menurunkan massa serta berpengaruh terhadap
densitas kamba. Sedangkan tepung teknik 4 memiliki densitas kamba yang
lebih tinggi karena bentuk partikelnya yang lebih padat.
42

c. Warna
Warna merupakan salah satu atribut penting untuk produk pangan.
Sistem yang dapat digunakan untuk mengetahui warna makanan pada
penelitian ini adalah sistem Hunter dan sistem LCho. Hasil dari analisis
warna disajikan pada Tabel 9. Pada sistem Hunter terdapat tiga parameter
yaitu L, a, dan b. Dalam sistem Hunter terdapat tiga dimensi warna yaitu
kecerahan (Brightness atau Lightness), Hue (proporsi merah, kuning,
hijau, dan biru), serta Colourfulness. L menyatakan parameter kecerahan
(warna kromatis, 0: hitam sampai 100: putih), C menyatakan intensitas
warna, sedangkan derajat hue menunjukkan warna yang terlihat. Nilai hue
dikelompokkan sebagai berikut :
o o
Hue 342-18 : Red purple Hue 162-198 : Green
o o
Hue 18-54 : Red Hue 306-342 : Purple
o o
Hue 54-90 : Yellow red Hue 270-306 : Blue purple
o o
Hue 90-126 : Yellow Hue 198-234 : Blue green
o o
Hue 126-162 : Yellow green Hue 234-270 : Blue

Tabel 9. Hasil rata-rata analisis warna tepung ubi jalar


Ulangan 1
Sampel Warna
L a b C h
Teknik 1 64.30 6.44 0.70 6.48 5.87 Merah keunguan
Teknik 2 64.69 4.39 1.25 4.66 14.53 Merah keunguan
Teknik 3 62.64 4.06 2.09 4.59 26.56 Merah
Teknik 4 61.91 5.54 1.77 5.88 18.42 Merah
Teknik 5 62.27 4.15 1.56 4.48 19.58 Merah
Teknik 6 59.74 3.93 5.24 6.58 52.22 Merah

Gambar 11. Model warna sistem Hunter dan sistem Munsell


(www.personales.es/gbenet/teoria/water_color.html)
43

Tabel 10. Pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap warna tepung


ubi jalar
Teknik L a b
1 64.30ab 6.44a 0.70b
2 64.69a 4.39b 1.25b
3 62.64abc 4.06b 2.09b
4 61.91c 5.54ab 1.77b
5 62.27bc 4.14b 1.56b
6 59.74d 3.93b 5.24a
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata

Hasil pengukuran warna tepung ubi jalar menunjukkan hasil yang


bervariasi. Tepung ubi jalar memiliki nilai L yang berkisar antara 59.74-
64.69 (Tabel 9) menunjukkan tepung ubi jalar berwarna kurang cerah dan
cenderung menurun dengan adanya perlakuan pemasakan awal. Nilai a
positif (3.93-6.44) dan b positif (0.70-5.24) menunjukkan tepung ubi jalar
mengandung unsur warna merah dan kuning, nilai intensitas warnanya (C)
berkisar antara 4.48-6.58 serta nilai ho 5.87-52.22 yang tergolong dalam
kisaran warna merah keunguan, sampai merah. Tepung hasil teknik 1 dan
2 memiliki nilai hue pada kisaran warna merah keunguan dan tepung hasil
teknik 3, 4, 5, dan 6 memiliki nilai hue pada kisaran warna merah
Analisis ragam terhadap warna tepung ubi jalar dengan selang
kepercayaan 95% (Lampiran 12) menunjukkan bahwa perlakuan teknik
pengolahan berpengaruh nyata terhadap skala L, a, b namun tidak
berpengaruh nyata terhadap skala C. Selanjutnya dari uji lanjut Duncan
terhadap skala L, dapat diketahui bahwa tepung tanpa pemasakan memiliki
kecerahan tertinggi sedangkan kecerahan tepung hasil teknik 6 berbeda
nyata terhadap tepung yang lain dimana tepung hasil teknik 6 memiliki
nilai kecerahan yang paling rendah. Pada penepungan ubi jalar ini, suhu
pengeringan, dan perlakuan pramasak berpengaruh terhadap kecerahan
warna tepung yang dihasilkan. Penurunan kecerahan dapat disebabkan
adanya reaksi yang menimbulkan warna coklat, diantaranya reaksi
pencoklatan enzimatis, reaksi Maillard, dan reaksi karamelisasi. Pati yang
telah tergelatinisasi cenderung membuat tepung berwarna lebih gelap
karena dimungkinkan adanya reaksi Maillard dan reaksi karamelisasi saat
44

pemasakan awal serta pada pengeringan drum dryer seperti pada perlakuan
dengan teknik 6.
Uji lanjut Duncan untuk nilai a menunjukkan bahwa nilai a dari
tepung hasil teknik 2, 3, 5, dan 6 lebih rendah dibandingkan dengan tepung
hasil teknik 1 dan 4 dimana tepung hasil teknik 1 dan 4 memiliki nilai a
tertinggi. Hal ini berarti tepung tersebut memiliki unsur warna merah yang
lebih tinggi dibandingkan dengan tepung yang lain (dapat dilihat pada
Gambar 8). Demikian pula pada uji lanjut Duncan untuk nilai b
menunjukkan bahwa nilai b dari tepung hasil teknik 1 sampai 5 lebih
rendah dibandingkan dengan tepung hasil teknik 6 dimana tepung hasil
teknik 6 memiliki nilai b tertinggi. Hal ini berarti tepung tersebut memiliki
unsur warna kuning yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung yang
lain (dapat dilihat pada Gambar 8).
Nilai a, b dan hue menunjukkan warna yang terkandung dalam ubi
jalar. Warna yang dikandung adalah karotenoid. Karotenoid merupakan
kelompok pigmen yang berwarna kuning, oranye, merah oranye, serta
larut dalam minyak (Winarno, 1995). Pada penelitian ini, dimungkinkan
proses pembuatan tepung ubi jalar merusak sebagian karotenoid pada
teknik 3 dan 6. Ningrum (1999) menyatakan bahwa karotenoid belum
mengalami kerusakan oleh pemanasan pada suhu 600C dan jumlahnya
menurun secara drastis pada suhu 180-2200C. Vitamin A dan karoten
jumlahnya menurun pada suhu diatas 1000C (Ismail, 2001).

d. Sifat Mikroskopis Granula Pati


Menurut Wirakartakusumah (1981) yang diacu oleh Muharam
(1992), proses gelatinisasi dapat dipelajari secara kualitatif dengan
menggunakan mikroskop polarisasi sedangkan informasi kuantitatif dapat
diperoleh dengan menggunakan DSC (Differential Scanning Colorimetry).
Dari hasil analisis dapat dilihat bentuk granula, ukuran granula,
serta efek birefrigence. Efek birefrigence pada granula pati ditunjukkan
oleh adanya cross section atau warna biru kuning pada granula. Pudarnya
efek birefrigence dimulai dari terbentuknya bulatan gelap pada bagian
45

dalam granula pati dan hal itu menandakan bahwa granula pati tersebut
telah mengalami gelatinisasi. Hasil pemotretan tepung ubi jalar dengan
perlakuan berbagai teknik pengolahan dapat dilihat pada Gambar 12
sampai Gambar 17.
Analisis mikroskopis terhadap granula pati menunjukkan bahwa
granula pati ubi jalar memiliki bentuk poligonal, bulat, hingga lonjong
dengan ukuran granula tidak seragam. Ukuran granula pati ubi jalar yang
belum tergelatinisasi berkisar antara 2-10 m, sedangkan granula pati ubi
jalar dengan perlakuan pemasakan awal dan pengeringan drum dryer
berkisar antara 20-60 m. Selain itu dapat terlihat bahwa lokasi hilum
pada granula pati ubi jalar umumnya adalah pada bagian tengah dan tepi.
Hilum granula terletak pada persilangan gelap saat dikenai cahaya
terpolarisasi.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, terlihat bahwa
pemasakan awal dan pengeringan berpengaruh terhadap sifat birefrigence
granula pati dalam tepung ubi jalar. Kecuali teknik dengan pengeringan
drum dryer, pada tepung tanpa perlakuan pengukusan, efek birefrigence
masih terlihat jelas atau nyata dibandingkan dengan tepung yang diberi
perlakuan pengukusan. Perlakuan pengeringan dengan sinar matahari dan
oven tidak menghilangkan efek birefrigence, sedangkan pengeringan drum
dryer menyebabkan hilangnya efek birefrigence pada granula pati.
Menurut Muharam (1992), efek birefrigence akan hilang pada pati yang
dikenai perlakuan panas karena perlakuan tersebut mengubah kemampuan
granula pati dalam menyerap gelombang cahaya.
Perlakuan pemasakan awal dan pengeringan tersebut berpengaruh
terhadap ukuran dan bentuk granula pati. Perlakuan pemasakan awal
menyebabkan peningkatan ukuran granula pati yang disebabkan oleh
adanya pembengkakan saat dilakukan pengukusan serta mengubah bentuk
granula pati menjadi tidak beraturan atau rusak. Demikian pula jika diberi
perlakuan pengeringan dengan drum dryer seperti pada teknik 3 dan 6
akan mengubah ukuran dan granula pati.
46

Gambar 12. Penampakan granula pati tepung ubi jalar dengan perlakuan
pengolahan teknik 1 dalam perbesaran 400 x

Gambar 13. Penampakan granula pati tepung ubi jalar dengan perlakuan
pengolahan teknik 2 dalam perbesaran 400x

Gambar 14. Penampakan granula pati tepung ubi jalar dengan perlakuan
pengolahan teknik 3 dalam perbesaran 400 x
47

Gambar 15. Penampakan granula pati tepung ubi jalar dengan perlakuan
pengolahan teknik 4 dalam perbesaran 400 x

Gambar 16. Penampakan granula pati tepung ubi jalar dengan perlakuan
pengolahan teknik 5 dalam perbesaran 400

Gambar 17. Penampakan granula pati tepung ubi dengan perlakuan


pengolahan teknik 6 dalam perbesaran 400 x
48

Rusaknya granula pati tersebut ditunjukkan dengan bagian pinggir


granula yang sudah tidak terlihat jelas. Hal tersebut diperkirakan karena
pecahnya granula yang disebabkan pembengkakan yang sudah maksimum.

e. Indeks Penyerapan Air (IPA) dan Indeks Kelarutan Air (IKA)


Indeks penyerapan air (IPA) menunjukkan kemampuan produk
untuk mengikat air. Indeks penyerapan air produk tepung berkisar antara
2.89 hingga 7.90 (Gambar 18). Indeks kelarutan air (IKA) menunjukkan
jumlah partikel produk yang dapat larut dalam air. Indeks kelarutan air
produk tepung berkisar antara 0.01 hingga 0.05 g/ml (Gambar 19).

IPA 4

0
teknik 1 teknik 2 teknik 2 teknik 3 teknik 5 teknik 6

Gambar 18. Histogram Pengaruh Perlakuan Teknik Pengolahan


terhadap Indeks Penyerapan Air Tepung Ubi Jalar

0.06

0.05

0.04

IKA (g/ml) 0.03

0.02

0.01

0
teknik 1 teknik 2 teknik3 teknik 4 teknik 5 teknik 6

Gambar 19. Histogram Pengaruh Perlakuan Teknik Pengolahan


terhadap Indeks Kelarutan Air Tepung Ubi Jalar
49

Tabel 11. Pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap IPA dan IKA
tepung ubi jalar
Teknik IPA IKA (g/ml)
1 2.89d 0.0084c
2 3.35d 0.0131c
3 7.90a 0.0375b
4 5.73c 0.0355b
5 6.14c 0.0385b
6 7.12b 0.0543a
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata

Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan teknik pengolahan


berpengaruh nyata terhadap indeks penyerapan air dan indeks kelarutan air
dari tepung ubi jalar yang dihasilkan (Lampiran 13 dan Lampiran 14).
Selanjutnya uji Duncan terhadap data IPA (Tabel 11) memperlihatkan
bahwa tepung hasil pengolahan dengan teknik 3 memiliki IPA terbesar
diikuti oleh tepung hasil teknik 6, sedangkan tepung hasil pengolahan
teknik 1 dan 2 memiliki IPA terkecil. Hal ini berarti tepung hasil teknik 3
dan 6 memiliki jumlah pati tergelatinisasi yang lebih banyak dibandingkan
dengan tepung teknik lain.
Menurut Gujska dan Khan (1991), IPA dipengaruhi oleh adanya
denaturasi protein, gelatinisasi pati, dan pembengkakan serat kasar yang
terjadi selama pengolahan menjadi tepung. IPA tergantung pada
ketersediaan grup hidrofilik dan kapasitas pembentukan gel dari
makromolekul yaitu pati yang tergelatinisasi dan terdekstrinasi. Semakin
banyak pati yang tergelatinisasi dan terdekstrinasi, semakin besar
kemampuan produk menyerap air (Gomez dan Aguilera, 1983).
Berdasarkan uji Duncan terhadap data IKA (Tabel 11), dapat
diketahui bahwa IKA tepung pada teknik pengolahan 6 berbeda nyata dan
terbesar dibandingkan dengan teknik pengolahan yang lainnya. Sedangkan
teknik 1 dan 2 memiliki IKA terkecil dan tidak berbeda nyata satu sama
lain. Perlakuan pemasakan awal yang dikombinasikan dengan teknik
pengeringan drum dryer seperti pada teknik 6 meningkatkan IKA secara
nyata. Hal ini disebabkan karena terjadi degradasi amilosa dan amilopektin
yang cukup tinggi. Menurut Khasanah (2003), setelah pati mengalami
50

gelatinisasi maka akan terjadi degradasi amilosa dan amilopektin


menghasilkan molekul yang lebih kecil. Molekul yang relatif lebih kecil
inilah yang mudah larut dalam air. Penggunaan tepung dengan IPA dan
IKA yang tinggi disesuaikan dengan karakteristik produk yang akan dibuat
seperti pada makanan bayi, food powder, cake mixes, dan pudding.

f. Analisis Kualitatif Pati Tergelatinisasi


Pada analisis ini dilakukan analisis secara kualitatif terhadap pati
tergelatinisasi tepung ubi jalar berdasarkan absorbansi pati yang
tergelatinisasi. Absorbansi pati yang tergelatinisasi berkisar antara 0.010
sampai 0.861 (Gambar 20). Absorbansi menunjukkan banyaknya pati
yang sudah tergelatinisasi yang ditandai dengan kompleks pati-iodin yang
berwarna biru. Jika suatu larutan yang diukur memiliki absorbansi yang
tinggi maka pati yang tergelatinisasi dalam larutan tepung tersebut relatif
berjumlah lebih banyak.

0.9
0.8
0.7
0.6
Absorbansi Pati 0.5
Tergelatinisasi 0.4
0.3
0.2
0.1
0
teknik 1 teknik 2 teknik 3 teknik 4 teknik 5 teknik 6

Gambar 20. Histogram Pengaruh Perlakuan Teknik Pengolahan terhadap


Absorbansi Pati Tergelatinisasi Tepung Ubi Jalar

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 15), absorbansi pati


tergelatinisasi dipengaruhi secara nyata oleh faktor perlakuan teknik
pengolahan. Selanjutnya dengan uji Duncan terhadap data (Tabel 12)
dapat diketahui bahwa nilai absorbansi pati tergelatinisasi tepung ubi jalar
dengan pengeringan drum dryer (tepung hasil teknik 3 dan 6) berbeda
secara nyata dengan tepung yang lain dan secara statistik jauh lebih besar
51

daripada absorbansi pati tergelatinisasi tepung yang menggunakan


pengeringan sinar matahari dan oven (teknik 1, 2, 4, dan 5). Sedangkan
tepung ubi jalar yang diberi perlakuan pengeringan sinar matahari dan
oven serta dengan teknik penyawutan tidak berbeda nyata satu sama lain.

Tabel 12. Pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap absorbansi pati


tergelatinisasi tepung ubi jalar
Teknik Absorbansi Pati Tergelatinisasi
1 0.010c
2 0.007c
3 0.861a
4 0.101c
5 0.142c
6 0.510b
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata

Pati pada ubi jalar mengalami gelatinisasi selama proses


pengeringan dengan drum dryer. Menurut Ulyarti (1997), pati akan cepat
tergelatinisasi jika terjadi penurunan kekuatan granula yang disebabkan
pemasakan yang dapat merusak ikatan-ikatan di dalam granula. Beberapa
studi menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan maka akan
meningkatkan derajat gelatinisasi (Lin et al., 1997).

g. Sifat Amilografi Tepung


Pengukuran sifat amilografi meliputi pengukuran suhu awal
gelatinisasi, suhu viskositas maksimum, viskositas maksimum, viskositas
awal dan akhir saat suhu dipertahankan, serta viskositas awal dan akhir
saat suhu diturunkan. Sedangkan untuk viskositas balik, viskositas jatuh
dan stabilitas pasta merupakan hasil perhitungan. Hasil analisis parameter
amilogram dapat dilihat pada Tabel 13.
Tepung tanpa perlakuan pemasakan awal yang dikeringkan dengan
sinar matahari atau oven ( teknik 1 dan 2) memiliki bentuk kurva yang
hampir sama. Selama proses pemanasan dari 300C sampai 950C, mula-
mula viskositas suspensi masih rendah kemudian terjadi peningkatan
viskositas hingga mencapai maksimum, dan dilanjutkan dengan
pemecahan granula yang menyebabkan penurunan viskositas. Penurunan
52

viskositas terus berlanjut hingga periode pemanasan pada suhu konstan.


Selama proses pendinginan dari 950C hingga 500C terjadi peningkatan
viskositas akibat adanya asosiasi molekul pati (Swinkels, 1985).
Peningkatan viskositas terus berlangsung hingga periode pendinginan
berakhir.

Tabel 13. Sifat Amilografi Tepung Ubi Jalar


Tepung Teknik 1 Teknik 2 Teknik 3 Teknik 4 Teknik 5 Teknik 6
SAG 77.2 + 0.36 76.6 + 0.76 * 56.5 + 14.4 30.9 + 0.1 *
VM 451.6 + 32.5 466.0 + 54.2 710.0+210** 77.3 + 61.8 108.2 + 24.8 118.3+127**
SVM 88.5 + 1.5 89.5 + 3.8 30 95.0 + 0 95.0 + 0 30
0
V195 C 426.0 + 23.3 451.7 + 49.7 112.3 + 34.5 77.3 + 61.8 108.2 + 24.8 97.0 + 102.7
V2950C 342.0 + 23.4 406.0 + 34.8 96.3 + 30.0 95.5 + 55.2 146.2 + 11.2 106.7+101.4
VD 438.3 + 21.2 502.0 + 37.3 152.3 + 29.5 136.3 + 77.3 200.7 + 5.8 141.2+126.8
VB 96.3 + 15.9 96.0 + 14.5 56.0 + 10.6 40.8 + 22.3 54.5 + 7.9 34.5 + 25.6
VJ 109.7+22.6 55.0 + 20.4 705.0+613.7 -22.0 + 18.2 -51.5 + 38.0 11.7 + 26.8
SP -84.0 + 7.5 -45.6+15.6 -16.0 + 4.6 18.2 + 7.1 38.0 + 18.8 9.7 + 4.2
* Tepung telah mengalami pregelatinisasi sejak pengukusan dan pengeringan
** Viskositas awal yang terlihat pada suhu 300C

Keterangan :
SAG : Suhu awal gelatinisasi (0C)
VM : Viskositas Maksimum (BU)
SVM : Suhu pada saat viskositas maksimum (0C)
V1950C : Viskositas pada suhu 950C / viskositas pada awal pemanasan konstan
V2950C : Viskositas pada akhir pemanasan konstan (BU)
VD : Viskositas pada akhir pendinginan sampai suhu 500C (BU)
VB : Viskositas Balik (BU) (VD - V2950C)
VJ : Viskositas Jatuh (BU) (VM - V2950C )
SP : Stabilitas Pasta (BU) (V2950C - V1950C)

Terdapat perbedaan pada tepung dengan pengeringan drum dryer


tanpa pemasakan awal (teknik 3) dibanding dengan kedua tepung diatas.
Selama proses pemanasan dari 300C sampai dipertahankan pada suhu 950C
selama 20 menit, suspensi tepung mengalami penurunan viskositas yang
sangat tajam dimana suspensi tepung yang semula kental berubah menjadi
lebih encer. Viskositas kembali meningkat pada periode pendinginan
mencapai 500C, namun kenaikan viskositas ini tidak setajam seperti pada
penurunan viskositas selama periode pemanasan.
53

0
Dipertahankan selama 20 menit pada suhu 95 C
0 0
Pemanasan sampai 95 C Pendinginan sampai 50 C

1000

900
Teknik 1 ul 1
800 Teknik 1 ul 2
Teknik 1 ul 3
700
Viskositas (BU)

Teknik 2 ul 1
600 Teknik 2 ul 2
Teknik 2 ul 3
500 Teknik 3 ul 1
Teknik 3 ul 2
400
Teknik 3 ul 3
300

200

100

0
0 20 40 60 80 100
Waktu (m)

Gambar 21. Kurva Amilograf Tepung Ubi Jalar Tanpa Perlakuan Pengukusan
54

0
Dipertahankan selama 20 menit pada suhu 95 C
0 0
Pemanasan sampai 95 C Pendinginan sampai 50 C

1000
900
Teknik 4 ul 1
800 Teknik 4 ul 2
Teknik 4 ul 3
700
Viskositas (BU)

Teknik 5 ul 1
600 Teknik 5 ul 2
Teknik 5 ul 3
500
Teknik 6 ul 1
400 Teknik 6 ul 2
Teknik 6 ul 3
300
200
100
0
0 20 40 60 80 100
Waktu (m)

Gambar 22. Kurva Amilograf Tepung Ubi Jalar Dengan Perlakuan Pengukusan
55

Profil amilografi pada tepung dengan pemasakan awal (teknik 4, 5,


dan 6) memiliki perbedaan dari tepung tanpa pemasakan awal. Tepung
dengan pengeringan sinar matahari dan oven (teknik 4 dan 5) memiliki
kecenderungan terjadi peningkatan viskositas dari awal pemanasan sampai
akhir pendinginan. Hal ini terjadi karena proses gelatinisasi sudah
terlewati sehingga pada kurva yang terlihat adalah peningkatan viskositas
setelah terjadi gelatinisasi. Sedangkan tepung dengan pengeringan drum
dryer (teknik 6) mengalami penurunan viskositas kemudian diikuti dengan
peningkatan viskositas. Penurunan viskositas terjadi pada saat pemanasan
dari 300C sampai 950C, dan peningkatan viskositas terjadi pada saat suhu
dipertahankan pada 950C selama 20 menit sampai pendinginan berakhir
pada 500C. Peningkatan dan penurunan viskositas pada tepung dengan
pemasakan awal tidak setajam pada tepung tanpa pemasakan awal.

1. Suhu Awal Gelatinisasi (SAG)


Menurut Febriyanti (1990), yang dimaksud dengan suhu awal
gelatinisasi adalah suhu pada saat viskositas pertama kali naik karena
terjadinya pembengkakan granula pati yang irreversible. Suhu awal
gelatinisasi tepung ubi jalar yang dihasilkan berkisar antara 30.8-
77.50C. Data suhu awal gelatinisasi pada tabel diatas menunjukkan
bahwa perlakuan pemasakan awal dan pengeringan berpengaruh nyata
terhadap suhu awal gelatinisasi, dimana tepung ubi jalar tanpa perlakuan
pemasakan awal yang dikeringkan dengan sinar matahari atau oven
(teknik 1 dan 2), memiliki suhu awal gelatinisasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tepung dengan perlakuan pemasakan awal (teknik
4 dan 5).
Gelatinisasi berkaitan dengan perusakan ikatan antara molekul
pati (Swinkels, 1985). Granula pati pada tepung yang dibuat dengan
teknik 1 dan 2 mewakili sifat granula pati mentah dimana amilosa
mengadakan ikatan silang dengan amilopektin (Kasemsuwan dan Jane,
1994). Konfigurasi molekul pati seperti ini lebih sulit dirusak karena
terdapat banyak ikatan-ikatan dalam granula sehingga dibutuhkan
56

energi yang lebih besar yang ditunjukkan dengan suhu awal gelatinisasi
yang tinggi.
Pada grafik amilograf tepung teknik 3 (tanpa dikukus-drum dryer)
dan teknik 6 (dikukus-drum dryer) tidak ada suhu awal gelatinisasi
karena sejak awal sudah tercapai viskositas yang tinggi yang
menunjukkan bahwa tepung tersebut sudah tergelatinisasi (Tabel 13).
Tepung telah mengalami pregelatinisasi karena adanya pemanasan pada
perlakuan pengeringan dengan drum dryer ataupun ditambah dengan
perlakuan pengukusan sebelum pengeringan.

2. Viskositas Maksimum (VM)


Setelah mencapai suhu gelatinisasi, viskositas pati meningkat
hingga tercapai viskositas maksimum. Viskositas maksimum atau
viskositas puncak adalah titik maksimum viskositas pasta yang
dihasilkan selama proses pemanasan. Viskositas puncak berkaitan erat
dengan pembengkakan granula dimana semakin tinggi pembengkakan
granula maka semakin tinggi pula viskositas puncaknya (Ulyarti, 1997).
Viskositas puncak tepung ubi jalar yang dihasilkan berkisar antara 15.5-
920 BU.
Pada Gambar 21 dan 22, dapat dilihat bahwa perlakuan
pemasakan awal berpengaruh terhadap viskositas puncak dimana
adanya kecenderungan bahwa tepung dengan pemasakan awal (teknik 4,
5, dan 6) memiliki viskositas puncak yang lebih rendah dibandingkan
dengan tepung tanpa pemasakan awal (teknik 1, 2, dan 3). Hal ini
disebabkan masih kuatnya ikatan-ikatan dalam granula pati yang belum
tergelatinisasi di dalam tepung tanpa pemasakan awal sehingga masih
memiliki kemampuan untuk terus membengkak hingga pembengkakan
yang maksimum.
Konfigurasi molekul pati dalam granula membentuk bagian amorf
dan kristalin. Pembengkakan yang terjadi pada granula mentah masih
dapat ditahan oleh struktur kristalin yang sukar rusak sehingga
pembengkakan terus berlanjut hingga pada suhu yang lebih tinggi
hingga daerah kristalin ini rusak (Swinkels, 1985).
57

Pada teknik pengolahan yang tidak melibatkan perlakuan


pengukusan dapat dilihat bahwa perlakuan perbedaan teknik
pengeringan juga berpengaruh terhadap viskositas puncak dimana
viskositas puncak tepung hasil pengeringan sinar matahari (451.6 BU)
dan oven (466.0 BU) lebih rendah dibandingkan dengan tepung hasil
pengeringan drum (710.0 BU) (lihat pada Tabel 13). Hal ini disebabkan
pati dalam tepung hasil pengeringan drum dryer merupakan pati yang
sudah tergelatinisasi dimana granula pati telah membengkak secara
sempurna pada suhu yang sangat tinggi dan membentuk daerah amorf
pada saat dikeringkan untuk diolah menjadi tepung. Pada saat granula
pati atau tepung diberi air kembali maka air akan langsung menempati
daerah amorf tersebut sehingga dicapai viskositas yang paling
maksimum. Terlihat dari hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
pembengkakan granula pati sebanding dengan peningkatan suhu
pengeringan.
Bentuk puncak kurva amilograf pada tepung hasil teknik 1 dan 2
merupakan bentuk puncak yang tajam dan cukup sempit. Hal ini
tergantung pada laju pembengkakan dan ketahanan granula pati
terhadap kepecahan. Pati dengan puncak yang lebih lebar atau plateu
lebih disukai jika diinginkan pembengkakan yang seragam. Dalam
penelitiannya, Wincy (2001) mendapati puncak kurva amilogram yang
tumpul pada tepung sukun yang diberi perlakuan pengukusan.
Perlakuan pengukusan mampu mengubah puncak kurva amilograf
menjadi lebih tumpul dan lebar.
Nilai viskositas maksimum yang tinggi menggambarkan daya
thickening yang tinggi pula. Pengetahuan tentang nilai viskositas
maksimum berguna untuk mengetahui kemungkinan penggunaan
tepung dalam jumlah yang lebih kecil untuk mencapai viskositas
tertentu sehingga biaya produksi dapat ditekan. Tepung dengan karakter
viskositas yang tinggi dapat digunakan sebagai pengental pada sup atau
sebagai bahan dasar pembuatan pudding karena memiliki daya
thickening yang tinggi (Wincy, 2001).
58

3. Suhu Viskositas Maksimum (SVM)


Pada titik ini umumnya granula pati yang mengembang mulai
pecah diikuti dengan penurunan viskositas. Peristiwa ini berkaitan
dengan pecahnya granula yang telah membengkak karena batas
maksimum telah terlewati (Krugar dan Murray, 1979).
Suhu viskositas maksimum juga dapat disebut sebagai suhu akhir
gelatinisasi. Pada suhu ini semua granula pati telah kehilangan sifat
birefrigence-nya dan granula tidak mempunyai sifat kristal lagi (Cready,
1970). Perlakuan pemasakan awal dan perlakuan perbedaan teknik
pengeringan berpengaruh terhadap suhu viskositas maksimum. Suhu
viskositas maksimum tepung tanpa pemasakan awal dengan
pengeringan sinar matahari dan oven (87.0-93.30C) lebih rendah
dibandingkan tepung dengan pemasakan awal (950C).
Baik pada perlakuan tanpa pemasakan awal (pada teknik 1, 2, dan
3) maupun pada perlakuan pemasakan awal (pada teknik 4, 5, dan 6),
suhu viskositas maksimum tepung dengan pengeringan sinar matahari
(teknik 1 dan 4) dan oven (teknik 2 dan 5) relatif tidak berbeda satu
sama lain. Suhu viskositas maksimum tepung dengan pengeringan drum
dryer (teknik 3 dan 6) dianggap 300C karena sejak awal dilarutkan
dalam air sudah terbentuk viskositas yang kental (maksimum), dan
pengukuran amilografi dimulai dari suhu 300C. Hal ini disebabkan di
dalam tepung dengan pengeringan drum dryer terdapat pati
pregelatinisasi dimana pati tersebut bersifat larut dalam air dingin
(Fennema, 1982).

4. Viskositas Balik (VB)


Viskositas balik mencerminkan tingkat retrogradasi pati pada
proses pendinginan. Semakin besar viskositas balik maka
kecenderungan pati untuk beretrogradasi pun semakin tinggi. Winarno
(1984) menjelaskan bahwa bila pasta pati didinginkan, energi kinetik
molekul tidak cukup tinggi untuk menahan molekul saling berikatan.
Jika selama pemanasan terjadi pemecahan granula maka jumlah amilosa
59

yang keluar dari granula semakin banyak sehingga kecenderungan


untuk terjadinya retrogradasi meningkat.
Viskositas balik tepung ubi jalar yang dihasilkan berkisar antara
8.9-112.2 BU. Dari hasil tersebut didapatkan bahwa teknik pembuatan
tepung berpengaruh nyata terhadap viskositas balik tepung ubi jalar
yang dihasilkan. Perlakuan pemasakan awal (pada teknik 4, 5, dan 6)
dan teknik pengeringan dengan drum dryer (pada teknik 3 dan 6)
cenderung menurunkan viskositas balik.
Tepung hasil teknik 1 (tanpa dikukus-sinar matahari) dan teknik 2
(tanpa dikukus-oven) menunjukkan nilai rata-rata viskositas balik yang
lebih besar (96.3 dan 96.0) dibandingkan tepung yang lain. Hal ini
menunjukkan bahwa kedua tepung tersebut memiliki kecederungan
retrogradasi yang tinggi yaitu tingginya kemampuan amilosa untuk
berikatan kembali satu sama lain serta berikatan dengan cabang
amilopektin pada pinggir-pinggir luar granula.

5. Viskositas Jatuh
Viskositas jatuh menyatakan ketahanan suspensi pati ubi jalar
terhadap pemanasan dan pengadukan. Viskositas jatuh bernilai positif
jika terjadi penurunan viskositas setelah mencapai viskositas
maksimum, dan bernilai negatif jika terjadi peningkatan viskositas.
Rata-rata viskositas jatuh tepung ubi jalar yang dihasilkan berkisar
antara -51.5-705.0 BU.
Dari hasil analisis diketahui bahwa perlakuan pemasakan awal
berpengaruh nyata terhadap viskositas jatuh. Terdapat kecenderungan
bahwa tepung dengan perlakuan tanpa pemasakan awal (pada teknik 1,
2, dan 3) memiliki viskositas jatuh yang lebih besar dibandingkan
dengan tepung dengan perlakuan pemasakan awal (pada teknik 4, 5, dan
6). Hal ini berarti tepung hasil teknik 1, 2, dan 3 bersifat kurang stabil
karena mengalami perubahan drastis menjadi lebih encer saat
pemanasan dan pengadukan. Penurunan viskositas pada pemanasan
akibat pecahnya granula yang telah membengkak dan mengalami
fragmentasi (Swinkels, 1985).
60

Tepung hasil teknik 4, 5, 6 lebih stabil karena hanya mengalami


sedikit perubahan dimana tepung hasil teknik 4 dan 5 menjadi lebih
kental sedangkan tepung hasil teknik 6 mengalami sedikit perubahan
menjadi lebih encer. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa
tepung dengan perlakuan pemasakan awal memiliki ketahanan yang
cukup baik terhadap perlakuan pemanasan dan pengadukan. Tepung ini
baik digunakan pada pengolahan produk yang melalui proses
pemanasan dan pengadukan seperti suun, pie filling, dan sup.

6. Stabilitas Pasta (SP)


Stabilitas pasta bernilai positif jika terjadi peningkatan viskositas
dan bernilai negatif jika terjadi penurunan viskositas selama pemanasan
20 menit pada suhu konstan 950C. Tepung yang dianalisis cenderung
memiliki rata-rata stabilitas pasta yang baik kecuali tepung hasil teknik
1 dan teknik 2 (-84 + 7.5 BU dan -45.6 + 15.6 BU) karena tepung
tersebut mengalami penurunan viskositas yang cukup besar selama
pemanasan.
Data yang didapatkan diatas menunjukkan bahwa selama
pemanasan konstan, tepung hasil teknik 1, 2, dan 3 mengalami
penurunan viskositas sedangkan tepung hasil teknik 4, 5, dan 6
mengalami peningkatan viskositas. Hal ini berarti tepung hasil teknik 1,
2, dan 3 kurang stabil terhadap pemanasan. Perlakuan pemasakan awal
(pada teknik 4, 5, dan 6) cenderung meningkatkan viskositas dengan
kenaikan yang cukup kecil sehingga dapat disimpulkan bahwa tepung 4,
5 dan 6 memiliki stabilitas pasta yang cukup baik.
Dari sisi kestabilan terhadap panas maka pati dengan stabilitas
baik sangat cocok digunakan dalam proses yang membutuhkan
pemanasan. Proses yang membutuhkan pemanasan contohnya adalah
pembotolan produk seperti salad dressing. Namun produk ini juga
membutuhkan sifat pati yang stabil terhadap shear dan asam (Rapaille
dan Vanhelmerijk, 1994). Setiap jenis pati memiliki karakteristik
tertentu dengan sifat fungsional yang berbeda pula. Gambar berikut
61

merupakan perbandingan profil amilografi dari beberapa jenis pati yang


menunjukkan sifat fungsional patinya.

Gambar 23. Perbandingan kurva amilograf dari beberapa pati

h. Stabilitas Produk Terhadap Pembekuan dan Thawing


Proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi
disebut retrogradasi (Winarno, 1984). Retrogradasi meningkat saat gel pati
diberi perlakuan pembekuan dan thawing. Pembekuan gel pati
menyebabkan terjadinya tahap pemisahan pada saat pembentukan kristal
es. Selama thawing, air dapat keluar dari gel yang disebut sineresis.
Pengetahuan tentang stabilitas terhadap pembekuan dan thawing
diperlukan karena memegang peran kritis pada kestabilan produk beku dan
produk yang disimpan pada suhu dingin.
Rata-rata persentase sineresis pada gel tepung ubi jalar berkisar
antara 26.82 sampai 70.20 % w/w. Berdasarkan Gambar 24 dan Gambar
25 dapat disimpulkan bahwa tepung yang dibuat dengan teknik 3 memiliki
sineresis terbesar pada siklus 1 sampai 3. Hal ini ditunjukkan dengan
tingginya persentase sineresis yang terjadi pada gel dari tepung hasil
teknik 3.
62

80
70
60

Sineresis (%)
50 Teknik 1
40 Teknik 2
30 Teknik 3

20
10
0
0 1 2 3 4 5
Siklus

Gambar 24. Pengaruh Perlakuan Teknik Pengolahan terhadap Stabilitas


Pembekuan - Thawing Tepung Ubi Jalar tanpa Perlakuan
Pengukusan

80
70
60
Sineresis (%)

50 Teknik 4
40 Teknik 5
30 Teknik 6

20
10
0
0 1 2 3 4 5
Siklus

Gambar 25. Pengaruh Perlakuan Teknik Pengolahan terhadap Stabilitas


Pembekuan - Thawing Tepung Ubi Jalar dengan Perlakuan
Pengukusan

Berdasarkan analisis ragam terhadap data stabilitas pembekuan dan


thawing pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 16), faktor perlakuan
teknik pengolahan berpengaruh nyata pada siklus pertama dan kedua. Uji
lanjut Duncan (Tabel 14) menunjukkan bahwa pada siklus pertama
persentase sineresis terbesar pada tepung hasil teknik 3, lalu diikuti dengan
63

tepung hasil teknik 5 dan 6, dan persentase sineresis terendah pada tepung
hasil teknik 1, 2, dan 4. Hal ini berarti bahwa tepung hasil teknik 3 tidak
tahan terhadap proses pembekuan dan thawing. Penggunaan suhu tinggi
(pada drum dryer) dan pemasakan awal menurunkan stabilitas terhadap
pembekuan dan thawing.

Tabel 14. Pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap sineresis gel


tepung ubi jalar
Teknik Siklus 1 Siklus 2
1 33.27cd 32.25c
2 29.62d 26.82d
3 62.26a 70.20a
4 34.56cd 33.16c
5 41.89b 39.66b
6 37.50bc 35.49c
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata

Demikian pula pada siklus kedua, persentase sineresis terbesar


dimiliki oleh tepung hasil teknik 3, diikuti oleh tepung hasil teknik 5,
kemudian persentase sineresis tepung hasil teknik 1, 4, dan 6 tidak berbeda
nyata, serta persentase sineresis terendah pada tepung hasil teknik 2. Pada
siklus ketiga dan keempat, tidak ada perbedaan yang nyata pada persentase
sineresis diantara tepung yang dihasilkan.
Proses pembekuan dapat menyebabkan terjadinya retrogradasi
dimana molekul amilosa yang telah keluar dari granula berikatan kembali
dan menggabungkan butir pati yang membengkak itu menjadi semacam
jaring-jaring membentuk mikrokristal dan mengendap (Winarno, 1995).
Persentase sineresis yang tinggi pada tepung hasil teknik 3 mungkin
disebabkan oleh banyaknya air yang keluar dari rongga-rongga jaringan
yang terbentuk dari butir pati dan endapan amilosa saat terjadi proses
thawing. Oleh karena rongga jaringan yang terbentuk cukup besar maka
air yang terperangkap akan keluar dalam jumlah yang cukup banyak pula.
Besarnya sineresis gel tepung berhubungan dengan penurunan
mutu produk. Pencegahan terhadap proses retrogradasi dapat
menghasilkan produk dengan stabilitas yang baik terhadap pembekuan dan
thawing produk, sehingga dapat meningkatkan umur simpan produk
64

pangan (Luallen, 2000). Dari data yang dihasilkan dapat dilihat nilai rata-
rata sineresis yang tidak berbeda jauh diantara tepung-tepung yang
dihasilkan kecuali tepung hasil teknik 3 (diiris-tanpa dikukus-drum dryer)
sehingga tepung tersebut tidak cocok jika digunakan untuk pengolahan
produk beku atau produk yang disimpan pada suhu dingin.

D. ANALISIS KARAKTERISTIK ROTI MANIS UBI JALAR

Metode yang digunakan pada pembuatan roti manis ubi jalar adalah
metode adonan cepat (Subarna, 1992) karena metode ini lebih mudah dan
cepat dibandingkan dengan metode pembuatan roti manis lainnya. Komposisi
bahan pada pembuatan roti manis disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Komposisi Bahan Pembuatan Roti Manis


Bahan Jumlah (%)
Tepung 100
Ragi 2.5
Garam 1.5
Gula 22
Susu skim 4
Margarin 16
Telur 10
Air 50
Bread improver 1.6

(a) (b) (c)


Gambar 26. Roti Manis Ubi Jalar Termodifikasi Fisik Tanpa Perlakuan Awal
(a) Tepung teknik 1; (b) Tepung teknik 2; (c) Tepung teknik 3
65

Komposisi ini berdasarkan pada hasil tinjauan pustaka (Winata, 2001).


Waktu pembentukan cream adalah +15 menit. Final Proofing dilakukan pada
alat proofing yang sudah diatur suhu dan kelembaban yaitu berturut-turut 380C
dan 80-85% selama 45 menit. Waktu pemanggangan roti berkisar antara 20-40
menit dengan suhu pemanggangan 3000F.

a. Pengembangan Roti
Pengamatan terhadap pengembangan roti manis ubi jalar secara
visual memperlihatkan bahwa roti manis ubi jalar tidak memiliki daya
kembang yang baik. Hal ini disebabkan ubi jalar tidak memiliki gluten
dimana gluten berfungsi untuk mempertahankan udara yang masuk ke
dalam adonan pada saat proses pengadukan, dan gas CO2 yang dihasilkan
oleh ragi pada waktu fermentasi, sehingga adonan menjadi mengembang.

b. Warna Roti
Secara visual, faktor warna memegang peranan penting dan
menentukan pilihan suka atau tidak suka terhadap produk. Semakin lama
pemanggangan, warna produk akan semakin coklat karena terjadinya reaksi
pencoklatan. Warna yang lebih pucat akan menimbulkan kesan produk
belum matang, sedangkan warna yang terlalu coklat menimbulkan kesan
gosong. Warna kerak roti yang baik menurut U.S. Wheat Associates (1983)
yang diacu oleh Sulistianing (1995) adalah coklat kekuningan atau
keemasan, sedangkan warna remah adalah putih terang.
Pengamatan terhadap warna roti secara visual dimana warna kerak
(crust) yang dihasilkan adalah coklat kemerahan dari tepung tanpa
pemasakan awal dan pengeringan drum dryer (teknik 3). Sedangkan warna
remah (crumb) yang dihasilkan adalah kuning kecoklatan. Untuk tepung
tanpa pemasakan awal dan pengeringan sinar matahari dan oven (teknik 1
dan 2), warna keraknya adalah kuning pucat, sedangkan warna remahnya
adalah putih kekuningan.

c. Rasa
Rasa dinilai dengan tanggapan rangsangan kimiawi oleh indra
pencicip (lidah), dimana akhirnya keseluruhan interaksi antara sifat-sifat
66

aroma, rasa, dan tekstur merupakan keseluruhan rasa makanan yang dinilai
(Nasution, 1980). Rasa yang mendominasi pada roti manis ubi jalar
berbahan dasar tepung hasil pengolahan teknik 1 dan 2 adalah rasa tepung
ubi jalar yang masih mentah. Sedangkan pada roti manis berbahan dasar
tepung hasil pengolahan teknik 3 adalah rasa roti yang cukup matang
dengan sedikit rasa manis.

d. Aroma
Syarat aroma tercium adalah ada sejumlah komponen volatil yang
berasal dari makanan yang dapat dihirup. Aroma roti terutama dihasilkan
dari proses fermentasi dan asam-asam lemak yang bersifat volatil yang
berasal dari shortening. Fermentasi gula oleh ragi akan memberikan aroma
khas pada roti. Aroma yang didapatkan pada roti manis ubi jalar yang
dihasilkan adalah aroma khas ubi jalar.

e. Tekstur
Sifat keras atau lunaknya tekstur roti tergantung pada besarnya gaya
atau tekanan yang dibutuhkan untuk menimbulkan perubahan bentuk atau
ukuran dari roti tersebut. Sedangkan sifat kasar atau halusnya remah roti
tergantung pada vibrasi yang berasal dari permukaan remah roti yang
bergelombang, yang dapat dirasakan pada saat terjadi pergeseran
permukaan pada kulit (Sulistianing, 1995).
Tekstur permukaan dan remah roti manis ubi jalar yang dihasilkan
dari tepung hasil pengolahan teknik 1 dan 2 adalah keras dan kasar,
sedangkan untuk tepung hasil pengolahan teknik 3 dihasilkan roti dengan
tekstur permukaan yang lunak dari permukaannya yang bergelombang serta
tekstur remah yang halus.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Hasil analisis karakteristik ubi jalar varietas sukuh menunjukkan


bahwa rata-rata kadar air sebesar 61.48 % bb atau 159.83 %bk, kadar abu 0.72
%bb atau 1.87 %bk, kadar protein 1.29 %bb atau 3.35 %bk, kadar lemak 0.19
%bb atau 0.49 %bk, dan kadar karbohidrat 36.32 %bb atau 94.29 %bk.
Pada penelitian ini dilakukan modifikasi fisik tepung ubi jalar dengan
berbagai teknik pengolahan (meliputi penghancuran, perlakuan pemasakan
awal, dan teknik pengeringan). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
dapat disimpulkan bahwa faktor perlakuan teknik pengolahan berpengaruh
nyata terhadap kadar air, densitas kamba, warna (L, a, b), sifat mikroskopis
granula pati, IPA dan IKA, pati tergelatinisasi, sifat amilografi tepung, dan
stabilitas terhadap pembekuan dan thawing produk tepung ubi jalar (siklus 1
dan siklus 2). Perlakuan teknik 4, 5, dan 6 meningkatkan densitas kamba,
menurunkan kecerahan, meningkatkan derajat hue, menghilangkan efek
birefrigence, mengubah ukuran dan bentuk granula pati, menaikkan IPA dan
IKA, menurunkan suhu awal gelatinisasi, viskositas puncak, viskositas balik,
viskositas jatuh, dan meningkatkan stabilitas pasta. Perlakuan teknik 3 dan 6
menurunkan kecerahan, meningkatkan derajat hue, menghilangkan efek
birefrigence, mengubah ukuran dan bentuk granula pati, menaikkan IPA dan
IKA, menaikkan absorbansi pati tergelatinisasi, menurunkan suhu awal
gelatinisasi, viskositas balik, viskositas jatuh, dan meningkatkan stabilitas
pasta.
Penelitian dilanjutkan dengan aplikasi pada pembuatan roti manis ubi
jalar. Kondisi proses yang digunakan yaitu waktu pembentukan cream selama
+ 15 menit, suhu dan kelembaban final proofing yaitu berturut-turut 380C dan
80-85% selama 45 menit, serta waktu pemanggangan roti berkisar antara 20-
40 menit dengan suhu pemanggangan 3000F. Roti manis ubi jalar tidak
memiliki daya kembang yang baik, warna kerak (crust) yang dihasilkan
adalah coklat kemerahan dan kuning pucat, serta warna remah (crumb) yang
dihasilkan adalah kuning kecoklatan dan putih kekuningan. Rasa yang
68

mendominasi pada roti manis ubi jalar berbahan dasar tepung hasil
pengolahan menggunakan teknik 1 dan 2 adalah rasa tepung ubi jalar yang
masih mentah. Sedangkan pada roti manis berbahan dasar tepung hasil
pengolahan teknik 3 adalah rasa roti yang cukup matang dengan sedikit rasa
manis. Roti manis ini beraroma khas ubi jalar. Tekstur roti manis ubi jalar
yang dihasilkan dari tepung hasil pengolahan teknik 1 dan 2 adalah keras dan
kasar, sedangkan untuk tepung dengan pengolahan teknik 3 dihasilkan roti
dengan tekstur permukaan yang lunak dan halus.

B. SARAN

Beberapa hal yang dapat disarankan berdasarkan penelitian yang telah


dilakukan antara lain:
1. Perlu dilakukan analisis untuk mengetahui ketahanan tepung ubi jalar
termodifikasi fisik yang dihasilkan terhadap kondisi asam
2. Perlu dipelajari pengaruh suhu dan waktu proses terhadap karakteristik
fisikokimia tepung ubi jalar
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi pada pembuatan
produk pangan lain selain roti manis.
69

DAFTAR PUSTAKA

AACC, 1983. American Association Of Cereal Chemist Approved methods. Vol


II.

Anonim. 2001. Usaha Peningkatan Mutu Pati Singkong dan Pembuatan


Derivatnya sebagai Bahan Pendukung dalam Industri Farmasi:
Karakterisasi Pregelatinized amylum. http://digilib.litbang.depkes.go.id
[12 September 2006]

Anwar, F., B. Setiawan dan A. Sulaeman. 1993. Studi Karakteristik Fisiko Kimia
dan Fungsional Pati dan Tepung Ubi Jalar serta Pemanfaaatannya dalam
Rangka Diversifikasi Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official


Analytical Chemist. AOAC Int., Washington.

Apriyantono, A. D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Y. Sedarnawati dan B. Budiyanto.


1999. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. PAU IPB, Bogor.

Ariwibawa, P. 2005. Formulasi minuman puree ubi jalar dan kestabilan beta
karoten selama penyimpanan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB,
Bogor.

Badan Pusat Statistik, 2006. Food Crops Statistics. http://www.bps.go.id. [7 April


2007]

Banks, W. dan C.T.Greenwood. 1975. Starch and Its Components. Helsted Press,
John Willey and Sons, New York.

Bello-Perez, L.A., S.M. Contreras-Ramos, R.Romero-Manilla, J.Solorza-Feria


dan A.Jimenez-Aparicio. 2002. Chemical and Functional Properties of
Modified Starch from Banana Musa parasisiaca L. (Var Macho). Journal
Agrociencia (36):169-180.

Bergthaller, W. 2000. Developments in potato starches. Di dalam: A.C.Eliasson


(ed). Starch In Foods. Structure, function and applications. CRC Press
LLC, USA.

Brennan, J.G. Butter, J.R., Cowell, N.D. dan Lilly, A.V.E. 1984. Food
Engineering Operations. Applied Science Publishers Limited, London.

Brooker, D.B., F.W. Bakker, dan C.W. Hall. 1973. Drying Cereal Grains. The
AVI Publishing Co., Inc. Westport, Connecticut, USA.
70

Collison, R. 1968. Swelling and gelation of starch. Di dalam : J.A. Radley. Starch
and Its Derivatives. Chapman and Hall, Ltd., London.

Cornell, H. 2000. The functionality of wheat starch. Di dalam: A.C.Eliasson (ed).


Starch In Foods. Structure, function and applications. CRC Press LLC,
USA.

Cready, R. M. 1970. Starch and dextrin. Di dalam : M.A. Joslyn (ed). Methods in
Food and Food Analysis. Academic Press, New York.

Darmadjati, D.S. 2003. Penelitian dan Potensi Bahan serta Produk untuk
Kesehatan dan Kebugaran. Makalah Seminar. Keseimbangan Flora Usus
bagi Kesehatan dan Kebugaran, Bogor.

DAppolonia, B.L. 1971. Effect of bread ingredient on starch gelatinization


properties as measured by the amilograph. Cereal Chem. 9:532-543.

Departemen Pertanian. 2006. Pusat Data dan Informasi Pertanian.


http://www.deptan.go.id. [26 April 2007]

Desroiser, N.W. 1988. The Technology of Food Preservation. Di dalam: E.N.


Ningrum. 1999. Kajian Teknologi Pembuatan Tepung Ubi Jalar Instan
Kaya Pro Vitamin A. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Direktorat Gizi Depatemen Kesehatan RI. 1993. Daftar Komposisi Bahan


Makanan. Bharata, Jakarta.

Djuanda, V. 2003. Optimasi Formulasi Cookies Ubi Jalar (Ipomoea batatas)


Berdasarkan Kajian Preferensi Konsumen. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB, Bogor.

Fatonah, W. 2002. Optimasi produk selai dengan bahan baku ubi jalar Cilembu.
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Febriyanti, T. 1990. Studi Karakteristik Fisikokimia dan Fungsional Beberapa


Varietas Tepung Singkong. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB,
Bogor.

Fennema, O.R. 1982. Food Chemistry, 2nd Edition, Marcel Dekker, Inc. New
York.

Glicksman, M. 1969. Gum Technology in The Food Industry. Academic Press,


New York.

Gomez, M.H. dan J.M. Aguilera. 1983. Changes in The Starch Fraction During
Extrusion Cooking of Corn. Journal Food Science 48 (2):378-381.

Grace, M.A. 1977. Cassava Processing. FAO, Rome.


71

Greenwood, C.T. 1979. Observation on the structure of the starch granules. Di


dalam : J.M.V. Blanshard dan J.R. Mitchel (eds). Polysaccharides in Food.
Butter Worths, London.

Greenwood, C.T. dan D.N. Munro. 1979. Carbohydrates. Di dalam : Muchtadi,


T.R., P. Haryadi, dan A.B. Azra. 1987. Teknologi Pemasakan Ekstrusi.
Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.

Gujska, E., dan K. Khan. 1991. Feed moisture effects on functional properties,
trypsin inhibitor and hemmagglutinating activies of extruded bean high
starch fractions. Journal Food Science 56:443-447.

Hall, C.W. 1979. Dictionary of Drying. Marcell Dekker. Inc. New York and
Bassel.

Hadisetiawati, H. 2005. Formulasi dan karakteristik fisik, kimia, serta


organoleptik produk reconstitued chips berbahan baku ubi jalar dan pati
jagung. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Hodge, J.E. dan E.M Osman. 1976. Carbohydrates. Di dalam: Muchtadi T.R., P.
Haryadi, dan A.B. Azra. 1987. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Pusat
Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.

Ishiguro, K, T. Noda, O. Yamakawa. 2003. Effect of cultivation on retrogradation


of sweetpotato starch. Journal Starch 55:564-568.

Ismail, M.K. 2001. Food that give vitamin A. www.bawarchi.com/health/food-


vita.html. [1 November 2007]

Jangchud, K., Y.Phimolsiripol, V. Haruthaitanasan. 2003. Physicochemical


Properties of Sweet Potato Flour and Starch as Affected by Blanching and
Processing. Journal Starch 55:258-264.

Kadarisman, D., dan A. Sulaeman. 1993. Teknologi Pengolahan Ubi Kayu dan
Ubi Jalar. Di dalam : Dhania, Sendhi. Langkah Awal Penggandaan Skala
Tepung Ubi Jalar dan Beberapa Karaktersitiknya. Skripsi. Fakultan
Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Kasemsuwan, T. dan Jane, J. 1992. Location of amylase in normal starch


granules. II. Locations of phosphodiester cross-linkingrevealed by
phosphorous-31 nuclear magnetic resonance. Di dalam: Ulyarti.
Mempelajari sifatsifat amilografi amilosa, amlilopektin, dan
campurannya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Khalil, 1999. Pengaruh Kandungan Air dan Ukuran Partikel Terhadap Perubahan
Perilaku Fisik Bahan Pangan Lokal: Kerapatan Tumpukan, Kerapatan
Pemadatan, dan Bobot Jenis. Media Peternakan Vol. 22 No 1:1-11.
72

Khasanah, U. 2003. Formulasi, Karakterisasi Fisikokimia dan Organoleptik


Produk Makanan Sarapan Ubi Jalar (Sweet Potato Flakes). Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Krugar, L.H. dan Murray, R. 1979. Starch Texture. Di dalam : deMann, J.M.,
Voisey, P.W., Rasper, V.F., dan Stanley, D.W. (eds). Rheology and
Texture in Food Quality. AVI Publishing Company, Connecticut. USA

Kusnandar, F. 2006. Modifikasi Pati dan Aplikasinya pada Industri Pangan. Food
Review Indonesia Vol 1 (3): 26-31.

Kusuma, M. H. 2007. Pembuatan Yogurt Ubi Jalar (Ipomoea batatas)


menggunakan kultur campuran bakteri asam laktat. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Lang, V., D. Vitapole, France. 2000. Development of a range of industrialised


cereal-based foodstuff, high in slowly digestible starch. Di dalam:
A.C.Eliasson (ed). Starch In Foods. Structure, function and applications.
CRC Press LLC, USA.

Lin, S., F.Hsieh, dan H.E. Huff. 1997. Effect of lipids and processing conditions
on degree of starch gelatinization of extruded dry pet food. Di dalam : The
effect of processing conditions on the quality of extruded catfish feed.
Journal American Society of Agricultural Engineers 43 (6):1737-1743.

Lingga, P., B. Sarwono, I. Rahardi, P.C. Rahardjo, J.J. Afriastini, R. Wudianto,


W.H. Apriadji. 1986. Bertanam Umbi-umbian. PT Penebar Swadaya,
Jakarta.

Luallen, T. 2000. Utilizing starches in product development. Di dalam:


A.C.Eliasson (ed). Starch In Foods. Structure, function and applications.
CRC Press LLC, USA.

Matz, S.A. 1972. Bakery Technology and Engineering. The AVI Publishing
Company Inc., Westport, Connecticut.

Miller, J.N. 1973. Starch amylosa. Di dalam : R.I. Whistler (ed). Industrial Gums
Polysaccharides and Their Derivatives. Academic Press, New York.

Mirnalia, R. 2003. Mempelajari Aspek Pengawasan Mutu Roti Manis di PT


Nippon Indosari Corporation Cikarang-Bekasi. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Moorthy, S.N. 2000. Tropical sources of starch. Di dalam: A.C.Eliasson (ed).


Starch In Foods. Structure, function and applications. CRC Press LLC,
USA.
73

Muchtadi, D. 1989. Aspek Biokimia dan Gizi dalam Keamanan Pangan. PAU
Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.

Muchtadi, T.R., P. Haryadi, A.B. Ahza. 1988. Teknologi Pemasakan Ekstrusi.


PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pangan dan
Pangan Bahan. PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Muharam, S. 1992. Studi Karakteristik Fisikokimia dan Fungsional Tepung


Singkong Dengan Modifikasi Pengukusan, Penyangraian, dan
penambahan GMS serta Aplikasinya dalam Pembuatan Roti Tawar.
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Muryati, S.A., A. Sulaeman dan F. Anwar. 1992. Pengolahan Pangan Tingkat


Rumah Tangga. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nasution, A. 1980. Metode Penilaian Citarasa. Departemen IKK, Faperta, IPB.


Bogor.

Ningrum, E.N. 1999. Kajian Teknologi Pembuatan Tepung Ubi Jalar Instan Kaya
Pro Vitamin A. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Nuraini. 2004. Pengolahan Tepung Ubi Jalar dan Produk-produknya untuk


Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan. Di dalam:
http://tumoutou.net/pps702_9145/nuraini.pdf [23 Agustus 2007]

Osman, E.M. 1972. Starch and other polysaccharides. Di dalam : P.J. Paul dan
H.H. Palmer (eds.). Food Theory and Applications. John Willey and Sons,
Inc., New York.

Osundahunsi, O.F, N.F. Tayo, K.Ellina, dan S. Eyal. 2003. Comparison of the
Phsicochemical Properties and Pasting Characteristic of Flour and Starch
From Red and White Sweet Potato Cultivar. Journal Agricultural and
Food Chemistry 51:2232-2236

Pomeranz, Y dan C.E. Meloan. 1978. Food Analysis Theory and Practise. The
AVI Publ. Co Inc. Westport, Connecticut

Pomeranz, Y. 1991. Functional Properties of Food Components. SAcademic


Press, Inc., New York.

Rapaille, A. Dan Vanhelmerijk, J. 1994. Modified Starches. Di dalam: Imeson,


A. (Ed). Thickening and Gelling Agents for Food. Chapman and Hall.
London.
74

Remsen, C.H. dan J.P. Clark. 1978. A viscosity model for a cooking dough. Di
dalam: J.M. Harper (ed). Extrusion of Food vol II. CRC Press, Inc.
Florida.

Richey, C.B., P. Jacobson, dan C.W. Hall. 1961. Agricultural Engineering hand
Book. Mc Graw Hill Book Co., Inc., New York.

Ropiq, S., Sukardi dan T.K. Bunasor. 1988. Ekstraksi dan Karakterisasi pati
Ganyong (Canna edulis Kerr). Jurnal Teknologi Industri Pertanian
3(1):21-26.

Rukmana, R. 1997. Ubi Jalar. Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius, Yogyakarta.

Sastrodipuro, D. 1985. Karakteristik Pati dan Biokonversi Beberapa Varietas Ubi


Jalar dalam Pembuatan Sirup Fruktosa. Thesis. Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB, Bogor.

Setiawan, E. 2005. Pembuatan Mie Kering dari Ubi jalar (Ipomoea batatas) dan
penentuan Umur Simpan dengan metode Akselerasi. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Simanjuntak, F.L.M.T. 2001. Pemanfaatan Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) sebagai
Bahan Dasar pembuatan Mie Kering. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB, Bogor.

Soemartono. 1984. Ubi Jalar. CV Yasaguna, Jakarta.

Smith, P.S. 1982. Starch Derivatives and their uses in foods. Di dalam: D.R.
Lineback dan G.E. Inglett (eds). Food Carbohydrate. AVI Publishing
Co.Inc., Westport, Connecticut.

Steinbauer, C.E. dan L.J.Kushman. 1971. Sweet Potato Culture and Disease
Agricultural Hancbook No.388. Agricultural Research Service-United
States Department of Agriculture, Washington, D.C.

Suismono. 1995. Kajian Teknologi Pembuatan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea


batatas) dan Manfaatnya untuk Produk Ekstrusi Mie Basah. Thesis. Pasca
Sarjana. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Sulistianing, R. 1995. Pembuatan dan Optimasi Formula Roti Tawar dan Roti
Manis Skala Kecil. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertania, IPB, Bogor.

Sulistiyo, C.N. 2006. Pengembangan Brownies Kukus Tepung Ubi Jalar (Ipomoea
batatas) di PT FITS Mandiri Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB, Bogor.

Sultan, W. J. 1981. Practical Baking. The AVI Publishing Company Inc.,


Westport, Connecticut.
75

Sutijahartini, S. 1985. Pengeringan. Jurusan Teknologi Industri Pertanian,


Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Swinkles, J.J.M. 1985. Sources of starch, its chemistry and physic. Di dalam: Van
Beynum, G.M.A. dan J.A. Roels. Starch Conversion Technology. Marcel
Dekker, Inc., New York.

Taggart, P. 2000. Starch as an ingridient : manufacture and applications. Di


dalam: A.C.Eliasson (ed). Starch In Foods. Structure, function and
applications. CRC Press LLC, USA.

Ulyarti. 1997. Mempelajari sifatsifat amilografi amilosa, amlilopektin, dan


campurannya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Villareal, R.J., T.D. Griggs. 1982. Sweet Potato Preceeding of The 1st
International Symposium. AVRDC, Philipines.

Whistler, R.L. dan J.R. Daniel. Carbohydrates. Di dalam: Fennema, O.R. (Ed).
Food Chemistry, 2nd Edition, Marcel Dekker, Inc. New York.

Widarsono, W. 1993. Mempelajari pembuatan manisan kering ubi jalar (Ipomoea


batatas) dan pengamatan sifat-sifat manisan yang dihasilkan. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Widodo, Y. 1989. Prospek dan Strategi Pengembangan Ubi Jalar sebagai sumber
Devisa. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 8(4):83-88.

Winarno, F.G. dan Jenie, S.L. 1974. Dasar Pengawetan, Sanitasi dan Peracunan.
Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fatemeta, IPB. Bogor.

Winarno, F.G. 1981. Bahan Pangan Terfermentasi. Kumpulan Pikiran dan


Gagasan Tertulis. Pusbangtepa. IPB, Bogor.

Winarno, F.G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Winata, A. Y. 2001. Karakterisasi Tepung Sukun (Artocarpus altilis) Pramasak


Hasil Pengeringan Drum Serta Aplikasinya Untuk Substitusi Tepung
Terigu Pada Pembuatan Roti manis. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian,
IPB, Bogor.

Wincy. 2001. Karakterisasi Tepung Sukun (Artocarpus altilis) Pramasak Hasil


Pengeringan Kabinet dan Aplikasinya untuk Substitusi Tepung Terigu
Pada Pembuatan Kukis. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB,
Bogor.
76

Wirakartakusumah, M.A. 1981. Kinetics of Starch Gelatinization and Water


Absorption in Rice. PhD Disertation, Univ. of Wisconsin, Madison.

Wirakartakusumah, M.A., A. Kamaruddin, A.M. Syarif. 1992. Sifat Fisik Pangan.


Depdikbud PAU Pangan dan Gizi. PT Gramedia. Jakarta.

Yunus, M.A. 1997. Pengembangan produk french fries menggunakan bahan baku
ubi jalar. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
77

Lampiran 1. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar Teknik 1

Ubi Jalar

dikupas kulit

direndam dalam larutan metabisulfit 0,3%

diiris dengan slicer tipe schredder

Sawut ubi jalar

dikeringkan
dengan Sinar
Matahari,
t =12-36 jam
smp KA 12%

digiling dengan disc mill

diayak 80 mesh

Tepung Ubi Jalar


78

Lampiran 2. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar Teknik 2

Ubi Jalar

dikupas kulit

direndam dalam larutan metabisulfit 0,3%

diiris dengan slicer tipe schredder

Sawut ubi jalar

dikeringkan
dengan oven pengering
T = 600C, t = 10-12 jam
smp KA 12%

digiling dengan disc mill

diayak 80 mesh

Tepung Ubi Jalar


79

Lampiran 3. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar Teknik 3

Ubi Jalar

dikupas kulit

direndam dalam larutan metabisulfit 0,3%

diiris dengan slicer tipe slicer 1/16, 1.5

Chips ubi jalar

dikeringkan
dengan drum dryer
T = 80-1000C

digiling dengan disc mill

diayak 80 mesh

Tepung Ubi Jalar


80

Lampiran 4. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar Teknik 4

Ubi Jalar

dikupas kulit

direndam dalam larutan metabisulfit 0,3%

diiris dengan slicer

Sawut ubi jalar

diretort
0
T=100 C, t =30menit

dikeringkan
dengan Sinar
Matahari,
t =12-36 jam
smp KA 12%

digiling dengan disc mill

diayak 80 mesh

Tepung Ubi Jalar


81

Lampiran 5. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar Teknik 5

Ubi Jalar

dikupas kulit

direndam dalam larutan metabisulfit 0,3%

diiris dengan slicer

Sawut ubi jalar

diretort
0
T=100 C, t =30menit

dikeringkan
dengan oven pengering
T = 600C, t = 10-12 jam
smp KA 12%

digiling dengan disc mill

diayak 80 mesh

Tepung Ubi Jalar


82

Lampiran 6. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar Teknik 6

Ubi Jalar

dikupas kulit

diretort
T=1000C, t =30menit

dikeringkan
dengan drum dryer
T = 80-1000C

digiling dengan disc mill

diayak 80 mesh

Tepung Ubi Jalar


83

Lampiran 7. Peralatan dalam Pembuatan Tepung Ubi Jalar

Abrassive peeler Slicer Retort

Oven Pengering Drum dryer

Disc Mill Saringan


84

Lampiran 8. Proses Pembuatan Roti Manis Metode Adonan Cepat


(Subarna, 1992)

Gula, garam, susu


skim, margarin, telur

Tepung, Ragi roti,


Bread Improver, Air
Creaming

Pencampuran / Pengadukan dengan mixer

Pembentukan
(dividing, rounding, intermediate proffing, & moulding)

Fermentasi akhir
0
(38 C, RH 80-85%, + 1jam)

Pemanggangan
(3500F, + 12 menit)

Roti Manis
85

Lampiran 9. Data Analisis Tepung Ubi Jalar Termodifikasi Fisik

Ul Teknik Kadar air Densitas Absorbansi Stabilitas Thd


IKA Warna
(%bb) kamba Pati IPA Pembekuan&Thawing
(g/ml) Tergelatinisasi (g/ml) S1 S2 S3 S4 L a b C h
1 1 7.80 0.40 0.010 2.96 0.0077 32.26 33.54 26.74 38.04 64.22 5.15 0.25 5.15 2.73
2 7.00 0.40 0.017 2.72 0.0087 31.67 33.22 32.77 36.40 64.02 6.76 1.21 6.87 10.07
3 6.32 0.40 0.003 3.00 0.0087 35.88 29.98 30.57 41.35 64.67 7.40 0.63 7.42 4.80
1 2 8.57 0.42 0.011 3.20 0.0109 33.40 31.96 41.74 38.55 65.87 4.68 2.64 5.37 29.40
2 7.14 0.40 0.006 3.44 0.0144 29.81 23.22 38.15 39.95 63.60 4.21 1.04 4.34 13.47
3 6.70 0.40 0.004 3.41 0.0140 25.64 25.28 37.37 39.96 64.60 4.29 0.06 4.29 0.73
1 3 10.38 0.47 1.117 7.58 0.0478 59.45 70.72 67.36 53.09 65.16 4.29 3.06 5.26 35.43
2 8.92 0.34 0.826 8.04 0.0296 62.60 67.15 30.49 30.72 61.74 3.86 1.59 4.18 22.33
3 7.70 0.29 0.641 8.08 0.0351 64.72 72.74 71.98 67.11 61.01 4.04 1.63 4.35 21.90
1 4 8.97 0.73 0.140 5.11 0.0273 38.43 36.49 37.46 35.37 63.70 4.77 2.98 5.62 31.97
2 6.33 0.67 0.112 5.74 0.0394 32.24 30.33 39.41 40.68 62.41 7.23 1.17 7.32 9.10
3 6.37 0.68 0.051 6.33 0.0399 33.02 32.65 44.30 41.19 59.62 4.61 1.17 4.71 14.20
1 5 7.79 0.72 0.206 5.71 0.0313 42.30 39.83 43.80 36.11 63.63 4.38 2.69 5.14 31.53
2 6.04 0.66 0.105 6.44 0.0429 40.47 37.96 36.39 40.66 61.39 4.03 1.37 4.25 18.67
3 5.84 0.66 0.114 6.26 0.0412 42.90 41.20 43.21 43.01 61.80 4.02 0.62 4.06 8.53
1 6 7.32 0.70 0.840 7.38 0.0408 38.03 38.29 47.17 26.17 59.50 3.88 3.60 5.29 42.80
2 5.73 0.56 0.277 7.35 0.0616 37.21 32.76 40.41 36.23 59.81 3.90 5.95 7.11 56.83
3 6.27 0.60 0.413 6.62 0.0606 37.26 35.43 46.17 39.27 59.91 4.00 6.17 7.35 57.03
86

Lampiran 10. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap kadar air
tepung ubi jalar
KADARAIR

GeneralLinearModelsProcedure
ClassLevelInformation

ClassLevelsValues

PERLK6123456
ULANGAN3123

Numberofobservationsindataset=18

DependentVariable:KA

SourceDFSumofSquares MeanSquareFValuePr>F

Model 725.773750003.6819642919.650.0001
Error 101.873700000.18737000
CorrectedTotal1727.64745000

RSquareC.V.RootMSEKAMean
0.9322295.9391160.432862567.28833333

Source DFTypeIIISSMeanSquareFValuePr>F

PERLK512.851116672.5702233313.720.0003
ULANGAN212.922633336.4613166734.480.0001


Duncan'sMultipleRangeTestforvariable:KA

NOTE:ThistestcontrolsthetypeIcomparisonwiseerrorrate,notthe
experimentwiseerrorrate

Alpha=0.05df=10MSE=0.18737

NumberofMeans23456
CriticalRange.7875.8229.8438.8571.8660

Meanswiththesameletterarenotsignificantlydifferent.

DuncanGroupingMeanNPERLK

A9.000033

B7.470032
B
CB7.223334
CB
CB7.040031
C
C6.556735
C
C6.440036
Lampiran 11. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap densitas
kamba tepung ubi jalar
DENSITASKAMBA

GeneralLinearModelsProcedure
ClassLevelInformation

ClassLevelsValues
87

PERLK6123456
ULANGAN3123

Numberofobservationsindataset=18


DependentVariable:DK

SourceDFSumofSquaresMeanSquareFValuePr>F

Model70.366788890.0523984138.190.0001
Error100.013722220.00137222
CorrectedTotal170.38051111

RSquareC.V.RootMSEDKMean
0.9639377.0187720.037043520.52777778

SourceDFTypeIIISSMeanSquareFValuePr>F

PERLK50.348111110.0696222250.740.0001
ULANGAN20.018677780.009338896.810.0136

Duncan'sMultipleRangeTestforvariable:DK

NOTE:ThistestcontrolsthetypeIcomparisonwiseerrorrate,notthe
experimentwiseerrorrate

Alpha=0.05df=10MSE=0.001372

NumberofMeans23456
CriticalRange.06739.07042.07221.07335.07411

Meanswiththesameletterarenotsignificantlydifferent.

DuncanGroupingMeanNPERLK

A0.6933334
A
BA0.6800035
B
B0.6200036

C0.4066732
C
C0.4000031
C
C0.3666733
88

Lampiran 12. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap warna tepung
ubi jalar

Warna

GeneralLinearModelsProcedure
ClassLevelInformation

ClassLevelsValues

PERLK6123456
ULANGAN3123

Numberofobservationsindataset=18

DependentVariable:L

SourceDFSumofSquaresMeanSquareFValuePr>F

Model758.901988898.414569846.250.0052
Error1013.458522221.34585222
CorrectedTotal1772.36051111

RSquareC.V.RootMSELMean
0.8140071.8534391.1601087162.59222222

SourceDFTypeIIISSMeanSquareFValuePr>F

ULANGAN210.803477785.401738894.010.0525
PERLK548.098511119.619702227.150.0043

DependentVariable:a

SourceDFSumofSquaresMeanSquareFValuePr>F

Model716.002033332.286004763.440.0380
Error106.636966670.66369667
CorrectedTotal1722.63900000

RSquareC.V.RootMSEAMean
0.70683517.151070.814675804.75000000

SourceDFTypeIIISSMeanSquareFValuePr>F

PERLK515.325000003.065000004.620.0192
ULANGAN20.677033330.338516670.510.6153

89

DependentVariable:b

SourceDFSumofSquaresMeanSquareFValuePr>F

Model740.919616675.845659525.020.0113
Error1011.648233331.16482333
CorrectedTotal1752.56785000

RSquareC.V.RootMSEBMean
0.77841551.353041.079269812.10166667

SourceDFTypeIIISSMeanSquareFValuePr>F

PERLK538.866383337.773276676.670.0056
ULANGAN22.053233331.026616670.880.4441

DependentVariable:C

SourceDFSumofSquaresMeanSquareFValuePr>F

Model714.912055562.130293652.040.1482
Error1010.451122221.04511222
CorrectedTotal1725.36317778

RSquareC.V.RootMSECMean
0.58794118.761761.022307305.44888889

SourceDFTypeIIISSMeanSquareFValuePr>F

PERLK514.428044442.885608892.760.0806
ULANGAN20.484011110.242005560.230.7974

Duncan'sMultipleRangeTestforvariable:L

NOTE:ThistestcontrolsthetypeIcomparisonwiseerrorrate,notthe
experimentwiseerrorrate

Alpha=0.05df=10MSE=1.345852

NumberofMeans23456
CriticalRange2.1112.2062.2612.2972.321

Meanswiththesameletterarenotsignificantlydifferent.

DuncanGroupingMeanNPERLK

A64.690032
A
BA64.303331
BA
BAC62.636733
BC
BC62.273335
C
C61.910034

D59.740036
90

Duncan'sMultipleRangeTestforvariable:a

NOTE:ThistestcontrolsthetypeIcomparisonwiseerrorrate,notthe
experimentwiseerrorrate

Alpha=0.05df=10MSE=0.663697

NumberofMeans23456
CriticalRange1.4821.5491.5881.6131.630

Meanswiththesameletterarenotsignificantlydifferent.

DuncanGroupingMeanNPERLK

A6.436731
A
BA5.536734
B
B4.393332
B
B4.143335
B
B4.063333
B
B3.926736




Duncan'sMultipleRangeTestforvariable:b

NOTE:ThistestcontrolsthetypeIcomparisonwiseerrorrate,notthe
experimentwiseerrorrate

Alpha=0.05df=10MSE=1.164823

NumberofMeans23456
CriticalRange1.9632.0522.1042.1372.159

Meanswiththesameletterarenotsignificantlydifferent.

DuncanGroupingMeanNPERLK

A5.240036

B2.093333
B
B1.773334
B
B1.560035
B
B1.246732
B
B0.696731

91

Lampiran 13. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap IPA tepung
ubi jalar
IndeksPenyerapanAir

GeneralLinearModelsProcedure
ClassLevelInformation

ClassLevelsValues

PERLK6123456
ULANGAN3123

Numberofobservationsindataset=18

DependentVariable:IPA

SourceDFSumofSquaresMeanSquareFValuePr>F

Model761.085172228.7264531767.720.0001
Error101.288522220.12885222
CorrectedTotal1762.37369444

RSquareC.V.RootMSEIPAMean
0.9793426.5022430.358959925.52055556

SourceDFTypeIIISSMeanSquareFValuePr>F

PERLK560.7350277812.1470055694.270.0001
ULANGAN20.350144440.175072221.360.3006

Duncan'sMultipleRangeTestforvariable:IPA

NOTE:ThistestcontrolsthetypeIcomparisonwiseerrorrate,notthe
experimentwiseerrorrate

Alpha=0.05df=10MSE=0.128852

NumberofMeans23456
CriticalRange.6530.6824.6997.7108.7181

Meanswiththesameletterarenotsignificantlydifferent.

DuncanGroupingMeanNPERLK

A7.900033

B7.116736

C6.136735
C
C5.726734

D3.350032
D
D2.893331
92

Lampiran 14. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap IKA tepung
ubi jalar
IndeksKelarutanAir

GeneralLinearModelsProcedure
ClassLevelInformation

ClassLevelsValues

PERLK6123456
ULANGAN3123

Numberofobservationsindataset=18

DependentVariable:IKA

SourceDFSumofSquaresMeanSquareFValuePr>F

Model70.004602440.0006574912.610.0003
Error100.000521520.00005215
CorrectedTotal170.00512397

RSquareC.V.RootMSEIKAMean
0.89821923.133980.007221660.03121667

SourceDFTypeIIISSMeanSquareFValuePr>F

PERLK50.004486180.0008972417.200.0001
ULANGAN20.000116260.000058131.110.3656


Duncan'sMultipleRangeTestforvariable:IKA

NOTE:ThistestcontrolsthetypeIcomparisonwiseerrorrate,notthe
experimentwiseerrorrate

Alpha=0.05df=10MSE=0.000052

NumberofMeans23456
CriticalRange.01314.01373.01408.01430.01445

Meanswiththesameletterarenotsignificantlydifferent.

DuncanGroupingMeanNPERLK

A0.05433336

B0.03846735
B
B0.03750033
B
B0.03553334

C0.01310032
C
C0.00836731
93

Lampiran 15. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap absorbansi pati
tergelatinisasi tepung ubi jalar
ABSORBANSIPATITERGELATINISASI

GeneralLinearModelsProcedure
ClassLevelInformation

ClassLevelsValues

PERLK6123456
ULANGAN3123

Numberofobservationsindataset=18

DependentVariable:ADG

SourceDFSumofSquaresMeanSquareFValuePr>F

Model71.888366170.2697666015.230.0001
Error100.177070330.01770703
CorrectedTotal172.06543650

RSquareC.V.RootMSEADGMean
0.91427048.951970.133067780.27183333

SourceDFTypeIIISSMeanSquareFValuePr>F

PERLK51.767163170.3534326319.960.0001
ULANGAN20.121203000.060601503.420.0737

Duncan'sMultipleRangeTestforvariable:ADG

NOTE:ThistestcontrolsthetypeIcomparisonwiseerrorrate,notthe
experimentwiseerrorrate

Alpha=0.05df=10MSE=0.017707

NumberofMeans23456
CriticalRange.2421.2530.2594.2635.2662

Meanswiththesameletterarenotsignificantlydifferent.

DuncanGroupingMeanNPERLK

A0.861333

B0.510036

C0.141735
C
C0.101034
C
C0.010031
C
C0.007032
94

Lampiran 16. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap persentase
sineresis tepung ubi jalar
PersentaseSINERESIS

GeneralLinearModelsProcedure
ClassLevelInformation

ClassLevelsValues

PERLK6123456
ULANGAN3123

Numberofobservationsindataset=18

DependentVariable:SIKLUS1

SourceDFSumofSquaresMeanSquareFValuePr>F

Model72071.27170556295.8959579440.630.0001
Error1072.834188897.28341889
CorrectedTotal172144.10589444

RSquareC.V.RootMSESIKLUS1Mean
0.9660316.7724432.6987810039.84944444

SourceDFTypeIIISSMeanSquareFValuePr>F

PERLK52063.12749444412.6254988956.650.0001
ULANGAN28.144211114.072105560.560.5886

DependentVariable:SIKLUS2

SourceDFSumofSquaresMeanSquareFValuePr>F

Model73694.23010556527.74715794109.270.0001
Error1048.295655564.82956556
CorrectedTotal173742.52576111

RSquareC.V.RootMSESIKLUS2Mean
0.9870955.5499532.1976272639.59722222

SourceDFTypeIIISSMeanSquareFValuePr>F

PERLK53637.04742778727.40948556150.620.0001
ULANGAN257.1826777828.591338895.920.0201

DependentVariable:SIKLUS3

SourceDFSumofSquaresMeanSquareFValuePr>F

Model71425.77208333203.681726192.400.1016
Error10849.0877666784.90877667
CorrectedTotal172274.85985000
RSquareC.V.RootMSESIKLUS3Mean
0.62675221.954329.2145958541.97166667

SourceDFTypeIIISSMeanSquareFValuePr>F

PERLK51125.93698333225.187396672.650.0889
ULANGAN2299.83510000149.917550001.770.2204

95

DependentVariable:SIKLUS4

SourceDFSumofSquaresMeanSquareFValuePr>F

Model7673.8485888996.264084131.620.2345
Error10592.4308555659.24308556
CorrectedTotal171266.27944444

RSquareC.V.RootMSESIKLUS4Mean
0.53214819.139777.6969530040.21444444

SourceDFTypeIIISSMeanSquareFValuePr>F

PERLK5439.1045777887.820915561.480.2784
ULANGAN2234.74401111117.372005561.980.1885

Duncan'sMultipleRangeTestforvariable:SIKLUS1

NOTE:ThistestcontrolsthetypeIcomparisonwiseerrorrate,nottheexperimentwise
errorrate

Alpha=0.05df=10MSE=7.283419

NumberofMeans23456
CriticalRange4.9105.1315.2615.3445.399

Meanswiththesameletterarenotsignificantlydifferent.

DuncanGroupingMeanNPERLK

A62.25733

B41.89035
B
CB37.50036
C
CD34.56334
CD
CD33.27031
D
D29.61732

Duncan'sMultipleRangeTestforvariable:SIKLUS2

NOTE:ThistestcontrolsthetypeIcomparisonwiseerrorrate,notthe
experimentwiseerrorrate

Alpha=0.05df=10MSE=4.829566

NumberofMeans23456
CriticalRange3.9984.1784.2844.3524.397

Meanswiththesameletterarenotsignificantlydifferent.

DuncanGroupingMeanNPERLK

A70.20333

B39.66335

C35.49336
C
C33.15734
C
C32.24731

D26.82032
Hasil Penelitian 2007

KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA TEPUNG UBI JALAR


(Ipomoea batatas)

Elvira Syamsir1 dan Trifena Honestin2


1
Staf Pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta IPB
2
Alumni Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta IPB

ABSTRAK

Sweet potato has a considerable potencies to support in food diversification program


which is based on flour and starch product. Pre treatment and several drying methods in
the flour processing predicted to give a great effect on alteration physicochemical
properties of sweet potato flour. Therefore the aim of this research was to study the effect
of processing methods to the physicochemical properties of sweet potato flour. There
were six technique of treatment in this research: technique 1 (grated, sun dried),
technique 2 (grated, oven dried), technique 3 (chips, drum dried), technique 4 (grated,
steamed, sun dried), technique 5 (grated, steamed, oven dried), and technique 6 (whole
peeled, steamed, drum dried).
The result conclude that processing method factor had a significant effect to water
content, bulk density, colour (L, a, b), microscopic properties of starch granule, water
absorption index, water soluble index, gelatinized starch absorbance, reological
properties, and freeze-thaw stability (first and second cycle) of sweet potato flour.
Keyword : sweet potato, flour, physicochemical, physical modification

I. PENDAHULUAN yang dilakukan. Metode fisik yang dipa-


kai adalah dispersi hidrotermal dengan
Ubi jalar (Ipomoea batatas) merupa-
precooking(pemasakan awal) dan drying
kan salah satu tanaman pangan tropis
(pengeringan) untuk mengubah sebagian
yang banyak terdapat di Indonesia. Ubi
atau seluruh granula pati (butiran pati).
jalar memiliki banyak keunggulan atau
Penelitian ini akan mempelajari ka-
potensi yang dapat dimanfaatkan untuk
rakteristik fisikokimia tepung ubi jalar
menunjang program diversifikasi pa-
yang dihasilkan dengan perlakuan teknik
ngan yang berbasis pada tepung dan
pengolahan yang berbeda-beda, baik de-
pati.
ngan metode pembuatan tepung secara
Pengolahan ubi jalar menjadi tepung
umum maupun dengan modifikasi fisik.
merupakan salah satu upaya pengawetan
Sehingga akan didapatkan tepung de-
ubi jalar dan peningkatan daya guna ubi
ngan karakteristik sifat-sifat patinya
jalar supaya dapat dimanfaatkan sebagai
yang akan menentukan aplikasi selan-
bahan baku industri pangan. Pengolahan
jutnya pada produk pangan.
ubi jalar menjadi tepung memberi bebe-
rapa keuntungan seperti meningkatkan II. METODOLOGI
daya simpan, praktis dalam pengang-
Bahan dan Alat
kutan dan penyimpanan, dan dapat di-
olah menjadi beraneka ragam produk Bahan untuk pembuatan tepung ubi
makanan (Winarno, 1981). jalar dan modifikasi patinya adalah ubi
Berkembangnya ilmu pengetahuan jalar varietas Sukuh (dari Cibung-
tentang pengaruh teknik pengolahan ter- bulang), Na-metabisulfit, dan air. Bahan
hadap karakteristik pati yang dihasilkan, untuk aplikasi adalah margarin, susu
menyebabkan para ahli melakukan mo- skim, gula, garam, telur, bread
difikasi struktur alami pati untuk mem- improver, air, ragi roti, tepung ubi jalar.
permudah penggunaannya dalam indus- Bahan untuk analisis adalah tepung ubi
tri pangan. Pada penelitian ini dilakukan jalar, aquades, HgO, K2SO4, H2SO4,
modifikasi fisik pada teknik pengolahan NaOH-Na2S2O3, H3BO3, HCl 0.02 N,

1
Hasil Penelitian 2007

dietil eter, indikator (campuran MM dan 80 mesh sehingga dihasilkan tepung ubi
MB), HCl 0.5 M, dan larutan iodium. jalar yang cukup halus.
Alat yang digunakan untuk pembu- Perlakuan yang diberikan terdiri dari
atan tepung ubi jalar dan modifikasi 6 teknik yaitu teknik 1 (disawut, dike-
patinya adalah baskom, pisau, slicer, ringkan dengan pengeringan sinar ma-
oven, loyang, peniris minyak, drum tahari), teknik 2 (disawut, dikeringkan
dryer, dan saringan. Alat untuk aplikasi dengan pengeringan oven), teknik 3 (di-
adalah baskom, mixer, oven, dan lo- iris menjadi chips, dikeringkan dengan
yang. Alat untuk analisis adalah Bra- pengeringan drum dryer), teknik 4 (di-
bender Viscoamilograph, Polarized sawut, dikukus, dikeringkan dengan pe-
Light Microscope, gelas obyek, gelas ngeringan sinar matahari), teknik 5 (di-
penutup, oven, cawan porselin, cawan sawut, dikukus, dikeringkan dengan pe-
aluminium, tanur, desikator, labu ngeringan oven), dan teknik 6 (kupas
Kjeldahl, alat destilasi, alat refluks, utuh, dikukus, dikeringkan dengan pe-
Erlenmeyer, kertas saring, alat ekstraksi ngeringan drum dryer).
Soxhlet, Chromameter Minolta CR-300,
b. Karakterisasi Sifat Fisikokimia
spektrofotometer, waring blender atau
stirrer, vortex, tabung sentrifus, dan Yang diamati dalam penelitian ini
sentrifugal. adalah komposisi kimia ubi jalar
varietas Sukuh dan karakterisasi sifat
METODE PENELITIAN fisikokimia tepung ubi jalar, yang
a. Teknik Pembuatan Tepung Ubi Jalar diantaranya adalah kadar air, densitas
kamba, warna, sifat mikroskopis granula
Pembuatan tepung ubi jalar meliputi
pati, indeks penyerapan air (IPA) dan
pembersihan, pengupasan, penghan-
indeks kelarutan air (IKA), derajat gela-
curan (penyawutan atau pengirisan), dan
tinisasi, sifat amilografi tepung, serta
pengeringan sampai kadar air tertentu.
stabilitas produk terhadap pembekuan
Pengolahan ubi jalar menjadi tepung
dan thawing.
diawali dengan pembersihan ubi jalar
dengan air bersih kemudian dilakukan c. Metode Analisis
pengupasan ubi jalar. Kemudian dila- Tahapan analisisnya adalah sebagai
kukan perendaman dengan larutan Na- berikut:
metabisulfit 0,3 % selama 30 menit 1. Analisis proksimat ubi jalar, meliputi;
untuk menghilangkan kotoran dan getah - Kadar air (Apriyantono et al., 1999)
yang masih menempel pada ubi jalar - Kadar abu (AOAC, 1995),
serta menghindari terjadinya proses - Kadar protein (AOAC, 1995),
pencoklatan (browning). - Kadar lemak (AOAC, 1995),
Pengeringan pada penelitian ini - Kadar karbohidrat (AOAC, 1995).
dilakukan dengan tiga macam pe- 2. Analisis tepung ubi jalar termodifikasi
ngeringan, yaitu pengeringan sinar ma- fisik, meliputi;
tahari, oven, dan drum dryer. Penge- - Kadar air (Apriyantono et al., 1999),
ringan dilakukan sampai produk menjadi - Densitas kamba (Khalil, 1999),
kering dengan ciri-ciri dapat dipatahkan - Warna (Pomeranz dan Meloan,
dan diperkirakan kadar airnya <12%. 1978),
Pengeringan sinar matahari dilakukan - Sifat mikroskopis granula pati
selama 12-36 jam, pengeringan oven (Ropiq et al., 1988),
dilakukan pada suhu 600C selama 10-12 - Indeks penyerapan air (IPA) dan
jam, pengeringan drum dilakukan pada indeks kelarutan air (IKA) (Metode
suhu uap 1400C, tekanan 4 bar, dan Sentrifugasi Anderson, dikutip oleh
kecepatan 6 rpm (1 putaran 10 detik). Muchtadi et al., 1988),
Hasil pengeringan tersebut kemudian - Analisis kualitatif pati tergelatinisasi
digiling dengan disc mill. Pengayakan (Modifikasi dari metode IRRI, 1978
dilakukan dengan menggunakan ayakan di dalam Setiawan, 2005),

2
Hasil Penelitian 2007

- Sifat amilografi tepung (AACC, analisis ragam dengan selang keper-


1983), cayaan 95% menunjukkan bahwa per-
- Stabilitas produk terhadap pem- lakuan teknik pengolahan berpengaruh
bekuan dan thawing (Bello-Perez secara nyata terhadap nilai densitas
et.al.,2002). kamba pada tepung ubi jalar.
Perlakuan dengan pemasakan
III. HASIL DAN PEMBAHASAN menghasilkan produk tepung dengan
densitas kamba yang relatif tinggi
a. Analisis ubi jalar varietas Sukuh
dibandingkan produk tepung tanpa
Analisis proksimat terhadap ubi jalar pemasakan awal. Hal ini mungkin di-
varietas sukuh tersebut menunjukkan sebabkan karena sifat kohesif tepung
bahwa varietas ini mengandung kadar tersebut dimana gaya tarik menarik antar
karbohidrat sebesar 94.29 % dari berat partikel relatif tinggi. Selain itu menurut
keringnya. Selain itu dapat diketahui Winata (2001), densitas kamba di-
bahwa ubi jalar varietas ini mengandung pengaruhi oleh ukuran partikel, sifat
kadar air cukup tinggi yaitu 61.48 % bahan, komposisi bahan dan mungkin
dari berat basah, namun kadar abu, pula dipengaruhi oleh degradasi mo-
kadar protein, serta kadar lemak lekul-molekul dalam bahan akibat ada-
jumlahnya sangat kecil. Data analisis nya pengolahan. Jadi kenaikan densitas
tersebut tidak berbeda jauh dari data kamba mungkin disebabkan adanya
analisis yang dilakukan oleh Djuanda degradasi molekul-molekul pati, protein,
(2003). Komposisi kimia setiap ubi jalar lemak dan lain-lain saat diberi perlakuan
bervariasi, tergantung pada jenis, usia pemasakan awal sehingga molekul-
tumbuh, keadaan tumbuh, serta tingkat molekul tersebut menempati ruangan
kematangan ubi jalar. Komposisi kimia- yang lebih sempit (Winata, 2001).
nya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 2. Pengaruh perlakuan teknik
Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Ubi pengolahan terhadap densitas kamba dan
Jalar varietas Sukuh warna tepung ubi jalar
Komposisi Jumlah Jumlah Jumlah Densitas L a b
(%bb)a (%bk)a (%bb)b Teknik
Kamba
Kadar Air 61.48 159.83 62.79 1 0.40c 64.30ab 6.44a 0.70b
Kadar Abu 0.72 1.87 0.96 2 0.41c 64.69a 4.39b 1.25b
Kadar 1.29 3.35 0.79 3 0.37c 62.64abc 4.06b 2.09b
Protein 4 0.69a 61.91c 5.54ab 1.77b
Kadar 0.19 0.49 0.48 5 0.68ab 62.27bc 4.14b 1.56b
Lemak 6 0.62b 59.74d 3.93b 5.24a
Kadar 36.32 94.29 34.98 Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang
Karbohidrat sama tidak berbeda nyata
(a) Hasil analisis
(b) Djuanda, 2003 Warna
Hasil pengukuran warna tepung ubi
b. Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar jalar menunjukkan hasil yang bervariasi.
Kadar Air Tepung ubi jalar memiliki nilai L yang
Rata-rata kadar air tepung ubi jalar berkisar antara 59.74-64.69 (Tabel 3)
yang diperoleh berkisar antara 6.44 menunjukkan tepung ubi jalar berwarna
hingga 9.00 %bb. Kondisi ini sudah kurang cerah dan cenderung menurun
memenuhi syarat kadar air yang aman dengan adanya perlakuan pemasakan
untuk tepung yaitu <14% sehingga awal. Nilai a positif (3.93-6.44) dan b
pertumbuhan kapang dapat dicegah positif (0.70-5.24) menunjukkan tepung
(Winarno dan Jenie, 1974). ubi jalar mengandung unsur warna
Densitas Kamba merah dan kuning, nilai intensitas
warnanya (C) berkisar antara 4.48-6.58
Densitas kamba produk berkisar
serta nilai ho 5.87-52.22 yang tergolong
antara 0.40 hingga 0.69 g/ml. Hasil

3
Hasil Penelitian 2007

dalam kisaran warna merah keunguan,


sampai merah. Tepung hasil teknik 1
dan 2 memiliki nilai hue pada kisaran
warna merah keunguan dan tepung hasil
teknik 3, 4, 5, dan 6 memiliki nilai hue
pada kisaran warna merah a d
Tabel 3. Hasil rata-rata analisis warna
tepung ubi jalar
Ulangan 1
Teknik
L A B C h
1 64.30 6.44 0.70 6.48 5.87 b e
2 64.69 4.39 1.25 4.66 14.53
3 62.64 4.06 2.09 4.59 26.56
4 61.91 5.54 1.77 5.88 18.42
5 62.27 4.15 1.56 4.48 19.58 c f
6 59.74 3.93 5.24 6.58 52.22 Gambar 1. Penampakan granula pati tepung
ubi jalar: (a) teknik 1; (b) teknik 2; (c) teknik
Analisis ragam terhadap warna 3; (d) teknik 4; (e) teknik 5; (f) teknik 6.
tepung ubi jalar dengan selang
kepercayaan 95% menunjukkan bahwa pengeringan drum dryer, pada tepung
perlakuan teknik pengolahan ber- tanpa perlakuan pengukusan, efek
pengaruh nyata terhadap skala L, a, b. birefrigence masih terlihat jelas atau
Tepung tanpa pemasakan memiliki nyata dibandingkan dengan tepung yang
kecerahan tertinggi dibandingkan tepung diberi perlakuan pengukusan. Perlakuan
dengan perlakuan pemasakan. Pe- pengeringan dengan sinar matahari dan
nurunan kecerahan dapat disebabkan oven tidak menghilangkan efek bire-
adanya reaksi yang menimbulkan warna frigence, sedangkan pengeringan drum
coklat, diantaranya reaksi pencoklatan dryer menyebabkan hilangnya efek
enzimatis, reaksi Maillard, dan reaksi birefrigence pada granula pati. Menurut
karamelisasi. Muharam (1992), efek birefrigence akan
hilang pada pati yang dikenai perlakuan
Sifat Mikroskopis Granula Pati panas karena perlakuan tersebut
Analisis mikroskopis terhadap mengubah kemampuan granula pati
granula pati (Gambar 1) menunjukkan dalam menyerap gelombang cahaya.
bahwa granula pati ubi jalar memiliki IPA dan IKA
bentuk poligonal, bulat, hingga lonjong
dengan ukuran granula tidak seragam. Analisis ragam menunjukkan bahwa
Ukuran granula pati ubi jalar yang perlakuan teknik pengolahan berpenga-
belum tergelatinisasi berkisar antara 2- ruh nyata terhadap indeks penyerapan
10 m, sedangkan granula pati ubi jalar air dan indeks kelarutan air tepung ubi
dengan perlakuan pemasakan awal dan jalar yang dihasilkan. Uji Duncan ter-
pengeringan drum dryer berkisar antara hadap data IPA (Tabel 4) memper-
20-60 m. Selain itu dapat terlihat lihatkan bahwa tepung hasil pengolahan
bahwa lokasi hilum pada granula pati dengan teknik 3 memiliki IPA terbesar
ubi jalar umumnya adalah pada bagian diikuti oleh tepung hasil teknik 6 yang
tengah dan tepi. berarti tepung tersebut memiliki jumlah
Berdasarkan pengamatan yang di- pati tergelatinisasi yang lebih banyak
lakukan, terlihat bahwa pemasakan awal dibandingkan dengan tepung teknik lain.
dan pengeringan berpengaruh terhadap IPA tergantung pada ketersediaan grup
sifat birefrigence granula pati dalam hidrofilik dan kapasitas pembentukan
tepung ubi jalar. Kecuali teknik dengan gel dari makromolekul yaitu pati yang

4
Hasil Penelitian 2007

tergelatinisasi dan terdekstrinasi. absorbansi pati tergelatinisasi tepung


Semakin banyak pati yang tergelatinisasi yang menggunakan pengeringan sinar
dan terdekstrinasi, semakin besar matahari dan oven. Pati pada ubi jalar
kemam-puan produk menyerap air mengalami gelatinisasi selama proses
(Gomez dan Aguilera, 1983). pengeringan dengan drum dryer.
Berdasarkan uji Duncan terhadap Menurut Ulyarti (1997), pati akan cepat
data IKA (Tabel 4), dapat diketahui tergelatinisasi jika terjadi penurunan
bahwa IKA tepung pada teknik kekuatan granula yang disebabkan pe-
pengolahan 6 berbeda nyata dan terbesar masakan yang dapat merusak ikatan-
dibandingkan dengan teknik pengolahan ikatan di dalam granula.
yang lainnya. Perlakuan pemasakan
Sifat Amilografi Tepung
awal yang dikombinasikan dengan
teknik pengeringan drum dryer (teknik Tepung tanpa perlakuan pemasakan
6) meningkatkan IKA secara nyata. Hal awal yang dikeringkan dengan sinar
ini disebabkan karena terjadi degradasi matahari atau oven ( teknik 1 dan 2)
amilosa dan amilopektin yang cukup memiliki bentuk kurva yang hampir
tinggi. Menurut Khasanah (2003), sama. Suhu awal gelatinisasi tepung ubi
setelah pati mengalami gelatinisasi maka jalar yang dihasilkan berkisar antara
akan terjadi degradasi amilosa dan 30.8-77.50. Perlakuan pemasakan awal
amilopektin menghasilkan molekul yang dan pengeringan berpengaruh nyata
lebih kecil. Molekul yang relatif lebih terhadap suhu awal gelatinisasi, dimana
kecil inilah yang mudah larut dalam air. tepung ubi jalar tanpa perlakuan
pemasakan awal yang dikeringkan
Analisis Kualitatif Pati Tergelatinisasi dengan sinar matahari atau oven,
Pada analisis ini dilakukan analisis memiliki suhu awal gelatinisasi yang
secara kualitatif terhadap pati ter- lebih tinggi dibandingkan dengan tepung
gelatinisasi tepung ubi jalar berdasarkan dengan perlakuan pemasakan awal.
absorbansi pati yang tergelatinisasi. Pada grafik amilograf tepung teknik
Berdasarkan analisis ragam, absorbansi 3 dan teknik 6 tidak ada suhu awal
pati tergelatinisasi dipengaruhi secara gelatinisasi karena sejak awal sudah
nyata oleh faktor perlakuan teknik tercapai viskositas yang tinggi yang
pengolahan. menunjukkan bahwa tepung tersebut
sudah tergelatinisasi. Tepung telah
Tabel 4. Pengaruh perlakuan teknik pe-
mengalami pregelatinisasi karena ada-
ngolahan terhadap IPA, IKA, dan
nya pemanasan pada perlakuan penge-
absorbansi pati tergelatinisasi tepung ubi
ringan dengan drum dryer ataupun
jalar
ditambah dengan perlakuan pengukusan
Teknik IKA Absorbansi Pati
IPA
(g/ml) Tergelatinisasi
sebelum pengeringan.
1 2.89d 0.0084c 0.010c Viskositas puncak tepung ubi jalar
2 3.35d 0.0131c 0.007c yang dihasilkan berkisar antara 15.5-920
3 7.90a 0.0375b 0.861a BU. Pada Gambar 2 dan 3, dapat dilihat
4 5.73c 0.0355b 0.101c bahwa perlakuan pemasakan awal
5 6.14c 0.0385b 0.142c berpengaruh terhadap viskositas puncak
6 7.12b 0.0543a 0.510b dimana adanya kecenderungan bahwa
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang tepung dengan pemasakan awal
sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata memiliki viskositas puncak yang lebih
Selanjut-nya dengan uji Duncan rendah dibandingkan dengan tepung
terhadap data (Tabel 4) dapat diketahui tanpa pemasakan awal. Hal ini di-
bahwa nilai absorbansi pati sebabkan masih kuatnya ikatan-ikatan
tergelatinisasi tepung ubi jalar dengan dalam granula pati yang belum ter-
pengeringan drum dryer berbeda secara gelatinisasi di dalam tepung tanpa
nyata dengan tepung yang lain dan pemasakan awal sehingga masih me-
secara statistik jauh lebih besar daripada miliki kemampuan untuk terus mem-

5
Hasil Penelitian 2007

0
Dipertahankan selama 20 menit pada suhu 95 C
0 0
Pemanasan sampai 95 C Pendinginan sampai 50 C

1000

900
Teknik 1 ul 1
800 Teknik 1 ul 2
Teknik 1 ul 3
700
Teknik 2 ul 1
Viskositas (BU)

600 Teknik 2 ul 2
Teknik 2 ul 3
500 Teknik 3 ul 1
Teknik 3 ul 2
400
Teknik 3 ul 3
300

200

100

0
0 20 40 60 80 100
Waktu (m)

Gambar 2. Kurva Amilograf Tepung Ubi Jalar Tanpa Perlakuan Pengukusan


0
Dipertahankan selama 20 menit pada suhu 95 C
0 0
Pemanasan sampai 95 C Pendinginan sampai 50 C

1000
900
Teknik 4 ul 1
800 Teknik 4 ul 2
Teknik 4 ul 3
700
Viskositas (BU)

Teknik 5 ul 1
600 Teknik 5 ul 2
Teknik 5 ul 3
500
Teknik 6 ul 1
400 Teknik 6 ul 2
Teknik 6 ul 3
300
200
100
0
0 20 40 60 80 100
Waktu (m)

Gambar 3. Kurva Amilograf Tepung Ubi Jalar Dengan Perlakuan Pengukusan

bengkak hingga pembengkakan yang dalam tepung hasil pengeringan drum


maksimum. dryer merupakan pati yang sudah
Pada teknik pengolahan yang tidak tergelatinisasi dimana granula pati telah
melibatkan perlakuan pengukusan dapat membengkak secara sempurna pada
dilihat bahwa perlakuan perbedaan suhu yang sangat tinggi dan membentuk
teknik pengeringan juga berpengaruh daerah amorf pada saat dikeringkan
terhadap viskositas puncak dimana untuk diolah menjadi tepung. Pada saat
viskositas puncak tepung hasil granula pati atau tepung diberi air
pengeringan sinar matahari dan oven kembali maka air akan langsung
lebih rendah dibandingkan dengan menempati daerah amorf tersebut
tepung hasil pengeringan drum (lihat sehingga dicapai viskositas yang paling
pada Tabel 5). Hal ini disebabkan pati maksimum.

6
Hasil Penelitian 2007

Tabel 5. Sifat Amilografi Tepung Ubi Jalar


Tepung Teknik 1 Teknik 2 Teknik 3 Teknik 4 Teknik 5 Teknik 6
SAG 77.2 + 0.36 76.6 + 0.76 * 56.5 + 14.4 30.9 + 0.1 *
VM 451.6 + 32.5 466.0 + 54.2 710.0+210** 77.3 + 61.8 108.2 + 24.8 118.3+127**
SVM 88.5 + 1.5 89.5 + 3.8 30 95.0 + 0 95.0 + 0 30
0
V195 C 426.0 + 23.3 451.7 + 49.7 112.3 + 34.5 77.3 + 61.8 108.2 + 24.8 97.0 + 102.7
0
V295 C 342.0 + 23.4 406.0 + 34.8 96.3 + 30.0 95.5 + 55.2 146.2 + 11.2 106.7+101.4
VD 438.3 + 21.2 502.0 + 37.3 152.3 + 29.5 136.3 + 77.3 200.7 + 5.8 141.2+126.8
VB 96.3 + 15.9 96.0 + 14.5 56.0 + 10.6 40.8 + 22.3 54.5 + 7.9 34.5 + 25.6
VJ 109.7+22.6 55.0 + 20.4 705.0+613.7 -22.0 + 18.2 -51.5 + 38.0 11.7 + 26.8
SP -84.0 + 7.5 -45.6+15.6 -16.0 + 4.6 18.2 + 7.1 38.0 + 18.8 9.7 + 4.2
* Tepung telah mengalami pregelatinisasi sejak pengukusan dan pengeringan
** Viskositas awal yang terlihat pada suhu 300C
Keterangan :
SAG : Suhu awal gelatinisasi (0C)
VM : Viskositas Maksimum (BU)
SVM : Suhu pada saat viskositas maksimum (0C)
V1950C : Viskositas pada suhu 950C / viskositas pada awal pemanasan konstan
V2950C : Viskositas pada akhir pemanasan konstan (BU)
VD : Viskositas pada akhir pendinginan sampai suhu 500C (BU)
VB : Viskositas Balik (BU) (VD - V2950C)
VJ : Viskositas Jatuh (BU) (VM - V2950C )
SP : Stabilitas Pasta (BU) (V2950C - V1950C)

Suhu viskositas maksimum tepung pengeringan dengan drum dryer cen-


tanpa pemasakan awal dengan penge- derung menurunkan viskositas balik.
ringan sinar matahari dan oven lebih Tepung hasil teknik 1 dan teknik 2
rendah dibandingkan tepung dengan menunjukkan nilai rata-rata viskositas
pemasakan awal. Baik pada perlakuan balik yang lebih besar (96.3 dan 96.0)
tanpa pemasakan awal maupun pada dibandingkan tepung yang lain. Hal ini
perlakuan pemasakan awal, suhu vis- menunjukkan bahwa kedua tepung
kositas maksimum tepung dengan pe- tersebut memiliki kecederungan retro-
ngeringan sinar matahari dan oven gradasi yang tinggi.
relatif tidak berbeda satu sama lain. Viskositas jatuh bernilai positif jika
Suhu viskositas maksimum tepung terjadi penurunan viskositas setelah
dengan pengeringan drum dryer (teknik mencapai viskositas maksimum, dan
3 dan 6) dianggap 300C karena sejak bernilai negatif jika terjadi peningkatan
awal dilarutkan dalam air sudah ter- viskositas. Rata-rata viskositas jatuh
bentuk viskositas yang kental (maksi- tepung ubi jalar yang dihasilkan berkisar
mum), dan pengukuran amilografi di- antara -51.5-705.0 BU. Terdapat ke-
mulai dari suhu 300C. cenderungan bahwa tepung dengan
Viskositas balik tepung ubi jalar perlakuan tanpa pemasakan awal
yang dihasilkan berkisar antara 8.9- memiliki viskositas jatuh yang lebih
112.2 BU. Dari hasil tersebut didapatkan besar dibandingkan dengan tepung
bahwa teknik pembuatan tepung dengan perlakuan pemasakan awal. Hal
berpengaruh nyata terhadap viskositas ini berarti tepung hasil teknik 1, 2, dan 3
balik tepung ubi jalar yang dihasilkan. bersifat kurang stabil karena mengalami
Perlakuan pemasakan awal dan teknik perubahan drastis menjadi lebih encer

7
Hasil Penelitian 2007

saat pemanasan dan pengadukan. 80


Penurunan viskositas pada pemanasan 70
akibat pecahnya granula yang telah 60

Sineresis (%)
membengkak dan mengalami frag- 50 Teknik 4

mentasi (Swinkels, 1985). 40 Teknik 5


Teknik 6
Tepung hasil teknik 4, 5, 6 lebih 30
20
stabil karena hanya mengalami sedikit 10
perubahan dimana tepung hasil teknik 4 0
dan 5 menjadi lebih kental sedangkan 0 1 2 3 4 5

tepung hasil teknik 6 mengalami sedikit Siklus

perubahan menjadi lebih encer. Dari Gambar 5. Stabilitas Pembekuan-Thawing


pernyataan tersebut dapat disimpulkan Tepung Ubi Jalar dengan Perlakuan Pengukusan
bahwa tepung dengan perlakuan pe-
masakan awal memiliki ketahanan yang Penggunaan suhu tinggi (pada drum
cukup baik terhadap perlakuan pe- dryer) dan pemasakan awal menurunkan
manasan dan pengadukan. stabilitas terhadap pembekuan dan
Stabilitas pasta bernilai positif jika thawing. Proses pembekuan dapat
terjadi peningkatan viskositas dan menyebabkan terjadinya retrogradasi
bernilai negatif jika terjadi penurunan dimana molekul amilosa yang telah
viskositas selama pemanasan. Tepung keluar dari granula berikatan kembali
yang dianalisis cenderung memiliki rata- dan menggabungkan butir pati yang
rata stabilitas pasta yang baik kecuali membengkak itu menjadi semacam
tepung hasil teknik 1 dan teknik 2 (-84 + jaring-jaring membentuk mikrokristal
7.5 BU dan -45.6 + 15.6 BU) karena dan mengendap (Winarno, 1995).
tepung tersebut mengalami penurunan Tabel 6. Pengaruh perlakuan teknik
viskositas yang cukup besar selama pengolahan terhadap sineresis gel
pemanasan. tepung ubi jalar
Stabilitas terhadap Pembekuan dan Teknik Siklus 1 Siklus 2
Thawing 1 33.27 cd
32.25c
Rata-rata persentase sineresis pada 2 29.62d 26.82d
gel tepung ubi jalar berkisar antara 3 62.26a 70.20a
26.82 sampai 70.20 % w/w. 4 34.56cd 33.16c
5 41.89b 39.66b
80
6 37.50bc 35.49c
70 Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang
60
sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
Sineresis (%)

50 Teknik 1 Persentase sineresis yang tinggi


40 Teknik 2
Teknik 3
pada tepung hasil teknik 3 mungkin
30
20
disebabkan oleh banyaknya air yang
10 keluar dari rongga-rongga jaringan yang
0 terbentuk dari butir pati dan endapan
0 1 2 3 4 5
amilosa saat terjadi proses thawing.
Siklus
Oleh karena rongga jaringan yang
Gambar 4. Stabilitas Pembekuan-Thawing terbentuk cukup besar maka air yang
Tepung Ubi Jalar tanpa Perlakuan Pengukusan terperangkap akan keluar dalam jumlah
yang cukup banyak pula.
Berdasarkan analisis ragam terhadap
data stabilitas pembekuan dan thawing
KESIMPULAN
pada selang kepercayaan 95%, faktor
perlakuan teknik pengolahan ber-
Hasil analisis karakteristik ubi jalar
pengaruh nyata pada siklus pertama dan varietas sukuh menunjukkan bahwa rata-
kedua. rata kadar air sebesar 61.48 % bb atau
159.83 %bk, kadar abu 0.72 %bb atau

8
Hasil Penelitian 2007

1.87 %bk, kadar protein 1.29 %bb atau Starch from Banana Musa
3.35 %bk, kadar lemak 0.19 %bb atau parasisiaca L. (Var Macho). Journal
0.49 %bk, dan kadar karbohidrat 36.32 Agrociencia (36):169-180.
%bb atau 94.29 %bk.
Faktor perlakuan teknik pengolahan Djuanda, V. 2003. Optimasi Formulasi
berpengaruh nyata terhadap kadar air, Cookies Ubi Jalar (Ipomoea
densitas kamba, warna (L, a, b), sifat batatas) Berdasarkan Kajian
mikroskopis granula pati, IPA dan IKA, Preferensi Konsumen. Skripsi.
pati tergelatinisasi, sifat amilografi te- Fakultas Teknologi Pertanian, IPB,
pung, dan stabilitas terhadap pembekuan Bogor.
dan thawing tepung ubi jalar (siklus 1
dan siklus 2). Perlakuan teknik 4, 5, dan Gomez, M.H. dan J.M. Aguilera. 1983.
6 meningkatkan densitas kamba, me- Changes in The Starch Fraction
nurunkan kecerahan, meningkatkan de- During Extrusion Cooking of Corn.
rajat hue, menghilangkan efek bire- Journal Food Science 48 (2):378-
frigence, mengubah ukuran dan bentuk 381.
granula pati, menaikkan IPA dan IKA,
menurunkan suhu awal gelatinisasi, Khalil, 1999. Pengaruh Kandungan Air
viskositas puncak, viskositas balik, dan Ukuran Partikel Terhadap
viskositas jatuh, dan meningkatkan Perubahan Perilaku Fisik Bahan
stabilitas pasta. Perlakuan teknik 3 dan 6 Pangan Lokal: Kerapatan
menurunkan kecerahan, meningkatkan Tumpukan, Kerapatan Pemadatan,
derajat hue, menghilangkan efek bire- dan Bobot Jenis. Media Peternakan
frigence, mengubah ukuran dan bentuk Vol. 22 No 1:1-11.
granula pati, menaikkan IPA dan IKA,
menaikkan absorbansi pati tergelatini- Khasanah, U. 2003. Formulasi,
sasi, menurunkan suhu awal gelatinisasi, Karakterisasi Fisikokimia dan
viskositas balik, viskositas jatuh, dan Organoleptik Produk Makanan
meningkatkan stabilitas pasta. Sarapan Ubi Jalar (Sweet Potato
Flakes). Skripsi. Fakultas Teknologi
DAFTAR PUSTAKA Pertanian, IPB, Bogor.

AACC, 1983. American Association Of Muchtadi, T.R., P. Haryadi, A.B. Ahza.


Cereal Chemist Approved methods. 1988. Teknologi Pemasakan
Vol II. Ekstrusi. PAU Pangan dan Gizi.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
AOAC. 1995. Official Methods of
Muharam, S. 1992. Studi Karakteristik
Analysis of The Association of
Fisikokimia dan Fungsional Tepung
Official Analytical Chemist. AOAC
Singkong Dengan Modifikasi
Int., Washington.
Pengukusan, Penyangraian, dan
penambahan GMS serta Aplikasinya
Apriyantono, A. D. Fardiaz, N. L. dalam Pembuatan Roti Tawar.
Puspitasari, Y. Sedarnawati dan B. Skripsi. Fakultas Teknologi
Budiyanto. 1999. Petunjuk Pertanian, IPB, Bogor.
Laboratorium Analisis Pangan. PAU
IPB, Bogor. Pomeranz, Y dan C.E. Meloan. 1978.
Food Analysis Theory and Practise.
Bello-Perez, L.A., S.M. Contreras- The AVI Publ. Co Inc. Westport,
Ramos, R. Romero-Manilla, J. Connecticut.
Solorza-Feria dan A.Jimenez-
Aparicio. 2002. Chemical and
Functional Properties of Modified

9
Hasil Penelitian 2007

Ropiq, S., Sukardi dan T.K. Bunasor.


1988. Ekstraksi dan Karakterisasi
pati Ganyong (Canna edulis Kerr).
Jurnal Teknologi Industri Pertanian
3(1):21-26.

Setiawan, E. 2005. Pembuatan Mie


Kering dari Ubi jalar (Ipomoea
batatas) dan penentuan Umur
Simpan dengan metode Akselerasi.
Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB, Bogor.

Ulyarti. 1997. Mempelajari sifatsifat


amilografi amilosa, amlilopektin,
dan campurannya. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Winarno, F.G. dan Jenie, S.L. 1974.


Dasar Pengawetan, Sanitasi dan
Peracunan. Departemen Teknologi
Hasil Pertanian, Fatemeta, IPB.
Bogor.

Winarno, F.G. 1981. Bahan Pangan


Terfermentasi. Kumpulan Pikiran
dan Gagasan Tertulis. Pusbangtepa.
IPB, Bogor.

Winarno, F.G. 1995. Kimia Pangan


dan Gizi. PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.

Winata, A. Y. 2001. Karakterisasi


Tepung Sukun (Artocarpus altilis)
Pramasak Hasil Pengeringan Drum
Serta Aplikasinya Untuk Substitusi
Tepung Terigu Pada Pembuatan
Roti manis. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

10

Anda mungkin juga menyukai