Anda di halaman 1dari 5

BAB XXI.

MENYEBABKAN MATI ATAU LUKA KARENA KEALPAAN

Pasal 359.
(s.d.u. dg. UU No. 1 / 1960.) Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya)
menyebabkan orang lain meninggal, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. (KUHP 1652, 187,
193-205, 334.)

Pasal 361.
Bila kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan
suatu jabatan atau pekerjaan, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan
dapat dicabut hak yang bersalah untuk menjalankan pekerjaan dalam mana
dilakukan kejahatan itu dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya
diumumkan. (KUHP 10, 35, 43, 92.)

BAB V. PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA.

Pasal 55.

(1) (s. d. u. dg. S. 1925-197jo. 273.) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1o. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan tindak
pidana itu;

UNDANG-UNDANG NO.29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN


Pasal 76
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa
memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus jutarupiah).

BAB XII. PEMALSUAN SURAT

Pasal 263

(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu
hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada
sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut
seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan
kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

Pasal 264

(2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut
dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak
dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Berikut uraian kejadian sebagaimana dalam putusan MA bernomor
90/PID.B/2011/PN.MDO:

Bahwa Dokter Ayu, Dokter Hendry dan Dokter Hendy sebagai dokter di Rumah Sakit Prof Dr
RD Kandou Manado melakukan operasi Cito Secsio Sesaria terhadap korban Siska Makatey.
Pada saat korban sudah tidur telentang di atas meja operasi kemudian dilakukan tindakan
asepsi antiseptis pada dinding perut dan sekitarnya.

Selanjutnya, korban ditutup dengan kain operasi, kecuali area pembedahan. Di mana saat itu
korban telah dilakukan pembiusan total.

Dokter Ayu (terdakwa I) mengiris dinding perut lapis demi lapis sampai pada rahim milik
korban untuk mengangkat bayi. Setelah itu, rahim korban dijahit sampai tidak terdapat
perdarahan untuk selanjutnya dilakukan penjahitan terhadap dinding perut.

Peran Dokter Hendry (terdakwa II) sebagai asisten operator I, dan Dokter Hendy (terdakwa
III) asisten operator II membantu memperjelas area pembedahan yang dilakukan Dokter Ayu
sebagai pelaksana operasi.

Pada saat sebelum operasi dilakukan, para terdakwa tidak pernah menyampaikan kepada
pihak keluarga korban tentang kemungkinan-kemungkinan terburuk, termasuk kematian
yang dapat terjadi terhadap korban.

Selain itu, para terdakwa juga melakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
jantung, foto rontgen dada dan lainnya, setelah dilakukannya pembedahan. Seharusnya,
prosedur itu dilakuan sebelum proses pembedahan berlangsung.

Usai pemeriksaan jantung, Dokter Ayu melaporkan kepada saksi Najoan Nan Waraouw
sebagai konsultan jaga bagian kebidanan dan penyakit kandungan bahwa nadi korban 180
kali per menit. Dan saat itu, Najoan menanyakan kepada Dokter Ayu tentang hasil
pemeriksaan jantung. Selanjutnya dijawab oleh Dokter Ayu tentang hasil pemeriksaan adalah
denyut jantung sangat cepat (Ventrikel Tachy Kardi). Namun, Najoan mengatakan bahwa
denyut nadi 180 kali per menit bukan denyut jantung sangat cepat tetapi kelainan irama
jantung (fibrilasi).

Berdasarkan keterangan saksi Dokter Hermanus J Lalenoh Sp An, tekanan darah sebelum
korban dianestesi atau dilakukan pembiusan sedikit tinggi, yakni pada angka 160/70. Akan
tetapi pembedahan dengan kondisi tersebut, pada prinsipnya, dapat dilakukan namun dengan
anestesi risiko tinggi.

Karena itu, Dokter Hermanus meminta agar terdakwa menjelaskan kepada keluarga korban
tentang segala kemungkinan yang dapat terjadi.

Sementara itu, berdasarkan hasil rekam medis No 041969 yang telah dibaca oleh saksi ahli
Dokter Erwin Gidion Kristanto SH Sp F, pada saat korban masuk rumah sakit, keadaan
korban adalah lemah dan status penyakit korban adalah berat.
http://www.beritasatu.com/hukum/152236-inilah-rincian-putusan-ma-kasus-dokter-ayu.html

19:34 20-03-2017

Bagaimana sesungguhnya kronologi kasus ini? Berikut pemaparan versi Kementerian


Kesehatan dan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI).

Ketua POGI Jakarta, Frizar Irmansyah, mengatakan kematian Siska 20 menit setelah operasi
caesar bukan kejadian malapraktik, melainkan insiden medis yang tak dapat dicegah dan
berakibat fatal.

Siska awalnya mendatangi puskesmas. Di puskesmas, dilakukan pemeriksaan ketuban untuk


mempercepat kelahiran bayinya. Standar operasional prosedur menyatakan, kelahiran harus
diupayakan normal. Kondisi Siska di puskesmas terus dimonitor sampai akhirnya muncul
tanda kegawatan di mana bayi bisa meninggal jika tidak juga dilahirkan.

Puskesmas pun memberitahu Siska perlu ada tindakan operasi untuk menyelamatkan dia dan
bayinya. Oleh sebab itu diputuskan Siska dirujuk ke RS Prof dr Kandou untuk ditangani lebih
lanjut. Di rumah sakit itu, dokter mengambil tindakan 8 jam kemudian, setelah tahu ada
gawat janin pada kandungan Siska. Selama 8 jam itu, pasien bukannya ditelantarkan, tapi
ditunggu untuk melahirkan secara normal, kata Frizar.

Selanjutnya saat operasi caesar berlangsung, terjadi insiden emboli ketuban melebar, udara
masuk ke pembuluh darah dan lari ke paru-paru, mengakibatkan pembuluh darah pecah.
Aliran darah pun tersumbat seketika karena air ketuban masuk ke dalam pembuluh darah.
Saat itu Siska langsung terserang sesak nafas hebat.

Menghadapi hal ini, dokter Ayu dan timnya segera mengambil tindakan. Suntikan steroid
diberikan untuk menanggulangi peradangan. Mereka juga berupaya mempertahankan
oksigenisasi dengan memasang alat bantu yang disebut ventilator. Sayangnya nyawa pasien
tidak tertolong. Meski demikian bayi lahir dengan sehat.

Frizar menyatakan, kemungkinan terjadinya emboli pada ibu melahirkan hanya 3 persen,
namun kesembuhannya hanya 10 persen. Itu pun di luar negeri yang berhasil sembuh. Di
Indonesia, setahu saya belum ada yang bisa selamat dari emboli, kata dia. Emboli bisa
terjadi pada ibu yang melahirkan secara caesar maupun normal.

Frizar mengatakan, dokter Ayu memang belum berstatus dokter spesialis saat menangani
persalinan Siska. Ia hanya residen senior dengan pendidikan dokter spesialis kebidanan dan
kandungan. Tapi praktiknya sudah melalui ujian-ujian tertentu dan bukannya tanpa
wewenang.

Sementara berikut rincian kesalahan dokter Ayu seperti tertera di putusan Mahkamah
Agung:

Dokter Dewa Ayu Sasiary Prawani, dr Hendry Simanjuntak, dan dr Hendy Siagian, baik
secara bersama-sama maupun bertindak sendiri-sendiri, telah dengan sengaja melakukan,
menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin
praktik (SIP). Perbuatan tersebut dilakukan para terdakwa dengan cara dan uraian kejadian
sebagai berikut:
Saat korban Siska Makatey (Julia Faransiska Makatey) sudah tidur terlentang di atas meja
operasi, dilakukan tindakan asepsi antiseptis pada dinding perut dan sekitarnya. Selanjutnya
korban ditutup dengan kain operasi kecuali pada lapangan operasi. Saat itu korban telah
dibius total.

Dr Ayu mengiris dinding perut lapis demi lapis sampai pada rahim milik korban, kemudian
bayi yang berada di dalam rahim korban diangkat. Rahim korban lalu dijahit sampai tidak
terdapat pendarahan lagi dan dibersihkan dari bekuan darah. Selanjutnya dinding perut milik
korban dijahit.

Saat operasi dilakukan, dr Hendry sebagai asisten operator I dan dr Hendy sebagai asisten
operator II membantu dr Ayu sebagai pelaksana operasi. Dr Hendry dan dr Hendy yang
memotong, menggunting, dan menjahit agar lapangan operasi bisa terlihat, supaya
mempermudah operator yaitu dr Ayu dalam melakukan operasi.

Sebelum operasi cito secsio sesaria terhadap korban dilakukan, para terdakwa tidak
melakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan jantung, foto rontgen dada, dan lain-
lain. Sedangkan tekanan darah sebelum korban dianastesi atau dilakukan pembiusan sedikit
tinggi, yaitu menunjukkan angka 160/70.

Pemeriksaan jantung terhadap korban dilaksanakan setelah operasi selesai dilakukan.


Pemeriksaan jantung terhadap korban dilaksanakan setelah operasi selesai. Pemeriksaan
jantung tersebut dilakukan setelah dr Ayu melaporkan kepada saksi Najoan Nan Waraouw
sebagai konsultan jaga bagian kebidanan dan penyakit kandungan bahwa nadi korban 180
kali per menit.

Saat itu saksi Najoan menanyakan kepada dr Ayu apakah telah dilakukan pemeriksaan
jantung terhadap diri korban. Selanjutnya dijawab oleh dr Ayu tentang hasil pemeriksaan
adalah denyut jantung sangat cepat. Saksi Najoan mengatakan bahwa denyut nadi 180 kali
per menit bukan denyut jantung sangat cepat tetapi fibrilasi atau kelainan irama jantung.

Berdasarkan hasil rekam medis No. 041969 yang telah dibaca oleh saksi ahli dr. Erwin
Gidion Kristanto, SH. Sp. F bahwa saat korban masuk RSU Prof RD Kandou Manado,
keadaan umum korban adalah lemah dan status penyakit korban adalah berat.

Dr Ayu, dr Hendry, dan dr Hendy sebagai dokter dalam melaksanakan operasi cito secsio
sesaria terhadap korban Siska Makatey, hanya memiliki sertifikat kompetensi. Tapi para
terdakwa tidak mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) kedokteran/yang berhak memberikan
persetujuan. Sedangkan untuk melakukan tindakan praktik kedokteran, termasuk operasi cito
yang dilakukan para terdakwa terhadap diri korban, para terdakwa harus memiliki SIP
kedokteran.

Akibat perbuatan para terdakwa, korban Siska Makatey meninggal dunia. Sebab kematian
korban adalah akibat masuknya udara ke dalam bilik kanan jantung yang menghambat darah
masuk ke paru-paru sehingga terjadi kegagalan fungsi paru, dan selanjutnya mengakibatkan
kegagalan fungsi jantung.

http://nasional.news.viva.co.id/news/read/462229-kasus-dr-ayu-ini-kronologi-dokter-vs-
mahkamah-agung
08.27 20-03-2017

Anda mungkin juga menyukai