Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

KANKER SERVIKS
NAMA : NURUL ARI WIDYANINGRUM
NIM : I4052161001

1. Pengertian
Karsinoma servik adalah pertumbuhan sel baru yang ganas terdiri dari sel-sel epithelial
yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan metastasis.
(Dorland,1998).
Karsinoma servik adalah karsinoma pada leher rahim dan menempati urutan oertama di
dunia. (Sjamjuhidayat,2005) kanker servik adalah keganasan nomor tiga paling sering dari
alat kandungan dan menempati urutan delapan dari keganasan pada perempuan di Amerika
(Yatim F,2005).
Berdasarkan dari pengertian diatas kanker servik merupakan kanker leher rahim yang
paling ganas dari beberapa kanker pada wanita lain.

2. Etiologi
Etiologi kanker serviks belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor resiko yang
menonjol yaitu :
a) Umur
Umur pertama kali melakukan hubungan seksual,penelitian menunjukkan bahwa
semakin muda wanita melakukan hubungan seksual maka semakin besar kemungkinan
mendapat kanker servik. Kawin pasa usia 20 tahun juga dianggap masih terlalu muda.
b) Jumlah kehamilan dan Partus
Kanker servik dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin sering partus semakin
besar kemungkinan resiko mendapat kanker servik.
c) Jumlah perkawinan
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-ganti pasangan
mempunyai faktor resiko yang sangat besar terhadap kanker serviks.
d) Infeksi virus
Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papilloma atau virus kondiloma
akuinata diduga sebagai faktor penyebab kanker serviks.

e) Sosial Ekonomi
Kanker servik banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah. Mungkin faktor
sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi,imunitas dan kebersihan perorangan. Pada
golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang. Hal
ini mempengaruhi imunitas tubuh.
f) Hygine dan Sirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kanker serviks pada wanita yang
pasangannya belum di sirkumsisi hal ini karena pada pria nonsirkumsisi higine penis
tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma.
g) Merokok dan AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker sedangkan pemakaian AKDR akan
berpengaruh terhadap servik yaitu bermula dari adanya erosi servik yang kemudian
menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus. Hal ini dapat sebagai pencetus
terbentuknya kanker serviks. (yatim,Faisal, 2005).

3. Manifestasi Klinis
Pada tahap permulaan kanker, sudah menimbulkan perdarahan melalui vagina, misalnya :
a. Setelah melakukan koitus atau perdarahan menstruasi lebih banyak atau timbul
perdarahan menstruasi lebih sering.
b. Timbul perdarahan diantara siklus menstruasi.
c. Apabila kanker sudah berada pada stadium lanjut bisa terjadi perdarahan spontan dan
nyeri pada rongga panggul.
d. Keluhan dan gejala akibat bendungan kanker penderita mengalami halangan air seni.
e. Sembab anggota tengah karena penekanan pembuluh darah balik.
f. Nyeri pada pinggang karena penekanan pembuluh darah balik.
g. Keluar keputihan atau cairan encer dari kelamin wanita.
h. Perdarahan sesudah menopause.
i. Nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.
j. Keputihan yang semakin lama makin berbau akibat infeksi dan nekrosis jaringan.

4. Klasifikasi Stadium dari Ca. Serviks


a. Stadium 0 : karsinoma intraepithelial. Stadium ini tidak dimasukkan kedalam
statistic terapeutik untuk karsinima invasive.
b. Stadium 1 : karsinoma terbatas pada serviks
c. Stadium 1a : karsinoma invasive hanya ditemukan secara mikroskopik.
d. Stadium 1b : lesi invasive > 5 mm
e. Stadium 1b1 : lesi klinis < 4mm
f. Stadium 1b2 : lesi klinis > 4mm
g. Stadium 2 : karsinoma meluas melampaui serviks, tetapi belum meluas pada
dinding panggul, karsinoma melibatkan vagina tetapi tidak sampai 1/3 bagian bawah.
h. Stadium 2a : mengenai vagina tetapi tidak jelas mengenai parametrium.
i. Stadium 2b : jelas sampai ke parametrium, tetapi belum sampai ke dinding
panggul.
j. Stadium 3 : karsinoma keluar sampai dinding panggul, tumor mencapai 1/3
bawah vagina.
k. Stadium 3a : tidak mencapai dinding panggul tapi 1/3 bawah vagina terkena.
l. Stadium 3b : perluasan ke dinding panggul atau hidronefrosis atau ginjal tidak
berfungsi.
m. Stadium 4 : proses keganasan telah keluar dari dinding panggul kecil dan
melibatkan mukosa rectum atau vesika urinaria atau telah bermetastase keluar panggul
atau ketempat yang jauh
n. Stadium 4a : penyebaran sampai organ didekatnya
o. Stadium 4b : telah bermetastase jauh. (Yatim,Faisal 2005,halm: 46)

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pap Smear
Pemeriksaan uji pap (pap smear) adalah pengamatan sel-sel yang dieksfoliasi dari
genetalia wanita. Uji pap telah terbukti dapat menurunkan kejadian kanker serviks
yang ditemukan stadium prakanker,ceoplasia,intraepitel serviks (NIS). Meskipun
dealam situasi baik, skrining (penapisan) merupakan proses yang sulit sangat
berpotensi terjadi kesalahan, sepertinya tidak terdeteksinya penyakit atau kesalahan
melaporkan individu yang sehat. Kesalahan pada uji pap sering terjadi karena
ketidaksempurnaan mengumpulkan sediaan. Tujuan uji pap adalah menurunkan sel
abnormal atau sel yang dapat berkembang menjadi kanker termasuk infeksi HPV.
Diagnostic sitologi adalah kualitas suatu uji penapisan diukur dengan sensitivitas
(kelompok wanita dengan uji positif diantara yang sakit) dan spesivitas (kelompok
wanita dengan uji negative diantara yang tidak sakit). Pada umumnya, ketepatan
diagnostic sitologi berkisar lebih dari 90% jika dibandingkan dengan pemeriksaan
histopatologi. Hal ini terjadi terutama pada lesi yang lebih berat yaitu dysplasia
keras/karsinoma in situ. Kesalahan yang sering terjadi sebagai berikut.
- Sediaan apus terlalu tipis, hanya mengandung sangat sedikit sel.
- Sediaan apus terlampau tebal dan tidak dioleskan merata, sel bertumpuk sehingga
menyulitkan pemeriksaan.
- Sediaan apus telah kering sebelum difiksasi
- Cairan fiksasi tidak memakai alcohol 95%.
Skrining tidak diperlukan bagi wanita pasca histerektomi untuk penyakit jinak.
Uji pap sebelumnya negative, serviks diangkat seluruhnya. Saat pengambilan uji
pap, sebaiknya diambil sesudah haid karena akan menimbulkankesulitan dalam
interpretasi. Pada peradangan berat, pengambilan sediaan ditunda sampai
pengobatan selesai. Pasien dilarang pengobatan melalui vagina 48 jam sebelum
pengambilan sediaan. Pada menopause, dapat terjadi perubahan seuler karena
atrofi sehingga diperlukan pemberian estrogen sebelumnya.
b. Kolposkopi
Pemeriksaan melihat porsio (juga vagina dan vulva) dengan pembesaran 10-15, untuk
menampilkan porsio, dipulas terlebih dahulu dengan asam astat 3-5%. Porsio dengan
kelainan (inveksi HPV atau NIS) terlihat bercak putih atau perubahan corak pembuluh
darah. Kolposkopi dapat berperan sebagai alat skrining awal, tetapi ketersediaan alat
ini tidak mudah. Karena mahal, alat ini lebih sering digunakan sebagai prosedur
pemeriksaan lanjut dari hasil uji pap abnormal.
c. Servikografi.
Pemeriksaan kelainan porsio dengan membuat foto pembesaran porsio setelah dipulas
dengan asam asetat 3-5% yang dilakukan oleh bidan. Hasil foto serviks dikirim ke
ginekologi.
d. Pap Net
Pada dasarnya pemeriksaan pap net berdasarkan pemeriksaan uji pap. Bedanya, uji ini
untuk mengidentifikasi sel abnormal. Secara komputerisasi pada gelas kaca,hasil uji
pap yang mengandung sel abnormal dievaluasi ulang oleh ahli patologi/sitologi.

e. Uji DNA-HPV
Telah dibuktikan bahwa lebih dari 90% kondiloma serviks, NIS dan kanker serviks
mengandung DNA-HPV. Hubungannya dinilai kuat dan tiap tipe HPV mempunyai
hubungan patologi yang berbeda. Tipe 6 dan 11 termasuk tipe HPV risiko rendah,
jarang ditemukan pada karsinoma invasive, kecuali karsinoma verukosa. Sementara
itu, tipe 16,18,31 dan 45 termasuk tpe HPV risiko tinggi.
f. Scan (MRI, CT, Gallium) dan ultrasound
Dilakukan untuk tujuan diagnostik identifikasi metastatik dan evaluasi respon pada
pengobatan.
g. Biopsy
Dilakukan untuk diagnosa banding dan menggambarkan pengobatan dan dapat
dilakukan melalui sumsum tulang, kulit, organ, dsb.
h. Penanda tumor
Zat yang dihasilkan dan disekresikan oleh sel tumor dan ditemukan dalam serum
(CEA, antigen spesifik prostat, HCG, dll.)

6. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya, operasi sebagai pengobatan kanker leher rahim dilakukan apabila kanker
belum menyebar. Bila tumor masih berada didalam jaringan servik dan ukurannya masih
kurang dari 3 mm maka dilakukan operasi ekstra facial histerektomi. Risiko kambuha dan
penyebaran ke kelenjar getah bening adalah kurang dari 1%, kanker serviks tingkat 1a , 1b
dilakukan operasi pengangkatan rahim secara total berikut kelenjar getah bening di
sekitarnya (radikal histerektomi).
Secara umum pengobatan kanker serviks adalah dengan penyinaran (radioterapi,
pengobatan zat kimia (kemoterapi), operasi. Ketiga cara tersebut dapat dilakukan salah
satu atau kombinasi. Tidak semua kanker rahim stadium lanjut,1/3 penderita kankernya
tunbuh lagi setelah pengobatan dihentikan. Peneybaran kanker biasanya ke vagina bagian
atas rahim dan organ lain di rongga panggul. Kanker ini tumbuh lagi pada bagian atas
vagina setelah dilakukan operasi pengangkatan rahim (histerektomi).

7. Komplikasi
Komplikasi berkaitan dengan intervensi pembedahan sudah sangat menurun yang
berhubungan dengan peningkatan teknik-teknik pembedahan tersebut. Komplikasi tersebut
meliputi fistula uretra, disfungsi kandung kemih, emboli pulmonal, limfosit, infeksi pelvis,
obstruksi usus besar dan fistula rektovaginal.
Komplikasi yang dialami segera saat terapi radiasi adalah reaksi kulit, sistitis radiasi dan
enteritis. Komplikasi berkaitan pada kemoterapi tergantung pada kombinasi obat yang
digunakan. Masalah efek samping yang sering terjadi adalah supresi sumsum tulang, mual,
muntah karena penggunaan kemoterapi yang mengandung sisplatin. (Gale Danielle,2000).
8. Pathway kanker serviks
9. Rencana Asuhan Keperawatan
A. Operasi :
a. Nyeri berhubungan dengan operasi
NOC:
Kepuasan klien: manajemen nyeri
Pergerakan
Pemulihan pembedahan: penyembuhan
Kontrol nyeri

NIC:

Pengurangan kecemasan
Manajemen nyeri
Pengaturan posisi
Pengalian
Kolaborasi: pemberian obat analgetik via intravena
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan.
NOC:
Penyembuhan luka: primer
Perawatan diri: kebersihan
Status nutrisi
Respon pengobatan
NIC:
Pemerian obat: kulit
Manajemen nutrisi
Perlindungan infeksi
Monitor tanda tanda vital
c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasive
NOC:
Kontrol risiko: proses infeksi
Pemulihan Pembedahan: penyembuhan
Penyembuhan luka: primer
Status nutrisi

NIC:
Kontrol Infeksi: Intraoperatif
Perawatan luka
Manajemen lingkungan
Monitor Tanda tanda vital
Monitor elektrolit
d. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
NOC:
Pengetahuan: manajemen nyeri
Pengetahuan: diet yang disarankan
Komunikasi: penerimaan
Pengetahuan: gaya hidup sehat

NIC:

Pengajaran: peresepan diet


Manajemen nyeri
Modifikasi perilaku hidup sehat
Perencanaan pulang

DAFTAR PUSTAKA

Price & Wilson. 2006. Patofisiologi Volume 2. EGC; Jakarta


Nurwijaya, Hartati, dkk. Cegah dan Deteksi Kanker Serviks. PT Elex Media Komputindo;
Jakarta.

Sidohutomo, Ananto.2010. The Prince of Never Ending War Againts Cervical & Breast
Cancer ; Surabaya.

Hendrik. 2006. Problema Haid Tinjauan Syarat Islam dan Medis. Tiga Serangkai; Solo.

Doengoes.2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC; Jakarta

Herdman, T Heather., 2015., Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi, NANDA


International., Penerbit Buku Kedokteran EGC

Moorhead, Sue et al., 2014., Nursing Outcome Classification., Elsevier

Bulecheck, Gloria M, et al., 2014., Nursing Interventions Classification., Elsevier

Anda mungkin juga menyukai