Anda di halaman 1dari 2

Pendidikan yang Mendidik oke banget, akhlaknya juga mantap. Tetapi sangat boleh jadi jumlahnya tak banyak.

Posted in Buletin gaulislam,Tahun IV/2010-2011 by Hasna Hawwa on the May 2nd, Malah yang lebih parah adalah udah mah nggak berprestasi secara akademik, eh
2011 ancur pula kepribadian dan akhlaknya. Rugi abis dah!

gaulislam edisi 184/tahun ke-4 (28 Jumadil Awwal 1432 H/ 2 Mei 2011) Sungguh prihatin boys and gals, jika kita menyaksikan maraknya seks bebas di
kalangan pelajar, hobi main gim online para siswa SD hingga SMA. Miris banget.
Gimana nanti jika mereka udah lulus?Apakah akan tetap berbuat seperti itu? Mungkin
masih mending lulus, kalo nggak lulus gimana? Siapa yang salah? Rasa-rasanya
Sebenarnya tulisan ini termasuk dadakan lho. Baru ditulis hari Kamis, pas saya ikut pantas juga kalo siswa yang bersangkutan menanggung akibat dari perbuatannya.
nganterin buletin gaulislam edisi cetak ke sekolah-sekolah di Bogor. Padahal ada
tulisan yang sudah dijadwalkan siap diedit, tapi sementara digeser ke pekan depan Sssttt.. apakah ini mutlak siswa yang salah? Nggak juga sih. Bisa jadi ortunya di
aja tulisan yang rencananya pekan ini dimuat ya. Jadi, harap dipersori ya buat Utha, rumah nggak peduli (atau nggak tahu?) apa yang dilakukan anaknya di luar rumah.
yang udah saya tugaskan nulis. Hehehe kalem Bro, insya Allah pekan depan Tipe ortu yang kayak gini emang bikin repot. Aneh banget kalo sampe nggak tahu
dimuatnya. perkembangan anak, baik secara fisik maupun kejiwaan. Maka, bisa dipastikan ortu
model gini ikut andil dalam kegagalan anak. Bukan nuduh, tapi fakta.
Sobat muda muslim, kalo kamu coba ngikutin perkembangan saat ini, ternyata masih
banyak lho pendidikan yang justru nggak mendidik. Banyak faktor yang Lalu, bagaimana jika anak udah dipermak di rumah, ortunya ketat dan tegas
menjadikannya seperti itu. Mulai dari bahan bakunya, alias siswanya yang belajar. membina anaknya, eh,sang anak ternyata malah nggak terkontrol pergaulannya di
Banyak kok siswa yang belajar di sekolah sebenarnya mereka nggak siap dididik. sekolah dan di luar sekolah (selain di rumahnya tentu). Berarti ada pihak yang ikut
Tetapi sebaliknya, siap kalo nggak dididik. Hehehe buktinya, kalo sekolah seringnya andil dan bertanggung jawab terhadap kondisi ini. Bisa pihak sekolah yang sekadar
bolos. Jika guru mata pelajaran tertentu nggak hadir, langsung nyanyi sorak-sorak memberikan transfer ilmu saja. Tidak mendidik apalagi membina, tetapi membiarkan
bergembira. Merdeka! Ayo ngaku! Saya nggak nuduh, lho. Heheh.. kalem Bro. anak memperbaiki akhlaknya, yang penting ilmu pelajaran sudah ditransfer, Soal
anak mau ngerti atau nggak peduli jin, eh, peduli setan! (sori ye, bahasanya rada-
Bro en Sis, emang sih nggak semua sekolah siswanya malas belajar. Tetapi jika mau rada sarkastis gini).
disurvei serius, sepertinya nggak sedikit yang menjadikan sekolah sebagai ajang
kebanggaan di luar prestasi akademik. Misalnya, sekolah cuma jadi ajang cari teman, Wah, wah, kalo pihak sekolah (khususnya para guru) berprinsip yang penting ngajar
bikin gank, adu pamer harta, termasuk di dalamnya menyalurkan hobi pacaran (Gila! atau yang penting nyampein mata pelajaran per pekannya, maka bisa dipastikan lho
Pacaran dibilang hobi, emangnya mancing!). Untuk siswa jenis begini, prestasi kalo akhirnya pihak guru di sekolah juga ikutan nanggung risikonya karena secara
akademik bukan lagi persoalan yang kudu dikejar mati-matian. Dapet nilai minimal tidak langsung (atau bahkan langsung?) membiarkan anak didiknya nggak memiliki
udah bisa lulus juga alhamdulillah kali. Sebab, belajar kan sekadar efek samping. karakter kepribadian yang kuat. Apalagi jika gurunya muslim dan mayoritas siswanya
Gubrak! juga muslim.

Saya sering merenung dalam diam, di sepinya malam, di temaram lampu kamar. Sedih banget deh kalo sampe kejadian kayak gini. Sebab, udah hilang rasa keinginan
Mikir. Kenapa ya, banyak siswa yang nggak memanfaatkan kesempatan belajarnya untuk mendidik dengan benar dan baik. Utamanya dalam memoles akhlakul karimah.
dengan benar dan baik? Padahal di luar sana, banyak remaja dari kalangan tak Gimana pun juga, pembekalan agama jauh lebih penting untuk diberikan ketimbang
berpunya berharap bisa belajar dan berprestasi. pembekalan lainnya. Pinter harus, tetapi menjadi saleh itu wajib. Cerdas kudu, faqih
fiddin (paham dan menguasa ilmu seputar agama) lebih wajib.
Tanggung jawab siapa?
Bro en Sis, jika ditimpakan semua beban kepada pihak sekolah, tentu berat juga
Pekan kemarin gaulislam udah bahas tema tentang rencana setelah UN, mau dong. Tetapi kita berbagi tanggung jawab aja. Kita sendiri kudu merasa harus terus
ngapain. Bagi yang udah baca, kamu pasti sudah punya jawabannya kan ya. Nah, belajar. Hebat nian jika ortu di rumah memberikan arahan-arahan yang benar dan
edisi pekan ke-184 ini, gaulislam kembali bahas tema yang hampir mirip, tetapi lebih baik, para guru di sekolah memberikan pengajaran yang mencerahkan dan rajin
fokus kepada sistem pendidikan dan outputnya. Ini perlu lho, sebab dari tahun ke membina, ditambah negara yang peduli dengan pendidikan, hmmm pastinya lebih
tahun kita masih lemah dalam pendidikan karakter. Umumnya ada sekolah yang keren kan! Sehingga amat wajar jika pada akhirnya akan menghasilkan generasi
menghasilkan anak yang pinter dan berprestasi secara akademik, tetapi akhlaknya yang hebat: baik di bidang agama maupun ilmu pengetahuan. Itu sebabnya, berbagi
jelek bahkan kepribadiannya rusak. Emang sih, ada juga yang prestasi akademiknya peran dan tanggung jawab ini mutlak diperlukan.
sekolah adalah untuk kerja? Mengapa juga kecurigaan terhadap kasus terorisme
begitu tebal? Haruskah media Islam senantiasa dicurigai sebagai mesin informasi
Salah asuhan pencuci otak manusia?

Namanya juga salah inputnya, berarti salah juga outputnya. GIGO alias Garbage In Hmm.. jadi inget waktu ngisi acara Taman Curhat Remaja beberapa waktu lalu di
Garbage Out. Masuk sampah ya keluarnya sampah juga. Kalo dalam pendidikan Radio MARS 106 FM Bogor, ada penanya via SMS yang menuliskan bahwa ortunya
terhadap manusia, hal ini bisa disebut salah asuhan. Misalnya, anak yang diajarkan curiga ketika dia ikut pengajian, gara-gara kasus bom dan terorisme. Hmm..gitu ya.
kebencian setiap hari, kemungkinan besar dia akan jadi pendendam. Jika diajarkan Tetapi kenapa dalam waktu yang bersamaan, orang tua nggak curiga anaknya
secara rutin kebiasaannya berbohong, maka sangat boleh jadi dia akan merasa pacaran dan seks bebas ya? Aneh!
nyaman membohongi orang lain.
Oya, curiga boleh. Tetapi jangan lebay lah. Jangan berlebihan. Nggak perlu langsung
Lalu, pendidikan yang kayak gimana yang salah asuhan? Jawabnya, pendidikan yang melarang-larang. Ajaklah dialog, tanya dengan benar dan baik seputar apa yang
tak mendidik. Pendidikan yang timpang. Sepertinya cenderung mengejar prestasi dipelajarinya, siapa gurunya, di mana belajarnya. Sebab, nggak semua salah lho.
akademik, dan mengabaikan akhlak. Ukuran orang sukses pun hanya berhenti pada Jangan sampe kecurigaan berakhir dengan pembodohan. Nggak boleh baca buku ini,
apa yang diraihnya berupa harta dan jabatan atau titel tertentu. Seringkali akhlak nggak boleh ngaji, nggak boleh belajar Islam. Lha, terus yang boleh apa?
bukan lagi ukuran mutlak. Kebahagiaan yang diraih seringkali hanya materi, bukan
keridhoan Allah Swt. Kondisi seperti ini tanpa sadar mulai dibiasakan. Padahal, di Cukup sudah. Kita saatnya mendapatkan pendidikan yang mendidik. Bukan yang
masa kejayaan Islam, seorang pakar kimia seperti Jabir Ibnu Hayyan dan Imam Abu membodohi. Kita butuh pendidikan yang menjadikan orang berani berkata benar
Hanifah, ternyata juga ulama. Ibnu Sina bukan hanya seorang ulama, tetapi sekaligus sesuai apa yang dipahaminya, bukan malah membuat takut bersuara dan memiliki
pakar di bidang kedokteran. Hebat kan? pendapat yang benar.

Saat ini bagaimana? Kita bisa saksikan sendiri produknya. Tidak semua rusak sih, Adakah pendidikan yang mendidik itu? Ada. Yakni ketika Islam dipahami sebagai
tetapi kebanyakan nggak bagus. Sudah lazim diketahui saat ini jumlah para ideologi, ketika Islam dipahami sebagai akidah dan syariat sekaligus. Dunia dikejar,
pengguna narkoba dan pelaku seks bebas kian tambah banyak. Belum lagi yang akhirat diraih. Keren kan? So, mari tunjukkan bahwa Islam bisa menyelesaikan
pikirannya liberal atau ke sekolah cuma ngabisin jatah uang jajan dari ortu. Memilih problem yang telah dibuat oleh kapitalisme-sekularisme selama ini. Ayo, ngaji lagi
jadi selebriti di dunia hiburan ketimbang selebriti di dunia ilmu pengetahuan dan dan terus ngaji, Bro en Sis rahimakumullah! Sip deh. [solihin:
agama. So, bisa dikatakan ini memang salah asuhan. Baik di rumah, di sekolah, osolihin@gaulislam.com ]
terlebih oleh negara. Padahal, dalam Islam, Allah Swt. sudah mewanti-wanti agar kita
menjaga diri dan keluarga dari siksa api neraka, melalui firmanNya (yang artinya):
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu (QS at-Tahrim [66]: 6)
Be Sociable, Share!

Kecurigaan berakhir pembodohan

Ide tulisan ini muncul saat saya nganterin gaulislam ke sebuah sekolah di bawah
yayasan yang dimiliki militer. Hehehe sang petugas penerima, berpakaian seragam
militer nanya, Ini buletin apa, dari mana? sambil dia lihat-lihat bagian informasi
pengelola buletin gaulislam. Terus lihat judulnya dan berkomentar, Selesai UN, Mau
Ngapain? Ya, bekerja lah. Jangan ngebom! Dia bercanda, karena setelah itu diiringi
ketawa bareng guru lainnya.

Oh nggak lah Pak. Lagian kita juga kalo tiap pagi kan ngebom, cuma tempatnya
lain Kami ngakak bersama. Dia menandatangani tanda terima pengiriman, lalu saya
pergi. Tetapi dalam hati saya berpikir keras: Mengapa selalu jadi tujuan bahwa

Anda mungkin juga menyukai