1. Mampu memahami dan mengetahui cara untuk mendapat sertifikat CPOB untuk
sediaan padat.
Sertifikat CPOB adalah dokumen sah yang merupakan bukti bahwa industri
farmasi telah memenuhi persyaratan CPOB dalam membuat satu jenis bentuk sediaan
obat yang diterbitkan oleh Kepala Badan.(Peraturan Kepala BPOM, 2012).
Sertifikat CPOB diberikan untuk setiap unit bangunan sesuai dengan bentuk
sediaan dan proses pembuatan yang dilakukan untuk semua tahapan atau sebagian
tahapan. Cara memperoleh Sertifikat CPOB adalah dengan mengajukan permohonan
tertulis kepada Kepala Badan. Terhadap permohonan Sertifikasi CPOB dikenakan biaya
sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Biaya tersebut jika telah dibayarkan maka tidak dapat ditarik kembali (Peraturan Kepala
BPOM, 2011).
Tahapan pengajuan Sertifikat CPOB baru yaitu pertama, pemohon
menyampaikan permohonan persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) kepada
Kepala Badan. Setelah itu, dalam jangka waktu 14 hari kerja sejak diterimanya
permohonan dilakukan evaluasi kesesuaian RIP dengan persyaratan CPOB. Berdasarkan
hasil evaluasi tersebut, Kepala Badan menerbitkan persetujuan RIP, apabila dinyatakan
memenuhi syarat atau surat permintaan perbaikan RIP, apabila dinyatakan belum
memenuhi syarat. Direktur diberi kelimpahan wewenang oleh Kepala Bagian untuk
menerima laporan kemajuan pembangunan secara periodik setiap 3 bulan dari pemohon
sertifikat. Kedua, Setelah pembangunan selesai dan dilakukan kualifikasi, pemohon
mengajukan permohonan sertifikasi kembali. Kepala Badan melakukan inspeksi paling
lama dalam waktu 20 hari kerja sejak diterimanya permohonan sertifikasi kembali.
Berdasarkan hasil Inspeksi Kepala Badan menyampaikan evaluasi pemenuhan
persyaratan CPOB kepada pemohon. Ketiga, berdasarkan evaluasi hasil inspeksi, Kepala
Badan menerbitkan rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB sebagai kelengkapan
dalam rangka permohonan izin industri farmasi atauSertifikat CPOB.Sertifikat berlaku
untuk 5 tahun selama Industri Farmasi yang mengajukan sertifikat masih berproduksi
dan memenuhi persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Peraturan
Kepala BPOM, 2011).
Pengajuan Resertifikasi dapat dilakukan dengan tahapan, pertama pemegang
sertifikat wajib mengajukan permohonan resertifikasi dalam waktu 6 bulan sebelum
masa berlaku sertifikat berakhir. Kedua, permohonan resertifikasi diajukan kepada
Kepala Badan sesuai formulir di peraturan BPOM. Ketiga, Resertifikasi dilakukan
melalui penilaian terhadap pemenuhan CPOB/CPBBAOB berdasarkan hasil inspeksi
rutin, riwayat produk yang diedarkan, dan/atau inspeksi dalam rangka resertifikasi bila
diperlukan. Keempat, pelanggaran terhadap kewajiban melakukan resertifikasi dikenai
sanksi administratif berupa penghentian sementara kegiatan (Peraturan Kepala BPOM,
2011).
Kegiatan yang dapat dilakukan berdasarkan Sertifikat CPOB non-steril tablet
meliputi Tablet Non-antibiotik, Tablet Antibiotik Non-betalaktam, Tablet Hormon Non-
seks, Tablet vaginal Non-antibiotik atau Tablet Vaginal Antibiotik Non-betalaktam
dengan zat aktif dan bahan pembawa untuk pemakaian oral Pengemasan. Sedangkan
kegiatan yang dapat dilakukan berdasarkan Sertifikat CPOB non-steril tablet salut
meliputi Tablet Non-antibiotik, Tablet Salut Non-antibiotik, Tablet Antibiotik Non-
betalaktam, Tablet Salut Antibiotik Non-betalaktam, Tablet Hormon Nonseks, Tablet
Salut Hormon Nonseks, Tablet vaginal Non-antibiotik atau Tablet Vaginal Antibiotik
Non-betalaktam dengan zat aktif dan bahan pembawa untuk pemakaian oral
Pengemasan(Peraturan Kepala BPOM, 2011).
Pelanggaran terhadap ketentuan Pedoman CPOB dapat dikenai sanksi
administratif sebagai berikut Peringatan, Peringatan keras, Penghentian sementara
kegiatan, Pembekuan Sertifikat CPOB, Pencabutan Sertifikat CPOB dan rekomendasi
pencabutan izin industri farmasi (Peraturan Kepala BPOM, 2012)
Bahan Aktif
Studi Interaksi
Proses
Optimasi
Produksi
Pemasaran
Preformulasi adalah tahap awal dalam rangkaian proses pembuatan sediaan
farmasi yang berpusat pada sifat-sifat fisika kimia zat aktif dimana dapat mempengaruhi
penampilan obat dan perkembangan suatu bentuk sediaan farmasi.
Tujuan Preformulasi:
a. Menggambarkan proses optimasi suatu obat melalui penentuan atau definisi sifat-sifat
fisika dan kimia yang dianggap penting dalam menyusun formulasi sediaan yang
stabil, efektif, dan aman.
b. Data preformulasi akan sangat membantu dalam memberikan arah yang lebih sesuai
untuk membuat suatu rencana bentuk sediaan.
Produksi obat di industri diawali dengan pembuatan skala laboratorium. Setelah
ditemukan formulasi yang menjanjikan, dilakukan peningkatan skala menjadi skala pilot
dan selanjutnya menjadi skala industri. Pengembangan dari skala laboratorium menjadi
skala pilot dan skala produksi dilakukan untuk menguji alur pengembangan formula
produk baru adalah sebagai berikut :
Terdapat banyak masalah besar yang berhubungan dengan proses scale up dimana
analisis dimensional tidak dapat diaplikasikan menyangkut analisis dari pengaruh
variabel proses pada kebanyakan kualitas produk. Sebuah proses scale up yang tepat
harus mempertimbangkan proses berikut ini:
Obat yang akan diedarkan di wilayah indonesia wajib memiliki izin edar, untuk
memiliki izin edar maka suatu obat harus dilakukan registrasi. Proses registrasi obat
diajukan kepada kepala badan oleh pendaftar. Obat yang dapat memiliki izin edar harus
memenuhi kriteria berikut:
1. Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan melalui uji non
klinik dan uji klinik sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
2. Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai cpob,
spesifikasi dan metode analisis terhadap semua bahan yang digunakan seperti
produk jadi dengan bukti yang sahih.
3. Penandaan dan informasi produk berisi informasi lengkap, obyektif dan tidak
menyesatkan yang dapat menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional dan
aman.
4. sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
5. Khusus untuk psikotropik baru harus memiliki keunggulan dibandingkan dengan
obat yang telah disetujui beredar di indonesia dan untuk kontrasepsi atau obat lain
yang digunakan dalam program nasional dapat dipersyaratkan uji klinik di
indonesia.
Persyaratan registrasi:
a. Nama obat
- Nama generik: harus sesuai dengan nama farmakope indonesia atau sesuai dengan
international non-proprietary names (INN) yang ditetapkan oleh WHO.
- Nama dagang: nama yang diberikan oleh pendaftar untuk identitas obatnya. Nama
dagang harus berdasarkan kajian mandiri dan menjadi tanggung jawab pendaftar.
b. Registrasi
- Registrasi obat dilakukan oleh pendaftar dengan menyerahkan dokumen registrasi.
- Obat yang diregistrasikan dapat berupa: obat produk dalam negeri, dan obat impor.
- Obat dalam negeri dapat berupa: produksi sendiri, produsi berdasarkan lisensi,
produk bedasarkan kontrak. Obat produk dalam negeri dapat diedarkan di dalam
negeri atau utuk keperluan ekspor.
- Obat impor dapat berupa: obat impor bentuk ruahan atau obat impor dalam bentuk
produk jadi. Obat impor dapat diedarkan di dalam negeri atau utuk keperluan
ekspor.
Tata laksana registrasi obat:
Registrasi obat dilakukan setelah tahap pra-registrasi; pemohon pra registrasi
diajukan oleh pendaftar secara tertulis kepada kepala badan dilampiri dengan dokumen
pra-registrasi atau dokumen registrasi, dokumen registrasi disusun sesuai format ASEAN
common technical dossier (ACTD), permohonan diajukan dengan mengisi formulir
registrasi, tahapan pra-registrasi dan registrasi dikenai biaya sebagai penerimaan negara
bukan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; pemohon pra
registrasi dan registrasi dapat diajukan secara elektronik.
Registrasi obat harus bisa dipertanggungjawabkan oleh pendaftar, oleh karena itu
pendaftar bertanggung jawab atas: kelengkapan dokumen yang diserahkan; kebenran dan
keabsahan informasi yang tercantum dalam dokumen registrasi dan perubahan data dan
informasi produk yang sedang dalam proses registrasi atau sudah memiliki izin edar.
Tanggung jawab pendaftar harus dinyatakan secara tertulis dalam surat pernyataan.
Setiap perubahan data atau informasi produk harus mendapatkan persetujuan kepala
badan.
1. Formulasi
Bahan Jumlah
Asetosal 50 mg
Asam Oleat 10%
PEG 400 60%
Tween 20 30%
2. Cara Kerja
Pembuatan sediaan SNEDDS asetosal dengan cara mencampurkan asetosal dan asam
oleat dengan magnetic stirrer hingga asetosal terlarut. Campuran surfaktan dan ko-
surfaktan (PEG 400 dan tween 20) diultrasonikasi selama 1 menit. Kemudian
campuran smix dan larutan asetosal dicampurkan dan diultrasonikasi selama 2 menit
hingga membentuk campuran yang homogen.
3. Pengujian
a. Pengukuran % Transmitan
Sediaan SNEDDS asetosal diambil sebanyak 100 L dilarutkan menggunakan WFI
hingga 10 mL. Kemudian % transmitan dibaca menggunakan Spektofotometer UV-
Vis pada 265 nm.
c. Uji Organoleptis
Uji organoleptis dilakukan untuk mengetahui karakteristik sediaan SNEDDS
asetosal dari segi bentuk, warna, bau, pemisahan fase, kejernihan dan homogenitas
simvastatin dalam campuran SNEDDS.
d. Uji pH
Uji pH dilakukan dengan alat pH meter untuk mengetahui tingkat keasaman
sediaan SNEDDS asetosal.
e. Uji Sentrifugasi
Sediaan SNEDDS asetosal disentrifugasi dengan sentrifugator pada kecepatan
3000 rpm selama 30 menit. Kemudian diamati adanya pemisahan fase atau
endapan pada sediaan.
g. Tes Dipersibilitas
Uji dispersibilitas berdasarkan standar USP II apparatus disolusi. Sebanyak 1 mL
SNEDDS dilarutkan dalam 500 mL air pada suhu 37 C. Paddle diputar dengan
kecepatan 50 rpm kemudian diamati secara visual kekeruhannya. Tingkat
kekeruhan disesuaikan dengan kelas tingkat kekeruhan pada Tabel 1.
h. Uji Kadar Asetosal pada Sediaan SNEDDS
Penetapan Kurva Kalibrasi
Dibuat sediaan SNEDDS asetosal dengan cara sebanyak 10 mg asetosal dilarutkan
ke dalam asam oleat menggunakan magnetic stirrer hingga homogen kemudian
diultrasonikasi selama 1 menit. Campuran smix (PEG 400 dan tween 20)
diultrasonikasi selama 1 menit. Larutan asetosal dan smix dicampur dan
diultrasonikasi selama 2 menit. Sebanyak 500 L sediaan SNEDDS asetosal
diambil dan dilarutkan dengan metanol p.a hingga 10 mL. Larutan tersebut
memiliki konsentrasi 100 ppm. Dibuat seri kadar kurva baku 1 ppm; 1,5 ppm; 2
ppm; 2,5 ppm; 3 ppm; 3,5 ppm; 4 ppm dari larutan 100 ppm. Masing-masing
konsentrasi dibaca absorbansinya menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada
265 nm.
4. Monografi Bahan
a. Asetosal
Asam Asetilsalisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari
100,5% C9H8O4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Asam Asetilsalisilat
berbentuk hablur, umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun, atau serbuk
hablur; putih; tidak berbau atau berbau lemah. Stabil di udara kering; di dalam
udara lembab secara bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat.
Untuk kelarutan Asam Asetilsalisilat yaitu sukar larut dalam air; mudah larut dalam
etanol; larut dalam kloroform dan dalam eter; agak sukar larut dalam eter mutlak(1).
OH
Asam oleat merupakan asam lemah tidak jenuh rantai panjang dalam bentuk
trigliserida. Asam oleat banyak terdapat dalam berbagai lemak nabati dan lemak
hewani yang digunakan dalam berbagai bidang industri oleokimia. Asam oleat
banyak terdapat dalam minyak zaitun.Asam ini tersusun dari 18 atom C dengan
satu ikatan rangkap di antara atom C ke-9 dan ke-10.Selain dalam minyak zaitun,
asam lemak ini juga terdapat dalam minyak bunga matahari, minyak raps, serta
minyak biji anggur. Di Indonesia, asam oleat dapat diperoleh dari kelapa sawit.
Jumlah asam oleat dalam minyak kelapa sawit sekitar 39% - 45% dengan titik
didih 285C, titik lebur 14C(3). Asam oleat memiliki sifat yang mudah terbakar,
serta menggangu kesehatan jika tertelan dalam jumlah yang besar(1).
c. Tween 20
Tween 20 adalah turunan dari Sorbitan mono-9-octadecanoate poly(oxy-1,2-
ethanediyl) yang merupakan kompleks campuran dari polioxiethilen ether yang
biasa digunakan secara luas sebagai emulsifier atau agen pengemulsi atau agen
pendispersi pada suatu sediaan farmasi(4). Nama lain dari tween 20 adalah
polysorbate 20, polyoxyethylene sorbitan. Tween 20 memiliki berat molekul
522.6692 gram/mol dengan rumus kimia C26H50O10(1).
Gambar 3. Struktur Tween 20
5. Pengemasan
Kemasan harus diuji kemasan fisik dan stabilitasnya. Parameter parameter yang
penting yang perlu diperhatikan adalah : (1)
1 Pelepasan zat kimia dari komponen bahan kemasan.
2 Adsorpsi atau penyerapan obat oleh komponen bahan kemasan.
3 Reaksi kimia antara produk farmasi dan nbahan kemasan.
4 Pengaruh proses manufaktur pada wadah.
Bagian QC juga harus melakukan uji pada kemasan yang secara rutin dilakukan,
meliputi: (1)
1 Jenis bahan yang digunakan.
2 Inspeksi visual.
3 Uji identifikasi.
4 Uji dimensional.
5 Uji fisik.
6 Uji kimiawi.
7 Uji mikrobiologis.
8 Uji integritas kemasan blister, dapat dilakukan dengan bubble test.
Berikut merupakan desain dari kemasan primer yang dibuat, dengan total ketebalan
blister sebesar 1 cm, yang terbagi menjadi 10 kapsul dalam satu blisternya, sedangkan
kemasan sekundernya dibuat dengan ukuran 14 x 6 x 5cm, sehingga dalam satu box
yang digunakan dapat berisikan sebanyak 5 blister dengan total kapsul sebanyak 50
kapsul lunak.
DAFTAR PUSTAKA