Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pendidikan sebagai ilmu bersifat multidimensional baik dari segi filsafat


(epistimologis, aksiologis, dan ontologis) maupun secara ilmiah. Teori yang dianut
dalam sebuah praktik pendidikan sangat penting, karena pendidikan menyangkut
pembentukan generasi dan semestinya harus dapat dipertanggungjawabkan.

Proses pendidikan merupakan upaya mewujudkan nilai bagi peserta didik dan
pendidik, sehingga unsur manusia yang dididik dan memerlukan pendidikan untuk
dapat menghayati nilai-nilai agar mampu menatap perilaku serta pribadi
sebagaimana mestinya. Sebagai contoh, dalam wacana keindonesiaan pendidikan
semestinya berakar dari konteks budaya dan karakteristik masyarakat Indonesia, dan
untuk kebutuhan masyarakat Indonesia yang terus berubah. Hal ini berarti bahwa
sebaiknya pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh orang-orang yang mampu
bertanggung jawab secara rasional, sosial, dan moral.

Berbicara tentang landasan filosofis pendidikan berarti berkenaan dengan tujuan


filosofis suatu praktik pendidikan sebagai sebuah ilmu. Oleh karena itu, kajian yang
dapat dilakukan untuk memahami landasan filosofis pendidikan adalah dengan
menggunakan pendekatan filsafat ilmu yang meliputi tiga bidang kajian, yaitu
ontologi, epistimologi, dan aksiologi.

Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai secara umum.
Sebagai landasan ilmu, aksiologi mempertanyakan untuk apa pengetahuan yang
berupa ilmu itu dipergunakan,bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut
dengan kaidah-kaidah moral, bagaimana kaitan antara teknik dan prosedural yang
merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral atau
profesional.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian aksiologi ilmu pendidikan ?
2. Apa saja teori tentang nilai?
3. Bagaimana aksiologi ilmu pendidikan sebagai nilai kegunaan teoritis?
4. Bagaimana aksiologi ilmu pendidikan sebagai nilai kegunaan praktis?

1
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian aksiologiilmu pendidikan.


2. Untuk mengetahui teori-teori tentang nilai.
3. Untuk mengetahui aksiologi ilmu pendidikan sebagai nilai kegunaan teoritis.
4. Untuk mengetahui aksiologi ilmu pendidikan sebagai nilai kegunaan praktis.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Aksiologi Ilmu Pendidikan


Aksiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu kata Axios yang berarti nilai, dan
logos yang berarti ilmu atau teori. Jadi, aksiologi adalah teori tentang nilai. Nilai
yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat
mengacu kepada permasalahan etika dan estetika.

2
Secara etimologis, berarti ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai,
yang pada umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. Sedangkan
menurut Bramel, aksiologi adalah suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value)
yang dibedakan dalam tiga bagian, yaitu:
1) Moral Conduct, tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni
etika.
2) Esthetic Expression, ekspresi keindahan, yang melahirkan estetika.
3) Socio-political Life, kehidupan sosio-politik, bidang ini melahirkan ilmu filsafat
sosio-politik.

Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan


kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut kamus The Random House
Dictionary of the English Language, aksiologi adalah cabang filsafat yang
berkaitan dengan nilai, seperti etika, estetika, atau agama (Bakhtiar, 2010:163).

Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan


dengan value dan valuation. Ada tiga bentuk value dan valuation, yaitu:

1. Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian yang lebih
sempit seperti: baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih
luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan
kesucian. Penggunaan nilai yang lebih luas merupakan kata benda asli untuk
seluruh macam kritik atau predikat pro dan kontra, sebagai lawan dari suatu
yang lain, dan ia berbeda dengan fakta. Teori nilai atau aksiologi adalah bagian
dari etika.

2. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya, ketika kita berkata sebuah nilai
atau nilai-nilai, ia seringkali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang
bernilai, seperti nilainya, nilai dia, dan sistem nilai dia. Kemudian dipakai untuk
apa-apa yang memiliki nilai atau bernilai sebagaimana berlawanan dengan apa-
apa yang tidak dianggap baik atau bernilai.

3. Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai,
dan dinilai. Menilai umumnya sinonim dengan evaluasi ketika hal tersebut

3
secara aktif digunakan untuk menilai perbuatan. Dewey membedakan dua hal
tentang menilai, ia bisa berarti menghargai dan mengevaluasi.

Ilmu pendidikan adalah suatu kumpulan pengetahuan atau konsep yang tersusun
secara sistematis dan mempunyai metode-metode tertentu yang bersifat ilmiah yang
menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan mendidik, atau suatu
proses bantuan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa
untuk mencapai kedewasaannya dalam rangka mempersiapkan dirinya untuk
kehidupan yang bermakna.

Jadi, aksiologi ilmu pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang membahas


tentang hakikat nilai kegunaan teoritis dan praktis ilmu pendidikan.

2.2 Teori Tentang Nilai

Teori nilai membahas dua masalah yaitu masalah etika dan estetika.

Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata ethos yang berarti adat
kebiasaan, tetapi ada yang memakai istilah lain yaitu moral dari bahasa latin yakni
jamak dari kata nos yang berarti adat kebiasaan juga. Akan tetapi, pengertian etika
dan moral ini memiliki perbedaan satu sama lainnya. Etika ini bersifat teori
sedangkan moral bersifat praktik. Etika mempersoalkan bagaimana semestinya
manusia bertindak sedangkan moral mempersoalkan bagaimana semestinya
tindakan manusia itu. Etika hanya mempertimbangkan tentang baik dan buruk suatu
hal dan harus berlaku umum.

Antara ilmu pendidikan dan etika memiliki hubungan erat. Masalah moral tidak
bisa dilepaskan dengan tekad manusia untuk menemukan kebenaran, sebab untuk
menemukan kebenaran dan terlebih untuk mempertahankan kebenaran, diperlukan
keberanian moral.

Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat
moral yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme, dan deontologi.

4
1. Hedonisme adalah pandangan moral yang menyamakan baik menurut
pandangan moral dengan kesenangan.

2. Eudemonisme adalah pandangan yang menegaskan bahwa setiap kegiatan


manusia mengejar tujuan. Adapun tujuan dari manusia itu sendiri adalah
kebahagiaan.

3. Utiliterisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa tujuan hukum


adalah memajukan kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan
perintah-perintah Ilahi atau melindungi apa yang disebut hak-hak kodrati.

4. Deontologi adalah pemikiran tentang moral yang diciptakan oleh Immanuel


Kant. Menurut Kant, baik dalam arti sesungguhnya hanyalah kehendak baik.
Semua hal lain disebut baik secara terbatas atau dengan syarat. Misalnya
kekayaan manusia apabila digunakan dengan baik oleh kehendak manusia.
TAMBAHIN MASIH ADA LANJUTAN.

Estetika

Estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki


oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. Estetika
membahas tentang indah atau tidaknya sesuatu. Dalam dunia pendidikan hendaklah
nilai estetika menjadi patokan penting dalam proses pengembangan pendidikan
yakni dengan menggunakan pendekatan estetis-moral, dimana setiap persoalan
pendidikan dilihat dari perspektif yang mengikutsertakan kepentingan masing-
masing pihak, baik itu siswa, guru, pemerintah, pendidik, serta masyarakat luas. Ini
berarti pendidikan diorientasikan pada upaya menciptakan suatu kepribadian yang
kreatif dan berseni.

2.3 Aksiologi Ilmu Pendidikan sebagai Nilai Kegunaan Teoritis

Kegunaan Bagi Ilmu dan Teknologi

Hasil ilmu pendidikan adalah konsep-konsep ilmiah tentang aspek dan dimensi
sebagai salah satu gejala kehidupan manusia.Pemahaman tersebut secara potensial

5
dapat dipergunakan untuk lebih mengembangkan konsep-konsep ilmiah pendidikan,
baik dalam arti meningkatkan mutu (validitas dan signifikan) konsep-konsep ilmiah
pendidikan yang telah ada, maupun melahirkan atau menciptakan konsep-konsep
baru, yang secara langsung dan tidak langsung bersumber pada konsep-konsep
ilmiah pendidikan yang telah ada.
Rowntree dalam educational technologi in curiculum development antara lain
menyatakan bahwa teknologi pendidikan adalah seluas pendidikan itu sendiri, maka
teknologi pendidikan berkenaan dengan desain dan evaluasi kurikulum dan
pengalaman-pengalaman belajar, serta masalah-masalah pelaksanaan dan
perbaikannya. Pada dasarnya teknologi pendidikan adalah suatu pendekatan
pemecahan masalah pendidikan secara rasional, suatu cara berpikir skeptis
(meragukan sesuatu) dan sistematis tentang belajar dan mengajar.

Kegunaan Bagi Filsafat

Konsep-konsep ilmiah yang dihasilkan oleh ilmu pendidikan, secara potensial


dapat mengundang berkembangnya kritik pendidikan, baik yang datang dari
kalangan para pengamat pendidikan pada umumnya, maupun yang datang dari
kalangan yang profesional pendidikan, yang termasuk didalamnya para ilmuwan
pendidikan, para filsuf pendidikan, serta para pengelola dan pengembang
pendidikan.

2.4 Aksiologi Ilmu Pendidikan sebagai Nilai Kegunaan Praktis

Kegunaan bagi praktik pendidikan


Pemahaman pendidik secara komprehensif dan sistematis turut serta dalam
menumbuhkan rasa kepercayaan diri dalam melakukan tugas-tugas profesionalnya.
Hal ini terjadi karena konsep-konsep ilmiah pendidikan menerangkan prinsip-
prinsip bagaimana orang melakukan pendidikan. Penguasaan yang mantap terhadap
konsep-konsep ilmiah pendidikan memberikan pencerahan tentang bagaimana
melakukan tugas-tugas profesional pendidikan. Apabila hal ini terjadi, maka seorang
pendidik akan dapat bekerja konsisten dan efisien, karena dilandasi oleh prinsip-
prinsip pendidikan yang jelas dan kokoh. Kejelasan ini memberi rasa aman dan rasa

6
pasti mampu dalam mengerjakan tugas-tugas profesional sehingga terciptalah rasa
percaya diri. Percaya diri merupakan salah satu karakteristik kepribadian yang
sangat berpengaruh terhadap tercapainya keberhasilan atau efektivitas menjalankan
tugas profesional kependidikan.

Pengenalan yang mantap tentang konsep-konsep ilmiah pendidikan (prinsip-


prinsip pendidikan) menumbuhkan kepercayaan diri atau keyakinan diri
pendidik/pengelola pendidikan dalam melaksanakan tugasnya. Hasil penelitian
Aurora Kamla menyatakan bahwa karakteristik pribadi yang sangat berpengaruh
terhadap efektivitas guru mengajar adalah:

1. Kepercayaan diri

2. Rasa wajib dan tanggung jawab

3. Suara yang merdu dan khas

4. Kesehatan yang baik

Pengenalan yang mantap tentang konsep-konsep ilmiah pendidikan dapat


menumbuhkan kepercayaan diri pendidik/pengelola pendidikan. Konsep-konsep
yang dihasilkan oleh Ilmu Pendidikan dapat memberi pedoman dasar kerja
pendidik/pengelola pendidikan dalam melaksanakan tugasnya. Penguasaan
terhadap prinsip-prinsip pendidikan dapat meningkatkan kemampuan
pendidik/pengelola pendidikan.

Hasil penelitian Aurora Kamla menyatakan bahwa karakteristik profesional yang


sangat mempengaruhi efektivitas guru mengajar adalah beerkenaan dengan
kemampuan-kemampuan:

1. Menerangkan dengan jelas topik-topik yang menjadi bahan ajaran

2. Menyajikan dengan jelas tentang mata pelajaran

3. Mengorganisasikan secara sistematis tentang mata pelajaran

7
4. Berekspresi

5. Membangkitkan minat dan dorongan siswa untuk belajar

6. Menyusun rencana dan persiapan mengajar

Derajat mutu keahlian kependidikan seorang pendidik/pengelola pendidikan


sangat erat hubungannya dengan keluasan dan kedalaman menguasai konsep-
konsep ilmiah pendidikan. Penguasaan konsep-konsep ilmiah pendidikan
merupakan penopang utama bagi derajat keahlian pendidik/pengelola pendidikan,
yang pada gilirannya mempunyai pengaruh sangat besar terhadap kelancaran dan
keberhasilan praktik pendidikan. Penguasaan teknologi pendidikan memberi
pedoman teknis kerja dalam melaksanakan praktik pendidikan.

Di samping dapat menumbuhkan kepercayaan diri, pemahaman secara


komprehensif dan sistematis terhadap konsep-konsep ilmiah pendidikan, secara
potensial dapat pula membangun sebuah kerangka acuan dasar bekerja profesional
kependidikan. Terbentuknya kerangka acuan dasar bekerja profesional
kependidikan atau filsafat praktik pendidikan pribadi membawa makin
berkembangnya pengenalan diri seorang pendidik profesional. Baik pengenalan
diri maupun kepercayaan diri mempunyai kaitan yang erat dengan kecerdasan
emosional (emotional intelligent), yang mempunyai lima kemampuan, yang terdiri
atas:

1. Mengetahui emosi-emosi dirinya sendiri (knowing ones emotions)

2. Mengatur emosi-emosi yang bergejolak (managing emotions)

3. Memotivasi dirinya (motivating oneself)

4. Turut merasakan emosi-emosi orang lain atau empati (recognizing


emotions in others), dan

5. Menangani hubungan-hubungan dengan orang lain (handling


relationships).

8
Berdasarkan upaya-upaya penerapan konsep-konsep ilmiah pendidikan yang
dilakukan seorang tenaga kependidikan, secara trial and error terciptalah
prosedur-prosedur dan teknik-teknik kerja profesional kependidikan. Tingkat
kemampuan mengembangkan penerapan konsep-konsep ilmiah pendidikan dalam
menjalankan tugas profesional dipengaruhi tingkat profesionalitas pendidik sendiri.

Kegunaan bagi seni pendidikan


Disamping memberi kemungkinan berkembangnya teknologi pendidikan,
penerapan konsep-konsep ilmiah tentang pendidikan dalam praktik dapat pula
memberi peluang pada berkembangnya seni pendidikan. Sebuah kegiatan
pendidikan dikatakan sebuah seni pendidikan apabila kegiatan tersebut tidak saja
mencapai hasil yang diharapkan, tetapi proses pelaksanaanya dapat memberi
keasyikan dan kesenangan, baik bagi peserta didik maupun pendidiknya. Dalam
kegiatan sebagai seni, berlangsungnya suatu proses hubungan sosial, melibatkan
emosi yang cukup mendalam dan nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini mengandung arti
bahwa penerapan konsep-konsep ilmiah pendidikan dalam praktik pendidikan perlu
memperhitungkan terpenuhinya kebutuhan emosional berupa rasa puas, rasa
senang, ataupun rasa yang sejenisnya.

Bentuk penerapan atau pengemasan konsep-konsep ilmiah pendidikan tidak saja


harus tepat dalam mengatasi masalah yang dihadapi praktik pendidikan, tetapi
harus pula memberikan kesenangan, kegembiraan, dan kenikmatan dalam
menggunakannya. Pengembangan seni pendidikan akan efektif apabila melalui
pelatihan-pelatihan yang intensif. Sehubungan dengan hal ini, Jerome S. Bruner
dalam The Relevance of Education mengemukakan tiga alasan mengapa dapat
terjadi kesalahan dalam konsep ilmiah pendidikan. Pertama, karena teori
pendidikannya salah. Kedua, karena tidak sesuai dengan masalah inti dalam praktik
pendidikan. Ketiga, karena teori pendidikannya terlalu abstrak sehingga tidak dapat
dikelola.

Konsep ilmiah pendidikan yang salah dapat terjadi karena disusun melalui
kesimpulan terburu-buru yang kurang didukung oleh fakta yang cukup memadai.
Bruner menyatakan bahwa ahli psikologi dan pendidik yang merumuskan teori

9
pendidikan tanpa memperhatikan situasi politik, ekonomi, dan sosial yang terjadi
dalam proses pendidikan akan menghasilkan konsep yang tidak bermakna dan tidak
ada manfaatnya bagi praktik pendidikan dalam masyarakat dan kelas. Penerapan
yang salah dapat juga terjadi bukan karena konsepnya yang salah, namun karena
salah memilih konsep yang hendak diterapkan.

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai, pada
umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. Aksiologi ilmu pendidikan
adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang hakikat nilai kegunaan teoritis dan
praktis ilmu pendidikan. Untuk jenis nilai, aksiologi filsafat di bagi menjadi dua
yakni: etika dan pendidikan, serta estetika dan pendidikan.

Aksiologi ilmu pendidikan sebagai nilai kegunaan teoritis memiliki kegunaan


bagi ilmu dan teknologi serta filsafat, antara lain hasil ilmu pendidikan adalah
konsep-konsep ilmiah tentang aspek dan dimensi pendidikan sebagai salah satu
gejala kehidupan manusia yang digunakan para ilmuwan pendidikan, para filsuf
pendidikan serta para pengelola dan pengembang pendidikan. Aksiologi ilmu
pendidikan sebagai nilai kegunaan praktis memiliki kegunaan bagi pemahaman
pendidik secara komprehensif dan sistematis turut serta dalam menumbuhkan rasa
kepercayaan diri dalam melakukan tugas-tugas profesionalnya. Hal ini mengandung
arti bahwa penerapan konsep-konsep ilmiah pendidikan dalam praktik pendidikan
perlu memperhitungkan terpenuhinya kebutuhan emosional, berupa rasa puas, rasa
senang, ataupun rasa yang sejenisnya.

3.2 Saran

Makalah ini belum mencapai kesempurnaan, masih banyak kekurangan yang


harus dibenahi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca agar makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi dari sebelumnya.

11
12

Anda mungkin juga menyukai