Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS

ORGANOLEPTIK ABON IKAN LELE (Clarias sp.) dan IKAN TUNA (Thunnus sp.)

Anditya Candra Satriani

12/334989/PN/12980

Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRAK

Abon ikan adalah jenis makanan yang terbuat dari ikan yang diberi bumbu, diolah dengan cara
perebusan dan penggorengan. Produk yang dihasilkan mempunyai bentuk lembut, rasa enak, bau
khas, dan mempunyai daya simpan yang relatif lama. Sehingga pembuatan abon merupakan
salah satu alternatif cara untuk memperpanjang daya simpan ikan. Ikan lele (Clarias sp.) dan
ikan tuna (Thunnus sp.) merupakan sebagian komoditas yang dapat digunakan sebagai bahan
baku untuk pembuatan abon. Abon dibuat dengan cara melunakkan daging, memberi bumbu,
penggorengan kemudian pengeringan dengan menggunakan spinner. Praktikum ini akan
menganalisis pengaruh lama penyimpanan abon terhadap organoleptiknya setelah abon
disimpan. Pengujian dilakukan setiap hari selama tujuh hari dengan melakukan pengamatan
terhadap nilai kenampakan, rasa, dan aroma. Hasil praktikum menunjukkan bahwa abon ikan lele
lebih tahan lama dibanding ikan tuna karena nilai rasa, aroma dan kenampakannya tidak berubah
setelah disimpan selama tujuh hari.

Kata kunci: abon, spinner, organoleptik, lele, dan tuna.

PENDAHULUAN

Abon merupakan produk kering, pembusukan apabila dibandingkan dengan


dimana penggorengan merupakan salah satu bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan
tahap yang umumnya dilakukan dalam kimiawi pada ikan yang mati menyebabkan
pengolahannya (Fachruddin, 1997). Pan pembusukan. Berdasarkan pada kenyataan
frying merupakan proses penggorengan ini maka dibutuhkan teknologi pengawetan
bahan dengan menggunakan sedikit minyak ikan ataupun olahan ikan sehingga dapat
dengan suhu permukaan dapat mencapai memperpanjang umur simpannya,
lebih dari 100C (Muchlisin, 2002). Lama diantaranya inovasi pengolahan ikan
penggorengan dilakukan antara 30-60 menit menjadi abon ikan. (Kusumayanti, et. al.,
atau tergantung bahan yang digoreng 2011).
(Wibowo dan Peranginangin, 2004).
Ikan tuna merupakan salah satu jenis
Ikan adalah salah satu bahan ikan laut yang banyak mengandung Omega-
makanan yang digemari dan dikonsumsi 3. Asam lemak Omega-3 yang bermanfaat
oleh masyarakat selain sebagai komoditi untuk pencegahan penyakit jantung. Selain
eksport. Secara umum ikan cepat mengalami itu juga dapat menurunkan kadar kolestrol
darah yang berakibat terjadinya Tambahkan bumbu-bumbu seperti bawang
penyumbatan pembuluh darah. Manfaat lain merah, bawang putih, ketumbar, jahe
dari lemak Omega-3 adalah berperan dalam
proses tumbuh kembang otak. (Khomsan,
2004) Bumbu ditumis hingga harum kemudian
Menurut Ferdian et. al. (2012), ikan ditambahkan gula jawa, lengkuas, asam
lele merupakan ikan yang bernilai ekonomis jawa, daun salam, sereh, garam dan gula
penting, sehingga menimbulkan peluang pasir
usaha yang cukup diperhitungkan.
Kebutuhan ikan lele konsumsi dalam negeri
terus mengalami peningkatan sejalan dengan Masukkan daging sedikit demi sedikit
semakin populernya lele sebagai hidangan
yang sangat lezat. Peningkatan jumlah
produksi ikan lele dapat terjadi karena ikan Goreng hingga matang (sekitar 60 menit)
ini dapat dibudiayakan pada lahan dan
sumber air yang terbatas dengan padat tebar
yang tinggi, menyukai semua jenis pakan,
Penirisan menggunakan spinner
modal usahanya relatif rendah karena dapat
menggunakan sumber daya yang relatif ALAT DAN BAHAN
mudah didapatkan serta pemasaran benih
dan ukuran konsumsinya pun relatif mudah. Alat

Tujuan dari praktikum ini adalah Alat yang digunakan untuk acara pembuatan
untuk mengetahui pengaruh lamanya abon ikan pada praktikum pengolahan hasil
penyimpanan abon ikan lele (Clarias sp.) perikanan adalah pengukus, baskom,
dan abon ikan tuna (Thunnus sp.) terhadap talenan, pisau, cobek, munthu, blender,
kualitas organoleptiknya. wajan, solet, sendok, timbangan, kompor
gas, mangkok plastik, sealer, dan spinner
METODOLOGI
Bahan
Daging ikan
Bahan yang digunakan untuk acara
pembuatan abon pada praktikum pengolahan
hasil perikanan adalah daging ikan tuna,
Kukus selama 30 menit
daging ikan lele, gula, gula merah, lengkuas,
sereh, salam, ketumbar, bawang putih,
bawang merah, jahe, asam jawa, garam dan
Sayat-sayat minyak goreng.
HASIL DAN PEMBAHASAN obat diduga karena mempunyai efek
antiseptik dari senyawa allin atau allisin.
Menurut Suryani et. al. (2007), abon Ketumbar (Coriandrum sativum L) bayak
ikan merupakan jenis makanan olahan ikan digunakan sebagai bumbu masak dengan
yang diberi bumbu, diolah dengan cara digerus terlebih dahulu. Ketumbar dapat
perebusan dan penggorengan. Produk yang menimbulkan bau sedap dan rasa pedas yang
dihasilkan mempunyai bentuk lembut, rasa gurih (Sutejo, 1990). Bumbu-bumbu yang
enak, bau khas, dan mempunyai daya ditumis tersebut kemudian ditambah gula
simpan yang relatif lama. Sementara jawa, serai, lengkuas, daun salam, gula,
menurut Karyono dan Wachid (1982), abon garam, dan asam jawa. Bumbu ditumis
ikan adalah produk olahan hasil perikanan hingga harum. Selanjutnya, daging ikan
yang dibuat dari daging ikan, melalui yang telah dikukus selama 30 menit
kombinasi dari proses penggilingan, kemudian ditiriskan dan disayat-sayat atau
penggorengan, pengeringan dengan cara disuwir-suwir sehingga ukuran daging
menggoreng, serta penambahan bahan menjadi lebih kecil. Saat bumbu telah
pembantu dan bahan penyedap terhadap harum, daging ikan dimasukkan kemudian
daging ikan. digoreng. Penggorengan dilakukan hingga
Praktikum pembuatan abon ini daging berwarna kecoklatan dan berbau
dilakukan dengan mempersiapkan semua harum yang dilakukan sekitar 60 menit.
alat dan bahan yang akan digunakan terlebih Pengadukan harus terus dilakukan agar tidak
dahulu. Kemudian, ikan dikukus selama 30 terjadi kegosongan pada daging karena
menit dengan tujuan untuk mematangkan proses karamelisasi gula. Apabila daging
ikan dan melunakkan tekstur ikan. Selama telah matang dan dingin, daging ditiriskan
menunggu proses pengukusan, bumbu- menggunakan spinner untuk menghilangkan
bumbu disiapkan. Bumbu seperti bawang minyak yang terdapat dalam daging. Setelah
merah, bawang putih, ketumbar, dan jahe minyak tiris, daging sudah dapat disebut
dihaluskan dan ditumis. Menurut Wibowo sebagai abon yang kemudian dikemas dan
(1995), bawang putih (Allium sativum) diuji selama 7 hari untuk mengetahui
termasuk tanaman rempah yang bernilai perubahan organoleptik berdasarkan masa
ekonomi tinggi karena memiliki beragam simpannya.
kegunaan, tidak hanya didapur bawang putih Nilai kenampakan
adalah sebagai bumbu penyedap masakan
yang membuat masakan menjadi beraroma Tabel 1. Nilai Kenampakan Abon Ikan Tuna
dan mengundang selera dan bawang merah dan Ikan Lele yang Diuji Selama 7 Hari
(Allium cepa) termasuk salah satu sayuran
umbi multiguna, dan yang paling penting Nilai Kenampakan Abon Ikan Tuna
Hari ke-1 Coklat
didayagunakan sebagai bahan bumbu dapur
Hari ke-2 Coklat
sehari-hari dan penyedap berbagai masakan. Hari ke-3 Coklat kemerahan
Kegunaan lain bawang merah sebagai obat Hari ke-4 Coklat kemerahan
tradisonal, khasiat bawang merah sebagai Hari ke-5 Coklat kemerahan
Hari ke-6 Coklat kemerahan
Nilai aroma
Hari ke-7 Coklat kemerahan
Tabel 2. Nilai Aroma Abon Ikan Tuna dan
Ikan Lele yang Diuji Selama 7 Hari
Hasil pengamatan nilai kenampakan
pada Tabel 1 menunjukkan bahwa tidak ada Nilai Aroma Abon Ikan Tuna
perubahan warna signifikan yang terjadi Hari ke-1 Aroma ikan
baik pada abon tuna maupun lele pada Hari ke-2 Aroma ikan
Hari ke-3 Aroma ikan
waktu penyimpanan selama 7 hari.
Hari ke-4 Aroma ikan
Abon tuna menunjukkan warna yang Hari ke-5 Aroma ikan
Hari ke-6 Aroma ikan
lebih kemerahan. Hal tersebut disebabkan
Hari ke-7 Aroma ikan
karena tuna merupakan jenis ikan berdaging
merah. Menurut Winarno (1997), myoglobin
menjadi pigmen utama yang terdapat pada Hasil pengamatan nilai aroma pada
daging merah. Myoglobin mirip dengan Tabel 2 menunjukkan bahwa tidak ada
hemoglobin namun berbentuk lebih kecil, perubahan aroma secara signifikan yang
yaitu kira-kira satu per empat bagian dari terjadi baik pada abon tuna maupun lele
besar hemoglobin. Satu molekul myoglobin pada penyimpanan selama 7 hari. Abon tuna
terdiri dari satu rantai polipeptida yang mempunyai aroma ikan yang lebih kuat,
terdiri dari 150 buah asam amino. sedangkan pada abon ikan, aroma bumbu
lebih tercium kuat.
Menurut Soekarto (1985), warna
merupakan sifat produk pangan yang paling Perbedaan aroma tersebut dapat
menarik perhatian konsumen dan paling disebabkan karena bahan yang ada dalam
cepat memberikan kesan disukai atau tidak. lemak dan bersifat menguap ketika
Intensitas warna dari daging masak dipanaskan. Menurut Purnomo (1995),
bergantung pada perubahan pigmen yang bumbu yang digunakan dalam pembuatan
terjadi selama pemasakan, perubahan abon dapat memberikan aroma yang khas.
tersebut ditentukan oleh jenis, lama dan Bawang merah memiliki bau dan citarasa
suhu pemasakan. yang khas yang ditimbulkan oleh adanya
senyawa yang mudah menguap dari jenis
Adapun faktor yang menyebabkan sulfur seperti propil sulfur. Ketumbar dapat
warna cokelat pada abon yaitu gula yang memberikan aroma yang diinginkan dan
merupakan bahan pembuat abon dan menghilangkan bau amis. Kombinasi gula,
kandungan karbohidrat yang tinggi sehingga garam dan bumbu - bumbu menimbulkan
menyebabkan warna abon cokelat karena bau yang khas pada produk akhir (Purnomo,
terjadinya reaksi maillard. Reaksi maillard 1995).
adalah reaksi pencokelatan non enzimatis
yang merupakan reaksi antara protein Uji terhadap nilai aroma memiliki
dengan gula-gula pereduksi (Muchtadi dan peranan yang penting, sebab dengan adanya
Astawan, 1992). uji tersebut akan dapat memberikan
penilaian terhadap hasil produksinya, Juga tejadi karena adanya enzim lipase yang
apakah produk tersebut disukai atau tidak terdapat pada produk atau enzim yang
oleh konsumen (Soekarto, 1985). dihasilkan oleh mikroba penyebab
kerusakan.
Nilai rasa
Perubahan rasa yang terjadi pada
Tabel 3. Nilai Rasa Abon Ikan Tuna dan abon ikan tuna namun tidak terjadi pada
Ikan Lele yang Diuji Selama 7 Hari abon ikan lele dapat disebabkan karena
Nilai Rasa daging ikan tuna merupakan daging merah
Abon Ikan Tuna
Hari ke-1 sedangkan daging ikan lele merupakan
Rasa ikan, manis
Hari ke-2 daging putih. Menurut Junianto (2003),
Rasa ikan, manis
Hari ke-3 Rasa ikan, rasa bumbu kurang lemak daging merah ikan lebih
kandungan
Hari ke-4 Rasa ikan, bumbu sangat
tinggiterasa
dibandingkan dengan daging putih
Hari ke-5 Rasa ikan, bumbu sangat terasa
ikan. Oleh karena itu, karena kandungan
Hari ke-6 Rasa ikan, bumbu terasa, agak
lemak yang lebih tinggi, daging ikan tuna
asam
lebih mudah teroksidasi dan menjadi tengik
Hari ke-7 Rasa ikan, manis, bumbu terasa,
setelah disimpan selama beberapa hari.
agak asam
SNI 01-3707-1995 menyatakan
Hasil pengamatan nilai rasa pada bahwa syarat mutu abon adalah mempunyai
Tabel 2 menunjukkan bahwa tidak ada rasa yang normal, serta bau dan warna yang
perubahan aroma secara signifikan yang juga normal. (Anonim, 1995). Kriteria lain
terjadi baik pada abon lele pada dalam SNI tidak diujikan pada praktikum
penyimpanan selama 7 hari. Rasa bumbu- ini. Oleh karena itu, bila hasil praktikum
bumbu masih terasa kuat pada abon ikan dibandingkan dengan SNI hanya
lele. Sedangkan pada abon ikan tuna, rasa berdasarkan pada organoleptiknya saja,
mulai terasa agak asam pada hari ke-6 dan maka hasil praktikum sudah sesuai dengan
hari ke-7. Hal tersebut menunjukkan bahwa standar SNI karena baik warna, bau, maupun
waktu penyimpanan mempengaruhi nilai rasa abon yang dibuat sudah merupakan bau,
organoleptik abon ikan tuna dalam hal rasa. warna, dan rasa khas abon yang normal.

Menurut Novelina dan Nurhaida


(1997), kerusakan yang terjadi selama KESIMPULAN
penyimpanan biasanya adalah perubahan
rasa menjadi tengik disebabkan Abon dapat digunakan sebagai salah satu
teroksidasinya lemak daging dan lemak dari alternatif dalam usaha untuk
kelapa yang digunakan dalam pengolahan. memperpanjang daya simpan ikan. Bahan
Proses ketengikan ini karena teroksidasinya baku abon dapat menggunakan berbagai
lemak oleh oksigen atau terjadinya proses jenis ikan, hanya saja, sebaiknya dipilih
hidrolisa lemak yang menghasilkan asam bahan baku dari jenis ikan yang rendah
lemak bebas. Proses hidrolisa lemak dapat lemak sehingga lebih tahan lama karena
ketengikan terjadi karena adanya lemak Teknologi Hasil Perikanan, Institut
yang teroksidasi pada bahan pangan. Pertanian Bogor, Bogor. (Skripsi). 54
hlm.

Muchtadi, D., dan Astawan, M. 1992.


DAFTAR PUSTAKA Metode Kimia Biokimia dan Biologi
Anonim. 1995. SNI 01-3707-1995 Abon Dalam evaluasi Nilai Gizi Pangan
Ikan. Badan Standardisasi Nasional. Olahan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi
Jakarta. IPB.

Fachruddin, L., 1997. Membuat Abon Ikan. Novelina dan Nurhaida. 1997. Studi
Kanisius. Yogyakarta. Mengenai Cita Rasa Rendang yang
Diawetkan Dengan Cara Stertlisasi
Ferdian F. 2012. Analisis Permintaan Ikan Dan Pemberian Antioksidan Setelah
Lele (Clarias sp.) Konsumsi di Dua Bulan Penyimpanan.
Kecamatan Losarang Kabupaten
Indramayu. Jurnal perikanan dan Purnomo. 1995. Aktivitas Air dan
kelautan. Vol 3 (4). Peranannya Dalam Pengawetan
Pangan. UI Press. Jakarta.
Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan.
Penebar Swadaya. Jakarta. Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik
Untuk Industri Pangan dan Hasil
Karyono dan Wachid. 1982. Petunjuk Pertanian.Penerbit Bhatara Karya
Praktek Penanganan dan Pengolahan Aksara. Jakarta.
Ikan. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Jakarta. Suryani, A, Erliza Hambali, Encep Hidayat.
2007. Membuat Aneka Abon. Penebar
Khomsan, Ali. 2004. Peranan Pangan dan Swadaya. Jakarta.
Gizi Untuk Kualitas Hidup. PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia. Sutejo, M.M. 1990. Pengembangan Kultur
Jakarta. Tanaman Berkhasiat Obat. Rineka
Cipta. Jakarta.
Kusumayanti, H., Widi Astuti, RTD. Wisnu
Broto. 2011. Inovasi Pembuatan Abon Wibowo, S. dan R. Peranginangin. 2004.
Ikan Sebagai Salah Satu Teknologi Pengolahan Abon Ikan. Badan Riset
Pengawetan Ikan. Jurnal Gema Kelautan dan Perikanan. Departemen
Teknologi. Vol 16 (3). Kelautan dan Perikanan.

Muchlisin. 2002. Pengaruh Teknik Wibowo, S., 1995. Budi Daya Bawang
Pemasakan dan Formulasi Santan Putih, Merah, dan Bombay. Penebar
Terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Swadaya. Jakarta.
Produk Abon Ikan Sapu-sapu
(Hyposarcus pardalis). Jurusan
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan
Gizi. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai