Anda di halaman 1dari 16

BLOK 2

Disusun oleh kelompok tutorial I:

1. Zynopsicha Arma T (16811071)


2. Hannie Fitriani (15811137)
3. Shelina Indah Kusuma S (15811151)
4. Hamidah Budhi Amarta (15811169)
5. Nur Laila Dwi Apriliani (15811174)
6. Martina Cahya Pratiwi (15811181)
7. Dina Nur Upizah (15811189)
8. Yaya Hapnafia Raif (15811191)
9. Yuliza Fahmi (15811195)
10. Restu Suko Andrianto (15811205)
11. Adri Alfiza (15811211)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2016

1. Mampu memahami dan mengetahui cara untuk mendapat sertifikat CPOB untuk
sediaan padat.
Sertifikat CPOB adalah dokumen sah yang merupakan bukti bahwa industri
farmasi telah memenuhi persyaratan CPOB dalam membuat satu jenis bentuk sediaan
obat yang diterbitkan oleh Kepala Badan.(Peraturan Kepala BPOM, 2012).
Sertifikat CPOB diberikan untuk setiap unit bangunan sesuai dengan bentuk
sediaan dan proses pembuatan yang dilakukan untuk semua tahapan atau sebagian
tahapan. Cara memperoleh Sertifikat CPOB adalah dengan mengajukan permohonan
tertulis kepada Kepala Badan. Terhadap permohonan Sertifikasi CPOB dikenakan biaya
sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Biaya tersebut jika telah dibayarkan maka tidak dapat ditarik kembali (Peraturan Kepala
BPOM, 2011).
Tahapan pengajuan Sertifikat CPOB baru yaitu pertama, pemohon
menyampaikan permohonan persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) kepada
Kepala Badan. Setelah itu, dalam jangka waktu 14 hari kerja sejak diterimanya
permohonan dilakukan evaluasi kesesuaian RIP dengan persyaratan CPOB. Berdasarkan
hasil evaluasi tersebut, Kepala Badan menerbitkan persetujuan RIP, apabila dinyatakan
memenuhi syarat atau surat permintaan perbaikan RIP, apabila dinyatakan belum
memenuhi syarat. Direktur diberi kelimpahan wewenang oleh Kepala Bagian untuk
menerima laporan kemajuan pembangunan secara periodik setiap 3 bulan dari pemohon
sertifikat. Kedua, Setelah pembangunan selesai dan dilakukan kualifikasi, pemohon
mengajukan permohonan sertifikasi kembali. Kepala Badan melakukan inspeksi paling
lama dalam waktu 20 hari kerja sejak diterimanya permohonan sertifikasi kembali.
Berdasarkan hasil Inspeksi Kepala Badan menyampaikan evaluasi pemenuhan
persyaratan CPOB kepada pemohon. Ketiga, berdasarkan evaluasi hasil inspeksi, Kepala
Badan menerbitkan rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB sebagai kelengkapan
dalam rangka permohonan izin industri farmasi atauSertifikat CPOB.Sertifikat berlaku
untuk 5 tahun selama Industri Farmasi yang mengajukan sertifikat masih berproduksi
dan memenuhi persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Peraturan
Kepala BPOM, 2011).
Pengajuan Resertifikasi dapat dilakukan dengan tahapan, pertama pemegang
sertifikat wajib mengajukan permohonan resertifikasi dalam waktu 6 bulan sebelum
masa berlaku sertifikat berakhir. Kedua, permohonan resertifikasi diajukan kepada
Kepala Badan sesuai formulir di peraturan BPOM. Ketiga, Resertifikasi dilakukan
melalui penilaian terhadap pemenuhan CPOB/CPBBAOB berdasarkan hasil inspeksi
rutin, riwayat produk yang diedarkan, dan/atau inspeksi dalam rangka resertifikasi bila
diperlukan. Keempat, pelanggaran terhadap kewajiban melakukan resertifikasi dikenai
sanksi administratif berupa penghentian sementara kegiatan (Peraturan Kepala BPOM,
2011).
Kegiatan yang dapat dilakukan berdasarkan Sertifikat CPOB non-steril tablet
meliputi Tablet Non-antibiotik, Tablet Antibiotik Non-betalaktam, Tablet Hormon Non-
seks, Tablet vaginal Non-antibiotik atau Tablet Vaginal Antibiotik Non-betalaktam
dengan zat aktif dan bahan pembawa untuk pemakaian oral Pengemasan. Sedangkan
kegiatan yang dapat dilakukan berdasarkan Sertifikat CPOB non-steril tablet salut
meliputi Tablet Non-antibiotik, Tablet Salut Non-antibiotik, Tablet Antibiotik Non-
betalaktam, Tablet Salut Antibiotik Non-betalaktam, Tablet Hormon Nonseks, Tablet
Salut Hormon Nonseks, Tablet vaginal Non-antibiotik atau Tablet Vaginal Antibiotik
Non-betalaktam dengan zat aktif dan bahan pembawa untuk pemakaian oral
Pengemasan(Peraturan Kepala BPOM, 2011).
Pelanggaran terhadap ketentuan Pedoman CPOB dapat dikenai sanksi
administratif sebagai berikut Peringatan, Peringatan keras, Penghentian sementara
kegiatan, Pembekuan Sertifikat CPOB, Pencabutan Sertifikat CPOB dan rekomendasi
pencabutan izin industri farmasi (Peraturan Kepala BPOM, 2012)

2. Mampu memahami dan mengetahui tahap dalam pengembangan produk baru.

Bahan Aktif

Preformulasi Karakteristik Bahan Aktif Karakteristik Bahan Tambahan

Studi Interaksi

Bahan Aktif Bahan Tambahan

PengembanganPilihan FormulasiPilihan Kemasan


Formulasi
Formulasi dan Kemasan Terpilih

Pengembangan Optimasi Formulasi

Proses

Optimasi

Proses Manufaktur dan Pengemasan

Scale-up Proses Scale-up

Uji Coba Produksi (termasuk uji klinis)

Produksi

Pemasaran
Preformulasi adalah tahap awal dalam rangkaian proses pembuatan sediaan
farmasi yang berpusat pada sifat-sifat fisika kimia zat aktif dimana dapat mempengaruhi
penampilan obat dan perkembangan suatu bentuk sediaan farmasi.

Tujuan Preformulasi:

a. Menggambarkan proses optimasi suatu obat melalui penentuan atau definisi sifat-sifat
fisika dan kimia yang dianggap penting dalam menyusun formulasi sediaan yang
stabil, efektif, dan aman.
b. Data preformulasi akan sangat membantu dalam memberikan arah yang lebih sesuai
untuk membuat suatu rencana bentuk sediaan.
Produksi obat di industri diawali dengan pembuatan skala laboratorium. Setelah
ditemukan formulasi yang menjanjikan, dilakukan peningkatan skala menjadi skala pilot
dan selanjutnya menjadi skala industri. Pengembangan dari skala laboratorium menjadi
skala pilot dan skala produksi dilakukan untuk menguji alur pengembangan formula
produk baru adalah sebagai berikut :

1. Bagian RnD menerima product brief dari Business Development melalui QA


kemudian RnD akan melakukan studi literatur, membandingkan dengan kompetitor,
melakukan perhitungan terhadap harga pokok produksi bahan baku, dan evaluasi
terhadap ketersediaan fasilitas dan mesin produksi. Apabila tidak tersedia fasilitas dan
mesin produksi maka perlu dilakukan toll out ke perusahaan lain. Bagian RnD
melaporkan hasil evaluasi tersebut pada QA. Untuk permasalahan toll out akan
diteruskan ke Toll Manufacturing Manager. Evaluasi dan laporan investigasi jika
diperoleh akan disampaikan pula pada rapat bersama Plant Manager, QA, Business
Development, bagian pemasaran, dan direksi tentang keterbatasan fasilitas dan mesin
produksi untuk memperoleh keputusan dari direksi. Apabila hasil disposisi kelayakan
dinyatakan belum/tidaklayak untuk dilakukan pengembangan formula, maka
dokumen hasil evaluasi product brief disimpan dan proses berhenti atau masih tetap
dilanjutkan, namun bukan sebagai prioritas jika produk sementara waktu di hold oleh
Marketing.
2. Jika hasil disposisi menyatakan layak dilakukan pengembangan formula, maka RnD
akan merancang formula untuk percobaan dan mulai meminta sampel bahan baku
aktif, tambahan, atau kemasan primer yang belum ada di PPIC ke bagian pembelian
melalui QA. Sampel bahan baku yang diperoleh akan diperiksa oleh QC. Pemeriksaan
yang dilakukan QC meliputi pemeriksaan terhadap stabilitas fisik, dan analisis kimia
antara lain kadar, kadar air, pH, rotasi optik, kelarutan, kemurnian, uji mikrobiologi
(bakteri, kapang, dan khamir), uji endotoksin, serta uji sterilitas. Berdasarkan
rekomendasi dari QC dan persetujuan dari QA, hasil trial skrining/trial awal dari
RnD, maka dipilihlah bahan baku yang memenuhi syarat fisik dan kimia.
3. Selanjutnya akan dilakukan percobaan skala laboratorium. Apabila di bagian RnD
tidak tersedia alat, maka RnD mengajukan permintaan pemakaian alat ke bagian
produksi di rapat produksi setiap minggu. Setelah diperoleh hasil percobaan skala
laboratorium, RnD melakukan pemeriksaan fisik dan organoleptik. Selanjutnya RnD
mengisi dan mengajukan formulir permintaan pengujian ke QA, lalu QA memberikan
sampel beserta formulir tersebut ke QC sebagai instruksi untuk dilakukan
pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan hasil pemeriksaan QC, formula
yang memenuhi persyaratan spesifikasi dilanjutkan dengan pengujian stabilitas
dipercepat pada suhu 40C2C dan RH 75%5% untuk menentukan waktu
kadaluarsa. Setelah diperoleh data pengujian stabilitas kemudian dipilih formula
terbaik yang memenuhi spesifikasi untuk dilakukan percobaan skala pilot.
4. Percobaan skala pilot dilakukan oleh RnD dengan alur yang sama seperti pada
percobaan skala laboratoriumdimana skala pilot merupakan skala minimum kapasitas
alat di produksi sesuai dengan permintaan Badan POM yang berlaku.
5. Setelah diperoleh laporan uji stabilitas, RnD menyusun laporan pengembangan
produk baru kemudian memberikan laporan tersebut ke bagian registrasi melalui QA
untuk selanjutnya dilakukan pra registrasi.
6. RnD melakukan penyusunan DPI dan PPI meliputi proses pengolahan, proses
pengemasan primer, dan proses pengemasan sekunder.
7. Selanjutnya RnD akan melakukan optimasi sampai diperoleh hasil yang konsisten dari
tiga bets berturut pada skala produksi berdasarkan parameter- parameter yang terdapat
pada PPI dan data yang diperlukan untuk proses validasi. Jika terdapat perubahan
selama optimasi, maka RnD mengajukan usulan perubahan PPI dan DPI ke bagian
QA. Setelah mendapat hasil optimasi yang optimum, dilakukan validasi proses oleh
bagian validasi.
8. Setelah mendapat hasil validasi yang valid, maka bagian Validasi akan menyiapkan
data yang dibutuhkan untuk proses registrasi melalui QA untuk selanjutnya dilakukan
registrasi oleh bagian Registrasi.
Scale up adalah sebuah pekerjaan yang mendapatkan hasil produksi yang identik
(jika memungkinkan) pada skala produksi yang lebih besar berdasarkan skala produksi
yang telah ditetapkan sebelumnya. Walaupun tidak disebutkan, definisi scale up diatas
mengasumsikan bahwa peningkatan kapasitas produksi berhubungan dengan peralatan
yang secara fisik lebih besar dari peralatan produksi yang digunakan sebelumnya

Terdapat banyak masalah besar yang berhubungan dengan proses scale up dimana
analisis dimensional tidak dapat diaplikasikan menyangkut analisis dari pengaruh
variabel proses pada kebanyakan kualitas produk. Sebuah proses scale up yang tepat
harus mempertimbangkan proses berikut ini:

a. Menentukan hasil proses produksi yang diinginkan


b. Menentukan kriteria scale up awal, sebagai parameter yang membuat hasil proses
yang diinginkan sesuai dengan skala sebelumnya.
c. Menentukan kriteria kedua (secondary criteria) untuk proses scale up, yaitu perubahan
secara mekanik dan fisik pada skala yang harus diketahui berdasarkan kriteria utama
scale up.
Scale up erat hubungannya dengan pengembangan, manufaktur, dan kualitas,
khususnya untuk mendokumentasikan semua produk yang prosesnya spesifik dan
mentransfernya ke fasilitas manufaktur. Scale up juga sangat mempengaruhi dalam
penerapan pilot plan (BPOM, 2012)

3. Mampu memahami dan mengetahui tugas dari Departemen RnD

Divisi Penelitian dan Pengembangan merupakan inti dari industri Farmasi.


Keberhasilan dari industri farmasi terletak pada kompetensi organisasional RnD
termasuk tim kerja, knowledge management. Tugas RnD adalah mengembangkan produk
yang telah ada baik perbaikan bentuk sediaan, perbaikan kemasan maupun perbaikan
formula. Selain itu juga memformulasi produk baru, koordinasi dengan Divisi Quality
Control (QC) untuk pengembangan proses analisis dan produksi, mencari produk baru
bersama bagian pemasaran, mengawasi proses pelaksanaan skala produksi, registrasi,
dan dokumentasi.
Struktur Organisasi RnD adalah sebagai berikut:
a. RnD bidang formulasi
Bertugas membuat dan mengembangkan formula, bertanggung jawab terhadap mutu
rancangan, melakukan penelitian untuk mendapatkan formula baru berdasarkan
permintaan dari bagian pemasaran.
b. RnD bidang standarisasi
Bertugas melakukan analisis dan evaluasi terhadap produk mulai dari pembelian
bahan baku sampai produk jadi. Tujuannya adalah untuk menentukan kualitas produk
yang dihasilkan. Analisis dan evaluasi yang dilakukan meliputi:bahan baku, bahan
pengemas, validasi metode analisis, stabilitas.
c. RnD bidang kemasan
Bertugas melakukan pengembangan kemasan produk baru, pengurangan biaya
kemasan yang telah ada, serta mengoptimalkan kemasan dan proses pengemasan.
Pengembangan kemasan meliputi: desain (dilengkapi penandaan sesuai Depkes,
informasi penting tentang produk, praktis) dan material (netral/inert terhadap produk,
dilakukan uji stabilitas dan kompatibilitas antara kemasan dan produk, harga murah,
menentukan supplier). Yang harus ada dalam kemasan yaitu: nama, komponen bahan
aktif, No. Registrasi, No. Batch, nama & alamat pabrik pembuat, indikasi, kontra
indikasi, dan petunjuk penyimpanan.

d. RnD bidang stabilitas


Bertugas melakukan uji stabilitas meliputi :
1. Uji jangka panjang (setiap 3 bulan selama tahun pertama, setiap 6 bulan selama
tahun kedua dan setahun sekali sepanjang masa edar yang diusulkan)
2. Uji dipercepat
e. Bidang Registrasi
Bertugas melakukan pendaftaran produk ke Balai POM dalam waktu bersamaan
dengan trial formulasi skala produksi. Bagian registrasi ini dibantu oleh seorang
administrasi desain yang bertugas membuat desain kemasan suatu produk. Registrasi
adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk mendapat izin edar, tujuannya
untuk memberi perlindungan yang optimal kepada masyarakat dari peredaran obat
yang tidak memiliki persyaratan efikasi, keamanan, mutu, dan kemanfaatannya serta :
sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat dan terjangkau Ketentuan izin edar
(Holland, 2004) (Sampurno, 2007)

4. Mampu memahami dan mengetahui cara untuk mendapatkan nomor registrasi


atau perijinan BPOM untuk obat baru.

Obat yang akan diedarkan di wilayah indonesia wajib memiliki izin edar, untuk
memiliki izin edar maka suatu obat harus dilakukan registrasi. Proses registrasi obat
diajukan kepada kepala badan oleh pendaftar. Obat yang dapat memiliki izin edar harus
memenuhi kriteria berikut:
1. Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan melalui uji non
klinik dan uji klinik sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
2. Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai cpob,
spesifikasi dan metode analisis terhadap semua bahan yang digunakan seperti
produk jadi dengan bukti yang sahih.
3. Penandaan dan informasi produk berisi informasi lengkap, obyektif dan tidak
menyesatkan yang dapat menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional dan
aman.
4. sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
5. Khusus untuk psikotropik baru harus memiliki keunggulan dibandingkan dengan
obat yang telah disetujui beredar di indonesia dan untuk kontrasepsi atau obat lain
yang digunakan dalam program nasional dapat dipersyaratkan uji klinik di
indonesia.

Persyaratan registrasi:
a. Nama obat
- Nama generik: harus sesuai dengan nama farmakope indonesia atau sesuai dengan
international non-proprietary names (INN) yang ditetapkan oleh WHO.
- Nama dagang: nama yang diberikan oleh pendaftar untuk identitas obatnya. Nama
dagang harus berdasarkan kajian mandiri dan menjadi tanggung jawab pendaftar.
b. Registrasi
- Registrasi obat dilakukan oleh pendaftar dengan menyerahkan dokumen registrasi.
- Obat yang diregistrasikan dapat berupa: obat produk dalam negeri, dan obat impor.
- Obat dalam negeri dapat berupa: produksi sendiri, produsi berdasarkan lisensi,
produk bedasarkan kontrak. Obat produk dalam negeri dapat diedarkan di dalam
negeri atau utuk keperluan ekspor.
- Obat impor dapat berupa: obat impor bentuk ruahan atau obat impor dalam bentuk
produk jadi. Obat impor dapat diedarkan di dalam negeri atau utuk keperluan
ekspor.
Tata laksana registrasi obat:
Registrasi obat dilakukan setelah tahap pra-registrasi; pemohon pra registrasi
diajukan oleh pendaftar secara tertulis kepada kepala badan dilampiri dengan dokumen
pra-registrasi atau dokumen registrasi, dokumen registrasi disusun sesuai format ASEAN
common technical dossier (ACTD), permohonan diajukan dengan mengisi formulir
registrasi, tahapan pra-registrasi dan registrasi dikenai biaya sebagai penerimaan negara
bukan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; pemohon pra
registrasi dan registrasi dapat diajukan secara elektronik.

Dokumen registrasi terdiri atas:


a. Bagian I : dokumen administratif, informasi produk dan penandaan.
b. Bagian II : dokumen mutu
c. Bagian III : dokumen non klinik
d. Bagian IV : dokumen klinik

Registrasi obat harus bisa dipertanggungjawabkan oleh pendaftar, oleh karena itu
pendaftar bertanggung jawab atas: kelengkapan dokumen yang diserahkan; kebenran dan
keabsahan informasi yang tercantum dalam dokumen registrasi dan perubahan data dan
informasi produk yang sedang dalam proses registrasi atau sudah memiliki izin edar.
Tanggung jawab pendaftar harus dinyatakan secara tertulis dalam surat pernyataan.
Setiap perubahan data atau informasi produk harus mendapatkan persetujuan kepala
badan.

Proses pengembangan obat baru


Obat yang dibuat melalui tahapan uji klinik di indonesia, sebelum diregistrasi harus
melalui penilaian proses obat pengembangan baru, penilaian proses pengembangan obat
baru diatur tersendiri oleh kepala badan (BPOM,2012).

5. Mampu memahami dan mengetahui pengembangan asetosal, kajian pra formulasi


dan formulasi asetosal, pengemasan dan evaluasinya.

1. Formulasi

Bahan Jumlah
Asetosal 50 mg
Asam Oleat 10%
PEG 400 60%
Tween 20 30%

2. Cara Kerja
Pembuatan sediaan SNEDDS asetosal dengan cara mencampurkan asetosal dan asam
oleat dengan magnetic stirrer hingga asetosal terlarut. Campuran surfaktan dan ko-
surfaktan (PEG 400 dan tween 20) diultrasonikasi selama 1 menit. Kemudian
campuran smix dan larutan asetosal dicampurkan dan diultrasonikasi selama 2 menit
hingga membentuk campuran yang homogen.

3. Pengujian
a. Pengukuran % Transmitan
Sediaan SNEDDS asetosal diambil sebanyak 100 L dilarutkan menggunakan WFI
hingga 10 mL. Kemudian % transmitan dibaca menggunakan Spektofotometer UV-
Vis pada 265 nm.

b. Pengukuran Ukuran Partikel, Polydispersity Index (PDI), dan Zeta Potensial


Sediaan SNEDDS asetosal sebanyak 100 L diencerkan dan diadd hingga 10 mL
menggunakan WFI. Kemudian ukuran partikel, PDI dan zeta potensial diukur
menggunakan alat PSA (Particle Size Analyzer).

c. Uji Organoleptis
Uji organoleptis dilakukan untuk mengetahui karakteristik sediaan SNEDDS
asetosal dari segi bentuk, warna, bau, pemisahan fase, kejernihan dan homogenitas
simvastatin dalam campuran SNEDDS.

d. Uji pH
Uji pH dilakukan dengan alat pH meter untuk mengetahui tingkat keasaman
sediaan SNEDDS asetosal.

e. Uji Sentrifugasi
Sediaan SNEDDS asetosal disentrifugasi dengan sentrifugator pada kecepatan
3000 rpm selama 30 menit. Kemudian diamati adanya pemisahan fase atau
endapan pada sediaan.

f. Self Emulsification Time


Sebanyak 1 mL sediaan SNEDDS simvastatin dimasukkan ke dalam 250 mL air
pada suhu 37C yang diputar menggunakan magnetic stirrer pada kecepatan 50
rpm. Diamati secara visual dan dihitung waktu yang diperlukan sediaan SNEDDS
untuk membentuk campuran yang homogen di dalam air.

g. Tes Dipersibilitas
Uji dispersibilitas berdasarkan standar USP II apparatus disolusi. Sebanyak 1 mL
SNEDDS dilarutkan dalam 500 mL air pada suhu 37 C. Paddle diputar dengan
kecepatan 50 rpm kemudian diamati secara visual kekeruhannya. Tingkat
kekeruhan disesuaikan dengan kelas tingkat kekeruhan pada Tabel 1.
h. Uji Kadar Asetosal pada Sediaan SNEDDS
Penetapan Kurva Kalibrasi
Dibuat sediaan SNEDDS asetosal dengan cara sebanyak 10 mg asetosal dilarutkan
ke dalam asam oleat menggunakan magnetic stirrer hingga homogen kemudian
diultrasonikasi selama 1 menit. Campuran smix (PEG 400 dan tween 20)
diultrasonikasi selama 1 menit. Larutan asetosal dan smix dicampur dan
diultrasonikasi selama 2 menit. Sebanyak 500 L sediaan SNEDDS asetosal
diambil dan dilarutkan dengan metanol p.a hingga 10 mL. Larutan tersebut
memiliki konsentrasi 100 ppm. Dibuat seri kadar kurva baku 1 ppm; 1,5 ppm; 2
ppm; 2,5 ppm; 3 ppm; 3,5 ppm; 4 ppm dari larutan 100 ppm. Masing-masing
konsentrasi dibaca absorbansinya menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada
265 nm.

Penetapan Kadar Asetosal dalam Sediaan SNEDDS


Sebanyak 500 L sediaan SNEDDS asetosal dilarutkan menggunakan metanol p.a
hingga 10 mL. Kemudian larutan terebut diambil 200L dilarutkan dengan metanol
p.a hingga 10 mL. Larutan tersebut dibaca absorbansinya menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis pada 265 nm.

4. Monografi Bahan
a. Asetosal
Asam Asetilsalisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari
100,5% C9H8O4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Asam Asetilsalisilat
berbentuk hablur, umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun, atau serbuk
hablur; putih; tidak berbau atau berbau lemah. Stabil di udara kering; di dalam
udara lembab secara bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat.
Untuk kelarutan Asam Asetilsalisilat yaitu sukar larut dalam air; mudah larut dalam
etanol; larut dalam kloroform dan dalam eter; agak sukar larut dalam eter mutlak(1).

Gambar 1. Struktur Asam Asetilsalisilat(1).


b. Asam Oleat
Asam oleat merupakan asam lemak bebas dengan pemerian warna kekuningan
hingga coklat pucat, berbentuk cairan berminyak dengan bau dan rasa khas seperti
lemak babi dengan rumus kimia CH 3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH. Kelarutan asam
oleat, larut dalam benzena, kloroform, ethanol 95%, eter, heksana, volatile oil, serta
praktis tidak larut dalam air. Asam oleat dapat teroksidasi menjadi warna gelap dan
bau yang lebih jelas. Terdapat beberapa nama lain dari asam oleat yaitu, Cis-9-
Octadecenoic acid, Cis-Oleic acid, Elaidoic acid. Berat molekul dari asam oleat
adalah 282,46 gram/mol(2).
O

OH

Gambar 2. Struktur Asam Oleat

Asam oleat merupakan asam lemah tidak jenuh rantai panjang dalam bentuk
trigliserida. Asam oleat banyak terdapat dalam berbagai lemak nabati dan lemak
hewani yang digunakan dalam berbagai bidang industri oleokimia. Asam oleat
banyak terdapat dalam minyak zaitun.Asam ini tersusun dari 18 atom C dengan
satu ikatan rangkap di antara atom C ke-9 dan ke-10.Selain dalam minyak zaitun,
asam lemak ini juga terdapat dalam minyak bunga matahari, minyak raps, serta
minyak biji anggur. Di Indonesia, asam oleat dapat diperoleh dari kelapa sawit.
Jumlah asam oleat dalam minyak kelapa sawit sekitar 39% - 45% dengan titik
didih 285C, titik lebur 14C(3). Asam oleat memiliki sifat yang mudah terbakar,
serta menggangu kesehatan jika tertelan dalam jumlah yang besar(1).

c. Tween 20
Tween 20 adalah turunan dari Sorbitan mono-9-octadecanoate poly(oxy-1,2-
ethanediyl) yang merupakan kompleks campuran dari polioxiethilen ether yang
biasa digunakan secara luas sebagai emulsifier atau agen pengemulsi atau agen
pendispersi pada suatu sediaan farmasi(4). Nama lain dari tween 20 adalah
polysorbate 20, polyoxyethylene sorbitan. Tween 20 memiliki berat molekul
522.6692 gram/mol dengan rumus kimia C26H50O10(1).
Gambar 3. Struktur Tween 20

Berdasarkan penelitian sebelumnya, tween 20 memiliki kemampuan untuk


melarutkan zat aktif obat yang memiliki kelarutan rendah dengan sangat baik,
seperti ropinirol dengan kelarutan mencapai 184 mg/mL (2). Tween 20 juga
merupakan surfaktan yang aman untuk digunakan dalam formulasi SNEDDS, hal
ini didukung dengan nilai HLB yang dimiliki yaitu 16,7 yang cenderung hidrofilik
dan bersifat nonionik dengan efek samping yang rendah(5).

d. Polietilen Glikol 400


PEG 400 atau polietilen glikol 400 memiliki nama lain makrogol 400,
merupakan polimer dari etilen oksida dan air. Memiliki berat molekul antara 380
sampai 420 gram/mol. Rumus molekul dari PEG 400 adalah H(O-CH2CH2)nOH,
dengan harga rata-rata n antara 8,2-9,1(6). Pemeriannya, cairan kental jernih, tidak
berwarna atau praktis tidak berwarna, bau khas lemah, serta agak higroskopis.
Kelarutan, larut dalam air, ethanol, dan aseton(1).

Gambar 4. Struktur PEG 400


Berdasarkan penelitian sebelumnya, PEG 400 digunakan sebagai ko-surfaktan
dalam pembuatan SNEDDS kurkumin dengan ukuran partikel yang dihasilkan
adalah 43,82 nm dan polidispers indeks atau kehomogennya yang baik yaitu 0,389
(7)

5. Pengemasan

Kemasan merupakan kumpulan komponen yang berbeda yang mengelilingi


produk farmasi dari waktu produksi hingga penggunaannya(1). Fungsi dari
pengemasan yaitu sebagai berikut : (2)
1. Mewadahi produk selama distribusi dari produsen hingga ke konsumen.
2. Melindungi dan mengawetkan produk.
3. Sebagai identitas produk.
4. Meningkatkan efisiensi, dalam hal penghitungan, pengiriman dan penyimpanan.
5. Menambah daya tarik.
6. Sarana informasi dan iklan.
7. Memberi kenyamanan bagi pemakai.
Produk aspirin yang dibuat dikemas dengan kemasan primer dalam bentuk blister
pack. Pemilihan kemasan tersebut didasarkan dari beberapa aspek. Terdapat 5 aspek
yang menjadikan kemasan blister lebih baik dibandingkan kemasan konvensional lain,
yaitu : (3)
1 Integritas produk
Blister membantu mempertahankan integritas produk karena obat-obatan yang
dikemas dalam blister terlindung dari kondisi yang merugikan. Selain itu,
kesempatan untuk kontaminasi produk yang minimal, dan pada setiap dosis
tercantum nama produk, dan tanggal kadaluarsa. Oleh karena itu, kemasan blister
memastikan integritas produk dari produsen secara langsung melalui distribusi ke
konsumen.
2 Perlindungan terhadap produk
Kemasan blister lebih baik dalam melindungi daripada botol. Sebagai contoh,
apabila konsumen membuka botol obat, ada kemungkinan ketika botol tidak
ditutup dengan baik atau rapat maka sebagian obat yang belum terpakai dapat
terkontaminasi dengan lingkungan sekitar dan mempengaruhi kualitas obat.
Sedangkan apabila menggunakan blister, obat yang belum dipakai tetap terjaga
kualitasnya.
3 Kerusakan terlihat jelas
4 Penurunan kemungkinan kesalahan dalam penggunaan
5 Kepatuhan pasien
Kemasan blister terdiri dari 4 komponen dasar yaitu formingfilm, the lidding
material, the heat-seal coating, dan the printing ink.
1 Forming film, bahan yang dapat digunakan adalah PVC, PVDC,
PVC/chlorotrifluoroethylene (CTFE), Polystyrene (PS), Oriented polyamide
(OPA)/aluminum/PVC atau nylon/aluminum/PVC, CTFE homopolymer, dan
Paper/PET/aluminum tergantung dari bahan yang akan diblister. Bahan yang biasa
digunakan adalah PVC atau PVDC. Untuk kemasan blister obat aspirin yang
dibuat, dipilih PVC karena memiliki kelenturan yang tinggi; ketahanan kimia yang
baik; permeabilitas rendah terhadap minyak, lemak; dan harga yang rendah. Sifat-
sifat tersebut membuat PVC digunakan sebagai mayoritas pilihan untuk kemasan
blister(3).
2 Lidding material, ketebalan yang biasa digunakan adalah 0,46-0,61mm. Lidding
material harus menjamin laju transmisi uap air (water-vapor transmission rate/
WVTR) yang paling rendah. Bahan yang bisa digunakan adalah hard alumunium,
soft alumunium, alumunium/paper, dan paper/PET/aluminum laminate. Lidding
material yang digunakan dalam kemasan aspirin yang akan diproduksi adalah hard
alumunium(3).
3 Heat-seal coatings, pada kemasan blister heat-seal coatings atau segel merupakan
komponen yang paling penting. Penampilan dan integritas fisik kemasan
tergantung pada kualitas heat-seal coatings/ segel. Heat-seal coatings mengikat
plastik blister dan lidding material. Heat-seal coatings yang baik harus memiliki
permukaan yang halus, jernih, tahan terhadap abrasi dan panas, dan harus dapat
mensegel dengan baik(3).
4 Printing Inks/ tinta, sebagai penunjang penampilan dan memberi informasi yang
biasanya dibuat di atas lidding material. Tinta harus tahan terhadap pemanasan
hingga suhu 300oC tanpa luntur. Tinta tidak boleh mengandung lubrikan
hidrokarbon, minyak ataupun release agents dalam jumlah berlebih(3).

Kemasan harus diuji kemasan fisik dan stabilitasnya. Parameter parameter yang
penting yang perlu diperhatikan adalah : (1)
1 Pelepasan zat kimia dari komponen bahan kemasan.
2 Adsorpsi atau penyerapan obat oleh komponen bahan kemasan.
3 Reaksi kimia antara produk farmasi dan nbahan kemasan.
4 Pengaruh proses manufaktur pada wadah.
Bagian QC juga harus melakukan uji pada kemasan yang secara rutin dilakukan,
meliputi: (1)
1 Jenis bahan yang digunakan.
2 Inspeksi visual.
3 Uji identifikasi.
4 Uji dimensional.
5 Uji fisik.
6 Uji kimiawi.
7 Uji mikrobiologis.
8 Uji integritas kemasan blister, dapat dilakukan dengan bubble test.
Berikut merupakan desain dari kemasan primer yang dibuat, dengan total ketebalan
blister sebesar 1 cm, yang terbagi menjadi 10 kapsul dalam satu blisternya, sedangkan
kemasan sekundernya dibuat dengan ukuran 14 x 6 x 5cm, sehingga dalam satu box
yang digunakan dapat berisikan sebanyak 5 blister dengan total kapsul sebanyak 50
kapsul lunak.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai