LAPORAN
Untuk memenuhi tugas mata kuliah
Praktikum Gerontologi
Yang dibina oleh
drg. Rara Warih Gayatri, MPH
Septa Katmawanti, S. Gz., M. Kes
dr. Dhian Kartikasari
Oleh :
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Analisis Situasi
...............................................................................................................................
1
1.2 Program yang Sedang Dijalankan
...............................................................................................................................
3
1.3 Kesulitan Dan Hambatan Dalam Pelaksanaan Program ................................
4
1.4 Evaluasi Kekurangan Program Yang Telah Berjalan ......................................
5
DAFTAR PUSTAKA
1
2
BAB I
PENDAHULUAN
1
dapat meredam emosinya sehingga lansia dapat merasakan ketenangan di Panti
Simon Petrus. Dalam bimbingan rohani itu, lansia menerima bimbingan berupa
konseling. Bimbingan rohani tersebut mencakup penjelasan mengenai
permasalahan dalam kehidupan, bahwa masalah di kehidupan itu harus dihadapi,
hidup itu berharga dan banyak hal-hal yang menyenangkan yang dapat dilakukan
lagi. Bimbingan tersebut juga berkaitan dengan petunjuk-petunjuk dalam agama
sesuai kepercayaan masing-masing lansia.
Secara garis besar lansia di Panti Simon Petrus jika dari pihak pengelola dan
keadaan yang sebenarnya lansia di lapangan, dapat dikatakan bahwa lansia di
panti ini tidak mengalami gangguan mental yang berarti dan mengganggu.
Kebanyakan dari lansia ini mengalami penyakit degeneratif yang memang sudah
pada dasarnya terjadi pada lansia misalnya, penyakit stroke, hipertensi, nyeri
sendi, flu, batuk dan lain-lain. Banyak juga dari lansia yang juga sudah
mengalami gangguan demensia ada tipe demensia yang ringan dan sedang. Untuk
tipe demensia yang berat di Panti Simon Petrus ini belum ditemukan sejauh ini.
Penanganan dari pihak panti Simon Petrus terhadap gangguan kesehatan yang
dialami lansia secara keseluruhan sudah tertata dan terorganisir. Namun untuk
penanganan gangguan mental pihak panti hanya memberikan pendekatan dan
bimbingan rohani dari pihak pengurus dan pekerja lainnya. Pada intinya lansia di
panti ini tidak mengalami gangguan mental yang serius.
Bagi para pengurus dan karyawan yang bekerja di Panti Simon Petrus jika
mendapat lansia yang mengalami gangguan mental kemudian tindakkannya
abnormal dapat menangani kondisi tersebut baik dengan tindakan dan sikap yang
sudah terbentuk sebab memang dari awal mereka sudah dibekali pengetahuan oleh
tenaga medis dan karena sudah terbiasa menghadapi kondisi lansia tersebut
mereka juga memiliki trik menangani kondisi lansia tersebut.
Sedangkan dilihat dari sisi aktivitas fisik lansia yang dilakukan di Panti
Simon Petrus ini tidak begitu banyak yang dilakukan. Lansia hanya melakukan
aktifitas fisik yang mereka inginkan dan tidak ada program aktivitas fisik secara
rutin dan terstruktur. Kondisi ini dikarenakan kurangnya sumber daya manusia
yang mampu mengkoordinir pelaksanaan aktivitas fisik tersebut. Sedikit dari para
lansia di Panti Simon Petrus ini yang dapat dan mau melakukan aktivitas fisik
untuk kesehatan mereka sendiri.
2
Banyak dari lansia yang lebih memilih duduk-duduk saja dan merasakan
kesakitan ataupun nyeri tubuh mereka daripada melakukan aktivitas fisik. Namun
ada juga lansia yang gemar sekali melakukan kegiatan berjemur pagi dan lansia
ini menyadari bahwa kesehatan tubuh dan melakukan aktivitas fisik itu menjadi
hal yang penting. Namun untuk kegiatan melakukan aktivitas fisik di Panti Simon
Petrus ini secara terorganisir itu belum ada dan hanya dilakukan oleh lansia yang
mau dan dapat melakukannya.
3
Selain itu, kegiatan kerohanian berupa bimbingan konseling terhadap lansia
agar lansia tersebut tidak mengalami depresi serta gangguan mental lainnya.
Bimbingan tersebut dilakukan oleh pengelola panti yaitu Opa Atjiz dan
mahasiswa yang mengadakan studi atau kegiatan sosial lainnya di Panti Werdha
Simon Petrus.
4
Pelayanan di Panti Wredha Simon Petrus dikatakan masih kurang maksimal.
Hal tersebut dikarenakan jumlah tenaga kerja yang terbatas sehingga apabila ada
salah satu dari para pekerja berhalangan hadir atau tidak datang bekerja dapat
menyebabkan beberapa pekerjaan di Panti menjadi terhambat dan akan lebih
menyulitkan pengurus panti yang juga sama-sama telah berusia lanjut. Program
yang masih berjalan dalam menunjang kesehatan mental lansia adalah program
pelayanan kesehatan, bimbingan rohani dan konseling, serta program-program
dari komunitas pemuda gereja.
Program pelayanan kesehatan yang diberikan dari pihak panti cukup memadai
yakni pemeriksaan kesehatan diberikan secara berkala yaitu dua kali dalam satu
bulan. Pemeriksaan tersebut dilakukan oleh dokter dari Rumah Sakit Baptis yang
telah menjalin kerja sama dengan Panti Werdha Simon Petrus. Namun berbeda
dengan program pelayanan kesehatan yang diberikan dari Pemerintah Daerah
seperti Puskesmas. Puskesmas hanya memberikan pemantauan kesehatan lansia
tiap dua bulan sekali atau bahkan tiga bulan sekali. Sehingga pelayanan kesehatan
yang diberikan dari Pemerintah Daerah kurang maksimal dibandingkan pelayanan
kesehatan dari Rumah Sakit Baptis.
Mengenai program bimbingan rohani dan konseling di panti Wredha Simon
Petrus hingga saat ini masih berjalan namun tidak bisa dilakukan secara rutin atau
maksimal seperti dulu. Hal ini dikarenakan dahulu semasa istri dari pihak
pengelola panti yaitu Opa Atjiz masih hidup, bimbingan rohani dan konseling
dilakukan secara rutin oleh istrinya. Namun selama istrinya meninggal sehingga
saat ini program tersebut tidak dapat berjalan rutin dikarenakan pengelola panti
yang tinggal seorang diri dan telah berusia lanjut tidak mampu melakukan secara
maksimal. Selain itu ditambah lagi dengan kondisi para lansia yang tidak
memungkinkan untuk semuanya mampu mengikuti dan menerima bimbingan
rohani maupun bimbingan konseling.
Para penghuni Panti Werdha Simon Petrus umumnya memiliki gangguan
kesehatan mental berupa dimensia, serta beberapa diantaranya depresi. Penghuni
panti yang mendapat gangguan demensia umumnya kesulitan mengingat dari
mana daerah asalnya, berapa usianya, dan pertanyaan-pertanyaan sejenisnya.
Lansia yang mengalami demensia ini juga sering lupa mengenai apa yang sudah
5
dilakukannya. Sedangkan untuk gangguan depresi, biasanya dialami oleh mereka
yang ditinggal orang terkasihnya, misalnya anak, suami, dan keluarga. Mereka
merasa tersisih, dan bahkan pada kasus tertentu terjadi hysteria. Penanganan
lansia yang menderita demensia maupun depresi ini sudah cukup baik, dimana
pihak panti mendatangkan psikolog maupun psikiater pada waktu tertentu. Akan
tetapi pihak pengurus panti sendiri terkadang menjadi tidak sabar dalam
menghadapi kondisi-kondisi lansia, sehingga terkadang terkesan kasar dalam
memperlakukan lansia, yang justru akan semakin memperburuk kondisi mental
lansia tersebut.
6
BAB 2
GAGASAN TERTULIS
7
2.2 Kehandalan Gagasan
Psikoterapi yang dapat ditempuh dengan sesi pembicaraan dengan anggota
tim observasi dapat membantu lansia melihat bahwa perasaan yang dialaminya
juga dapat terjadi pada orang lain namun karena menderita depresi ia mengalami
kondisi yang berlebihan atas perasaannya sendiri. Lansia masih dapat
menyampaikan perasaan, dan melampiaskan emosionalnya serta mengembalikan
rasa percaya diri serta perasaan diperhatikan dan dihargai sebagai manusia yang
bermartabat.
Psikoterapi juga dapat mempengaruhi untuk cara baru berpikir untuk
mengubah perilaku, terapis membantu penderita mengubah pola negatif atau pola
tidak produktif yang mungkin berperan dalam terjadinya depresi. Interpersonal
therapy membantu penderita mengerti dan dapat menghadapi keadaan dan
hubungan sulit yang mungkin berperan menyebabkan depresi. Banyak penderita
mendapat manfaat psikoterapi untuk membantu mengerti dan memahami cara
menangani faktor penyebab depresi, terutama pada depresi ringan yang sesuai
dengan kondisi mental lansia di Panti Simon Petrus.
Pada usia lanjut, seseorang tidak hanya harus menjaga kesehatan fisik tetapi
juga menjaga agar kondisi mentalnya dapat menghadapi perubahan-perubahan
yang mereka alami dan sebagian lansia masih memandang usia tuanya dengan
sikap yang menunjukkan keputusasaan, pasif, lemah dan tergantung dengan sanak
saudara.
8
3) Mendekatkan diri pada lansia untuk agar lansia tidak merasa terganngu
dengan kehadiran orang lain disekitarnya.
4) Menjadi pendengar yang efektif. Saat lansia telah mampu mengungkapkan
perasaannya maka berilah kesempatan yang seluas-seluasnya, dengan aman,
dan nyaman untuk bercerita.
5) Mengajak lansia yang mampu atau bagi yang mau melakukan yoga.
9
mungkin berperan dalam terjadinya depresi. Interpersonal therapy membantu
penderita mengerti dan dapat menghadapi keadaan dan hubungan sulit yang
mungkin berperan menyebabkan depresi.
10
DAFAR PUSTAKA
11