Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN STASE MATERNITAS

MOLA HIDATIDOSA

NAMA: NURUL ARI WIDYANINGRUM


NIM : I4052161001

1. PENGERTIAN MOLA HIDATIDOSA


Mola hidatidosa merupakan salah satu penyakit trofoblas gestasional yang meliputi
berbagai penyakit, yaitu: mola hidatidosa parsial dan komplit, koriokarsinoma, mola
invasif, dan placental site trophoblastic tumors.
Mola hidatidosa (mola hidatidiform atau hamil anggur) merupakan suatu kelainan
plasenta yang ditandai adanya perubahan hidropik vilus korialis (korion) disertai
proliferasi trofoblas dengan derajat bervariasi. Proliferasi sel-sel trofoblas tersebut dapat
merupakan proliferasi sel-sel sitotrofoblas, sinsitiotrofoblas maupun sel-sel trofoblas
intermediet dengan proporsi yang berbeda.
Mola hidatidosa dianggap merupakan kehamilan dengan abnormaitas kromosom yang
dapat mengalami transformasi menjadi ganas namun tidak secara langsung disebut sebagai
neoplastik. Di Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit penting dengan
insiden yang tinggi. Data di Rumah Sakit di Indonesia untuk mola hidatidosa yaitu 1 per
40 persalinan. Penyebaran masih merata karena sebagian besar data masih berupa hospital
based.

2. ETIOLOGI MOLA HIDATIDOSA


Penyebab mola hidatidosa belum diketahui secara pasti, tetapi faktor-faktor yang mungkin
dapat menyebabkan dan mendukung terjadinya kehamilan mola (sebagai faktor endogen),
yaitu:
a. Faktor ovum
Sel spermatozoa membuahi ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau ovum yang
memang sudah patologik atau ovum kosong (empty), sehingga terjadi kelainan atau
gangguan dalam pembuahan.

b. Faktor kromosom
Ditemukannya daerah kromosom yang menjadi bakal calon yaitu kromosom 19q13
dan terbanyak pada kromosom 11p15.5 dominan terekspresi dari allele maternal, yang
merupakan familial dan diturunkan sebagai autosomal resesif.
c. Imunoselektif dari sel-sel trofoblas
Proliferasi dari sel-sel trofoblas yaitu sel-sel sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas,
masing-masing berproliferasi pada area yang berbeda. Sel-sel trofoblas yang
mengalami proliferasi pada mola hidatidosa tipe komplit dan parsial adalah berbeda,
yaitu sel-sel trofoblas yang proliferasi pada mola komplit umumnya adalah sel-sel
sitotrofoblas sedangkan pada mola hidatidosa tipe parsial adalah sel-sel
sinsitiotrofoblas, sehingga terdapat perbedaan ekspresi jika dilakukan pengecatan IHK
dengan menggunakan marka protein p57Kip2.

3. FAKTOR RESIKO MOLA HIDATIDOSA


Adapun faktor-faktor risiko yang bisa mempercepat timbulnya keadaan kehamilan yang
mengarah menjadi suatu kehamilan mola (sebagai faktor eksogen), adalah :
a. Usia ibu hamil
Mola hidatidosa dapat terjadi pada setiap usia selama masa subur. Faktor risiko mola
hidatidosa akan lebih tinggi pada usia kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, gizi
buruk, riwayat obstetrik, etnis, dan genetik. Mola komplit memiliki risiko dan angka
kejadian yang lebih besar dibandingkan mola parsial, serta sering ditemui pada usia
pertengahan dengan risiko lebih tinggi terkena mola komplit 5 sampai 10 kali lipat
lebih besar pada wanita hamil yang berusia belasan atau antara 40 sampai 50 tahun.
Bahkan satu dari tiga wanita hamil berusia 50 tahun kehamilannya merupakan
kehamilan mola.
b. Usia gestasi (usia kehamilan)
Makin tinggi usia kehamilan maka kehamilannya akan semakin berisiko. Usia
kehamilan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: usia 1-2 bulan, 2-5 bulan, dan >5
bulan.
c. Riwayat kehamilan sebelumnya
Risiko terjadinya mola komplit dan parsial juga akan meningkat pada kehamilan
seorang wanita dengan riwayat mola hidatidosa, abortus spontan, dan pada infertilitas.

d. Parietas tinggi
Ibu multipara cenderung berisiko karena trauma kelahiran atau penyimpangan
transmisi genetik. Paritas ibu hamil diklasifikasikan berdasarkan paritas 0-1, 2-4, dan
>4. Ibu multipara cendrung beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa karena trauma
kelahiran atau penyimpangan transmisi secara genetic yang dapat diidentifikasikan
dan penggunaan stimulan drulasi seperti klomifen atau menotropiris (pergonal).
e. Keadaan sosial ekonomi yang rendah
Selama masa kehamilan diperlukan zat-zat gizi yang meningkat untuk pertumbuhan
dan perkembangan janin. Pemenuhan zat-zat gizi yang kurang yang dialami oleh ibu
hamil dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah, tentunya dapat mengakibatkan
gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janin.
Disebutkan dalam sebuah penelitian bahwa jika penghasilan seseorang sebesar 7,000
rupees perbulan dikatakan status sosial ekonomi rendah, berpenghasilan 20,000
rupees perbulan dikatagorikan kelas menengah, dan lebih dari 50,000 rupees
dikatagorikan kelas tinggi.
f. Diet kurang vitamin A
Diet sehari-hari terutama yang kurang mengandung vitamin A (karoten) dapat menjadi
faktor risiko terjadinya mola hidatidosa yang meningkat sampai 6,29 kali. Hal ini
disebabkan karena asam retinoat yang terkandung dalam vitamin A berfungsi untuk
mengontrol proliferasi sel dan merangsang apoptosis. Studi penelitian membuktikan
bahwa penurunan kadar vitamin A menyebabkan proliferasi menjadi tidak terkontrol.
g. Kekurangan protein
Kebutuhan protein sebagai zat pembangun jaringan tubuh dalam pertumbuhan dan
perkembangan janin akan sangat meningkat selama masa kehamilan. Jika terjadi
malnutrisi berupa kekurangan protein, asam folat, dan karoten dalam makanan sehari-
hari pada seorang ibu yang sedang hamil, dapat mengakibatkan bayi yang dilahirkan
lebih kecil dari normal.
h. Infeksi mikroorganisme (termasuk virus)
Mikroorganisme dapat mengenai semua orang termasuk ibu hamil. Terjadinya infeksi
sangat tergantung dari jumlah yang masuk ke dalam tubuh, virulensi, serta daya tahan
tubuh manusia. Masuk atau adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu akan
menimbulkan penyakit.

i. Golongan darah
Seorang wanita dengan golongan darah A menikah dengan pria golongan darah O
akan berisiko untuk terjadinya kehamilan mola.

4. KLASIFIKASI MOLA HIDATIDOSA


Mola hidatidosa merupakan bagian dari penyakit trofoblastik gestasional. Klasifikasi
histologi tumor menurut World Health Organization (WHO) yang digunakan saat ini:
a. Neoplasma Trofoblastik
Koriokarsinoma
Plasental Site Trophoblastic Tumour
b. Kehamilan Mola
Mola Hidatidosa: Mola Hidatidosa Komplit dan Mola Hidatidosa Parsial
Mola Invasif
Mola Metastatik
c. Non-neoplastik, lesi non-molar trofoblastik
Plasental site nodule and plaque
Exagerated plasental site
Sedangkan menurut Cuningham, mola hidatidosa terbagi menjadi dua yaitu:
a. Mola hidatidosa komplek (klasik), jika tidak ditemukan janin. Vili korealis diubah
menjadi masa gelembung- gelembung bening yang besarnya berbeda beda. Masa
tersebut dapat tumbuh membesar sampai mengisi uterus yang sama dengan kehamilan
normal lanjut. Struktur histologinya mempunyai sifat:
Degenaerasi hidropik dan pembengkakan stroa villi
Tidak terdapat pembuluh darah didalam villi yang bengkak
Proliferasi sel epitel trofoblas dengan derajat yang beragam
Tidak terdapat janin dan amnion
b. Mola hidatidosa partialis
Bila perubahan mola hanya lokal dan tidak berlanjut dan terdapat janin atau setidaknya
kantung amnion, keadaan tersebut digolongkan mola hidatidosa partialis. Terdapat
pembengkakan villi yang kemajuannya lambat, sedangkan villi yang mengandung
pembuluh darah yang lain berperan dalam sirkulasi fito plasenta, jarang hiperflasi
trofoblas hanya lokal tidak menyeluruh.
5. MANIFESTASI KLINIS MOLA HIDATIDOSA
a. Amenorrhoe dan tanda tanda kehamilan
b. Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat. Merupakan gejala utama
dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama berapa minggu sampai
beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.
c. Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan usia kehamilan.
d. Tidak dirasakan tanda tanda adanya gerakan janin maupun ballotement
e. Hiperemesis,
f. Pasien dapat mengalami mual dan muntah cukup berat.
g. Preklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke 24
h. Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti
i. Tirotoksikosis

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK MOLA HIDATIDOSA


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan fisik yang ditemukan,
pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, USG dan pemeriksaan histologis.
a. Trias temuan klinis pada mola hidatidosa komplit yaitu yang pertama adanya
pembesaran uterus yang tidak sesuai usia kehamilan, dimana biasanya lebih besar 4
minggu dari usia sebenarnya, yang kedua adalah tanda adanya perdarahan pervaginam
dan yang ketiga adalah adanya peningkatan kadar -hCG persisten sampai melebihi
usia kehamilan 9-12 minggu.
b. Pemeriksaan laboratorium dan sering mengakibatkan hiperemesis gravidarum dini.
Pemeriksaan laboratorium lainnya yang perlu dilakukan yaitu pemeriksaan darah
lengkap, fungsi pembekuan darah, fungsi tiroid.
c. Pemeriksaan histologis memperlihatkan tidak adanya jaringan fetus pada mola
komplit, proliferasi trofoblastik yang nyata, villi koriales yang hidrofik dengan
kromosom 46,XX atau 46,XY. Temuan peningkatan faktor pertumbuhan antara lain c-
myc, epidermal growth factor dan c-eb B-2 jika dibandingkan pada plasenta yang
normal juga merupakan penanda mola komplit
d. Pemeriksaan USG
Kebanyakan mola sudah dapat dideteksi pada trimester awal kehamilan sebelum onset
tanda klasik muncul dengan bantuan alat penunjang ultrasonografi ( USG ) yang
beresolusi tinggi. Karakteristik USG mola adanya gambaran badai salju ( snowstorm )
yang mengindikasikan villi koriales yang hidrofik. Pencitraan ultrasonografi
merupakan pemeriksaan pilihan untuk awal diagnosa untuk selanjutnya diperkuat
dengan hasil pemeriksaan laboratorium dengan nilai -hCG yang tinggi ( >100,000
mIU per milliliter ) dan dari hasil pemeriksaan histopatologi. Pemeriksaan doppler
arteri intrauterin pada kehamilan normal menunjukkan bentuk gelombang impedansi
tinggi dengan kecepatan diastolik rendah selama trimester pertama. Aliran dengan
impedansi rendah hanya muncul di lokasi implantasi , mungkin terkait dengan invasi
vaskular fisiologis jaringan trofoblas. Saat kehamilan berlanjut sampai trimester kedua
invasi lebih lanjut arteri oleh jaringan trofoblas terjadi, hal tersebut akan berlanjut
mereduksi impedansi vaskular. Pada trimester ketiga, invasi vaskular fisiologis
berkembang sedemikian rupa dengan kecepatan tinggi, pola aliran impedansi rendah.
Pada kehamilan mola , invasi arteri miometrium oleh jaringan trofoblas juga terjadi ,
tetapi proses ini didominasi oleh proliferasi trofoblas yang abnormal.Pemeriksaan
doppler menunjukkan kecepatan aliran yang tinggi, impedansi aliran rendah pada
trimester awal dan kedua. Meskipun adanya jaringan mola pada ultrasonografi skala
abu-abu, dikombinasikan dengan tingkat hCG meningkat, merupakan diagnostik mola
hidatidosa, temuan doppler memberikan peranan penting dalam konfirmasi diagnosis.

7. PENATALAKSANAAN MOLA HIDATIDOSA


Berhubungan dengan kemungkinan bahwa mola hidatidosa itu menjadi gana maka terapi
bagi wanita yang masih menginginkan anak maka setelah diagnosa mola dipastikan
dilakukan pengeluaran mola dengan kerokan isapan disertai dengan pemberian infus
okstitosin intravena. Sesudah itu dilakukan kerokan dengan karet tumpul untuk
mengeluarkan sisa konsepsi sebelum mola dikeluarkan sebaiknya dilakukan pemeriksaan
rontgen paru paru untuk menentukan adanya metastase ditempat tersebut. Setelah mola
dilahirkan dapat ditemukan bahwa kedua ovarium membesar menjadi kista tuba uteri.
Kista ini tumbuh karena pengaruh hormonal dan mengecil sediri.
Mola hidatidosa diobati dengan 4 tahan sebagai berikut:
a. Perbaikan umum
Pengeluaran gelembung mola yang disertai perdarahan memerlukan transfusi sehingga
penderita tidak jatuh syok. Disamping itu setiap evakuasi jaringan mola dapat diikuti
perdarahan. Hingga persiapan darah menjadi program vital pada waktu mengeluarkan
mola dan curetage dipasang infus dan uretoronika dulu sehingga pengecilan rahim
dapat mengurangi perdarahan.

b. Pengeluaran jaringan mola hidatidosa


Evakuasi jaringan mola hidatidosa
Dilakukan dengan vakum curetage yaitu alat penghisap listrik yang kuat hngga
dapat menghisap jaringan mola yang cepat. Penggunaan alat listrik mempunyai
keuntungan cepat menghiap dan mengurangi perdarahan. Evakuasi jaringan
mola hidatidosa dilakukan dua kali dengan interval satu minggu
Histerektomi
Dengan pertimbangan umur (diatas 35 tahun) parietas diatas 3 maka penderita
mola hidatidosa dilakukan tindakan radikal histerektomi
c. Pengobatan profilaksis dengan sitostatika
Mola hidatidosa merupakan penyulut trofoblas yang berkelanjutan menjadi
koriokarsinoma. Untuk menghindari terjadinya degenarasi ganas diberikan profilaksis
dengan sitostatika metotraksan. Pengobatan sitostatika memerlukan perawatan rumah
sakit.
d. Pengawasan lanjut
Pengawasan lanjutan pada wanita dengan mola hidatidosa yang uterusnya dikosongkan
sangat penting karena mungkin timbul tumor ganas. Penentuan kadar kuantitatif HCG
subyektif unit beta dilakukan tiap minggu.
8. PATHWAY MOLA HIDATIDOSA
9. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
a. Nyeri
NOC:
Kepuasan klien: manajemen nyeri
Pergerakan
Pemulihan pembedahan: penyembuhan
Kontrol nyeri

NIC:

Pengurangan kecemasan
Manajemen nyeri
Pengaturan posisi
Pengalihan
Kolaborasi: pemberian obat analgetik via intravena

b. Kekurangan volume cairan


NOC:
Keparahan kehilangan darah
Keseimbangan caiaran
Hidrasi
Keseimbangan cairan

NIC:

Pencegan perdarahan
Pengurangan perdarahan
Manajemen cairan
Pemasangan infus
Monitor tanda tanda vital
Pencegahan syok

c. Resiko tinggi syok


NOC:

Keparahan syok hipovolemik


Kontrol resiko
Tanda tanda vital
Status sirkulasi
NIC:
Manajemen cairan
Terapi intravena
Pemberian obat
Monitor tanda tanda vital
Manajemen hipoglikemi
d. Resiko infeksi
NOC:
Kontrol risiko: proses infeksi
Pemulihan Pembedahan: penyembuhan
Penyembuhan luka: primer
Status nutrisi
NIC:
Kontrol Infeksi: Intraoperatif
Perawatan luka
Manajemen lingkungan
Monitor Tanda tanda vital
Monitor elektrolit

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. M.N. dkk. Mola Hidatidosa. PEDOMAN DIAGNOSIS DAN TERAPI LAB/UPF.
KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN. RSUD DOKTER SOETOMO SURABAYA.
1994.

Cuninngham. F.G. dkk. Mola Hidatidosa Penyakit Trofoblastik Gestasional Obstetri Williams.
Edisi 21. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran. EGG Jakarta. 2006.
Mansjoer, A. dkk. Mola Hidatidosa. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta.2001

Martaadisoebrata. D, & Sumapraja, S. Penyakit Serta Kelainan Plasenta & Selaput Janin. ILMU
KEBIDANAN. Yayasan Bina pustaka SARWONO PRAWIROHARDJO. Jakarta.2002 Hal 341-
348.

Mochtar. R. Penyakit Trofoblas. SINOPSIS OBSTETRI. Jilid I. Edisi2. Penerbit Buku


Kedokteran. ECG. Jakarta. 1998. Hal. 238-243.

Prawirohadjo, S. & Wiknjosastro, H. Mola Hidatidosa. ILMU KANDUNGAN. Yayasan Bina


Pustaka SARWONO PRAWIROHADJO. Jakarta. 1999. Hal . 262-264

Sastrawinata, S.R. Mola Hidatidosa. OBSETETRI PATOLOGIK. Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. ELSTAR OFFSET. Bandung. 1981.

Herdman, T Heather., 2015., Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi, NANDA


International., Penerbit Buku Kedokteran EGC

Moorhead, Sue et al., 2014., Nursing Outcome Classification., Elsevier

Bulecheck, Gloria M, et al., 2014., Nursing Interventions Classification., Elsevier

Anda mungkin juga menyukai