Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Vaginitis adalah diagnosis masalah ginekologis yang paling sering terjadi
di pelayanan primer. Pada sekitar 90% dari perempuan yang terkena, kondisi
ini disebabkan oleh vaginosis bakterial, kandidiasis atau trikomoniasis
vulvovaginal. Vaginitis terjadi ketika flora vagina telah terganggu oleh adanya
mikroorganisma patogen atau perubahan lingkunang vagina yang
memungkinkan mikroorganisma patogen berkembang biak/berproliferasi.
Pemeriksaan untuk vaginitis meliputi penilaian risiko dan pemeriksaan fisik,
dengan fokus perhatian pemeriksaan pada adanya dan karakteristik dari
discharge vagina. Pemeriksaan laboratorium diantaranya: metode sediaan
basah garam fisiologis (Wet Mount) dan KOH, pemeriksaan PH discharge
vagina dan "whiff" test. Pengobatan untuk vaginosis bacterial dan
trikomoniasis adalah metronidazol, sementara untuk kandidiasis vaginal,
pilihan pertama adalah obat anti jamur topikal (Am Fam Physician
2000;62:1095-104.)
Vaginitis adalah masalah ginekologis yang paling banyak dihadapi oleh
dokter yang memberi pelayanan terhadap perempuan. Pembuatan diagnosis
yang akurat bisa sangat sulit, yang menyebabkan upaya pengobatan juga
kompleks. Terlebih lai, adanya obat yang dijual bebas menaikkan
kemungkinan pemberian pengobatan yang tidak sesuai untuk vaginitis.
Angka prevalensi dan penyebab vaginitis tidak diketahui pasti, sebagian
besar karena kondisi-kondisi ini sering didiagnosis sendiri dan diobati sendiri
oleh penderita. Selain itu, vaginitis sering tidak menimbulkan gejala
(asimptomatis) atau disebabkan oleh lebih dari satu organisme penyebab.
Kebanyakan ahli meyakini bahwa sampai sekitar 90% kasus vaginitis
disebabkan oleh vaginosis bakterial, kandidiasis vulvovaginal dan
trikomoniasis. Penyebab non-infeksi termasuk vaginal atrophy, alergi dan
iritasi kimiawi.Penyebab tersering vaginitis adalah bakterial vaginosis,
kandidiasis vulvovaginal, trikomoniasis, atropi vaginal, alergi dan iritasi
kimiawi.

1 | Sistem Reproduksi I
Fokus pembahasan kami dalam makalah ini adalah bakterial vaginosis ,
yang merupakan salah satu penyebab vaginitis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2 | Sistem Reproduksi I
2.1 Anatomi Fisiologi Reproduksi Wanita

Alat reproduksi wanita dibagi atas 2 bagian :


Alat reproduksi luar ( genetalia eksterna ) :

Dalam arti sempit adalah alat kandungan yang dapat dilihat dari luar bila
wanita dalam posisi litotomi. Yang fungsinya dikhususkan untuk kopulasi
( koitus).

Alatreproduksi dalam ( genetalia interna )

A. Alat Reproduksi Luar

Vulva

Bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong , berukuran panjang


mulai dari klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil, sampai ke belakang di
batasi perineum.

- Labia Majora ( Bibir Besar Kemaluan )

Berada pada bagian kanan dan kiri, berbentuk lonjong, yang pada wanita
menjelang dewasa ditumbuhi juga oleh pubes lanjutan dari mons veneris.
- Labia Minora

3 | Sistem Reproduksi I
Bagian dalam dari bibir besar yang berwarna merah jambu. Di sini juga
dijumpai Frenulum klitoris, preputium, dan frenulum pudenda
- Mons Veneris (Tundun )

Daerah yang menggantung di atas simfisis, yang akan ditumbuhi rambut


kemaluan ( pubes ) apabila wanita berangkat dewasa. Pada wanita rambut ini
akan tumbuh membentuk sudut lengkung, sedangkan pada pria membentuk
sudut runcing ke atas.
- Vestibulum

Terletak di bawah selaput lendir vulva, atau diantara 2 labia minor. Terdiri
dari bulbus vestibuli kanan dan kiri. Di sini dijumpai kelenjar vestibuli mayor
( kelenjar bartholini ) dan kelenjar vestibulum minor.
- Introitus Vagina

Adalah pintu masuk vagina.

- Hymen ( Selaput Dara )

Merupakan selaput yang menutupi introitus vagina. Biasanya berlubang


membentuk semilunaris, anularis, tapisan, septata, atau fimbria. Bila tidak
berlubang disebut atresia himenalis atau hymen imperforata. Himen akan
robek pada koitus apalagi setelah bersalin. Sisanya disebut kurunkula hymen
atau sisa hymen.
- Perineum

Terletak diantara vulva dan anus.


OUE ( Orifisium uretra eksterna / Lubang kemih )

Adalah tempat keluarnya air kemih yang terletak di bawah klitoris. Di


sekitar lubang kemih bagian kiri dan kanan didapati lubang kelenjar skene.
Klitoris ( Kelentit )

Identik dengan penis pada pria, kira kira sebesar kacang hijau sampai
cabe rawit dan ditutupi oleh frenulum klitoris. Glans klitoris berisi jaringan

4 | Sistem Reproduksi I
yang dapat berereksi, sifatnya amat sensitif karena banyak memiliki serabut
saraf.

Gambar Alat Reproduksi Wanita Luar ( Genetalia feminina eksterna )

B. Alat Reproduksi Dalam

Sepasang Ovarium ( Indung Telur )

Terdapat dua indung telur, masing masing di kanan dan di kiri Rahim,
dilapisi mesovarium dan tergantung di belakang lig. Latum. Bentuknya
seperti buah almon., sebesar ibu jari tangan ( jempol ) ukuran 2,5 5 cm 0,6
1 cm. indung telur ini posisinya ditunjang oleh mesovarium, lig. Ovarika,
lig. Infundibulopelvikum. Merupakan alat reproduksi yang setelah dewasa
menghasilkan ovum ( telur ). Berfungsi sebagai kelenjar endokrin
( menghasilkan estrogen dan progresteron ). Juga berperan dalam mengatur
siklus haid. Strukturnya terdiri dari :
- Korteks / kulit

a. Tunika albuginea, yaitu epitel berbentuk kubik

5 | Sistem Reproduksi I
b. Jaringan ikat di sela sela jaringan lain
c. Stroma, folikel primordial, dan folikel de graf
d. Sel sel Warthard

- Medulla / inti atau zona vaskulosa terdiri dari :

a. Stroma berisi pembuluh darah


b. Serabut saraf
c. Beberapa otot polos

Vagina

Liang atau saluran yang menghubungkan vulva dengan rahim, terletak


diantara saluran kemih dan liang dubur. Di bagian ujung tasanya terletak
mulut Rahim. Ukuran panjang dinding depan 8 cm dan dinding belakang 10
cm. bentuk dinding dalamnya berlipat lipat,, disebut rugae sedangkan
ditengahnya ada bagian yang lebih keras disebut kolumna rugarum. Dinding
vagian terdiri dari lapisan mukosa, lapisan otot, dan lapisan jaringan ikat.
Berbatasan dengan serviks membentuk ruangan lengkung, antara lain forniks
lateral kiri dan kanan, forniks anterior, dan forniks posterior. Suplai darah
vagina diperoleh dari arteria uterine, arteria vesikalis inferior, arteria
hemoroidalis mediana, dan arteria pudendus interna. Fungsi penting dari
vagina ialah sebagai :
(a) Saluran keluar untuk mengalirkan darah haid dan secret lain dari
Rahim,
(b) Alat untuk sanggama,
(c) Jalan lahir pada waktu bersalin.
Ekosistem vagina normal sangat kompleks, flora bakterial yang
predominan adalah laktobasili (95%) ,disamping itu terdapat pula sejumlah
kecil (5%) variasi yang luas dari bakteri erobik maupun anerobik. Ekosistem
vagina yang normal mengandung 105 sampai 106 /gr dari sekresi vagina;
sedangkan pada vaginosis bakterialis terjadi peningkatan sangat besar yaitu
mencapai 109 1011/gram sekresi.

Bakteri yang normal di vagina :

6 | Sistem Reproduksi I
Genus Laktobasilus merupakan kuman yang mampu memproduksi
sejumlah asam laktat dari karbohidrat sederhana, dengan demikian
menciptakan suasana asam yang mampu mematikan kuman lain yang tidak
berspora.Secara morfologik, kuman ini berbentuk batang positif Gram, dan
tidak bergerak. Pada isolasi primer bersifat mikroaerofilik, atau anaerob
(tumbuh baik pada keadaan sedikit sekali oksigen atau tanpa oksigen).
Bakteri ini pada dasarnya bersifat non patogen (tidak berbahaya).

Sekret normal vagina :


a.Berwarna jernih atau putih keruh
b. Berwarna kekuningan ketika mengering di pakaian
c.pH < 5,0
d. terdiri dari sel-sel epitel yang matur
e.sejumlah normal leukosit
f. tanpa adanya jamur Trichomonas dan tanpa clue cell

Uterus / Histera / Hister ( Rahim )

Merupakan organ otot berdinding tebal dan berongga ( cavum ). Bentuk,


besar, letak, dan susunan uterus berbeda beda tergantung pada umur, organ
sekitarnya dalam keadaan hamil. Terletak pada rongga panggul antara vesika
urinaria dengan colon sigmoid dan rectum. Uterus ini sendiri berfungsi
sebagai tempat implantasi ovum yang telah dibuahi, Sebagai tempat
perkembangan dan memberi makan pada janjn yang sedang berkembang.
Dengan vagina termasuk jalan lahir lunak.
Bagian bagian uterus antara lain :
a.Fundus Uteri
b.Corpus Uteri
c.Isthmus Uteri
d.Serviks Uteri

Bagian dinding uterus secara historik terdiri dari 3 bagian yaitu;


a.Lapisan serosa ( lapisan peritoneum ), di luar
b.Lapisan otot ( lapisan myometrium ), di tengah
c.Lapisan mukosa ( lapisan endometrium ), di dalam

Sikap dan letak Rahim dalam rongga panggul terfiksasi dengan baikk
karena disokong dan dipertahankan oleh,

7 | Sistem Reproduksi I
a. Tonus rahim itu sendiri
b. Tekanan intra abdominal
c. Otot otot dasar panggul
d. Ligament ligament

Letak Rahim dalam keadaan fisiologis adalah anteroflesi. Letak letak


lainya adalah antefleksi ( tengadah ke belakang ), retrofleksi (tengadah ke
belakang), anteversi ( terdorong ke depan ), retroversi ( terdorong ke
belakang), suplai darah rahim dialiri oleh artteri uterine yang berasal dari
arteri ilikaka interna (a.hipogastrika ) dan arteri ovarika.
Fungsi rahim adalah :
a. tempat tumbuh janin berkembang.
b. berkontraksi terutama sewaku bersalin dan sesudah bersalin.
c. berfungsi waktu siklus haid

Tuba Uterina ( Saluran Telur )

Adalah saluran telur yang keluar dari korpus rahim kanan dan kiri,
panjangnya 12 1 cm, diameter 3 8 mm. bagian luarnya diliputi oleh
peritoneum visceral yang merupakan bagian dari ligamentum latum. Bagian
dalam dilapisi silia, yaitu rambut getar yang berfungsi untuk menyalurkan
telur hasil konsepsi.
Saluran telur terdiri dari empat bagian :
a.Pars interstisialis (intramuralis),
b.Pars ismika, yang merupakan bagian tengah saluran telur yang
sempit,
c.Pars ampularis,, di mana biasanya pembuahan (konsepsi) terjadi,
d.Infundibulum, yang merupakan ujung tuba yang terbuka ke rongga
perut. Di ujung infundibulum teredapat umbai umbai (fimbriae)
yang berguna untuk menangkap sel telur (ovum), yang kemudian
akan disalurkan ke dalam tuba.

Fungsi saluran telur adalah :


a. sebagai saluran telur.
b. menangkap dan membawa ovum yang dilepaskan oleh indung telur.
c. tempat terjadinya pembuahan (konsepsi = fertilisasi)

8 | Sistem Reproduksi I
Gambar Alat Reproduksi Wanita Dalam( Genetalia feminina interna )
Fisiologi
Dalam masa kanak kanak, indung telur masih masa istirahat, belum
berfungsi dengan baik.setelah akil baliq,maka terjadilah perubahan
perubahan besar pada seluruh tubuh wanita. Pubertas tercapai pada usia
sekitar 12 16 tahun, namun hal ini di pengaruhi oleh keturunan ,
bangsa,iklim,dan lingkungan.
Ciri khas kedewasaan manusia di tandai dengan adanya perubahan
perubahan siklik pada alat kandungan sebagai persiapan untuk suatu
kehamilan. Peristiwa penting tersebut di tandai dengan datangnya haid,yaitu
pengeluaran darah tiap bulan dari dalam rahim. Selain itu , pada ketiak dan
alat kemaluan luar tumbuh rambut, buah dada ( payudara ) bertambah besar,
panggul dan pinggul menjadi luas, sehingga tubuh remaja putri ini
mempunyai bentuk khas wanita. Dengan akil baliq ini, seorangb remaja putri
mulai memasuki kurun waktu reproduktif, artinya masa mendapatkan
keturunan yang berlangsung kira kira 30.
Haid yang pertama kali terjadi di sebut Minarche. Setelah masa
reproduksi, wanita masuk dalam masa Klimakterium yang terjadi secara
berangsur angsur di mana haid akan menjadi tidak teratur, lalu akhir nya
berhenti sama sekali sesuai dengan lanjutnya usia. Keadaan ini di sebut
Menopause ( stop haid ). Perubahan perubahan yang kompleks dan
harmonis ini di atur oleh Serebrom, Hipotalamus, Hipofise,Alat alat
kandungan, Korteks Adrenal ,Kelenjar Tiroid dan kelenjar kelenjar lainnya.

9 | Sistem Reproduksi I
2.2 Definisi Bakterial Vaginosis

Vaginosis bakteril, juga disebut BV merupakan infeksi vagina yang paling umum
pada wanita usia subur. Ini terjadi ketika keseimbangan normal bakteri di vagina
terganggu dan digantikan oleh pertumbuhan berlebih dari bakteri tertentu. Vagina
biasanya mengandung sebagian besar "baik" bakteri, dan lebih sedikit "berbahaya"
bakteri. BV terjadi ketika ada peningkatan "berbahaya" dan lebih sedikit bakteri
"baik" bakteri.
Vaginosis bakterial adalah peradangan vagina yang disebabkan oleh
bakteri Gradnerella,yang normalnya terdapat di vagina dan menyebabkan
gejala bila bakteri ini berlebihan.
Vaginosis bakterialis diketahui kemudian sebagai infeksi superfisial pada
vagina yang menyertai keadaan menghilangnya laktobasili yang normal dan
disertai oleh pertumbuhan berlebihan dari mikroorganisme lain dalam
konsentrasi yang tinggi.
Vaginosis bakterial didefinisikan sebagai suatu keadaan abnormal pada
ekosistem vagina yang dikarakterisasi oleh pergantian konsentrasi
Lactobacillus yang tinggi sebagai flora normal vagina oleh konsentrasi
bakteri anaerob yang tinggi, terutama Bacteroides sp., Mobilincus sp.,
Gardnerella vaginalis, dan Mycoplasma hominis. Jadi vaginosis bakterial
bukan suatu infeksi yang disebabkan oleh satu organisme, tetapi timbul akibat
perubahan kimiawi dan pertumbuhan berlebih dari bakteri yang berkolonisasi
di vagina.
Vaginosis Bakterial memperlihatkan bukti bahwa penyakit ini terjadi
akibat pertumbuhan hebat bakteri normal vagina. Gangguan keseimbangan
pertumbuhan bakteri ini menyebabkan terjadinya fluor albus yang sangat
berbau.
Vaginosis Bakterial adalah penyebab utama dari fluor albus akan tetapi
jarang tanpa disertai keluhan lain. Vaginosis bakterial terjadi akibat
digantinya mikroflora vagina normal yang healthy ( terutama dari jenis
Lactobacillus jensenii dan Lactobacillus crispatus ) oleh sekelompok
mikroorganisme.

10 | S i s t e m R e p r o d u k s i I
Bakterial vaginosis adalah sindrom klinik akibat pergantian Lactobacillus
Spp penghasil hidrogen peroksida (H2O2) yang merupakan flora normal
vagina dengan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi (contoh : Bacteroides
Spp, Mobilincus Spp), Gardnerella vaginalis, dan Mycoplasma hominis. Jadi,
bakterial vaginosis bukan suatu infeksi yang disebabkan oleh suatu
organisme, tetapi timbul akibat perubahan kimiawi dan pertumbuhan berlebih
dari bakteri yang berkolonisasi di vagina.
Awalnya infeksi pada vagina hanya disebut dengan istilah vaginitis, di
dalamnya termasuk vaginitis akibat Trichomonas vaginalis dan akibat bakteri
anaerob lain berupa Streptococcus dan Bacteroides sehingga disebut vaginitis
nonspesifik. Setelah Gardner menemukan adanya spesies baru yang akhirnya
disebut Gardnerella vaginalis, istilah vaginitis nonspesifik pun mulai
ditinggalkan. Berbagai penelitian dilakukan dan hasilnya disimpulkan bahwa
Gardnerella melakukan simbiosis dengan berbagai bakteri anaerob, sehingga
menyebabkan manifestasi klinis vaginitis, diantaranya termasuk dari
golongan Mobilincus, Bacteriodes, Fusobacterium, Veilonella, dan golongan
Eubacterium, misalnya Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum dan
Streptococcus viridans.
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap wanita dengan bakteriologis vagina
normal dan wanita dengan bakterial vaginosis, ditemukan bakteri aerob dan
bakteri anaerob pada semua perempuan. Lactobacillus adalah organisme
dominan pada wanita dengan sekret vagina normal dan tanpa vaginitis.
Lactobacillus biasanya ditemukan 80-95 % pada wanita dengan sekret vagina

11 | S i s t e m R e p r o d u k s i I
normal. Sebaliknya, Lactobacillus ditemukan 25-65 % pada bakterial
vaginosis.

2.2 Epidemiologi
Penyakit bakterial vaginosis lebih sering ditemukan pada wanita yang
memeriksakan kesehatannya daripada vaginitis jenis lainnya. Frekuensi
bergantung pada tingkatan sosial ekonomi penduduk pernah disebutkan
bahwa 50 % wanita aktif seksual terkena infeksi G. vaginalis, tetapi hanya
sedikit yang menyebabkan gejala sekitar 50 % ditemukan pada pemakai
AKDR dan 86 % bersama-sama dengan infeksi Trichomonas.
Gardnerella vaginalis dapat diisolasi dari 15 % anak wanita prapubertas
yang masih perawan, sehingga organisme ini tidak mutlak ditularkan lewat
kontak seksual. Meskipun kasus bakterial vaginosis dilaporkan lebih tinggi
pada klinik PMS, tetapi peranan penularan secara seksual tidak jelas.
Bakterial vaginosis yang rekuren dapat meningkat pada wanita yang mulai
aktivitas seksualnya sejak umur muda, lebih sering juga terjadi pada wanita
berkulit hitam yang menggunakan kontrasepsi dan merokok. Bakterial
vaginosis yang rekuren prevalensinya juga tinggi pada pasangan-pasangan
lesbi, yang mungkin berkembang karena wanita tersebut berganti-ganti
pasangan seksualnya ataupun yang sering melakukan penyemprotan pada
vagina.
Hampir 90 % laki-laki yang mitra seksual wanitanya terinfeksi
Gardnerella vaginosis, mengandung G.vaginalis dengan biotipe yang sama
dalam uretra, tetapi tidak menyebabkan uretritis.

2.3 Etiologi
Ekosistem vagina normal adalah sangat kompleks. Lactobacillus
merupakan spesies bakteri yang dominan (flora normal) pada vagina wanita
usia subur, tetapi ada juga bakteri lainnya yaitu bakteri aerob dan anaerob.
Pada saat bakterial vaginosis muncul, terdapat pertumbuhan berlebihan dari
beberapa spesies bakteri yang ditemukan, dimana dalam keadaan normal ada
dalam konsentrasi rendah.

12 | S i s t e m R e p r o d u k s i I
Penyebab bakterial vaginosis bukan organisme tunggal. Pada suatu analisis
dari data flora vagina memperlihatkan bahwa ada 4 kategori dari bakteri
vagina yang berhubungan dengan bakterial vaginosis, yaitu :
Gardnerella vaginalis
Berbagai kepustakaan selama 30 tahun terakhir membenarkan observasi
Gardner dan Dukes bahwa Gardnerella vaginalis sangat erat hubungannya
dengan bakterial vaginosis.

Gambar : Gardnerella vaginalis

Organisme ini mula-mula dikenal sebagai H. vaginalis kemudian diubah


menjadi genus Gardnerella atas dasar penyelidikan mengenai fenetopik dan
asam dioksi-ribonukleat. Tidak mempunyai kapsul, tidak bergerak dan
berbentuk batang gram negatif atau variabel gram. Tes katalase, oksidase,
reduksi nitrat, indole, dan urease semuanya negatif.
Kuman ini bersifat fakultatif, dengan produksi akhir utama pada
fermentasi berupa asam asetat, banyak galur yang juga menghasilkan asam
laktat dan asam format. Ditemukan juga galur anaerob obligat. Dan untuk
pertumbuhannya dibutuhkan tiamin, riboflavin, niasin, asam folat, biotin,
purin, dan pirimidin.

13 | S i s t e m R e p r o d u k s i I
Berbagai literatura dalam 30 tahun terakhir membuktikan bahwa G.
vaginalis berhubungan dengan bacterial vaginalis. Bagaimanapun dengan
media kultur yang lebih sensitive G. Vaginalis dapat diisolasi dalam
konsentrasi yang tinggi pada wanita tanpa tanda-tanda infeksi vagina. Saat ini
dipercaya bahwa G. vaginalis berinteraksi dengan bakteri anaerob dan
hominis menyebabkan bakterial vaginosis.
Mycoplasma hominis
Pertumbuhan Mycoplasma hominis mungkin distimulasi oleh putrescine,
satu dari amin yang konsentrasinya meningkat pada bakterial vaginosis.
Konsentrasi normal bakteri dalam vagina biasanya 105 organisme/ml cairan
vagina dan meningkat menjadi 108-9 organisme/ml pada bakterial vaginosis.
Terjadi peningkatan konsentrasi Gardnerella vaginalis dan bakteri anaerob
termasuk Bacteroides, Leptostreptococcus, dan Mobilincus Spp sebesar 100-
1000 kali lipat.

Gambar : Mycoplasma hominis


Bakteri anaerob : Mobilincus Spp dan Bacteriodes Spp
Spiegel menyimpulkan bahwa bakteri anaerob berinteraksi dengan G.
vaginalis untuk menimbulkan vaginosis. Peneliti lain memperkuat adanya

14 | S i s t e m R e p r o d u k s i I
hubungan antara bakteri anaerob dengan bakterial vaginosis. Menurut
pengalaman, Bacteroides Spp paling sering dihubungkan dengan bakterial
vaginosis.

Gambar : Bacteroides Spp


Mikroorganisme anaerob yang lain yaitu Mobilincus Spp, merupakan
batang anaerob lengkung yang juga ditemukan pada vagina bersama-sama
dengan organisme lain yang dihubungkan dengan bakterial vaginosis.
Mobilincus Spp hampir tidak pernah ditemukan pada wanita normal, 85 %
wanita dengan bakterial vaginosis mengandung organisme ini.

Gambar : Mobilincus Spp


Aktivitas seksual diduga mempunyai peranan dalam hal timbulnya
bakterial vaginosis, bagaimanapun melakukan hubungan seksual bebas dan
berganti-ganti pasangan akan meningkatkan resiko wanita itu mendapat
bakterial vaginosis.

2.4 Faktor Resiko

Faktor Resiko terjadinya Vaginosis Baterial :

1. Pasangan seksual yang baru


2. Merokok
3. AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
4. Pembilasan vagina yang terlampau sering, menyebabkan menurunnya
jumlah laktobaksil penghasil hidrogen peroksida yang menyebabkan

15 | S i s t e m R e p r o d u k s i I
pertumbuhan berlebihan dari bakteri lain khususnya yang berasal dari
bakteri anerobik.
5. Vagina yang terlalu sering dalam keadaan lembab dan jarang mengganti
celana dalam.

2.5 Patogenesis
Ekosistem vagina adalah biokomuniti yang dinamik dan kompleks yang
terdiri dari unsur-unsur yang berbeda yang saling mempengaruhi. Salah satu
komponen lengkap dari ekosistem vagina adalah mikroflora vagina endogen,
yang terdiri dari gram positif dan gram negatif aerobik, bakteri fakultatif dan
obligat anaerobik. Aksi sinergetik dan antagonistik antara mikroflora vagina
endogen bersama dengan komponen lain, mengakibatkan tetap stabilnya
sistem ekologi yang mengarah pada kesehatan ekosistem vagina.
Beberapa faktor / kondisi yang menghasilkan perubahan keseimbangan
menyebabkan ketidakseimbangan dalam ekosistem vagina dan perubahan
pada mikroflora vagina. Dalam keseimbangannya, ekosistem vagina
didominasi oleh bakteri Lactobacillus yang menghasilkan asam organik
seperti asam laktat, hidrogen peroksida (H2O2), dan bakteriosin.Asam laktat
seperti organic acid lanilla yang dihasilkan oleh Lactobacillus, memegang
peranan yang penting dalam memelihara pH tetap di bawah 4,5 (antara 3,8 -
4,2), dimana merupakan tempat yang tidak sesuai bagi pertumbuhan bakteri
khususnya mikroorganisme yang patogen bagi vagina.
Kemampuan memproduksi H2O2 adalah mekanisme lain yang
menyebabkan Lactobacillus hidup dominan daripada bakteri obligat anaerob
yang kekurangan enzim katalase. Hidrogen peroksida dominan terdapat pada
ekosistem vagina normal tetapi tidak pada bakterial vaginosis. Mekanisme
ketiga pertahanan yang diproduksi oleh Lactobacillus adalah bakteriosin yang
merupakan suatu protein dengan berat molekul rendah yang menghambat
pertumbuhan banyak bakteri khususnya Gardnerella vaginalis.
G. vaginalis sendiri juga merupakan bakteri anaerob batang variabel gram
yang mengalami hiperpopulasi sehingga menggantikan flora normal vagina
dari yang tadinya bersifat asam menjadi bersifat basa. Perubahan ini terjadi

16 | S i s t e m R e p r o d u k s i I
akibat berkurangnya jumlah Lactobacillus yang menghasilkan hidrogen
peroksida. Lactobacillus sendiri merupakan bakteri anaerob batang besar
yang membantu menjaga keasaman vagina dan menghambat mikroorganisme
anaerob lain untuk tumbuh di vagina.
Sekret vagina adalah suatu yang umum dan normal pada wanita usia
produktif. Dalam kondisi normal, kelenjar pada serviks menghasilkan suatu
cairan jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang
terlepas dan sekresi dari kelenjar Bartolini. Pada wanita, sekret vagina ini
merupakan suatu hal yang alami dari tubuh untuk membersihkan diri, sebagai
pelicin, dan pertahanan dari berbagai infeksi.
Dalam kondisi normal, sekret vagina tersebut tampak jernih, putih keruh,
atau berwarna kekuningan ketika mengering di pakaian, memiliki pH kurang
dari 5,0 terdiri dari sel-sel epitel yang matur, sejumlah normal leukosit, tanpa
jamur, Trichomonas, tanpa clue cell.
Pada bakterial vaginosis dapat terjadi simbiosis antara G.vaginalis sebagai
pembentuk asam amino dan kuman anaerob beserta bakteri fakultatif dalam
vagina yang mengubah asam amino menjadi amin sehingga menaikkan pH
sekret vagina sampai suasana yang sesuai bagi pertumbuhan G. vaginalis.
Beberapa amin diketahui menyebabkan iritasi kulit dan menambah pelepasan
sel epitel dan menyebabkan duh tubuh berbau tidak sedap yang keluar dari
vagina. Basil-basil anaerob yang menyertai bakterial vaginosis diantaranya
Bacteroides bivins, B. Capilosus dan B. disiens yang dapat diisolasikan dari
infeksi genitalia.
G. vaginalis melekat pada sel-sel epitel vagina in vitro, kemudian
menambahkan deskuamasi sel epitel vagina sehingga terjadi perlekatan duh
tubuh pada dinding vagina. Organisme ini tidak invasive dan respon inflamasi
lokal yang terbatas dapat dibuktikan dengan sedikitnya jumlah leukosit dalam
sekret vagina dan dengan pemeriksaan histopatologis. Timbulnya bakterial
vaginosis ada hubungannya dengan aktivitas seksual atau pernah menderita
infeksi Trichomonas.
Bakterial vaginosis yang sering rekurens bisa disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan tentang faktor penyebab berulangnya atau etiologi penyakit ini.

17 | S i s t e m R e p r o d u k s i I
Walaupun alasan sering rekurennya belum sepenuhnya dipahami namun ada 4
kemungkinan yang dapat menjelaskan yaitu :
1. Infeksi berulang dari pasangan yang telah ada mikroorganisme
penyebab bakterial vaginosis. Laki-laki yang mitra seksual wanitanya
terinfeksi G. vaginalis mengandung G. vaginalis dengan biotipe yang sama
dalam uretra tetapi tidak menyebabkan uretritis pada laki-laki
(asimptomatik) sehingga wanita yang telah mengalami pengobatan
bakterial vaginosis cenderung untuk kambuh lagi akibat kontak seksual
yang tidak menggunakan pelindung.
2. Kekambuhan disebabkan oleh mikroorganisme bakterial vaginosis yang
hanya dihambat pertumbuhannya tetapi tidak dibunuh.
3. Kegagalan selama pengobatan untuk mengembalikan Lactobacillus
sebagai flora normal yang berfungsi sebagai protektor dalam vagina.
4. Menetapnya mikroorganisme lain yang belum diidentifikasi faktor
hostnya pada penderita, membuatnya rentan terhadap kekambuhan.

2.6 Patofisiologi
ETIOLOGI

Bakteriosin : H2O :
menghambat MK :
Lactobasilus
18 | S i s t e m R e p r o d u k s i I
pertumbuhan Resiko
mempertahankan
Menyebabkan
ke amanan Vagina
mikroorganisme
an
MK : Gangguan rasa
Perlekatan
Melekat pada
pada
aerob lain
Respon
Peningkatan
Radang di
Gsekret
dinding
sel epitel
vagina
Inflamasi
Vaginitis
Supuratif
Kerusakan
G vaginalis
Lactobasilus
gatal+ Human
SIMBIOSIS
iritasi Vaginitis
Gatal
kulit
an aerob + bakteri fakultatif
Amin
dan Bau
Vagina nyaman Kulit Asam Amino
gaga

2.7 Gambaran Klinis


Wanita dengan bakterial vaginosis dapat tanpa gejala. Gejala yang paling
sering pada bakterial vaginosis adalah adanya cairan vagina yang abnormal

19 | S i s t e m R e p r o d u k s i I
(terutama setelah melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina
yang khas yaitu bau amis/bau ikan (fishy odor).

Bau tersebut disebabkan oleh adanya amin yang menguap bila cairan
vagina menjadi basa. Cairan seminal yang basa (pH 7,2) menimbulkan
terlepasnya amin dari perlekatannya pada protein dan amin yang menguap
menimbulkan bau yang khas. Walaupun beberapa wanita mempunyai gejala
yang khas, namun pada sebagian besar wanita dapat asimptomatik. Iritasi
daerah vagina atau sekitar vagina (gatal, rasa terbakar), kalau ditemukan lebih
ringan daripada yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis atau C.albicans.
Sepertiga penderita mengeluh gatal dan rasa terbakar, dan seperlima timbul
kemerahan dan edema pada vulva. Nyeri abdomen, disuria, atau nyeri waktu
kencing jarang terjadi, dan kalau ada karena penyakit lain.
Pada pemeriksaan biasanya menunjukkan sekret vagina yang tipis dan
sering berwarna putih atau abu-abu, viskositas rendah atau normal, homogen,
dan jarang berbusa.Sekret tersebut melekat pada dinding vagina dan terlihat
sebagai lapisan tipis atau kelainan yang difus. Gejala peradangan umum tidak
ada. Sebaliknya sekret vagina normal, lebih tebal dan terdiri atas kumpulan
sel epitel vagina yang memberikan gambaran bergerombol.
Pada penderita dengan bakterial vaginosis tidak ditemukan inflamasi pada
vagina dan vulva. Bakterial vaginosis dapat timbul bersama infeksi traktus
genital bawah seperti trikomoniasis dan servisitis sehingga menimbulkan
gejala genital yang tidak spesifik.
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan preparat basah
Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan NaCl 0,9% pada
sekret vagina diatas objek glass kemudian ditutupi dengan coverslip. Dan

20 | S i s t e m R e p r o d u k s i I
dilakukan pemeriksaan mikroskopik menggunakan kekuatan tinggi (400 kali)
untuk melihat clue cells, yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi
dengan bakteri (terutama Gardnerella vaginalis). Pemeriksaan preparat basah
mempunyai sensitifitas 60% dan spesifitas 98% untuk mendeteksi bakterial
vaginosis. Clue cells adalah penanda bakterial vaginosis.
Cara pemeriksaannya :
Pemeriksaan preparat basah;dilakukan dengan meneteskan satu atau dua
tetes cairan NaCl 0,9% pada sekret vagina diatas objek glass kemudian
ditutupi dengan coverslip. Dan dilakukan pemeriksaan mikroskopik
menggunakan kekuatan tinggi (400 kali) untuk melihat clue cells, yang
merupakan sel epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri (terutama
Gardnerella vaginalis).Pemeriksaan preparat basah mempunyai sensitifitas
60% dan spesifitas 98% untuk mendeteksi bakterial vaginosis. Clue cells
adalah penanda bakterial vaginosis, > 20% pada preparat basah atau
pewarnaan Gram.
Skoring jumlah bakteri yang normal pada vagina atau vaginosis bakterial
dengan pewarnaan Gram :
Lactobacilli Gardnerella/ Mobilincus sp
Bacteroides

(4+) : 0 (1+) : 1 (1+)-(2+) : 1


(3+) : 1 (2+) : 2 (3+)-(4+) : 2
(2+) : 2 (3+) : 3
(1+) : 3 (4+) : 3
(0) : 4
Skor 0-3 dinyatakan normal; 4-6 dinyatakan sebagai intermediate; 7-10
dinyatakan sebagai vaginosis bakterial.
Kriteria diagnosis vaginosis bakterial berdasarkan pewarnan Gram :
a. derajat 1: normal, di dominasi oleh Lactobacillus
b. derajat 2: intermediate, jumlah Lactobacillus berkurang
c. derajat 3: abnormal, tidak ditemukan Lactobacillus atau hanya ditemukan
beberapa kuman tersebut, disertai dengan bertambahnya jumlah Gardnerella
vaginalis atau lainnya.
2. Whiff test
Whiff test dinyatakan positif bila bau amis atau bau amin terdeteksi
dengan penambahan satu tetes KOH 10-20% pada sekret vagina. Bau muncul

21 | S i s t e m R e p r o d u k s i I
sebagai akibat pelepasan amin dan asam organik hasil alkalisasi bakteri
anaerob. Whiff test positif menunjukkan bakterial vaginosis.
3. Tes lakmus untuk Ph
Kertas lakmus ditempatkan pada dinding lateral vagina. Warna kertas
dibandingkan dengan warna standar. pH vagina normal 3,8 - 4,2. Pada 80-
90% bakterial vaginosis ditemukan pH > 4,5.
4. Pewarnaan gram sekret vagina
Pewarnaan gram sekret vagina dari bakterial vaginosis tidak ditemukan
Lactobacillus sebaliknya ditemukan pertumbuhan berlebihan dari Gardnerella
vaginalis dan atau Mobilincus Spp dan bakteri anaerob lainnya.
5. Kultur vagina
Kultur Gardnerella vaginalis kurang bermanfaat untuk diagnosis bakterial
vaginosis. Kultur vagina positif untuk G. vaginalis pada bakterial vaginosis
tanpa grjala klinis tidak perlu mendapat pengobatan.
6. Uji H2O2 :
Pemberian setetes H2O2 (hidrogen peroksida) pada sekret vagina diatas
gelas objek akan segera membentuk gelembung busa ( foaming bubbles)
karena adanya sel darah putih yang karakteristik untuk trikomoniasis atau
pada vaginitis deskuamatif, sedangkan pada vaginosis bakterialis atau
kandidiasis vulvovaginal tidak bereaksi.

2.9 Diagnosis
Diagnosis bakterial vaginosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan mikroskopis. Anamnesis menggambarkan riwayat
sekresi vagina terus-menerus dengan bau yang tidak sedap. Kadang penderita
mengeluh iritasi pada vagina disertai disuria/dispareunia, atau nyeri abdomen.
Pada pemeriksaan fisis relatif tidak banyak ditemukan apa-apa, kecuali hanya
sedikit inflamasi dapat juga ditemukan sekret vagina yang berwarna putih
atau abu-abu yang melekat pada dinding vagina.
Gardner dan Dukes (1980) menyatakan bahwa setiap wanita dengan
aktivitas ovum normal mengeluarkan cairan vagina berwarna abu-abu,
homogen, berbau dengan pH 5 - 5,5 dan tidak ditemukan T.vaginalis,
kemungkinan besar menderita bakterial vaginosis. WHO (1980) menjelaskan

22 | S i s t e m R e p r o d u k s i I
bahwa diagnosis dibuat atas dasar ditemukannya clue cells, pH vagina lebih
besar dari 4,5, tes amin positif dan adanya G. vaginalis sebagai flora vagina
utama menggantikan Lactobacillus. Balckwell (1982) menegakkan diagnosis
berdasarkan adanya cairan vagina yang berbau amis dan ditemukannya clue
cells tanpa T. vaginalis. Tes amin yang positif serta pH vagina yang tinggi
akan memperkuat diagnosis.
Dengan hanya mendapat satu gejala, tidak dapat menegakkan suatu
diagnosis, oleh sebab itu didapatkan kriteria klinis untuk bakterial vaginosis
yang sering disebut sebagai kriteria Amsel (1983) yang berpendapat bahwa
terdapat tiga dari empat gejala, yaitu :
1. Adanya sekret vagina yang homogen, tipis, putih, melekat pada dinding
vagina dan abnormal.
2. pH vagina > 4,5
3.Tes amin yang positif, yangmana sekret vagina yang berbau amis
sebelum atau setelah penambahan KOH 10% (Whiff test).
4. Adanya clue cells pada sediaan basah (sedikitnya 20 dari seluruh epitel)
Gejala diatas sudah cukup untuk menegakkan diagnosis.

2.10 Diagnosis Banding


Ada beberapa penyakit yang menggambarkan keadaan klinik yang mirip
dengan bakterial vaginosis, antara lain :
1. Trikomoniasis
Trikomoniasis merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
Trichomonas vaginalis. Biasanya penyakit ini tidak bergejala tapi pada
beberapa keadaan trikomoniasis akan menunjukkan gejala. Terdapat duh
tubuh vagina berwarna kuning kehijauan, berbusa dan berbau. Eritem dan
edem pada vulva, juga vagina dan serviks pada beberapa perempuan. Serta
pruritos, disuria, dan dispareunia.

23 | S i s t e m R e p r o d u k s i I
Pemeriksaan apusan vagina Trikomoniasis sering sangat menyerupai
penampakan pemeriksaan apusan bakterial vaginosis. Tapi Mobilincus dan
clue cell tidak perbah ditemukan pada Trikomoniasis. Pemeriksaan
mikroskopoik tampak peningkatan sel polimorfonuklear dan dengan
pemeriksaan preparat basah ditemukan protozoa untuk diagnosis. Whiff test
dapat positif pada trikomoniasis dan pH vagina 5 pada trikomoniasis.
2. Kandidiasis
Kandidiasis merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh Candida
albicans atau kadang Candida yang lain. Gejala yang awalnya muncul pada
kandidiasis adalah pruritus akut dan keputihan. Keputihan seringkali tidak
ada dan hanya sedikit. Kadang dijumpai gambaran khas berupa vaginal thrush
yaitu bercak putih yang terdiri dari gumpalan jamur, jaringan nekrosis epitel
yang menempel pada vagina. Dapat juga disertai rasa sakit pada vagina iritasi,
rasa panas dan sakit saat berkemih.
Pada pemeriksaan mikroskopik, sekret vagina ditambah KOH 10%
berguna untuk mendeteksi hifa dan spora Candida. Keluhan yang paling
sering pada kandidiasis adalah gatal dan iritasi vagina. Sekret vagina biasanya
putih dan tebal, tanpa bau dan pH normal.

2.11 Pencegahan
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam menjaga kondisi tubuh adalah sbb :
1. Bersihkan organ intim dengan pembersih yang tidak mengganggu
kestabilan pH di sekitar vagina. Salah satunya produk pembersih yang terbuat
dari bahan dasar susu. Produk seperti ini mampu menjaga seimbangan pH
sekaligus meningkatkan pertumbuhan flora normal dan menekan
pertumbuhan bakteri yang tak bersahabat. Sabun antiseptik biasa umumnya
bersifat keras dan dapat flora normal di vagina. Ini tidak menguntungkan bagi
kesehatan vagina dalam jangka panjang.
2. Hindari pemakaian bedak pada organ kewanitaan dengan tujuan agar
vagina harum dan kering sepanjang hari. Bedak memiliki partikel-partikel
halus yang mudah terselip disana-sini dan akhirnya mengundang jamur dan
bakteri bersarang di tempat itu.
3. Selalu keringkan bagian ms v sebelum berpakaian.
4. Gunakan celana dalam yang kering. Seandainya basah atau lembab,
usahakan cepat mengganti dengan yang bersih dan belum dipakai. Tak ada

24 | S i s t e m R e p r o d u k s i I
salahnya Anda membawa cadangan celana dalam tas kecil untuk berjaga-jaga
manakala perlu menggantinya.
5. Gunakan celana dalam yang bahannya menyerap keringat, seperti katun. 6.
6. Celana dari bahan satin atau bahan sintetik lain membuat suasana disekitar
organ intim panas dan lembab.
7. Pakaian luar juga perlu diperhatikan. Celana jeans tidak dianjurkan karena
pori-porinya sangat rapat. Pilihlah seperti rok atau celana bahan non-jeans
agar sirkulasi udara di sekitar organ intim bergerak leluasa.
8. Ketika haid, sering-seringlah berganti pembalut
9. Gunakan panty liner disaat perlu saja. Jangan terlalu lama. Misalkan saat
bepergian ke luar rumah dan lepaskan sekembalinya kerumah.
2.12 Penatalaksanaan
Penyakit baktrerial vaginosis merupakan penyakit yang cukup banyak
ditemukan dengan gambaran klinis ringan tanpa komplikasi. Sekitar 1 dari 4
wanita akan sembuh dengan sendirinya, hal ini diakibatkan karena organisme
Lactobacillus vagina kembali meningkat ke level normal, dan bakteri lain
mengalami penurunan jumlah. Namun pada beberapa wanita, bila bakterial
vaginosis tidak diberi pengobatan, akan menimbulkan keadaan yang lebih
parah. Oleh karena itu perlu mendapatkan pengobatan, dimana jenis obat
yang digunakan hendaknya tidak membahayakan dan sedikit efek
sampingnya.
Semua wanita dengan bakterial vaginosis simtomatik memerlukan
pengobatan, termasuk wanita hamil. Setelah ditemukan hubungan antara
bakterial vaginosis dengan wanita hamil dengan prematuritas atau
endometritis pasca partus, maka penting untuk mencari obat-obat yang efektif
yang bisa digunakan pada masa kehamilan. Ahli medis biasanya
menggunakan antibiotik seperti metronidazol dan klindamisin untuk
mengobati bakterial vaginosis.

25 | S i s t e m R e p r o d u k s i I
a. Terapi sistemik
1. Metronidazol merupakan antibiotik yang paling sering digunakan yang
memberikan keberhasilan penyembuhan lebih dari 90%, dengan dosis 2 x
400 mg atau 500 mg setiap hari selama 7 hari. Jika pengobatan ini gagal,
maka diberikan ampisilin oral (atau amoksisilin) yang merupakan pilihan
kedua dari pengobatan keberhasilan penyembuhan sekitar 66%).
- Kurang efektif bila dibandingkan regimen 7 hari
- Mempunyai aktivitas sedang terhadap G.vaginalis, tetapi sangat aktif
terhadap bakteri anaerob, efektifitasnya berhubungan dengan inhibisi
anaerob. Metronidazol dapat menyebabkan mual dan urin menjadi gelap.
2. Klindamisin 300 mg, 2 x sehari selama 7 hari. Sama efektifnya dengan
metronidazol untuk pengobatan bakterial vaginosis dengan angka
kesembuhan 94%. Aman diberikan pada wanita hamil. Sejumlah kecil
klindamisin dapat menembus ASI, oleh karena itu sebaiknya
menggunakan pengobatan intravagina untuk perempuan menyusui.
3. Amoklav (500 mg amoksisilin dan 125 mg asam klavulanat) 3 x sehari
selama 7 hari. Cukup efektif untuk wanita hamil dan intoleransi terhadap
metronidazol.
4. Tetrasiklin 250 mg, 4 x sehari selama 5 hari.
5. Doksisiklin 100 mg, 2 x sehari selama 5 hari.
6. Eritromisin 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.
7. Cefaleksia 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.
b. Terapi Topikal
1. Metronidazol gel intravagina (0,75%) 5 gram, 1 x sehari selama 5 hari.
2. Klindamisin krim (2%) 5 gram, 1 x sehari selama 7 hari.
3. Tetrasiklin intravagina 100 mg, 1 x sehari.

26 | S i s t e m R e p r o d u k s i I
4. Triple sulfonamide cream(Sulfactamid 2,86%, Sulfabenzamid 3,7%
dan Sulfatiazol 3,42%), 2 x sehari selama 10 hari, tapi akhir-akhir ini
dilaporkan angka penyembuhannya hanya 15 45 %.
c. Pengobatan bakterial vaginosis pada masa kehamilan
Terapi secara rutin pada masa kehamilan tidak dianjurkan karena dapat
muncul masalah. Metronidazol tidak digunakan pada trimester pertama
kehamilan karena mempunyai efek samping terhadap fetus. Dosis yang
lebih rendah dianjurkan selama kehamilan untuk mengurangi efek
samping (Metronidazol 200-250 mg, 3 x sehari selama 7 hari untuk
wanita hamil). Penisilin aman digunakan selama kehamilan, tetapi
ampisilin dan amoksisilin jelas tidak sama efektifnya dengan
metronidazol pada wanita tidak hamil dimana kedua antibiotik tersebut
memberi angka kesembuhan yang rendah.
Pada trimester pertama diberikan krim klindamisin vaginal karena
klindamisin tidak mempunyai efek samping terhadap fetus. Pada
trimester II dan III dapat digunakan metronidazol oral walaupun mungkin
lebih disukai gel metronidazol vaginal atau klindamisin krim.
d. Untuk keputihan yang ditularkan melalui hubungan seksual
Terapi juga diberikan kepada pasangan seksual dan dianjurkan tidak
berhubungan selama masih dalam pengobatan.

2.13 Komplikasi
Pada kebanyakan kasus, bakterial vaginosis tidak menimbulkan
komplikasi setelah pengobatan. Namun pada keadaan tertentu, dapat terjadi
komplikasi yang berat. Bakterial vaginosis sering dikaitkan dengan penyakit
radang panggul (Pelvic Inflamatory Disease/PID), dimana angka kejadian
bakterial vaginosis tinggi pada penderita PID.
Pada penderita bakterial vaginosis yang sedang hamil, dapat menimbulkan
komplikasi antara lain : kelahiran prematur, ketuban pecah dini, bayi berat
lahir rendah, dan endometritis post partum. Oleh karena itu, beberapa ahli
menyarankan agar semua wanita hamil yang sebelumnya melahirkan bayi
prematur agar memeriksakan diri untuk screening vaginosis bakterial,
walaupun tidak menunjukkan gejala sama sekali. Bakterial vaginosis disertai
peningkatan resiko infeksi traktus urinarius.

27 | S i s t e m R e p r o d u k s i I
Prinsip bahwa konsentrasi tinggi bakteri pada suatu tempat meningkatkan
frekuensi di tempat yang berdekatan. Terjadi peningkatan infeksi traktus
genitalis atas berhubungan dengan bakterial vaginosis. Lebih mudah terjadi
infeksi Gonorrhoea dan Klamidia. Meningkatkan kerentanan terhadap HIV
dan infeksi penyakit menular seksual lainnya.

2.14 Prognosis
Bakterial vaginosis dapat timbul kembali pada 20-30% wanita walaupun
tidak menunjukkan gejala. Pengobatan ulang dengan antibiotik yang sama
dapat dipakai. Prognosis bakterial vaginosis sangat baik, karena infeksinya
dapat disembuhkan. Dilaporkan terjadi perbaikan spontan pada lebih dari 1/3
kasus. Dengan pengobatan metronidazol dan klindamisin memberi angka
kesembuhan yang tinggi (84-96%).

28 | S i s t e m R e p r o d u k s i I
PENUTUP

Kesimpulan
Bakterial vaginosis adalah suatu keadaan yang abnormal pada vagina yang
disebabkan oleh pertumbuhan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi
(Bacteroides Spp, Mobilincus Spp, Gardnerella vaginalis, Mycoplasma
hominis) menggantikan flora normal vagina (Lactobacillus Spp) yang
menghasilkan hidrogen peroksida sehingga vagina yang tadinya bersifat asam
(pH normal vagina 3,8 4,2) berubah menjadi bersifat basa.
Menurut Amsel, untuk menegakkan diagnosa dengan ditemukannya tiga
dari empat gejala, yakni : sekret vagina yang homogen, tipis, putih dan
melekat, pH vagina > 4,5, tes amin yang positif; adanya clue cells pada
sediaan basah (sedikitnya 20% dari seluruh epitel) yang merupakan penanda
bakterial vaginosis.
Pengobatan bakterial vaginosis biasanya menggunakan antibiotik seperti
metronidazol dan klindamisin. Untuk keputihan yang ditularkan melalui
hubungan seksual terapi juga diberikan kepada pasangan seksual dan
dianjurkan tidak berhubungan selama masih dalam pengobatan.

29 | S i s t e m R e p r o d u k s i I
Daftar Pustaka

Morgan, Geri &Carol Hamilton.2011. Obsterti dan Ginekologi Panduan


Praktis. Jakarta :EGC

Hacker, & Moore. 2001. Esensial Obsterti dan Ginekologi. Jakarta : EGC

Turovskiy Y, NollKS, Chikindas ML. The aetology of bacterial vaginosis. J


App Micro. 2011; 110 (5): 1105-28.

Kumar N, Behera B, Sagiri SS, Pal K, Ray SS, Roy S. Bacterial vaginosis:
Etiology and modalities of treatment.J Pharm Bioallied Sci. 2011; 3 (4): 496-
503.

Truter I, Graz M. Bacterial vaginosis: Literature review of treatment option


with specific emphasis on non-antibiotic treatment. Arf J Pharm
Pharmacol. 2013; 7 (48): 3060-7.

30 | S i s t e m R e p r o d u k s i I

Anda mungkin juga menyukai